It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@jokerz gak baik loh terlalu bnyk menduga-duga. Hehe
Brarti kamu lg beruntung bs dugaanmu benar. lol
@arieat Pan dah mau tamat makanya identitasnya terbuka smua. 2 chapter lg loh.
Thanks ya @danar23 msh mau baca, pd hal bnyk yg gak sesuai harapanmu. hehe
Berharap di update selanjutnya dpt jatah mention^^
Hampir kelupaan update. Smoga chapter ini gak terlalu mengecewakan. Last chapter nanti kyknya kepanjangan deh. Hehe...
Thanks ya teman2 msh mau baca. Jgn lupa komen n like ya...
PELANGI XV
Agung duduk di rerumputan yang berada di tepi kolam ikan. Sesekali ia melempar makanan ikan dari mangkok yang ia pegang. Kekacauan dalam pikirannya sedikit berkurang dengan melihat ikan-ikan itu muncul kepermukaan dan berebut makanan.
Terlalu banyak peristiwa yang sulit diterima akal pikiran Agung. Beberapa hari terakhir adalah hari-hari yang penuh dengan kejutan, sangat sulit bahkan hampir mustahil untuk mempercayainya jika saja Agung tidak menyaksikan secara langsung. Agung sempat berpikir bahwa semua itu hanya mimpi dan berharap untuk segera terbangun dari tidurnya. Namun apa yang terjadi padanya begitu nyata.
Peristiwa buruk yang terjadi di taman dan hampir merenggut nyawa Dika sudah membuatnya shock, begitu pula dengan kejutan-kejutan lain. Fakta bahwa Andra, Bella beserta ketiga temannya adalah Pelindung Pelangi masih sulit dipercaya, ditambah dengan fakta bahwa Pelangi Api dan Randy adalah orang yang sama. Dan yang paling mengejutkan Agung ketika mendengar pernyataan bahwa dirinya adalah Pangeran Pelangi. Agung sempat menolak mentah-mentah hal itu tetapi para Pelindung Pelangi sangat yakin karena melihat Agung dalam wujud Pangeran Pelangi.
Agung berusaha untuk mempercayainya walau sangat sulit. Ia tidak mengingat sedikitpun dengan perubahan yang dialaminya. Ia juga tidak merasa memiliki kekuatan super apalagi Kristal Pelangi. Di samping itu, Agung juga khawatir akan mengecewakan mereka yang sangat berharap padanya. Menurut mereka, hanya Kristal Pelangi yang mampu mengalahkan kekuatan Dewi Kegelapan.
“Ndra.” Agung terkejut saat menyadari Andra sudah berada di sampingnya.
“Jangan terlalu memaksakan diri untuk mengingat siapa dirimu, terlebih lagi kekuatanmu dan Kristal Pelangi. Semuanya membutuhkan proses. Jalani saja. Jangan dijadikan beban.” Andra tersenyum manis.
Agung juga tersenyum walau terkesan dipaksakan.
“Aku akan selalu ada kapanpun kamu membutuhkanku.” Andra menyentuh tangan Agung dan tiba-tiba merebut mangkok yang berisi makanan ikan.
Agung tersenyum pada Andra yang mulai memberi makan ikan. Agung tertawa kecil karena mengira Andra akan menggenggam tangannya. Ternyata dia terlalu kegeeran.
“Kenapa? Ada yang lucu?” Tanya Andra.
Agung kembali tertawa. “Muka kamu yang lucu.” Katanya sambil mengambil makanan ikan lalu melemparnya ke tengah kolam. “Aduh.” Agung mengusap kepalanya setelah mendapat jitakan dari Andra.
“Biar otak kamu gak konslet lagi. Orang keren gini kok dibilang lucu.”
“Yeeee.... Otakku malah bisa makin konslet gara-gara kamu jitak.”
“Jadi mau dielus-elus?”
“Ogah. Elus kucing aja noh di sono. Situ kan suka kucing.”
“Tau aja. Aku memang pecinta kucing yang manis kayak kamu.”
“Huekkk. Gombal banget.”
“Tapi kamu seneng kan aku gombalin.”
“Hahaha...” Agung tertawa lepas.
