It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
===
Chapter 8
"Halo Cindy, lagi ngapain di sana?"
"Baru selesai rapat, lumayan lama dari tadi jam 2 siang"
"Nanti malem lu ada acara gak?"
"Gak sih, mau ketemuan"
"Oke, di mana?"
"Di Grand Hyatt Lounge, lebih tenang di sana, jam tujuhan bisa?"
"Oke, sampe nanti yah"
Dari jam 5 sore menuju jam 6:20 Randy tidak banyak berbuat apapun, hanya menunggu di ruang kantornya, sambil membuka internet. Kebiasaan mengirim sms kepada Setiadi ia urungkan, sejak pembicaraan lalu. Randy kecewa dan tidak mengerti sepenuhnya mengapa Setiadi bisa bersikap seperti itu, juga perubahan sikap Setiadi yang begitu tiba- tiba seperti menampar wajahnya. Ia sudah melihat Setiadi memang merasa cemburu terhadapnya, namun ia tak mengerti mengapa Setiadi langsung bersikap memutuskan tali persahabatan, sms di jawab sekenanya, selalu menghindarinya, ketika di ajak bertemu. Randy sendiri menganggap hubungannya dengan Cindy masih sebatas teman, walau sering bertemu, dan ia tak menyangka Setiadi menangkap kurangnya bertemu dengan Setiadi di anggap sudah selingkuh.
Randy pun pergi dari ruang kantornya, berjalan ke luar menuju ruang elevator, turun ke aula, menuju mobil nya. Tidak jauh jaraknya dari kantornya ke hotel Grand Hyatt, hanya terjebak macet. Sesampainya di sana, ia pun memarkirkan mobilnya setelah beberapa waktu mencari tempat parkir. Masuk ke aula utama hotel, ia disuguhkan suasana hotel yang tenang dengan musik sayup- sayup terdengar dari arah Cafe. Masuk ke cafe ia pun sudah melihat Cindy sedang duduk sambil membuka satu map dan sudah memesan minuman.
"Halo Cin, udah lama dateng?"
"Halo Ran, sudah 20 menitan lah, gua agak senggang setelah rapat lama banget tadi"
"Gua pesen minum dulu yah"
Tak lama kemudian, pelayan menghampirinya dan Randy langsung memesan
"Satu Cafe Latte"
Pelayan pun mencatat dan kini Randy dan Cindy sudah duduk berdua.
"Cin, gua boleh tanya dong..."
"Yah... ada apa?"
"Ehmmm... kapan lu terakhir ketemu ama Setiadi?"
"Terakhir ketemu ya waktu rame- rame ama Jimmy dan lu. Ada apa ama Yadi?"
"Cin, apa betul lu yang dulu bantuin dia waktu cinta pertamanya?"
"Iyah... gua ama Jimmy berdua yang sibuk bantuin skripsinya, dia waktu itu bener- bener down banget"
"Jadi dari awalnya lu udah tahu Setiadi itu different?"
"Iyah dong... ada apa Ran, tumben lu tanya hal itu?"
Randy ragu, ia bingung harus memulai dengan kata- kata apa untuk memulainya.
"Ehmmmm, gua ama Yadi lagi eh..." Randy tak mampu meneruskan kata- katanya.
"Randy, ada sesuatu terjadi ama Setiadi?"
"Sort of"
"Kenapa? Apa ada sangkut pautnya ama lu?"
Randy semakin bingung
"We have a kind of disagreement between me and him"
Cindy terlihat bingung, ia masih belum bisa melihat arah pembicaraan Randy
"Yadi seperti ... jealous ama kedekatan kita berdua"
"OH MY GOD! Maksud lu..." Cindy sambil melotot kaget dan sepertinya sudah bisa menebak arah pembicaraan Randy
"He's in love with you dan gua dia anggap merebut lu???" Cindy terlihat panik.
Randy tak mampu menjawab dan hanya mampu menatap Cindy seolah merasa bersalah.
"Ran, dia gak pernah SEKALIPUN bilang apa- apa tentang dia ama lu, gua bener- bener ... Oh m God... what have I done to him..." Cindy terlihat sedih sekali merasa telah berdosa.
"Gua udah coba bicara ama dia, cuma ... we got stuck"
"Kenapa dia harus menyembunyikan ini dari gua??? Koq dia gak mau jujur? Ya Tuhan... Randy, boleh gua tanya, apa lu sudah emmm... having a relationship ama dia?"
