BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Bukan Sebuah Angka

edited July 2013 in BoyzStories
Pertama saya mohon maaf ke mimin dan yang pernah complain, cz speedy nge block nih situs.. jadi gak bisa posting >.<

Ijinkan saya posting ceritanya sesuai prosedur ^_^
«13456710

Comments

  • Bukan Sebuah Angka (intro) : Elvino Baskara Septian

    Elvino Baskara Septian. Begitu orangtua ku memberi nama kepada ku. Tapi mereka lebih sering memanggilku dengan nama Vino. Aku adalah anak tunggal, dan itu berarti aku satu-satunya pusat perhatian orangtua ku. Atau mungkin tidak. Dikarenakan kesibukan mereka hingga mungkin

    mereka lupa masih memiliki anak di sini.
    Papa adalah seorang direktur pada sebuah perusahaan swasta. Dan mama? sama seperti ibu pejabat lain yang sibuk dengan kegiatan mereka yang entah apa. Dan hari-hari ku, hanya ku habiskan sendiri, ya setidak nya masih ada bi Ijah yang selalu bersama ku di rumah ini.

    Seperti anak remaja pada umumnya, aku juga selalu tertarik dengan hal-hal baru. Selalu ingin mencoba-coba dan mencari pengalaman. Tidak ada yang salah memang dalam hal itu. Tentang sekolah, beruntung aku bukan anak berandal yang kerjanya bolos sekolah, berkelahi dengan teman dan bangga dengan nilai raport yang merah.

    Sedangkan masalah percintaan, seorang cewek telah berhasil meluluh kan hatiku. Putri Atmaja Wulandari, begitu nama yang tertulis di dada seragam sekolahnya saat pertama kali aku berjumpa dengannya. Hubungan kami berjalan baik selama lebih dari lima bulan. Tapi semua berubah saat negara api menyerang. Hahahaa, bukan negara api sih, lebih tepatnya saat cowok bernama Ramadhani Febrianto. Atau lebih akrab di panggil Rama. Seoarang anak mantan pecandu yang di jauhi oleh sebagian besar orang. Menurut cerita yang beredar, Rama sempat depresi akibat kematian ibunya dalam kecelakaan lalu lintas hingga dia mencari jalan keluar tanpa berpikir panjang. Tapi yang jadi pertanyaan ku, kenapa Putri memutuskan ku demi seorang laki-laki pengecut seperti Rama. Sudahlah.

    Mungkin hari-hari ku sempat berubah beberapa minggu sejak kejadian itu. Dan tanpa ku sengaja, aku tertarik pada seorang adik kelas ku Radhit Anggara Putra. Yap, dia seorang cowok. Tapi, ada apa ini….!!! Apa yang terjadi pada diriku..??
    Apakah semua akan berjalan lancar, ataukah sebaliknya..??

    OH GOD..!! 
  • edited July 2013
    Bukan Sebuah Angka
    (Part I)

    Hari yang panjang, hingga akhir malam menghadang. Ya, aktifitas yang ku jalani kadang tak berguna dan membuatku sering lupa akan belajar. Sampai pada akhirnya aku menuju ruang mimpi, sayup dan merdu aku melaju.

    ***


    “Sial..!!” umpat ku, dikarenakan nilai ulangan yang ku dapati cukup buruk, apa boleh buat aku harus tertahan di sekolah sampai sore untuk memperbaiki nilai kimia ku. Ini gara-gara Bu Endang yang memberikan ulangan mendadak kepada kami tadi pagi. Atau mungkin, karna aku yang malas belajar. Hehehee.


    “Vino, lo mau remedial ya..?” ucap seorang lelakiberbadan tambun.
    “Iya nih, lo juga mau perbaki nilai ya Vik..?” tanya ku balik ke anak itu.
    “Enggak lah, lo liat aja sendiri.” jawab Viktor, anak berbadan tambun itu sembari memperlihatkan kertas ulangan nya pada ku.