Agung dan Andra larut dalam candaan. Mereka terus saling mengolok satu sama lain. Senyum dan tawa menemani kebersamaan mereka. Terkadang salah satu dari mereka cemberut dan menahan malu karena ejekan atau cerita konyol yang pernah mereka lakukan.
Di tempat lain, Randy baru saja sadar. Dia merasakan sakit terutama di sekitar dadanya, memperhatikan sekeliling yang tampak sangat asing. Dia mulai mengingat-ngingat apa yang telah terjadi semalam. Namun Randy tak mendapat jawaban mengapa dia bisa berada di tempat asing itu. Ketika Randy hendak bangkit dari tidurnya, pendeta muncul dan nampak sangat senang. Dan dimulailah percakapan antara keduanya.
“Mereka sangat serasi.” Kata Toni yang tiba-tiba saja muncul di dekat Bella dan Donna.
“Ya.” Jawab Bella dan Donna bersamaan.
“Kalian gak sopan. Bagaimana mungkin kalian bisa menonton keintiman mereka. Itu gak pantas dilakukan.” Hardik Toni.
“Plakkk.” Donna memukul kepala Toni.
“Lo juga. Ngapain nonton mereka?!” Kata Donna dengan tatapan mengintimidasi.
“Gue...” Toni membenarkan letak kacamatanya. “Gue mau manggil Agung. Pelangi Api udah siuman.”
“Terus ngapain lo masih di sini? Bilang aja lo mau ngintipin mereka.”
“Sembarangan! Lo kira gue suka ngintip kayak lo.” Toni sewot.
“Apa lo bilang? Udah berani sekarang?” Donna emosi.
“Siapa yang takut? Kalo bukan cewek udah gue hajar lo.”
“Emang kenapa kalo gue cewek? Nggak semua cewek lemah. Cewek juga bisa jadi jagoan.” Donna yang tomboy mulai menggulung lengan kaosnya.
“Berisik!!!” Bella berteriak sangat keras hingga mereka terdiam.
Agung dan Andra cukup terkejut dengan teriakan Bella. Mereka menatap heran pada Bella, Toni dan Donna yang berdiri tak terlalu jauh dari tempat mereka duduk. “Pasti gara-gara Toni sama Donna.” Andra tertawa kecil.
“Emang kenapa dengan Toni sama Donna?” Tanya Agung.
“Kayak Tom n Jerry.”
“Oh... Jodoh dong.”
“Hahaha... Gak mungkin lah. Yang satu gay, yang satu lagi lesbiola.” Andra merasa geli. “Liat tuh...” Katanya menunjuk Toni dan Donna yang kembali ribut. “Kalo dekat ribut mulu. Tapi kalo jauh kangen-kangenan, bukan kayak pasangan, kayak kakak adik gitu lah.”
“Lucu juga.” Kata Agung sambil terus memperhatikan mereka. Terlihat Bella yang sudah tidak tahan berada di tengah keributan itu. Bella berlari kecil mendekati Agung dan Andra.
“Pusing banget dengerin suara kaleng rombeng.” Kata Bella yang ikut duduk di sebelah Agung.
“Cocok tuh kalo Nadia ikut gabung sama mereka. Pasti lebih seru.” Agung membayangkan berisiknya mereka bertiga.
“Bencana itu mah.” Celetuk Andra.
“Bencana besar.” Sahut Bella.
“Hahaha... ” Mereka tertawa bersama.
“Oh iya Gung. Kak Randy udah sadar.” Kata Bella setelah tawanya reda.
Senyuman mengembang di bibir Agung. “Benarkah?” Terlihat jelas binar kebagiaan dari matanya.
“Iya. Tadi Toni mau ngasi tau kamu, tapi keburu pecah perang sama Donna.” Bella mengatakannya tanpa memperhatikan mimik wajah Andra yang berubah. Bukannya Andra tidak ingin Randy alias Pelangi Api sembuh, tetapi Andra tidak menyukai reaksi Agung.
Agung bangkit dari duduknya. “Aku mau melihatnya.” Dia segera berlari meninggalkan Andra yang menatap kecewa.
“Agung menyukainya.” Andra berkata lirih.