"Udah, cuma sejak kita kenalan dia ... looks upset with me. Sepertinya dia yang salahin gua banget, dia pikir gua udah mo tinggalin dia. Gua sedih koq jadi begini Setiadi?"
"My Goodness, Ran, gua jadi merasa berdosa ama dia?"
"Cin, dia terlihat kurus, mukanya agak pucat, dan loyo"
"OH TUHAN..." Cindy terlihat panik.
"Itu persis seperti keadaan dulu dia ditinggal Harrris nikah. Dia waktu itu berhari- hari gak mau makan, kerja lembur ampe jam 1 dinihari, gak bisa tidur, ampe gua yang harus cekokin dia makan, dan gua bentak dia untuk makan. Koq kenapa dia gak mau terus terang? Salah apa gua..." Cindy menundukkan kepalanya.
Randy bergidik mendengar penjelasan Cindy yang menggambarkan Setiadi yang seperti sudah pasrah merusak dirinya sendiri hanya karena cinta.
"Randy, what have I done to my own best friend? Koq jahat sekali gua... Randy... lu koq baru kasih tahu gua? Mati gue... gua harus ngomong apa ama dia nanti?"
"Cindy, koq Setiadi bisa sebegitu sedih sih?"
Cindy menatap Randy, sementara matanya sudah mulai basah.
"Randy, waktu itu kita kenalan ama Yadi itu gua mulai magang di kantornya dia. Begitu kenalan, dia bilang mahasiswa semester 5. Gua pikir dia rajin banget masih kuliah udah mau kerja part time. Dari Jimmy gua baru tahu the whole story... Randy gua ini sudah pernah menderita karena disfunctional family. Tapi, gua belum pernah denger kisah keluarga seperti dia." Cindy mulai menitikkan air mata.
"Randy, dia itu di buang ama keluarganya, karena di cap aib, karena dia gay, dari semester 3 dia harus cari kerja sendiri, walau di semester itu dia dapet bea siswa, tapi biaya hidup dia harus cari sendiri."
Randy terbelakak mendengar kisah kelam Setiadi.
"Dia itu haus kasih sayang, dia bilang semua orang yang dia cintai pasti berpisah. Waktu di semester 5, dia kenalan ama temen straight nya Jimmy, si Harris itu, 4 tahun lebih tua, Setiadi jatuh cinta. Awalnya kita udah bilangin jangan, tapi dia nekad. Tahu gak Ran, selama 1 tahun Yadi pacaran ama dia, setiap weekend dia gak pernah dating ama Harris, karena Harris udah punya pacar cewek, dan Yadi yang selama itu harus ngalah. Dia masih sanggup jalani itu walau gua sudah cariin banyak temen gay yang jauh lebih oke dari Harris. Memang Harris punya kharisma melindungi, itu yang dia selalu sebut yang dia paling suka dari dia. Pas dia mau proporsal skripsi, Harris kasih kartu undangan nikah. Di situ Yadi bener- bener stres hebat. Berhari- hari dia gak mau makan, kerjanya cuma bisa nangis, ampe tidur pun, kata Jimmy, ngigau panggil- panggil nama dia"
Penuturan Cindy benar- benar membuat Randy merasa berantakan.
"Sekarang ya pantes dong dia trauma hebat, kalo orang yang dia cintai tiba- tiba tertarik cewek. Dia seperti diingatkan kembali ke jamannya Harris."
Randy merasa babak belur, tak pernah ia fikir bahwa ia telah menyakiti Setiadi begitu dalam.
"Pantes, 3 hari yang lalu gua ajak dia bicara dia bilang gua lebih baik tinggalin dia dan nikah ama lu"
"Oh my God, gua jahat banget ama dia?" ratap Cindy.
"Randy, satu yang harus gua pastiin dari lu... RANDY, APAKAH KAMU MENCINTAI SETIADI?"
"Gua sayang ama dia, gua butuh dia juga"
"Randy..." Cindy membalas dengan lembut
"Sayang itu bukan cinta. Yadi sepertinya sudah mencintai lu terlalu dalam, dan dia akan siksa dirinya lebih dari yang bisa kita bayangkan ketika dia kehilangan ... kamu"
BLARR! Kalimat itu sangat menampar Randy. Tiba- tiba Randy seperti harus bertanggung jawab atas hidup matinya Setiadi karena Setiadi telah memilih untuk memberikan cinta kepada nya. Randy merasakan pundaknya begitu berat.
