It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Abyan_AlAbqari @abyh @Adhikara_Aj @Adra_84 @adzhar @aglan @Agova @alfa_centaury @animan @A@ry @arbata @arieat @Ariel_Akilina @arixanggara @bayumukti @Bintang96 @BinyoIgnatius @callme_DIAZ @christianemo95 @danar23 @diditwahyudicom1 @DItyadrew2 @DM_0607 @Duna @farizpratama7 @freeefujoushi @hantuusil @IMT17 @joenior68 @jokerz @Just_PJ @kizuna89 @Klanting801 @mr_Kim @nakashima @obay @per_kun95 @pokemon @reza_agusta89 @ruki @safir @san1204 @sasadara @Sicnus @suck1d @The_angel_of_hell @tialawliet @too_im_the @ularuskasurius @ying_jie @yubdi @yuzz @z0ll4_0ll4 @Zhar12 @zeamays
Sorry kelamaan update. Kalo ada yang gak mau dimention, kasi tau ya... Cerita ini menyisakan 3 chapter lagi. Sekarang sedang berusaha membuat chapter terakhir. Mudah2an dalam minggu ini semua chapter sudah diposting. Semoga cerita ini tidak terlalu mengecewakan (abaikan masalah terlalu lama update).
Met membaca...
PELANGI XIII
Agung kembali tenang setelah mendapat penjelasan tentang perseteruan antara Kerajaan Pelangi dan Kerajaan Hitam yang terjadi ribuan tahun lalu. Kakek juga telah memberitahu bahwa Agung adalah petunjuk satu-satunya untuk menemukan Kristal Pelangi. Kekuatan yang tiba-tiba muncul dalam diri Agung diduga berasal dari Kristal Pelangi.
Hanya kekuatan Kristal Pelangi yang sudah pasti dapat mengalahkan Dewi Kegelapan. Untuk itu, mereka harus segera mencari cara agar secepatnya memperoleh Kristal Pelangi, sekaligus untuk memastikan pengikut Dewi Kegelapan tidak menemukannya terlebih dahulu.
“Sekarang pergilah...” Ucap kakek. “Ingat! Kalian tidak boleh berlama-lama di sana! Cepat kembali sebelum mereka menemukan kalian.”
Setelah perdebatan panjang, akhirnya kakek memperbolehkan Agung untuk menemui keluarganya di rumah dan Dika yang masih dirawat di rumah sakit. Agung tidak pergi sendiri. Kakek menugaskan Pelangi Api untuk menemani Agung.
Agung mengangguk.
“Jangan biarkan Agung lepas dari pengawasanmu walau hanya sedetik!” Kakek berpesan pada Pelangi Api.
“Aku pasti melindunginya.” Ucap Pelangi Api.
“Ayo berangkat...” Pelangi Api memandang Agung lalu berjalan terlebih dahulu.
“Kami pergi, kek.” Setelah berpamitan, Agung mengikuti Pelangi Api yang telah berada di luar rumah. Agung menghentikan langkah sekitar satu meter di belakang Pelangi Api. Untuk beberapa saat mereka masih terdiam. Angin bertiup pelan. Suara jangkrik berperan sebagai musik alami yang memecahkan kesunyian. Sedangkan langit malam nampak indah dihiasi bulan dan bintang-bintang.
Pelangi Api memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Agung. Mereka bertatapan beberapa detik sebelum Agung mengalihkan pandangannya. Hingga saat ini Agung belum menyadari bahwa Pelangi Api dan Randy adalah orang yang sama.
Wajah Agung sedikit merona saat tiba-tiba teringat peristiwa ketika Pelangi Api memeluknya. Dia tak mengerti dengan perasaannya. Agung merasa Pelangi Api bukanlah orang asing. Agung seperti telah mengenalnya.
“Ayo berangkat.”
Agung kembali memandang Pelangi Api. “Naik apa? Tidak ada kendaraan.” Agung memperhatikan sekelilingnya.
“Kita tidak butuh kendaraan.” Ucap Pelangi Api sambil maju mendekati Agung.
Agung mundur selangkah karena merasa Pelangi Api terlalu dekat. “Gimana caranya?”
Tiba-tiba Pelangi Api menarik tubuh Agung ke dalam pelukannya. Tangan Pelangi Api tepat berada di pinggang Agung. Jarak wajah mereka sangat dekat. Tubuh Agung menegang karena terkejut, ekspresinya pun demikian. “Mau apa lo?”
“Membawamu pergi.” Pelangi Api tampak tenang. Dia tak ingin menunjukkan perasaan yang sesungguhnya. Dia sangat sulit untuk menahan senyuman, terutama saat merasakan jantung Agung yang berdetak kencang. “Rileks... Awalnya mungkin mendebarkan. Kalau takut, pejamkan saja matamu.”
“Takut? Mana mungkin.”
Pelangi Api tersenyum kecil lalu melompat jauh dengan sangat cepat.
“Huwaaa...” Agung langsung memejamkan mata dan reflek mendekap erat Pelangi Api. Dagu Agung berada di pundak Pelangi Api. Agung tak menduga dirinya akan dibawa melompat-lompat dengan kecepatan yang sangat tinggi. Jantungnya berdesir. Baginya, pengalaman ini sangat menegangkan seperti saat pertama kali menaiki rollercoaster.
Pelangi Api tersenyum senang. Dia sangat bersemangat melompat dari satu tempat ke tempat lain, dari satu gedung ke gedung yang lain. Ia beberapa kali memperhatikan Agung yang masih mendekap tubuhnya.
Agung perlahan-lahan membuka matanya setelah merasa mereka berhenti di suatu tempat. “Wowww...” Agung terpesona dengan pemandangan gedung-gedung yang dihiasi kerlap-kerlip lampu. “Amazing...” Agung benar-benar terkagum-kagum. “Kita di...” Agung yang hendak melepaskan pelukannya tiba-tiba kembali mengeratkan pelukannya. Agung baru saja menyadari mereka sedang berada di atas puncak antenna sebuah gedung tertinggi di kota itu.
“Gak perlu takut. Kamu aman selama ada aku.”
“Siapa yang takut? Gue cuma kaget.”
“Kalo gak takut, kenapa pelukan kamu makin erat?” Pelangi Api tertawa kecil.
“Itu...” Agung ragu-ragu mengendurkan pelukannya. “Gue gak mau mati konyol.”
Pelangi Api hanya tersenyum melihat Agung yang masih gengsi mengakui rasa takutnya.
“Lo juga meluk gue erat banget.”
“Mau dilepas?” Tanya Pelangi Api sambil pura-pura hendak melepaskan pelukannya di pinggang Agung.
“Jangan!” Agung langsung mendekap Pelangi Api sambil memejamkan matanya. “Lo mau gue jatuh, hah?”
“Hahaha... Bercanda, gak mungkin aku tega biarin kamu jatuh.”
Agung tak bersuara. Dia terus mendekap erat tubuh Pelangi Api.
“Ke rumahmu sekarang atau masih betah di sini?”
“Apa sebelumnya kita pernah bertemu?” Agung balik bertanya tanpa membuka matanya. “Gue ngerasa lo bukan orang asing.”
“Kemarin pertemuan kita yang pertama.”
“Benarkah?” Agung membuka matanya dan memperhatikan wajah Pelangi Api.
“Benar.”
Agung masih memperhatikan Pelangi Api yang tersenyum simpul. “Tapi kenapa ya gue ngerasa kita udah kenal lama. Dan lo... Ngingatin gue sama orang yang gue suka.”
“Siapa?”
“Kak Ran...” Agung nampak ragu. “Sudah lah. Gak penting juga. Lagian lo gak mungkin kenal sama dia.”