Bella menoleh pada Andra. Seketika Bella menyadari kesalahannya. Tidak seharusnya dia mengganggu kebersamaan Agung dan Andra dengan berita itu. Bella mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa membaca situasi dengan benar. Kini dia menyaksikan temannya bersedih karena cinta. Bella tak menduga adanya cinta segitiga antara Agung, Andra dan Randy.
“Apa aku masih punya kesempatan?”
“Tentu saja. Aku yakin Agung sangat senang karena kesembuhan orang yang sudah menolongnya. Agung merasa berhutang budi. Bukan karena dia menyukai kak Randy.”
“Semoga apa yang kamu katakan benar.” Randy nampak tidak yakin.
“Jangan pesimis. Kamu juga harus memperjuangkan cintamu. Semangat!”
***
Siang telah berganti malam. Suara-suara binatang memecahkan kesunyian. Bulan tak menunjukkan diri, bersembunyi di balik awan seakan malu pada semua makhluk di bumi. Hanya beberapa bintang yang menghiasi gelapnya langit.
“Pendeta, sampai kapan aku tidak boleh menemuinya?” Agung kembali bertanya pada Pendeta. “Aku hanya ingin melihat keadaannya sekarang. Kumohon izinkan aku melihatnya sebentar saja.”
“Berhentilah memohon. Tak ada gunanya kamu memohon padaku, bukan aku yang melarangmu, tetapi dia yang tidak ingin kamu temui.”
“Aku akan bicara padanya.”
“Percuma. Dia mengunci pintu dari dalam.”
Agung bergegas ke tempat Randy dirawat. ‘Apa wajahku terlalu menjijikkan hingga dia tak mau kutemui? Bukan, bukan itu. Dia hanya belum siap bertemu denganku.’ Pikir Agung. ‘Apa aku harus menunggu?’ Langkah Agung melambat. ‘Tapi... Kenapa dia mau bertemu dengan mereka semua? Kenapa ada pengecualian untukku? Aku harus menemuinya sekarang juga.’ Agung kembali mempercepat langkahnya.
Agung tersenyum lebar saat membuka pintu yang tidak terkunci. Namun Agung terkejut karena Randy tidak terlihat. “Kak...” Agung mengetuk pintu kamar mandi. Berhubung tak ada jawaban, Agung pun membuka pintu itu dan kecewa karena tidak menemukan Randy.
Agung segera berlari ke luar. “Bodoh. Seharusnya aku memaksanya bertemu.” Agung berlari sambil berteriak memanggil Randy. Dia terlihat panik dan resah, sangat mengkhawatirkan keadaan Randy. Tak dihiraukan dinginnya udara malam pegunungan yang menusuk hingga ke tulang. “Kak Randy...” Dia terus berlari menyusuri jalan setapak yang gelap tanpa penerangan. Di sekelilingnya hanya ada rerumputan dan pohon-pohon cemara yang berdiri kokoh. Nafasnya sedikit tersengal karena sudah berlari sejauh 1 km, akan tetapi tidak ada tanda-tanda kelelahan di wajahnya.
“Agrrhh.” Agung terjatuh. Dia merasakan perih di lututnya. “Kak Randy... Keluar kak...” Agung kembali berteriak. Walau tertatih-tatih, Agung tetap berlari sambil menahan rasa sakit pada lukanya. Dia terus berteriak memanggil Randy.
Randy bersembunyi di balik pepohonan. Rasanya sangat sulit menahan dirinya agar tidak menghampiri Agung yang kembali terjatuh akibat tersandung akar pohon. Dia berusaha menguatkan hati untuk tetap berada di tempatnya bersembunyi. “Jauhi Agung, jauhi Agung, jauhi Agung. Aku tidak boleh menyukai Pangeran Pelangi!” Dia mencoba mensugesti dirinya sendiri. Dalam benaknya, Randy berpikir bahwa dirinya akan lebih mudah menghilangkan ketertarikannya pada Agung jika jauh dari Agung. “Aku harus bisa melupakannya.” Randy menatap sendu ke arah Agung yang berlari semakin jauh.