"Selamat siang, saya Cindy Tanudjaja, saya ingin bertemu dengan bapak Setiadi" tuturnya
"Sebentar bu, saya hubungi dulu" jawab operator dengan ramah
Sang operator menekan tombol extention Setiadi, berbicara sebentar dan lalu menjawab
"Silakan bu, bapak Setiadi ada di dalam"
"Terima Kasih"
Cindy pun masuk ke dalam dan melihat beberapa wajah yang masih ia kenali
"Siang pak Suryono, pak Sutrisno, gimana kabarnya? Lama gak ketemu"
"Eh, bu Cindy, waduh tambah cantik saja, gimana ama kantor ayahnya?"
"Wah baik kok, lumayan sibuk, aku lagi rindu sama teman- teman disini loh"
"Wah, seneng kami masih dirindukan loh"
"Bapak- bapak yang dulu bantu saya toh, mana mungkin saya lupa"
"Mau ketemu siapa nih?"
"Bapak Setiadi ada?"
"Oh, ada, baru saja beliau instal microsoft office baru, masih bingung aku. Silaken bu Cindy, masih ingat kan dimana kantornya"
"Masih dong, mari pak, saya pamit dulu"
Cindy pun berjalan ke arah ruang IT. Setiadi sedang sibuk dengan beberapa komputer yang sepertinya sedang di instal sesuatu, microsoft office baru ia tebak. Seperti penuturan Randy, ia melihat sosok Setiadi yang lebih kurus dan loyo. Cindy berusaha untuk menahan emosinya.
"Halo Yadi, duh hacker kita ini sibuk melulu"
Setiadi berusaha untuk terlihat sumringah, namun pancaran mata yang menyiratkan kesedihan yang dalam terlihat jelas di mata Cindy yang sudah mengenalnya luar dalam.
"Eh, kita dating yuk nanti siang. Rindu nih ik"
"Ah untuk bidadari kita ini, for your service darling" jawab Setiadi dengan tawa yang dibuat- buat.
"Tapi tunggu komputer ini dulu yah, gak lama kok"
"Oke say"
Cindy menunggu tak lama, karena proses instalasi pun berjalan mulus, Setiadi mematikan komputer itu, menunggu sampai semua padam, lalu mencabut semua kabel dan membawa komputer itu ke salah satu meja.
"Nah beres deh. Yuk cabut"
Cindy membawa Setiadi makan ke food court Plaza Indonesia untuk menghemat waktu.
"Ci, kita pesen misah, gua tunggu dulu di meja ini supaya gak diambil orang"
"Oke, bentar yah say"
Agak lama ia menunggu karena pas jam makan siang banyak yang memesan makanan, masih beruntung langsung dapat meja yang kosong walau pun juga harus menunggu petugas yang mengambil sisa makanan sebelumnya. Cindy pun berjalan menghampirinya, dan Setiadi pun memilih makanan. Ia memesan soto tanpa nasi, karena sedang tidak bernafsu makan setelah pertengkarannya dengan Randy.
"Yadi, gak basa basi aja yah..." Cindy memulai pembicaraan
Setiadi hafal kalo Cindy sudah memulai pembicaraan dengan kalimat seperti itu artinya ada hal serius yang ia ingin bicarakan.
"Ada apa Cin?"
"Yadi, lu lagi fall in love yah"
"Ah masa..." Setiadi berusaha untuk tersenyum, namun sia- sia, Cindy sudah hafal bahasa tubuhny
"Di, lu ada hubungan apa ama Randy? Koq tumben yah lu jodohin gua gitu... biasanya lu yang adem ayem toh"
"Eh... gak koq, lu kan mirip ama mendiang Rini, wajar lah gua jadi inget Randy"
"Yadi, gua tahu ada sesuatu yang lu sembunyiin dari gua" Cindy menatap tajam kearah Setiadi. Setiadi pun merasa jengah dan mulai khawatir akan arah pembicaraan Cindy.
"Lu cemburu kah ama gua dan Randy?"
"Gak koq, kenapa harus cemburu?"
"Yadi, gua ini temen lu yang sudah lama menemani lu. At least lu hormati friendship kita ini, dengan saling terbuka satu sama lainnya, seperti gua yang mencoba meluruskan satu hal... diantara lu dan Randy"
Setiadi terkejut. 'Dari mana dia tahu?'