Pelangi Api semakin bertanya-tanya tentang siapa orang yang disukai Agung. Terbesit rasa senang di hati Pelangi Api karena kemungkinan orang itu adalah dirinya sendiri. Ingin sekali memastikan hal itu, tetapi tidak etis jika ia memaksa Agung untuk mengatakan nama orang itu. Satu yang pasti, orang yang disukai Agung bukanlah Andra maupun Dika.
“Sepertinya gue salah. Mereka sangat berbeda, mana mungkin mereka orang yang sama”. Agung berkata dalam hati.
“Jangan terlalu dipikirkan. Sebaiknya kita ke rumahmu sekarang. Aku akan mengurangi kecepatan agar kamu bisa menikmati perjalanan ini.” Pelangi Api tersenyum. “Siap?”
“Siap.”
Pelangi Api melompat jauh, berpindah dari satu gedung ke gedung yang lain. Kecepatannya jauh berkurang dari sebelumnya, tetapi masih tergolong cepat.
Agung merasa sangat senang. Dia mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Sungguh menyenangkan bisa melihat pemandangan kota dari berbagai sudut yang tak pernah dibayangkan olehnya. Senyuman terus terukir di bibir Agung. Beberapa kali dia memperhatikan wajah Pelangi Api, dan terkadang pandangan mereka bertemu.
“Cepat temui orang tuamu.” Ucap Pelangi Api sesaat setelah mereka tiba di balkon kamar Agung. Dia melepaskan tangannya yang memegang pinggang Agung. “Waktu kita tidak banyak.”
“Bagaimana el... ka..mu tau ini rumahku?” Agung sedikit kikuk saat merubah panggilan menjadi kamu. Kemudian Agung tertawa kecil. “Gak perlu dijawab. Pasti kamu sudah mencari info.” Lalu Agung terdiam beberapa saat. “Kamu gak ikut masuk?”
“Aku tidak akan mengganggu kalian, tetapi akan terus mengawasimu. Dan ingat! Kamu hanya punya waktu kurang dari setengah jam.”
“Oke. Aku masuk.” Agung membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Namun Agung kembali memutar tubuhnya hingga kembali berhadapan dengan Pelangi Api.
“Apa lagi?”
“Aku...” Perkataan Agung yang terputus membuat Pelangi Api menaikan alis kirinya. “Aku mau minta maaf.”
“Maaf?”
“Aku sempat berpikir kamu dan kakek punya niat jahat padaku. Untuk itu aku minta maaf. Aku juga mau mengucapkan terima kasih, khususnya padamu. Kalo bukan karena pertolonganmu, mungkin aku tak akan selamat. Makasih untuk semua hal yang sudah kamu lakukan untukku. Sepertinya aku gak akan pernah bisa membalas semua kebaikan kalian.”
“Hal itu bukan masalah. Wajar kamu berpikir yang bukan-bukan setelah mengalami peristiwa aneh. Seperti yang sudah kakek bilang, bantulah kami menemukan Kristal Pelangi untuk melawan kekuatan hitam.”
“Aku janji, aku akan melakukannya.” Agung tersenyum pada Pelangi Api.
“Cepat temui keluargamu, sebelum ada orang yang datang.”
“Jangan bosan menungguku.” Agung berlari kecil meninggalkan Pelangi Api di balkon. Agung membuka pintu kamar lalu kembali menutupnya. Dia bersandar pada pintu sambil meletakkan telapak tangan di dadanya. Perlahan-lahan Agung mengatur nafasnya.
“Dek?” Agung dikejutkan oleh suara kakaknya yang baru muncul dari tangga. “Ma...Pa... Di atas Agung ada.” Teriakan sang kakak menggelegar dan menggema. Dewa, sang kakak berlari menghampiri Agung. “Mama papa!”
“Kak Dewa.”
“Lo gak kenapa-napa?” Dewa memegang bahu lalu memutar tubuh Agung untuk memastikan adiknya dalam kondisi baik.
“Ngapain diputer-puter. Gue gak pa-pa.”
“Syukurlah adek gue gak kenapa-napa. Tau gak lo? Gue takut banget gak ada lagi temen berantem.” Katanya sambil memeluk Agung.
“Sarap!”
“Lo harus dihukum karena udah buat kami semua kebingungan nyariin lo. Minimal pijatin gue sama cucikan motor gue selama sebulan.”
“Ogah.”
“Kalo nolak, hukuman ditambah.”
“Sekalian aja minta gue mandiin lo selama sebulan.” Cibir Agung.
“Brilian. Ide yang bagus. Hahaha...” Dewa mengacak rambut Agung.
Suara langkah kaki terdengar semakin kencang. Tak lama terlihat mama dan papa dari arah tangga, diikuti oleh adik bungsu dan si mbok. Pertemuan Agung dengan mamanya sangat mengharukan. Mama tak kuasa meneteskan air mata bahagia dapat kembali memeluk Agung. Nampak ekspresi lega saat mengetahui kondisi anaknya baik-baik saja, namun wajah mama tak mampu menutupi lelah dan kekhawatiran yang dirasakannya.
Akhirnya Agung menceritakan peristiwa yang dialaminya dan alasan mengapa dia tidak pulang. Ada bagian-bagian yang disensor, Agung tidak menyinggung tentang kaum gay. Cerita Agung agak berbeda dengan versi aslinya.
Apa yang diceritakan Agung tentu saja sulit dicerna keluarganya. Di zaman modern seperti sekarang, tentu tidak gampang meyakinkan orang-orang untuk mempercayai keanehan yang diceritakan Agung. Hanya Melati, adik bungsu Agung yang terlihat antusias dan terkagum-kagum.
“Nggak ma. Kalo Pelangi Api sama kakek punya niat jahat ke Agung, untuk apa Agung diperbolehkan pulang?”
“Mungkin itu cuma taktik mereka untuk mendapatkan kepercayaan kamu. Agung gak boleh percaya gitu aja sama orang asing. Kita belum tau apa motif mereka yang sebenarnya.” Kata mama.
“Agung percaya mereka, ma. Pelangi Api udah nyelamatkan nyawa Agung. Kalo gak da Pelangi Api, mungkin sekarang Agung udah gak ada lagi.”
“Hush... Kamu gak boleh ngomong begitu.” Mama menghardik.
“Menurut papa, gak ada salahnya kita mempercayai mereka. Kita juga harus berterima kasih karena Pelangi Api udah nyelamatin Agung. Kalau demi keselamatan Agung, Agung harus tinggal bersama mereka, kita harus mendukungnya.”
“Tapi pa...”
“Mama gak mau kan Agung bernasib sama seperti Dika dan korban-korban lainnya?” Papa bertanya.
Mama menggeleng. “Kita bisa berusaha melindungi Agung, pa. Kita bisa sewa bodyguard, minta pengawalan polisi atau mengungsikan Agung ke luar kota atau luar negeri.”
“Mama tau kan sampai sekarang polisi belum bisa memecahkan kasus itu? Bagaimana mungkin kita mempercayakan Agung pada polisi atau bodyguard? Kalaupun Agung menceritakan kejadian yang menimpanya dan Dika, belum tentu polisi akan percaya. Bisa saja Agung dikira gila atau sedang berkhayal. Jujur sampai saat ini papa masih sulit menerima cerita Agung. Kalau bukan Agung yang bercerita, papa pasti sudah menolak mentah-mentah cerita itu. Tapi papa tau siapa anak papa, Agung gak mungkin mengarang cerita seperti itu.”
“Makasih pa.” Agung memeluk papa.
“Iya sayang.” Papa membalas pelukan sambil mengusap rambut Agung. “Sebenarnya papa berat membiarkan kamu tinggal bersama mereka. Tapi papa gak punya pilihan lain demi keselamatan kamu. Sebelum kamu pergi, papa ingin berbicara dengan Pelangi Api untuk menghilangkan keraguan papa.”