***
“Aku saja!” Kata Andra ketika merebut kapas dan air steril dari tangan Agung untuk membersihkan luka. Kata-katanya tegas, terkesan tidak ingin dibantah. “Tahan!”
Agung agak meringis saat Andra membersihkan luka di lututnya.
Andra membersihkan luka itu dengan sangat cekatan dan sesekali meniup luka tersebut. “Lain kali jangan suka lari-lari di tempat gelap! Udah gede tapi kelakuan kayak anak kecil.” Andra mengomel sambil terus membersihkan luka Agung. “Lagian ngapain juga harus ngejar-ngejar orang itu. Biarin saja dia pergi, gak ada gunanya dia tetap di sini. Kalo udah kayak gini, kamu juga yang rugi harus nahan sakit.”
Agung beberapa kali meringis dan sesekali tersenyum melihat tingkah Andra. Perhatian Andra membuat hatinya tersentuh. Dia juga merasakan Andra sedang terbakar api cemburu.
“Ngapain senyam-senyum?”
“Nggak kok.”
“Dasar anak kecil, dibilangi malah senyam-senyum.” Andra kembali ngedumel saat meneteskan cairan antiseptik pada lutut Agung.
Di tempat lain, korban-korban kembali berjatuhan. Para pengikut Dewi Kegelapan semakin gencar memburu jiwa kaum gay yang masih suci. Mereka ingin mengumpulkan sebanyak-banyaknya jiwa demi kebangkitan Dewi Kegelapan yang sudah semakin dekat.
Masyarakat semakin ketakutan. Suasana kota lebih mencekam dari sebelumnya. Walaupun penjagaan diperketat tetapi jumlah korban semakin banyak. Bahkan beberapa kali terjadi penyerangan pada pemuda-pemuda yang berkelompok. Rentetan pembunuhan itu telah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa dan membuat pemerintah menyatakan keadaan darurat.
Bukan hanya kepolisian dan pihak-pihak lain yang bertugas menjaga keamanan, para Pelindung Pelangi pun dibuat pusing oleh pengikut Dewi Kegelapan yang jumlahnya semakin banyak. Para Pelindung Pelangi hampir tidak punya waktu istirahat, apalagi untuk bersenang-senang.
“Tolong...” Dua orang pemuda berlari sambil berteriak. Mereka meninggalkan seorang teman yang sedang direnggut jiwanya. Mereka yang baru saja pulang ke rumah batal masuk, dan berlari ke luar gerbang. Namun mereka dikejutkan dengan kehadiran sosok pria yang muncul di hadapan mereka. Keduanya semakin histeris dan berlari lebih kencang melewati sosok itu.
Terdengar tawa pria yang mempunyai tatapan sangat tajam. Sosok itu hanya mengenakan kain hitam yang menutupi pinggang hingga lututnya. Dia berjalan pelan ke arah kedua pemuda yang berlari kencang tetapi tetap berada di tempat itu. “Kalian tidak akan bisa lolos.”
“Ammm...puni kami.” Ucap salah seorang pemuda yang sudah dibanjiri keringat dan air mata.
“Maut segera menjemput kalian.”Kata-katanya membuat kedua pemuda itu semakin ketakutan. “Cepat ambil jiwa mereka!” Perintahnya pada Astaroth yang telah selesai mengambil jiwa teman kedua pemuda itu.
Astaroth mendengus sebal. “Kerjanya hanya bisa memerintah. Kenapa tidak kau lakukan saja sendiri?!”
“Baik. Aku akan mengambil jiwamu!”
“Kau menyebalkan, Seth.” Astaroth kesal tetapi tetap mengerjakan perintah dari Seth. “Bangsat! Andai aku bisa, aku akan membunuhmu sekarang juga.” Bisiknya dalam hati.
Saat Astaroth melakukan tugasnya, muncul serangan berupa rantai pelangi ke arahnya. Namun serangan itu dimentahkan oleh Seth hanya dengan membuka telapak tangan. Kekuatan yang diperlihatkan Seth membuat Pelindung Jingga terkejut dan sedikit gentar.
“Rasakan ini!” Pelindung Jingga berteriak ketika menyerang Seth dengan rantai yang energinya lebih kuat. “Sial. Bagaimana bisa?” Pelindung Jingga hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Bagaimana mungkin serangannya yang lebih kuat bisa ditepis dengan mudah oleh Seth hanya dengan membuka telapak tangan.