    “Wah, contekan lo mulus juga. Pelit amat lo gak bagi-bagi jawaban ke gue tadi pas ulangan.” Kata ku menggoda anak gemuk itu.
    “Lo nya sih gak minta, eh gue balik dulu ya.” Lontar Viktor sembari berlari menuju ke arah teman-teman nya dari kelas sebelah tanpa menunggu jawaban dari ku.


    Memang sih, bukan aku sendiri saja yang remedial. Beberapa anak di kelas ku dan kelas sebelah juga mengalami nasib yang sama dengan ku. Tapi memperbaiki nilai ulangan di sore hari sebenarnya cukup menyita waktu. Ya berhubung aku juga lagi kosong hari ini, jadi tidak apa lah.

    Ku lihat jam pada Handphone ku, masih menunjukan jam 14.26 yang manandakan masih ada waktu sekitar satu jam lagi untuk memperbaiki nilai sesuai dengan perjanjian kami anak kelas 2 IPA 3 yang sudah kami sepakati dengan Ibu Endang, guru kimia kami yang terkenal killer itu. Selagi menunggu, sebagian anak ada yang memilih untuk mencari makan di luar, ada juga yang hanya duduk-duduk sambil bercerita di bangku taman.


    “Mungkin duduk sambil melihat orang bermain basket bisa menghilangkan rasa jenuh ku hingga satu jam kedepan” pikirku.


    Saat sedang tebawa suasana memandangi para anak-anak basket sedang latihan, tiba-tiba seseorang dengan tubuh cukup tinggi dan rada kurus tapi berisi duduk di sebelah ku. Orang itu Rama, anak kelas 2 IPA 1 yang cukup terasingkan dari teman-teman lain. Itu terjadi sejak dia mengalami overdosis setelah mengkonsumsi barang yang yang mereka sebut pil setan. Dan melihat wajahnya yang merasa tersiksa di sore ini, membuatku berpresepsi bahwa Rama ingin memperbaiki nilai kimia nya juga.


    “Hey Vin, gue boleh duduk di sini.?” Ucap Rama kepadaku.
    “Duduk aja.”
    “Gak gabung sama tim Basket sekolah lo..?” tanya Rama kepada ku membuka pembicaraan.
    “Enggak ah, gue gak suka basket. Lagian kalo musti balik tiap sore untuk latihan, rasanya gue gak ada waktu untuk itu.” Kata ku menjelaskan.
    “Vin, lo coba liat anak bernomor 8 disana.”kata Rama sembari menunjuk salah seorang anak yang sedang latihan dan menggunakan nomer 8 di punggung nya. “Dia anak kelas satu yang jadi idola cewe-cewe di sekolah ini.” Jelas Rama yang terlihat sedang mencari bahan cerita.


    Ku pandangi anak yang bernomer 8 itu, postur tubuh yang tidak begitu tinggi, paras yang tampan dan di tambah kulit putih bersih. Rasanya bukan sesuatu yang aneh kalau anak itu menjadi idola di sekolah ini.


    “Hey ram, perasaan gue nih, gue tuh lebih cakep dari dia, kok gue gakk sepopuler dia ya.?” Ucap ku dengan gaya bicara yang begitu pede.
    “Makanya, jangan main sama perasaan..? kalo kenyataan nya sih biarkan cermin aja yang berbicara. Hahahaa.” Balas Rama seraya meledek ku.


    Ternyata anak yang bernama Rama ini tidak begitu buruk. Orang nya baik dan cukup asik, dan salah kalau dia harus di jauhi karna masa lalu nya yang terkenal sebagai pengguna.

    Setelah cukup lama kami berbincang. Ku pandangi jam yang berada di Handphone ku. Tak terasa sudah menunjukan pukul 15.33 dan sebenarnya lewat tiga menit dari perjanjian kami. Ku lihat ruang lab kimia yang berada di lantai dua. Terlihat masih sepi, hanya ada bu Endang dan Janni selaku ketua kelas ku.