“Mama gimana? Mama ngizinin Agung kan?”
“Demi keselamatan kamu, mama izinkan.” Mama kembali memeluk. “Kamu harus jaga kesehatan. Jangan lupa kabari mama. Kalau bisa, kamu sempatkan pulang. Mama pasti kangen banget sama kamu.”
“Agung pasti kangen sama mama, papa, kak Dewa, Melati, mbok juga.” Agung mengeratkan pelukannya.
Agung memanfaatkan waktu untuk bercengkrama dengan keluarganya. Hanya ada sedikit waktu sebelum Agung kembali meninggalkan rumah itu. Di saat seperti itu, waktu sedetik pun terasa sangat berharga. Kebersamaan dengan keluarga sungguh sangat berarti.
Tiba-tiba pintu kamar Agung terbuka seperti ada angin kencang yang meniupnya. Pelangi Api muncul dari dalam kamar Agung dengan gerakan yang luar biasa cepat hingga gerakannya nyaris tak terlihat. Keluarga Agung benar-benar terkejut sekaligus terkagum-kagum dengan kemunculan Pelangi Api. Keraguan pada cerita Agung nyaris tak berbekas karena mereka menyaksikan langsung kehebatan Pelangi Api.
“Sudah waktunya.” Pelangi Api tidak berbasa-basi.
“Dia Pelangi Api.” Agung memperkenalkannya.
“Gimana cara ngelakuinnya? Keren banget bro.” Dewa masih terkagum-kagum. Namun Pelangi Api tidak menggubrisnya.
“Kami sekeluarga mengucapkan terima kasih karena anda sudah menyelamatkan nyawa anak kami. Kami tak akan pernah melupakan kebaikan anda. Jika ada yang bisa kami lakukan untuk membalas kebaikan anda, kami akan berusaha melakukannya.” Kata papa.
“Percayalah kami tidak akan menyakiti Agung. Kami berusaha melindunginya dari orang-orang jahat. Jangan ada sedikitpun keraguan dan kecurigaan pada kami. Apa yang sudah Agung ceritakan, cukup kalian saja yang tau. Jangan pernah ceritakan pada orang lain. Kalian juga harus merahasiakan kedatangan kami. Bersikaplah seolah-olah kalian masih mengkhawatirkan keselamatan Agung. Dengan begitu, orang-orang tak akan curiga.”
“Kami akan melakukannya. Tapi kami perlu penjelasan tentang beberapa hal yang masih membingungkan. Siapa sebenarnya orang-orang jahat itu? Dan sampai kapan Agung tinggal bersama kalian?”
“Mereka orang-orang jahat yang ingin menguasai dunia. Perang dahsyat akan segera datang, waktunya tak lama lagi. Kalian juga harus menjaga diri sebaik mungkin.” Pelangi Api tidak memberi banyak penjelasan.
“Tolong jaga Agung baik-baik.” Pinta mama.
“Aku akan menjaganya.”
Pelangi Api harus bersabar karena ritual perpisahan Agung dengan keluarganya. Tentu saja mama yang paling banyak berpesan pada Agung. Seorang ibu akan selalu mengkhawatirkan buah hatinya walaupun mereka sudah dewasa. Itulah ibu, mempunyai kasih sayang yang tak berujung.
Pelangi Api dan Agung berjalan ke arah balkon, diikuti keluarga Agung. Sekali lagi Agung menyempatkan diri memeluk mama, rasanya berat untuk meninggalkan keluarga yang sangat disayang.
“Ayo...” Pelangi Api mengulurkan tangan.
“Agung pergi. Jaga diri kalian baik-baik.” Tiba-tiba Agung dan Pelangi Api sudah hilang dari pandangan. Keluarga Agung kembali melongo dengan apa yang mereka lihat. Dewa dan Melati yang paling takjub dengan peristiwa itu. Mereka juga ingin mempunyai kekuatan seperti yang dimiliki Pelangi Api. Pasti sangat keren jika punya kekuatan super.
Pada saat yang sama, pengikut Dewi Kegelapan terus melancarkan aksinya. Mereka semakin gencar mencari pemuda-pemuda untuk diambil jiwanya. Octo, Astaroth dan Astarte palsu berada di banyak tempat di saat yang bersamaan. Hal itu membuat para Pelindung Pelangi semakin kewalahan.
Dalam sekejap, Pelangi Api membawa Agung sampai di rumah sakit tempat Dika dirawat. Pelangi Api hanya memperbolehkan Agung melihat Dika dari luar jendela kaca. Mereka melayang di ketinggian, sejajar dengan gedung berlantai 4. Pelangi Api tidak mau mengambil resiko yang bisa menghebohkan penghuni rumah sakit jika mereka masuk. Walaupun Agung memohon padanya, Pelangi Api tetap tak mengabulkan keinginan Agung untuk menemui Dika secara langsung.
Agung meneteskan air mata saat melihat sahabat karibnya nampak tak berdaya. Dika memang telah melewati masa kritisnya tetapi dia belum sadarkan diri. Walaupun Dika telah menerima energi dari para Pelindung Api, tetapi tetap saja Dika hanya manusia biasa yang membutuhkan proses penyembuhan lebih lama.
“Kamu sudah melihatnya, kita pergi sekarang.”
“Jangan! Aku mohon tunggu sebentar lagi.” Agung masih belum puas melihat Dika. Dia berdoa dalam hati demi kesembuhan sahabat yang sangat disayanginya.
“Tak ada waktu lagi.” Pelangi Api membawa Agung menjauh dari rumah sakit itu. Dia merasa ada energi yang mendekat.
Bella baru keluar dari toilet di kamar Dika. Dia seperti merasakan kehadiran Agung dan orang lain. Tetapi dia tak yakin dengan hal itu. Dia berjalan ke arah jendela dan menutup gorden yang terbuka. Kemampuan Pelindung Pelangi tidak maksimal saat mereka berwujud manusia biasa. Wajar Bella tidak yakin dengan apa yang dirasakannya.
Beberapa menit kemudian, Toni muncul dari balik pintu. Dia nampak terburu-buru. “Kamu kenapa?” Bella heran dengan ekspresi Toni.
“Apa ada masalah? Gue merasakan kekuatan besar dari tempat ini.”
“Semua aman. Tapi... Waktu aku di toilet, aku merasa kehadiran Agung dan seseorang dengan energi besar.” Bella dan Toni berpandangan sesaat. “Sekarang giliran kamu jaga Dika.” Bella segera keluar kamar. Dia segera melakukan telepati dengan sesama Pelindung Pelangi. Bella sangat bersemangat sekaligus mengkhawatirkan Agung. Toni tak sempat protes karena Bella telah meninggalkannya.
Setelah memperoleh kabar dari Bella, Pelindung Merah, Biru dan Jingga segera melacak keberadaan Pelangi Api. Sejenak mereka melupakan musuh yang terus beraksi. Pelindung Merah alias Andra lah yang paling bersemangat di antara mereka. Andra ingin secepat mungkin dapat menemukan Agung.
Pelangi Api mendapat firasat buruk. Dia mempercepat lompatannya dari satu tempat ke tempat lain. Agung semakin mempererat pelukannya. Dia belum terbiasa dengan gerakan Pelangi Api yang luar biasa cepat.
Tiba-tiba Pelangi Api dikejutkan dengan serangan tombak-tombak hitam yang jumlahnya sangat banyak. Syukurlah Pelangi Api berhasil menghindar.
“Apa itu?” Agung terkejut dengan gerakan Pelangi Api yang tiba-tiba mendarat di tanah.