“Percuma! Serangan seperti itu tidak ada artinya.” Kata Seth saat melihat Pelindung Jingga bersiap kembali menyerang. “Lihat ini!” Seth kembali membuka telapak tangannya ke arah Pelindung Jingga.
“Aaaaak.” Pelindung Jingga terdorong sangat kuat hingga membentur tembok.
“Habisin dia!” Astaroth sangat bersemangat. Dia telah selesai merenggut jiwa tiga pemuda.
“Kau saja yang lakukan. Aku tidak punya waktu untuk bermain.” Seth langsung menghilang setelah mengatakannya.
“Sok sibuk.” Astaroth terlihat kesal. Lalu ekspresinya tiba-tiba berubah ceria. “Saatnya berpesta.” Astaroth tersenyum pada Pelindung Jingga yang sedang berusaha berdiri. “Bangsat! Menyebalkan!” Astaroth mengumpat karena merasakan dua energi Pelindung Pelangi yang mendekat. Dia pun menghilang meninggalkan Pelindung Jingga dan tiga korban tak bersalah.
Pelindung Biru dan Hijau muncul satu detik setelah kepergian Astaroth. Para Pelindung Pelangi kembali merasa bersalah karena gagal menyelamatkan nyawa kaum gay yang masih suci. Untuk kesekian kalinya mereka harus menyaksikan mayat-mayat berserakan.
Terjadi kekacauan di mana-mana. Masyarakat dibayangi ketakutan sepanjang waktu. Bukan hanya kaum gay yang menjadi korban, setiap orang bisa menjadi korban ‘serangan nyasar’ ketika terjadi pertarungan. Di setiap sudut kota terlihat jelas jejak pertempuran dahsyat. Banyak gedung-gedung maupun perumahan yang rusak berat layaknya tempat yang diledakkan dengan bom.
***
“Kapan Agung kemari lagi?” Dika bertanya pada Toni yang sedang memotong apel. “Dia baru datang sekali sejak gua sadar.”
Toni menyuapkan potongan apel ke mulut Dika, lalu memperbaiki posisi kacamatanya. “Agung gak bisa sering-sering datang ke sini. Dia harus terus berada di tempat persembunyian. Orang-orang jahat itu terus memburunya. Sebenernya banyak yang melarang dia datang menjengukmu tiga hari lalu, tapi Agung memaksa demi sahabatnya yang gak jelas ini.”
“Biarin gak jelas kayak gini, yang penting lu cinta sama gua.”
“Pede gila.”
Wajah Toni agak memerah dan Dika terus memperhatikannya. “Gak perlu malu. Aku juga mencintaimu.” Dika menggenggam tangan Toni. Untuk beberapa saat mereka saling bertatapan. Perlahan-lahan, wajah keduanya semakin mendekat. Dika mencium lembut bibir Toni.
“Terima kasih untuk segalanya. Perhatianmu, kasih sayang yang kamu curahkan dan setiap waktu yang kamu habiskan untuk menjagaku. Ketulusanmu membuatku semakin bersemangat untuk bisa segera kembali beraktivitas.” Dika membelai pipi Toni.
“Semua kulakukan karena aku mencintaimu.” Bisik Toni. Dan mereka kembali berciuman.
Pintu terbuka. Dika dan Toni langsung melerai ciuman mereka.
“Aku gak terlambat kan?” Bella muncul dari balik pintu. Kedua tangannya membawa kantong plastik berwarna putih. “Tadi bonyok ngelarang keluar, terpaksa keluar diam-diam kayak biasa.”
“Bukan terlambat, tapi terlalu cepat.” Dika ngedumel dalam hati.
“Dari mana aja?” Tanya Toni sambil mengurangi ketegangan yang ia rasakan.
“Muter-muter. Sekarang susah banget nyari barang. Banyak toko yang tutup, orang-orang makin takut beraktivitas.” Bella tidak merasakan kecanggungan kedua temannya. “Om sama tante mungkin satu jam lagi baru nyampe. Gak apa-apa kalo kamu mau pergi, biar aku yang nemenin Dika.” Katanya pada Toni. Bella benar-benar kurang sensitif, tidak menyadari bahwa dirinya telah mengganggu keintiman Dika dan Toni.