"Yadi, gua tidak pernah bermaksud merebut Randy dari lu, lu yang dari awal tidak pernah bicara apa- apa tentang hubungan kalian berdua..."
"Cindy... bukan... bukan..."
"Udah lah Yadi, gua udah tahu lu lagi stres, semua tanda fisik udah lengkap." Cindy menghela nafas.
"Yadi, kenapa lu buat gua jadi jahat di hadapan lu? Gak pernah terlintas di benak gua, ingin merebut Randy lu..."
Setiadi tak mampu menjawab apa- apa, dia tetap diam
"Cin, gua gak marah koq lu ama Randy deketan..."
"Yadi, lu gak usah pura- pura bahagia, di mata gua udah ku lihat lu sendang menderita kehilangan Randy. Yadi, lu pasti teringat ama Harris kan, ampe lu stress begini"
Setiadi sudah tak mampu menghindari lagi
"Cin, sorry yah gua udah gak jujur tentang Randy. Gua memang cinta dia"
"Dan lu sangat menderita, berfikir gua yang rebut dia dari lu..."
"Tapi Cin, gua gak berfikir ke arah sana, gua..."
"Iyah, kalo lu gak salahin gua, ya pasti lu salahin Randy kan, dia sedih lu seperti membuang dia"
Setiadi tak mampu menjawab, dalam hatinya ia mengiyakan Cindy, dia memang membuang jauh- jauh semua kenangan kasihnya bersama Randy, ia sangat terluka oleh ketertarikan Randy kepada Cindy, dan sangat takut Randy akan membuangnya ketika telah mendapatkan cinta yang lebih terhormat itu.
"Gua... takut Randy mencampakkan gua setelah dia... deket ama lu" Setiadi pun akhirnya mengaku
"Yadi, sejak kapan gua sejahat itu ama lu? Kapan gua pernah merebut kebahagiaa lu? Sejahat itukah lu nilai gua? Gua bener- bener merasa sangat bersalah ama lu Setiadi..."
"Gua takut setengah mati kalo Randy mencampakkan gua setelah melihat lu sebagai pengganti Rini yang sangat sempurna"
Setiadi makin ciut dibuatnya.
"Cin, gua takut, mimpi buruk itu gak pernah hilang dari ingatan gua..."
"Yadi, lu harus mampu lihat Randy dengan lembaran baru, selama lu masih mengkaitkan Randy dengan Harris, sebaik apapun Randy dia akan juga menderita di vonis untuk apa yang tidak dia lakukan... itu bukan hubungan yang sehat"
Setiadi pun tak kuat lagi, air matanya menetes membasahi lengan kemejanya.
"Yadi, gua bicara ama lu bukan untuk menyalahkan lu, tapi gua ingin lu bahagia. You deserve to be happy with Randy, I'm not here to take it away from you. By God I swear, I DO WANT YOU TO FIND YOUR HAPPINESS WITH RANDY. Dia tidak bersalah apa- apa, kesian lu salahkan Randy begitu rupa"
"Cin, gua harus gimana?"
"Yadi sayang, apapun yang lu putuskan harus berasal dari hati lu sendiri, jangan bawa gua dalam ketakutan lu, dan juga jangan pernah persalahkan Randy untuk semua yang pernah terjadi di masa lalu lu, dia datang untuk masa depan kamu, yadi, bukan untuk masa lalu kamu..."
Setiadi tak dapat berbuat apa- apa selain menangis tersedu- sedan.
"Cindy, kalo satu hari nanti gua tidak sanggup membangun hubungan cinta dengan Randy, apakah lu bersedia untuk mendampingi Randy sebagia istrinya? Gua sadar kalo gua masih belum sanggup untuk menyembuhkan luka batin gua, gua memang udah salah sudah memvonis Randy. Cuma, kalo gua gak sanggup membahagiakan Randy, maukah kamu memberi Randy kebahagiaan yang tak mampu gua kasih? Gua gak akan rela sampai kapanpun kalo Randy jatoh ke pelukan cewek lain. Cuma lu yang paling sempurna untuk Randy. Lu mau Cin?" jawab Setiadi sambil terisak- isak.
Kali itu, giliran Cindy yang tercengang...
kok gak mention lagi??
Oh ya, boleh tahu alamat forum tetangganya? Thanks man