“Kamu tenang saja.” Pelangi Api berusaha menenangkan, tak ingin Agung merasa takut.
“Serahkan dia!” Octo muncul di hadapan Agung dan Pelangi Api.
“Jangan mimpi!”
“Bangsat!” Octo kesal. “Bintang mati.” Octo menghantamkan bola hitam besar. Pelangi Api berhasil membawa Agung menghindar, terjadi ledakan saat bintang mati menghantam pohon. Octo kembali menyerang mereka dengan sangat cepat. Pelangi Api tak tinggal diam, dia membalas dengan meluncurkan gelombang api, lalu membawa Agung menjauh dari tempat itu.
Ternyata Octo tidak menyerah begitu saja. Dia mengejar Pelangi Api sambil meluncurkan benda-benda tajam berwarna hitam dari matanya.
Gerakan Pelangi Api sedikit lambat dibandingkan saat dia bergerak seorang diri tanpa terbebani oleh Agung. Pelangi Api berhenti. Astaroth dan Astarte telah berada di depan mereka. “Hahaha... Kalian sudah terkepung.” Octo nampak percaya diri. “Serahkan anak itu!”
“Kamu takut?” Pelangi Api mengkhawatirkan Agung.
“Tidak. Aku yakin kamu akan melindungiku.” Agung tersenyum pada Pelangi Api. Seketika senyuman Agung lenyap saat Pelangi Api memeluknya dan segera menghindar dari serangan gelombang hitam yang berasal dari kipas Astaroth dan Astarte.
“Tutup matamu.” Perintah Pelangi Api. Agung menurut dan langsung menutup matanya. Pelangi Api tidak membuang-buang waktu, dia segera menyelimuti tubuh Agung dengan perisai miliknya. Pelangi Api meninggalkan Agung dan segera membalas serangan para pengikut Dewi Kegelapan.
Agung sangat sulit membuka mata. Efek menenangkan Perisai Api membuat manusia biasa tertidur. Agung berusaha keras melawan rasa kantuknya, dia berjuang untuk tetap tersadar. Namun kesadarannya semakin lama semakin hilang dan Agung pun tertidur dalam posisi berdiri.
Pelangi Api dikepung ketiga pengikut Dewi Kegelapan. Pelangi Api bertekad untuk mengalahkan Octo, Astaroth dan Astarte. Dia akan terus berusaha melindungi Agung. Dia sangat ingin cepat-cepat mengakhiri pertarungan karena perisai yang melindungi Agung tidak akan bertahan terlalu lama.
Di sela pertarungan itu, Astaroth menghampiri Agung. Astaroth hendak menyentuh perisai yang menyelimuti Agung namun Astaroth segera mengurungkan niatnya karena dia merasa semakin panas saat tangannya semakin dekat pada Agung. Astaroth kesal dan ingin menyerang Agung, namun lagi-lagi dia mengurungkan niatnya karena sadar bahwa mereka harus mendapatkan Agung dalam keadaan hidup.
Astaroth berusaha menggerakkan Agung dengan sihirnya. “Anjing.” Umpat Astaroth ketika menghindari serangan seseorang. Astaroth memandang penuh amarah pada Pelindung Biru yang baru saja muncul. “Kau! Rasakan_” Belum sempat menyerang, Astaroth dipaksa kembali menghindari serangan rantai pelangi milik Pelindung Jingga. Pertarungan mereka pun dimulai.
“Agung.” Pelangi Merah alias Andra tiba di dekat Agung. Andra hendak menyentuh Agung yang memejamkan mata. “Ah!” Andra merasa tangannya bagai tersengat listrik saat menyentuh perisai api.
“Gimana Agung?” Pelindung Kuning muncul.
“Gue gak bisa nyentuh Agung. Bagaimana cara kita membawanya pergi dari tempat ini?” Andra nampak kesal.
“Kita harus menunggu perlindungan perisai ini hilang.”
“Tapi waktu kita tidak banyak. Kita harus membawa Agung sebelum mereka merebutnya.” Sejenak Andra memperhatikan dua pertarungan yang sedang berlangsung.
“Kita tidak punya pilihan.” Kata Bella. “Tugas kita sekarang, jangan biarkan mereka merebut Agung. Kita harus selalu waspada.”
Pertarungan mereka semakin sengit. Banyak ledakan di mana-mana. Tak ada seorang pun yang berani mendekat. Pihak Kepolisian yang bersenjata pun nampak takut dengan apa yang mereka lihat.
“Agrrh!” Teriakan Pelangi Api saat serangan Octo mengenai lengan kirinya. Pertahanannya jebol juga akibat serangan bertubi-tubi dari Octo dan Astarte.
“Hah...” Agung membuka matanya. Reaksinya sama persis seperti orang yang baru saja tersadar dari mimpi buruk.
“Agung.” Pelindung Merah dan Kuning bersamaan menyebut namanya.
“Kamu sudah sadar.”
“Kamu gak pa-pa?” Pelindung Kuning bertanya pada Agung namun tak mendapatkan respon. “Agung kenapa Ndra?” Pelindung Kuning panik saat melihat tatapan Agung yang kosong.
***
Bersambung
Tokoh : Agung, Randy = Pelangi Api, Pangeran Pelangi.
Pelindung Pelangi : Andra = Merah, Toni = Hijau (Cowok berkacamata), Jaka = Biru (Cowok bertubuh tinggi besar), Bella = Kuning, Donna = Jingga (Cewek tomboy)
Sahabat Agung yang lain : Dika, Julian (sudah mati), Galang dan Nadia.
Tokoh Antagonis : Dewi Kegelapan, Astarte dan Astaroth, Octo.
akankah pangeran api kalah?
akankah pangeran api kalah?
@arieat Gak da pangeran api. Yg bener pelangi api.
@sasadara Sbenernya dah lama mau update, bahkan 2 chapter dah slesai sblm lebaran. Sengaja nunggu cerita ini hampir selesai dibuat baru diposting lagi. Jd gak gantung lg. hehe
Welcome @Just_Al thanks dah mau baca. Nnt dimasukkan dlm list mention. Bentar lg mau posting lanjutannya.
@Abyan_AlAbqari @abyh @Adhikara_Aj @Adra_84 @adzhar @aglan @Agova @alfa_centaury @animan @A@ry @arbata @arieat @Ariel_Akilina @arixanggara @bayumukti @Bintang96 @BinyoIgnatius @callme_DIAZ @christianemo95 @danar23 @diditwahyudicom1 @DItyadrew2 @DM_0607 @Duna @farizpratama7 @freeefujoushi @hantuusil @IMT17 @joenior68 @jokerz @Just_Al @Just_PJ @kizuna89 @Klanting801 @mr_Kim @nakashima @obay @per_kun95 @pokemon @reza_agusta89 @ruki @safir @san1204 @sasadara @Sicnus @suck1d @The_angel_of_hell @tialawliet @too_im_the @ularuskasurius @uci @ying_jie @yubdi @yuzz @z0ll4_0ll4 @Zhar12 @zeamays
Jangan lupa komen ya... Kl bisa ngeLIKE. Tp gak maksa kok, krn mgkn aja kalian kyk aku yg gak bs ngelike. Met baca...
PELANGI XIV
“Agung kenapa, Ndra?” Bella kembali bertanya.
“Gue juga gak tau, Bel.” Pelindung Merah tak kalah panik. Pandangan mereka memang terhalang oleh perisai api, tetapi Pelindung Pelangi mampu melihat dengan jelas.
Agung hanya diam dan tatapannya masih kosong. Dia melihat bayangan-bayangan yang tidak jelas. Rangkaian kejadian masa lalu muncul bagaikan potongan puzzle yang tidak lengkap dan tidak berurutan. Terdengar begitu banyak suara yang datangnya bersamaan. Pendengarannya kini menjadi sangat tajam.