“Toni masih betah lama-lama di sini.” Sahut Dika.
“Gak bisa. Aku ada tugas.” Kata Toni.
“Tugas apa?”
“Itu...” Toni tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya untuk saat ini bahwa dirinya mempunyai tugas besar melindungi banyak orang. Dika belum mengetahui tentang identitas para Pelindung Pelangi.
“Kamu di sini aja dulu. Biar aku yang ngerjain tugasmu.” Kata Bella yang sudah mengerti.
“Tugas apaan sih?” Dika semakin penasaran.
“Tugas sekolah.” Jawab Toni. “Maksudku, nyari bahan-bahan untuk tugas sekolah.”
“Oh...”
“Oke kalo gitu aku pergi sekarang.” Bella berkedip pada Dika dan disambut dengan senyuman tipis darinya.
“Sorry ya Bel.” Toni merasa tidak enak hati.
“Makasih ya... Hati-hati di jalan.” Senyuman Dika semakin mengembang.
“Sip.” Bella mengacungkan jempolnya lalu hendak membuka pintu. Namun tiba-tiba pintu terbuka sebelum Bella membukanya. Dan beberapa detik kemudian terdengar ledakan, jendela kaca dan sebagian dinding di kamar itu pecah. Astarte muncul dari balik pintu dan Octo melayang di luar gedung.
Tentu saja mereka bertiga sangat terkejut, terutama Dika. Dika kembali teringat pada peristiwa mengerikan yang membuatnya terluka parah hingga koma. Dua orang yang muncul di hadapannya sama anehnya dengan orang yang dulu ingin mencelakai Agung. “Siapa mereka?”
“Mau apa kalian?!” Toni mengambil sikap seperti hendak melindungi Dika.
Bella berlari mendekati Dika. Bella berdiri di depan kedua temannya. “Pergi! Jangan ganggu kami!”
“Wowww... Remaja yang sangat berani. Cukup mengesankan.” Astarte berjalan pelan mendekati Bella.
“Pergi! Atau kalian_”
“Atau apa?” Astarte memotong perkataan Bella.
“Cukup Astarte! Jangan terlalu banyak bermain!” Octo telah menjejakkan kakinya di lantai kamar itu.
“Kau selalu saja mengganggu kesenanganku. Aku hanya ingin sedikit bersenang-senang dengan mereka.
“Lakukan saja tugasmu!”
“Ternyata kita mendapat keberuntungan ganda. Sebelum membawa anak itu, kita akan mengambil jiwa temannya.” Tatapan Astarte tertuju pada Toni.
Octo memperhatikan Toni. “Kau benar. Kita tidak boleh melewatkannya.”
“Jangan bermimpi! Kalian tidak akan bisa melakukannya.”
“Gadis sombong.” Astarte nampak kesal. Hanya dengan gerakan matanya, Astarte membuat Bella terhempas ke dinding di sebelah kirinya.
“Bella.” Dika dan Toni berteriak bersamaan. Toni hendak menghampiri Bella tetapi dia tidak boleh menjauhi Dika.
“Kalo ada kesempatan sebaiknya kamu lari.” Kata Dika sambil melepaskan infuse di tangannya.
“Tidak. Aku tidak mungkin meninggalkanmu. Aku akan melindungimu.” Toni meletakkan telapak tangan kiri di dada kanannya. “Perma... Aakkkk.” Toni menjerit. Seketika tubuhnya tidak dapat digerakkan. Lalu Toni melayang ke arah Astarte.
“Toni.” Dika panik. Dia turun dari tempat tidurnya walaupun agak kesulitan. “Lepaskan dia!”
Octo dalam sekejap telah berdiri di samping Dika dan di saat yang bersamaan tubuh Dika menjadi sangat kaku. “Jangan mengkhawatirkan orang lain. Pikirkan saja diri sendiri.” Octo menyeringai. “Sekarang saksikan detik-detik kematian temanmu.”
“Ja...ngan.” Suara Dika terdengar lemah.
