It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Oh iyah itu gua hampir lupa. Thanks yah Cin..."
"Kita kan saling support kan..."
"Cin, gua gak tahu harus bilang apa Cin, lu rela lepasin Randy buat gua?" Setiadi berbicara dengan Cindy di Spice Garden, Plaza Indonesia.
"Yadi, satu hal yang perlu lu tahu tentang pernikahan kita. Dalam pernikahan kita ada pertemanan, tapi tak ada cinta. Gua tahu, kalian berdua sudah jelas paling mencintai." sahut Cindy sambil memandang Setiadi sambil tersenyum.
"Cin, how should I repay you?"
"Just be happy with your him. Itu aja udah cukup buat gua."
"Trus, lu sendiri gimana?"
"Gua masih tinggal di rumah Randy sambil cari rumah, pasca cerai kita biasa- biasa saja, berteman, fokus ke karir."
"Cin, ini perbuatan yang paling mulia yang pernah seseorang lakukan buat gua." Setiadi menahan haru ketika mengucap kata- kata itu.
"Common Di, gua cuma pengen lu dapetin kebahagiaan lu. You deserve this."
"Cin, bener loh, lu itu cantik luar dan dalem, mirip Lady Di loh"
"Ah, lu bisa aja, tapi... Kaki gua mirip juga yah..."
"Iyah dong, makanya gua lebih seneng lu pake celana, kali lu kan jadi keliatan panjang."
Cindy tersenyum. Ia senang Setiadi mampu bangkit lagi setelah kehilangan Hendra.
Beberapa minggu berlaku sejak pembicaraan itu. Orang tua Randy telah melewati cerita yang mengejutkan. Satu siang, di rumah orang tuanya, Randy sedang berbicara dengan ayahnya di ruang kerja ayahnya.
"Iyah pah, ini udah kita bicarakan sebelumnya ama Cindy."
"Soal cerai memang udah gak terlalu heran, memang banyak pernikahan yang gagal. Tapi pilihan kamu itu... Papah gak tahu harus bilang apa..."
"Randy ngerti, papah ama mamah pasti kecewa ama pilihan hidup Randy. Ini sudah Randy pertimbangin lama. Pernikahan kita gak bisa di bilang bahagia selama ini."
"Randy, kamu bener- bener yakin kamu adalah..."
"Yakin, Randy udah rasakan lama."
"Rencana kamu kedepannya apa?"
"Randy siap untuk undur diri dari perusahaan papah, Randy akan berdikari sendiri."
"Papah tetep sayang kamu, kamu akan selamanya jadi anak papah mamah. Cuma papah perlu waktu ampe papah bisa terima pilihan hidup kamu, sampe papah bisa ngerti semuanya. Randy, kamu siap konsekuensinya?"
"Siap pah..."
"Kamu gak akan nyesel kemudian hari?"
"Gak pah, ini udah Randy pertimbangkan lama."
"Papah akan doain kamu sukses kesananya."
Ayah Randy berdiri, berjalan menghampirinya, memeluknya sambil berkata,
"Thanks pah... Thanks pengertiannya."
"Randy, ini papah kasih bekal... Gunakan seperlunya yah. Proses pencairan sudah diatur masuk ke rekening atas nama kamu." ayah Randy sambil menyerahkan satu amplop kepada Randy.
"Makasih pah, maaf yah, Randy sudah buat kecewa papah ama mamah."
Ayah Randy berusaha tetap tersenyum.
"Randy ngobrol dulu ama mamah yah."
"Iyah, itu mamah udah siapin sesuatu buat kamu tuh."
Setiadi keluar dari kamar ayahnya, berjalan menuju ruang makan dimana ibunya sudah menunggunya.
"Maafin Randy yah mah, udah buat papah dan mamah kecewa yah."
Ibu Randy tidak menjawab apa- apa, hanya memeluk Randy.
"Satu hari nanti kita bisa terima terima pilihan hidup kamu. Kamu kasih kita waktu yah."
"Mah, Randy pulang dulu yah."
Ia melaju ke arah Thamrin untuk sorenya menjemput Setiadi yang hari itu tidak membawa mobil. Ia terus melaju ke arah lampu merah jalan Pramuka, berbelok ke arah kanan jalan Diponegoro untuk ke kantor. Tak perlu menunggu lama, karena jam telah menunjukkan pukul 5 lewat ketika baru saja melewati bunderan Hotel Indonesia. Ia mengambil ponselnya menghubungi Setiadi.
"Oke, santai aja, gua hampir siap tenggo. Oh yah, Rontje lagi mau mampir rumah Jimmy lagi bawa makanan. Mau gabung?"
"Oh boleh, sekalian gua bisa bicara sesuatu."
"Tentang yang satu ini?"
"Iyah... Gua siap kok. Mereka akan jadi temen gua juga."
"Oke, kalo lu siap, gua akan dukung lu."
"Ya udah, sampe nanti yah."
"Oke..."
Selang 20 menit, Randy pun sampai di depan kantor. Ia keluar dari mobil, berjalan masuk ke aula utama, melihat Setiadi tersenyum kearahnya.
"Gimana tadi Ran?"
"Bokap nyokap yah... Mereka sih pasti kecewa, cuma mereka masih cukup tenggang rasa ama gua. Cuma well... Kita bicara di jalan aja yuk."
"Yuk jalan, kita udah di tunggu di sana. Kesian mereka hampir siap."
"Ortu lu marah?"
"Marah sih, cuma caranya halus, gak langsung ngusir. Mereka bilang butuh waktu ampe mereka bisa terima."
"Lu cukup beruntung, masih bisa rekonsiliasi satu hari nanti. Randy, thanks yah, lu mau korban sejauh ini buat gua."
"Sudah waktunya Di, udah waktunya gua buktikan perkataan gua selama ini. Saatnya sekarang gua sama status, sama- sama gay. Gua udah bilang gay ke ortu gua, artinya itu akan jadi identitas gua mulai hari ini."
Setiadi terharu, memegang tangan kiri Randy menggenggam erat sekali.
"Gua gak tahu musti bilang apa, tapi thanks Randy for everything. I love you Ran."
"Love you too..."
"Gua masih punya rumah gua, masih ada tabungan pribadi gua. Cindy siapin dana dari investasi gua."
"Cindy bener- bener malaikat. Beruntung banget gua punya temen kayak kalian semua."
"Liat kan, Tuhan itu adil. Udah saatnya gua bahagiain lu. Gua udah siap buat lu."
"Gua udah siap ajarin lu mencintai gua seutuhnya."
Randy pun menitikkan air mata...
@farizpratama7, sekarang ku panggil... Peace...
"Akhirnya dateng juga pasangan kita, yuk masuk kita lagi tunggu Rontje, katanya sih lagi jalan, salonnya rame." sambut Jimmy menyalami Setiadi dan Randy.
"Gua kira kita telat." jawab Randy.
"Gak kok, kita udah laper, kita jadinya jalan chitatos dikit asal ganjel perut aja." Johan menjawab.
Menunggu sekitar 30 menit, Rontje pun datang membawa 2 rantang masing- masing 3 tumpuk.
"Akhirnya... Makanan dateng juga..."
"Sori ibu- ibu, ik terlambat, macet nih di Latumenten." Rontje menaruh rantang di atas meja makan, di bantu oleh Jimmy dan Setiadi untuk di tata di atas meja. Johan dan Randy menata kursi, piring dan peralatan lainnya.