Agung memegang kepala dengan kedua tangannya. Dia merasakan sakit yang luar biasa. Dia menjerit, namun tak ada suara yang keluar mulutnya.
“Apa yang terjadi?” Pelindung Merah khawatir. “Agung...” Pelindung Merah kembali tersengat listrik karena menyentuh perisai api yang menyelimuti Agung.
Pelindung Kuning mengikuti apa yang dilakukan Pelindung Merah. “Agrh.” Perlindungan perisai api telah melemah begitu pun daya setrumnya, namun tetap saja orang yang menyentuhnya merasakan sakit.
“Merah! Apa yang kamu lakukan?!”
Pelindung Merah melesatkan perisai miliknya. Kedua perisai tidak dapat menyatu dan terlihat percikan-percikan api ketika perisai merah menyentuh perisai api yang masih menyelimuti Agung.
Agung semakin kesakitan. Wajahnya menunjukkan dirinya sedang tersiksa teramat sangat. Pelindung Merah nampak sangat terpukul, apa yang dilakukannya malah membuat orang yang dicintainya semakin menderita.
“Bagaimana ini?” Pelindung Kuning semakin panik.
Pelindung Merah terpaku melihat keadaan Agung. Dia merasa bersalah dan tak mampu berpikiran jernih. Yang ada di benaknya, dia terlalu ceroboh. Maksud hati ingin melindungi Agung, yang terjadi malah sebaliknya.
Apa yang terjadi pada Agung mendapat perhatian dari mereka yang sedang bertarung. Konsentrasi mereka pecah, khususnya Pelangi Api. Pelangi Api merasa seperti mendengar jeritan Agung. Di saat itu lah gelombang hitam dari kipas Astarte berhasil melukai pundak kirinya. Lalu tubuhnya kembali dihantam oleh serangan Octo, Bintang Mati berhasil membuat Pelangi Api terkapar tak berdaya dan memuntahkan darah.
Pelindung Kuning dapat melihat apa yang terjadi pada Pelangi Api. Dia merasa iba pada Pelangi Api, hendak menolongnya tetapi ragu karena khawatir pada Agung yang nampak semakin menderita.
“Mampus kau Pelangi Api!” Octo sangat puas telah berhasil melukai Pelangi Api. Dia bersiap untuk kembali menyerang dan menghabisi Pelangi Api.
“Octo! Lihat itu!” Astarte berteriak.
Octo tak mampu menyembunyikan keterkejutannya saat melihat Agung melayang beberapa meter dari tanah. Agung dalam posisi telentang dengan mata terpejam. Tak ada lagi perisai api atau pun perisai merah yang menyelimuti Agung. Kini Agung di dikelilingi cahaya tipis perpaduan warna pelangi yang sangat indah. Tepat di tengah dada Agung muncul sinar kecil yang sangat terang. Warna sinar itu berubah-ubah. Kadang terlihat berwarna merah, kuning, hijau dan warna lainnya. Ada kalanya warna sinar itu gabungan dari warna-warna pelangi.
“Apa yang terjadi?” Pelindung Jingga menghampiri Pelindung Merah dan Kuning. Entah atas inisiatif siapa, mereka menghentikan pertarungan.
Pelindung Merah dan Kuning menggelengkan kepala dan terus memperhatikan Agung. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” Pelindung Kuning menggumam.
Para pengikut Dewi Kegelapan telah berkumpul. Mereka menyaksikan apa yang sedang terjadi pada Agung. “Apa mungkin itu Kristal Pelangi?” Tanya Astaroth.
“Itu yang ku pikirkan.” Jawab Astarte.
“Kalau begitu, apa yang harus kita lakukan?” Astaroth kembali bertanya.
“Hancurkan! Bunuh anak itu!” Octo memerintah.
“Hey... Bukankah kita harus membawa anak itu hidup-hidup?” Ternyata Astaroth belum mengerti.
“Kemunculan Kristal Pelangi sebelum kebangkitan Yang Mulia sangat beresiko untuk kita. Kebangkitan Yang Mulia bisa gagal. Tujuan kita merebut anak itu agar kita bisa mengurungnya di dalam ruang hitam. Dengan begitu, Yang Mulia bisa merebut paksa saat Kristal Pelangi muncul. Kita tidak bo_”
“Cukup! Bunuh anak itu sekarang juga!” Octo memotong kata-kata Astarte. “Cepat!!!” Octo langsung menangkupkan tangannya dan muncul bola hitam yang semakin lama semakin besar. (kayak kamehameha di Dragon Ball #niru #plak)
Astarte dan Astaroth saling memandang, lalu sama-sama mengangguk. Mereka berhadapan. Tangan kiri Artaroth memegang tangan kanan Astarte yang memegang kipas, Astarte pun melakukan hal yang sama pada Astaroth. Mereka melayang di udara dalam posisi berbaring kemudian berputar cepat hingga gelombang hitam berdiameter hampir dua meter meluncur ke arah Agung, bersamaan dengan serangan Octo.
Empat Pelindung Pelangi kompak berdiri di samping Agung sebagai pagar betis. Mereka meluncurkan perisai untuk menahan serangan musuh. Cahaya merah yang pertama menahan gelombang hitam, di susul cahaya biru, kuning dan jingga. Empat warna menyatu hingga tercipta perisai pelangi. “Kerahkan seluruh tenaga kalian.” Teriak Pelindung Biru.
Perisai pelangi dan gelombang hitam nampak seimbang, sesekali sedikit bergerak ke arah para Pelindung Pelangi dan Octo cs secara bergantian.
Pelangi Api berusaha bangkit untuk membantu para Pelindung Pelangi namun usahanya selalu gagal. Badannya terlalu lemah dan dadanya terasa sangat sakit. Beberapa kali wujud Pelangi Api membayang sebagaimana wujud aslinya, Randy. “Agung.” Suaranya sangat pelan. Dia menelungkup dengan wajah menatap ke sebelah kiri, tempat di mana Agung dan para Pelindung Pelangi berada. Beberapa saat kemudian Pelangi Api memejamkan mata dan berubah wujud kembali menjadi Randy.
Gelombang hitam nampak mulai menekan perisai pelangi. Kekuatan perisai pelangi tidak maksimal tanpa kehadiran Perisai Hijau. Secara perlahan, gelombang hitam semakin mendekati para Pelindung Pelangi. Octo, Astarte dan Astaroth tersenyum senang melihat kemenangan sudah di depan mata.
Para Pelindung Pelangi tidak mau menyerah begitu saja. Mereka mengerahkan seluruh sisa-sisa tenaga yang mereka miliki. Mereka tetap bersemangat tetapi tidak dapat menyembunyikan ketegangan dari raut wajah mereka.
“Aku senang punya sahabat seperti kalian.” Kata Pelindung Kuning.
“Kita sahabat sejati.” Sahut Pelindung Jingga. “Berjuanglah sampai tetes darah penghabisan.”
“Kita tidak boleh kalah!” Pelindung Biru juga berusaha menyemangati dirinya dan teman-temannya.
“Kita harus menang demi orang-orang yang kita cintai.” Teriak Pelindung Merah.
“Aku akan melindungimu, Gung.” Ucapnya dalam hati.
Gelombang hitam semakin mendekat pada Pelindung Pelangi, jaraknya kurang dari satu meter. “Selamat tinggal Pelindung Pelangi...” Astarte bergumam dan senyumnya semakin melebar.
“Nikmati kematian kalian.” Octo berteriak.
Pelindung Merah menoleh untuk menatap Agung sejenak. “Maafin aku...”