Astarte menyeringai. “Waktunya mengucapkan selamat tinggal pada teman-temanmu.” Cermin Jiwa muncul digenggaman Astarte. “Cermin Jiwa ambillah_”
“Permata Kuning bangkitkan pelindungmu.”
Astarte terbengong menyaksikan Bella bertransformasi menjadi Pelindung Kuning. Tubuh Bella melayang dan berputar cepat. Rambutnya yang sebahu menjadi lebih panjang, hitam berkilau dan sedikit berwarna kuning keemasan di bagian depannya. Busur panah kecil berada di genggamannya.
“Kau...” Astarte seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Octo tentu saja terkejut dengan kemunculan Pelindung Kuning yang tidak diduga sebelumnya. “Kejutan yang menyenangkan.” Octo senang karena mengetahui siapa Pelindung Kuning yang sebenarnya.
Dika tidak mampu melihat dengan jelas perubahan yang dialami Bella. Namun ia dapat melihat kilauan saat Bella bertransformasi. Dika juga dapat merasakan perubahan ekspresi di sekililingnya.
“Lepaskan mereka dan lawan aku! Aku tidak akan membiarkan kalian kembali menyakiti teman-temanku. Kejahatan kalian akan dihentikan karna aku yakin kebaikan pasti bisa mengalahkan kejahatan.”
Astarte dan Octo tertawa.
“Menggelikan.”
“Ingin sekali bermain denganmu, tapi sayang kami tidak punya waktu.” Octo sangat angkuh. “Jika kau menginginkan temanmu selamat, serahkan pemuda pemilik Kristal Pelangi kepada kami. Jangan terlalu lama karna kesabaran kami terbatas.” Octo dan Dika langsung menghilang.
“Jangan lari pengecut!”
“Lakukan yang dikatakannya jika kau tidak ingin melihat mayat temanmu. Hahaha.” Astarte menghilang setelah mendorong tubuh Toni.
“Toni. Apa kamu baik-baik saja?”
“Dika... Kita harus menyelamatkannya sekarang. Kita tidak boleh membiarkan mereka menyakiti Dika.” Toni hendak berdiri walaupun kondisi tubuhnya agak lemah.
“Jangan memaksakan diri!” Bella menahan Toni yang terlihat hendak merubah dirinya menjadi Pelindung Hijau. “Kita harus merundingkan hal ini terlebih dahulu. Kita tidak boleh bertindak gegabah.”
“Aku harus menyelamatkan Dika sekarang juga. Aku gak mau terjadi hal buruk padanya. Kondisi Dika belum pulih. Dia baru sadar dari koma tapi sekarang mereka menyanderanya. Aku gak bisa membayangkan apa yang akan mereka lakukan pada Dika. Aku takut Dika gak akan kuat lalu...”
“Cukup! Apa kamu kira hanya kamu yang mengkhawatirkan Dika?! Dika sahabatku. Aku juga sangat mengkhawatirkannya. Tapi kita harus berpikir jernih. Dalam situasi seperti ini kita tidak boleh bertindak ceroboh. Bukan hanya nyawa Dika yang dipertaruhkan tetapi nyawa semua orang. Kita harus mengatur strategi terlebih dahulu kalau tidak ingin mati konyol.”
Perkataan Bella membuat Toni terdiam.
“Ayo kita menemui teman-teman. Kita harus mencari jalan keluarnya.”
Bella dan Toni meninggalkan rumah sakit. Dalam waktu singkat, rumah sakit itu menjadi sangat heboh dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Orang-orang menjadi sangat panik.
Andra tiba di rumah Agung yang sangat berantakan. Ia tidak menemukan satu orang pun keluarga Agung. Hanya ada si mbok yang duduk di lantai dalam keadaan syok dan bercucuran air mata.
Bukan hanya Dika yang dijadikan tawanan oleh pengikut Dewi Kegelapan, keluarga Agung pun disandera demi mendapatkan Agung, tepatnya Kristal Pelangi.
***
Bersambung
Lanjut lagi sampai tamat @danielsastrawidjaya
itu yg dlam tanda petik... harusnya "gung" kan om @danielsastrawidjaya