Keempat Pelindung Pelangi nampak pasrah dengan kekalahan. Mereka saling berpandangan seperti mengucapkan salam perpisahan.
Para Pelindung Pelangi terkejut. Tiba-tiba mereka merasakan energi yang sangat dahsyat dari belakang mereka. Cahaya pelangi bergerak menyebar ke segala penjuru, seperti lingkaran yang semakin besar, dengan Agung sebagai titik pusatnya.
“Apa itu?” Astaroth dan teman-temannya juga terkejut dengan apa yang mereka lihat. Perasaan senang mereka seketika berubah menjadi kekecewaan. Cahaya pelangi yang berasal dari tubuh Agung menggagalkan kekuatan hitam yang hampir menghantam para Pelindung Pelangi. Gelombang hitam tak berdaya, cahaya pelangi itu kini bergerak mendekat ke arah para pengikut Dewi Kegelapan.
“Bangsat!” Octo geram. Dia sudah berusaha mengerahkan seluruh kekuatannya, tetapi gelombang hitam tetap tak berdaya. Kini cahaya warna-warni pelangi semakin mendekati mereka.
Astarte dan Astaroth masih berputar-putar di udara, berusaha mengeluarkan seluruh tenaga mereka. Namun nyali mereka mulai ciut saat menyadari cahaya pelangi sangat dekat di depan mereka. “Kita akan kalah.”
Octo menghilang ke dalam lubang hitam yang muncul di atasnya.
“Sial.”
“Octo keparat!” Astarte dan Astaroth mengumpat.
Astarte dan Astaroth memejamkan mata. Mereka tak dapat lagi menghindari cahaya pelangi yang menghantam tubuh mereka. Kenyataan di luar dugaan mereka. Kedua bersaudara itu hanya merasa sedikit sesak dan lemas. Mereka kembali membuka mata dan saling memandang, seakan tak percaya dengan apa yang terjadi.
Cahaya pelangi terus bergerak ke berbagai arah hingga puluhan kilometer. Semakin jauh jaraknya, cahaya pelangi itu semakin redup. Pelangi Api yang telah berubah ke wujud aslinya tak luput dari jangkauan cahaya pelangi. Namun Randy masih belum menggerakkan badannya.
“Astarte.” Astaroth merengkuh tubuh saudaranya lalu menghilang sebelum rantai pelangi berhasil melukai tubuh mereka.
“Hahh!!!” Pelindung Jingga kesal karena serangannya sedikit terlambat. Sedangkan ketiga temannya masih menatap tubuh yang berdiri melayang di depan mereka.
Dia bukan Agung. Dia menggunakan jubah yang sangat megah. Ada mahkota di kepalanya. Rambutnya pendek dan berwarna hitam, tetapi berkilau seperti warna-warni pelangi. Matanya masih terpejam. Kedua tangannya berada di dada, seperti memegang suatu benda yang sinarnya menyusup keluar dari celah-celah jari tangan.
“Apa yang terjadi?” Pelindung Hijau muncul. “Dia?”
“Merah!” Pelindung Biru menghentikan Pelindung Merah yang melayang sambil menjulurkan tangan. “Jangan lancang!”
“Lancang?” Pelindung Merah bergumam. Dengan berat hati, dia kembali menarik tangannya yang hampir menyentuh sosok yang ada di depannya. “Gung...”
“Merah! Dia bukan Agung.” Pelindung Biru menegaskan dengan menekan setiap kata. “Dia Pangeran.”
“Dia tetap Agung. Sahabatku. Orang yang kucintai.”
“Kau!” Pelindung Biru semakin geram. Dia mencengkram jubah Pelindung Merah. “Kau tak pantas mengatakan itu di hadapan Pangeran. Ingat siapa dirimu!” Pelindung Merah melepaskan cengkramannya dengan sedikit mendorong Pelindung Merah.
“Agung memang Pangeran Pelangi, tapi dia tetap sahabat kami.” Sahut Pelindung Kuning. “Persahabatan tidak mengenal status. Sahabat sejati akan selalu menerima bagaimanapun keadaan sahabatnya, tempat berbagi di saat senang maupun susah. Aku tau siapa Agung, sikapnya tidak akan pernah berubah walaupun status kami berbeda.”
Suasana mendadak sunyi. Kelima Pelindung Pelangi sibuk dengan pikirannya masing-masing. Pelindung Merah masih memperhatikan Agung yang telah menjelma menjadi Pangeran Pelangi. Ucapan Pelindung Biru masih terngiang di telinganya. Dia berpikir apakah pantas jika dia tetap berharap Agung membalas cintanya. Seketika raut wajahnya nampak sedih, lalu menundukkan wajah.
“Pa...ngeran.” Pelindung Hijau tergagap saat melihat Pangeran Pelangi membuka kedua matanya. Perhatian teman-temannya langsung tertuju pada sang Pangeran. Mereka semua nampak senang dan tak mampu berkata-kata, terutama saat melihat senyuman Pangeran Pelangi.
“Agung!” Pelindung Merah sangat sigap menyambut tubuh Pangeran Pelangi yang tiba-tiba terjatuh. Tubuh itu kembali menjadi Agung dan tak sadarkan diri. Wajahnya nampak lelah, tetapi terukir senyuman di bibirnya. Tak ada lagi benda bercahaya yang sejak tadi ada di atas dadanya.
“Bagaimana keadaannya?” Pelindung Kuning menghampiri Pelindung Merah.
“Agung baik-baik saja. Dia hanya butuh istirahat.” Pelindung Merah menjawab sambil mengusap rambut Agung.
“Ayo pergi. Kita tidak boleh berlama-lama di tempat ini.” Pelindung Biru memperhatikan sekitarnya yang terlihat sangat berantakan.
“Teman-teman.” Pelindung Jingga sudah berada di samping Randy. Dia segera memeriksa keadaan Randy. Tubuh Randy nampak lemah dan tak berdaya. “Cepat bantu aku.” Pelindung Jingga menyalurkan energi dari permata yang ada pada cincinnya.
“Siapa dia?” Tanya Pelindung Hijau saat menyalurkan energi.
“Dia Pelangi Api.” Jawab Pelindung Biru yang masih berdiri dan memperhatikan Randy.
Pelindung Hijau berhenti menyalurkan energinya. Dia menatap lekat pada Randy. “Apa kita harus menolongnya?”
“Kak Randy...” Pelindung Kuning nampak khawatir. “Apa yang kalian lakukan? Cepat tolong dia.” Katanya lalu menyalurkan energinya pada Randy. “Dia kakak kelas kami.”
“Kau! Kau! Cepat lakukan!” Pelindung Jingga memerintah. “Sekarang!” Dia membentak karena Pelindung Biru dan Hijau masih diam saja.
Dengan berat hati, Pelindung Biru dan Hijau menuruti perintah Pelindung Jingga.
Pelindung Merah berdiri tak jauh dari teman-temannya. Dia tidak diminta untuk menyalurkan energi pada Randy karena sedang menggendong Agung. Jika diminta, belum tentu dia akan memenuhinya. Tatapannya menunjukkan dia tidak suka melihat Randy.
Malam semakin larut, udara pun semakin dingin. Malam-malam di kota itu semakin mencekam. Penduduk semakin takut untuk berkeliaran di malam hari, khususnya para remaja pria. Pihak kepolisian terus mendapat kecaman karena tidak mampu menghentikan pembunuhan-pembunuhan yang semakin sering terjadi.
***
Suara kokok ayam terdengar bersahutan. Embun menghiasi dedaunan dan rerumputan. Udara yang lebih dingin dari biasanya tidak menghalangi banyak orang untuk memulai aktivitas. Mereka seakan ingin berlomba dengan matahari yang segera menunjukkan sinarnya.
Di sebuah kamar, Agung berbaring di atas ranjang kecil. Di sampingnya, ada Andra yang tertidur di kursi. Kedua tangannya menggenggam tangan kiri Agung. Andra nampak sangat kelelahan. Semalam tidurnya tak nyenyak, beberapa kali dia terjaga dan memeriksa keadaan Agung.
Agung membuka mata. Dia beberapa kali mengerjapkan mata lalu memperhatikan langit-langit kamar. Dia tak dapat mengenali di mana ia berada. Dia menoleh ke kiri dan mendapati seseorang di sampingnya. Dia ingin menarik tangan kirinya, tetapi diurungkan karena tidak mau mengganggu orang yang terus menggenggam tangannya.
Agung tidak bisa melihat wajah Andra. Dia terus memperhatikan hingga akhirnya menyadari bahwa orang itu adalah Andra. Walaupun tidak dapat melihat wajah Andra, Agung dapat mengenali Andra dari potongan rambutnya. Agung tersenyum. Dia senang kembali dapat melihat Andra. Tangan kanannya terulur lalu membelai rambut hitam sahabatnya itu.
Belaian Agung terhenti saat dia teringat peristiwa semalam. Agung tersenyum ketika mengingat kedekatannya dengan Pelangi Api. Tak lama, ekspresinya berubah. Agung berusaha mengingat apa saja yang telah terjadi, tetapi dia tidak mampu mengingat semuanya. Terbayang saat Pelangi Api menyuruhnya memejamkan mata, lalu dia merasakan sekujur tubuhnya terasa dingin. Ketika membuka mata, dia melihat tubuhnya dikelilingi cahaya seperti api. Namun entah mengapa ia tak merasa panas. Dia merasa nyaman dan tak mampu menahan rasa kantuk hingga akhirnya terlelap.
“Lalu...” Gumam Agung sambil berusaha mengingat-ngingat kembali. Kemudian Agung teringat saat dia tiba-tiba terbangun karena merasakan kepalanya sakit luar biasa. Agung berusaha keras mengingat apa lagi yang telah terjadi. Namun usahanya sia-sia, tidak ada lagi yang membekas dalam ingatannya.
“Pelangi Api?” Gumamnya. Agung sangat mengkhawatirkannya. Dia terus bertanya-tanya mengapa dirinya bisa berada di tempat asing dan bersama Andra, bukan Pelangi Api. Mengapa Pelangi Api tidak membawanya ke tempat kakek.
“Kamu sudah bangun?” Suara Andra mengintrupsi Agung yang sibuk dengan prasangkanya. “Aku senang kamu baik-baik saja.” Andra mengeratkan genggamannya. Andra duduk di pinggir ranjang. Tangannya tetap menggenggam tangan Agung.
Agung duduk di atas ranjang. “Kita di mana? Kenapa aku bisa di sini? Bagaimana kamu bisa menemukanku?”
“Kita berada di tempat yang aman. Aku senang bisa membawamu kemari.” Andra menyentuh pipi kiri Agung. “Kamu membuatku khawatir. Aku gak bisa tenang. Pikiranku kacau karena takut kehilangan kamu.”
Agung tersenyum. “Jangan terlalu khawatir. Aku sudah besar, bukan anak kecil lagi.” Agung pura-pura cemberut.
“Gimana aku bisa tenang waktu kamu menghilang tanpa jejak. Kamu udah bikin kami semua khawatir, bikin kami sedih, bikin kami berpikir yang nggak-nggak. Walaupun badanmu sudah besar, bagiku kamu tetap Agung yang dulu, Agung yang perlu kujaga.”
“Makasih Ndra.” Agung membalas genggaman Andra. “Maaf aku sudah buat kamu khawatir. Aku memang menyusahkan banyak orang. Gara-gara aku, Dika jadi celaka. Andai saja malam itu aku gak ke taman, pasti Dika baik-baik saja. Secara gak langsung akulah yang mencelakai Dika.”
Andra merengkuh tubuh Agung ke dalam pelukannya. “Kamu gak salah. Jangan berpikir kamulah orang yang mencelakai Dika. Orang-orang jahat itu yang harus bertanggung jawab. Dika pasti berpikir sama sepertiku, dia gak akan pernah menyalahkan kamu.”
“Tetap saja aku bukan sahabat yang baik. Dika selalu ada untukku, dia selalu siap kapanpun aku membutuhkannya. Tapi aku... Di saat Dika berjuang melawan kematian, aku gak ada di sampingnya.”
“Hei.” Andra memegang kedua pipi Agung. “Aku yakin Dika bisa mengerti keadaanmu. Dia gak akan rela membiarkan sahabatnya dalam bahaya besar. Walau kamu tidak bisa menemani Dika di rumah sakit, kamu bisa membantunya dengan do’a. Yakinlah dengan kekuatan do’a. Dan satu hal lagi, bukan hanya Dika yang berjuang untuk bertahan hidup, kamu, aku dan orang-orang lain juga sedang berjuang. Kita harus terus bertahan. Kita tidak boleh kalah dari orang-orang jahat yang sudah mencelakai Dika. Kita harus melawan dan mengalahkan mereka. Jangan buat Dika kecewa, pastikan kamu baik-baik saja waktu Dika sadar nanti.”
Agung mengangguk pelan. “Aku akan berjuang!”
“Bagus.” Andra tersenyum lebar. Andra terus menatap Agung. Tangannya masih berada pada kedua pipi Agung. Waktu seakan berhenti selama beberapa saat.
Agung sedikit malu saat melihat pancaran cinta dari mata Andra. Dia merasa kurang nyaman dengan tatapan Andra yang terlalu fokus padanya. Di lain sisi, Agung juga merasa bersalah sekaligus kasihan karena tidak membalas cinta Andra.
Suara pintu yang terbuka membuat Andra salah tingkah. Dia buru-buru menurunkan kedua tangannya yang sejak tadi memegang wajah Agung. Andra juga menggeser posisi duduknya agar sedikit menjauh dari Agung.
“Agung...” Bella berlari kecil untuk menghampiri Agung.
“Bel.” Agung agak heran mengapa Bella juga berada di tempat itu.
Bella segera memeluk sahabatnya itu. “Syukurlah kamu sudah sadar. Aku bahagia banget.”
“Aku juga senang bisa melihat kamu lagi.”
“Gak ada yang sakit kan?” Bella menggerakkan tubuh Agung, memastikan sahabatnya baik-baik saja.
“Udah Bel... Aku gak pa-pa.”
“Sapa tau ada yang sakit. Hehe...” Bella nyengir.
“Dasar.” Agung berlagak kesal, lalu tersenyum menahan tawa. “Btw, sekarang kita di mana? Bagaimana kalian bisa menemukanku?” Agung mengulang pertanyaan yang tidak dijawab Andra. Agung sangat penasaran. Dia juga resah memikirkan nasib Pelangi Api. Namun Agung berpikir bahwa dirinya tidak mungkin bertanya pada kedua temannya.
Bella dan Andra saling menatap selama beberapa detik.
“Ada apa? Kalian menyembunyikan sesuatu?” Agung memperhatikan dengan seksama. “Siapa yang membawaku ke tempat ini? Pasti ada yang kalian rahasiakan.”
Bella kembali menatap Andra. “Baiklah. Aku akan menceritakan semuanya.” Kata Bella setelah mendapat anggukan dari Andra.
Sebelum bercerita, Bella meminta Agung untuk menyimak dengan baik hingga cerita selesai dan Agung dilarang untuk berkomentar. Bella mulai bercerita secara singkat tentang perseteruan antara kerajaan Pelangi dengan Kerajaan Hitam. Lalu Bella menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi akhir-akhir ini, tentang kematian para pemuda akibat ulah pengikut Dewi Kegelapan yang mengambil jiwa kaum pelangi demi kebangkitan Dewi Kegelapan.
Tentu saja Agung sudah mengetahui apa yang diceritakan Bella. Agung terkejut. Dia tak menduga mereka mengetahui hal itu. Beberapa kali Agung ingin memotong cerita, tetapi saat hendak berbicara, Andra dan Bella menggeleng sebagai tanda agar Agung tetap diam.
“Kalian...” Agung sangat terkejut. Dia bergantian menatap Andra dan Bella. Dia hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya dari Bella.
“Kami Pelindung Pelangi.” Kata Andra.
“Aku seperti sedang bermimpi. Beberapa hari ini terlalu banyak hal yang mengejutkan dan tidak masuk akal.”
“Memang sulit dipercaya, tapi inilah kenyataannya.” Sahut Bella. “Aku juga sempat merasa ini hanya mimpi. Keraguanku hilang seiring berjalannya waktu. Aku semakin terbiasa dengan kehidupan ganda sebagai Bella dan Pelindung Pelangi yang harus berjuang melawan kejahatan.”
“Apa aku boleh melihat kalian saat menjadi Pelindung Pelangi?” Agung sangat antusias. “Aku belum pernah melihat kalian sebagai Pelindung Pelangi. Aku sangat penasaran.”
Andra tersenyum. “Aku akan menunjukkannya.” Katanya sambil sedikit menjauh. Dia meletakkan telapak tangan kiri di dada kanannya. “Permata merah bangkitkan pelindungmu.” Tubuh Andra berputar luar biasa cepat. Tubuhnya terangkat sekitar 30 cm.
Agung takjub melihat Andra telah berubah menjadi sosok yang sangat berbeda. Rambutnya yang pendek secara ajaib menjadi panjang hingga menyentuh punggungnya. Sebagian besar berwarna hitam, hanya sebagian kecil rambutnya yang berwarna merah terletak di bagian depan.
Tubuhnya dibalut jubah panjang yang didominasi warna abu-abu. Jubahnya membentuk huruf V dari leher hingga ke dada, menunjukkan baju dalamnya yang berwarna merah. Nampak sabuk lebar di pinggang dengan bahan yang sama dengan jubahnya. Sedangkan di punggungnya yang bidang tersampir sebuah pedang. Belahan di bagian bawah jubah menjuntai hingga semata kaki. Celana yang dikenakannya juga berwarna abu-abu, begitu pula dengan sepatu yang menyerupai boots.
“Kamu benar-benar sangat berbeda. Aku tak akan mengenalimu kalau saja aku tak tau kamu dan Andra adalah orang yang sama.” Agung mendekati Andra dan memperhatikan Andra dari ujung rambut hingga kaki. “Kamu terlihat lebih tinggi.”
Andra tertawa kecil.
“Wajah kamu juga berubah, lebih dewasa, jadi kelihatan lebih menarik.” Agung tak menyadari ucapannya membuat Andra sangat senang. “Kalau diperhatikan lagi, masih ada kemiripan dengan wajahmu yang asli.” Agung mengamati wajah Andra dari jarak yang sangat dekat hingga Agung dapat merasakan hembusan nafas Andra.
Wajah Andra memanas. Jantungnya berdetak lebih kencang karena merasa gugup. Apa yang dilakukan Agung terlihat seperti hendak mencium Andra.
Bella senyum-senyum sendiri. Ia menyadari kegugupan Andra. Baginya, apa yang sedang ia saksikan sangat lucu dan menggemaskan. Perlahan-lahan Bella menuju pintu, tidak ingin mengganggu Agung dan Andra.
“Bel! Mau ke mana?” Agung menyadari niat Bella saat mendengar suara pintu yang dibuka.
“Aduh... Kok bisa ketauan sih? Padahal buka pintunya pelan banget.” Pikiran Bella.
“Aku juga pengen liat kamu berubah. Kemarin aku cuma bisa mendengar cerita tentang Pelindung Pelangi dari kakek. Tapi hari ini aku bisa melihat langsung. Aku senang banget, apalagi kalian bagian dari Pelindung Pelangi.”
“Kakek?” Andra mengernyit. “Siapa kakek itu? Apa yang dia katakan tentang kami?”
“Kakek bilang, kalian dan Pelangi Api sama-sama melawan Dewi Kegelapan.”
“Apa dia kakek Pelangi Api?” Andra kembali bertanya.
“Iya. Mereka yang menolongku.”
“Kamu ingat di mana tempat tinggal mereka?” Andra menyelidik.
Agung menggeleng. “Sepertinya rumah mereka ada di pinggiran kota.”
“Coba kamu ingat-ingat lagi.” Pinta Bella.
“Kenapa aku dibawa ke sini? Kenapa Pelangi Api tidak membawaku ke tempat kakek? Apa yang terjadi semalam? Pertarungan melawan pengikut Dewi Kegelapan. Apa Pelangi Api baik-baik saja? Apa kalian membantunya melawan mereka?” Agung tak menggubris permintaan Bella. Dia tidak mampu lagi menahan pertanyaan-pertanyaan yang kembali hadir di benaknya. Dia merasa sangat khawatir dengan keadaan Pelangi Api.
“Kenapa kalian diam? Ayo jawab! Apa yang sebenarnya terjadi? Pelangi Api baik-baik saja kan?” Agung semakin mendesak Andra dan Bella.
“Dia...” Bella ragu-ragu menjawabnya, apalagi saat melihat tatapan Andra yang terkesan melarangnya untuk memberitahu Agung.
“Dia kenapa? Katakan! Jangan menyembunyikannya dariku!”
“Dia terluka.”
“Apa lukanya parah? Nggak kan?” Agung sungguh khawatir. Matanya tak mampu menutupi keresahan yang meliputi di hatinya. “Di mana dia? Aku mau melihatnya.”
Andra nampak tidak senang dengan kekhawatiran Agung. Dia merasa cemburu. Dia tidak menyukai Randy, ditambah lagi dengan fakta bahwa Randy adalah Pelangi Api. Dia menganggap Randy adalah saingan untuk mendapatkan Agung.
“Keadaannya tidak terlalu baik, lukanya cukup parah.” Bella mengatakannya pelan-pelan.
Agung menggenggam tangan Bella. “Ayo... Bawa aku ke tempatnya.”
Andra terus memperhatikan kepergian Agung dan Bella. Dia menghela nafas. Dirinya takut jika perhatian Agung terus tertuju pada Randy yang sedang terluka. Andra teringat saat dulu melihat tatapan Agung nampak berbeda ketika menatap Randy. Dia sangat tidak menyukai hal itu.
Bella dan Agung tiba di sebuah bangunan kecil yang terletak di samping bangunan utama. Di sekitarnya terdapat berbagai macam tanaman obat yang sangat terawat. Mereka masuk dan menemukan seseorang yang sedang terbaring di ranjang.
“Kak Randy?” Gumam Agung seakan tak percaya. Dia mendekati Randy dan terus memperhatikannya. “Jadi dia...” Agung menghentikan ucapannya dan menoleh pada Bella.
***
Bersambung
Tokoh yang telah muncul : Agung = Pangeran Pelangi. Randy = Pelangi Api.
Pelindung Pelangi : Andra = Merah, Toni = Hijau (Cowok berkacamata), Jaka = Biru (Cowok bertubuh tinggi besar), Bella = Kuning, Donna = Jingga (Cewek tomboy)
Sahabat Agung yang lain : Dika, Julian (sudah mati), Galang dan Nadia.
Tokoh Antagonis : Dewi Kegelapan, Astarte dan Astaroth, Octo.
Lanjut sampai tamaat @danielsastrawidjaya