    Ternyata benar dugaan ku. Janni datang menghampiri ku dan.....


    “Vin, tugas nih dari bu Endank di buku cetak halaman 88, tugas dari nomer 1 sampai 8 untuk perbaiki nilai ulangan.” Ucap Janni memberikan informasi.
    “Okk deh, di kumpul besok ya..?”
    “Iya, besok pagi sebelum jam belajar di mulai, kumpul aja ke gue.” Ucap Janni. “ Gue kasih info buat anak-anak yang lain dulu ya” seraya Janni berjalan meninggalkan kami berdua tanpa menegur Rama yang berada tepat di sebelah ku.


    Sepintas sempat ku lihat tatapan Janni yang terlihat sinis kepada Rama tadi. Ku rasa banyak dari mereka yang berpandangan sama seperti Janni. Lagian diskriminasi bukan hal yang baru di dunia ini terhadap kaum minoritas. Tapi sepertinya si Rama sudah terbiasa dengan keadaan itu.


    Prriiiittttttt...!!!
    Pelatih tim basket meniup peluit panjang dari kejauhan, menandakan istirahat sejenak kepada anak didikan nya yang sudah terlihat cukup letih.


    “Vin, gue balik dulu ya..?” ujar Rama kepada ku.
    “Oke, gue juga mau balik nih. Duluan aja Ram, gue mau ke toilet bentar.” Balas ku.
    “Gue jalan duluan ya.? Sampai besok.” Ujar Rama sembari meninggalkan tempat kami duduk tadi.


    Aku juga mulai beranjak meninggalkan bangku yang kami duduki tadi. Toilet menjadi tujuan utama ku. Dan seusai dari toilet, tidak sengaja aku dan anak yang nomer 8 itu saling berpas-pasan. Mata kami saling bertemu. Kini ku lihat anak itu lebih dekat dari sebelum nya. Dan kini lebih meyakin kan ku bahwa tidak salah kalau dia jadi idola di sekolah ini.

    Ku tinggalkan toilet, dan berjalan menuju tempat dimana aku parkirkan motor ku. Tak ku sangka, seorang cewek dengan rambut lurus sebahu masih dan masih menggunakan seragam sekolah sedang duduk di atas motor ku dengan wajah yang ku rasa cukup marah.


    “Eh Vin, lo dari mana aja sih...!! gue tuh tungguin lo dari tadi. Mana gak ada kabar lagi.” Ucap cewek tersebut dengan nada suara yang tinggi.

    Cewekbernama Putri dan terkenal tomboi itu berstatus pacar ku. Dan sial nya aku lupa kalau tadi sudah berjanji untuk mengantar dia pulang hari ini.

    “ Maaf ya sayang, tadi aku remedial dulu, makanya jadi pulang agak sore gini.” ucap ku meyakin kan dengan bumbu-bumbu wajah memelas.
    “Lo kan bisa telpon atau sms gue Vin, masa iya mau balik ke jaman batu..!!”
    “Ehh, umm... Pulsa aku abis sayang, beneran.” Elak ku. “Udah yuk sini naik aku anterin.”
    “Udah gue pulang sendiri aja.” Kata Putri dan berjalan meninggalkan ku.

    Ini bukan yang pertama kalinya bagi ku bertikai dengan Putri. Dan biasanya besok keadaan akan membaik dengan sendirinya. Jadi ku biarkan saja kekasih ku itu pergi.
    Ku stater motor ku dan mulai meninggalkan sekolah ini. Berharap hari esok akan lebih baik. Dan semoga memang lebih baik.


    ***

    Hoaaaam...

    Mata kunang-kunang, pandangan samar-samar, sembari memulihkan kesadaran ku. Aku mencoba untuk duduk di samping ranjang ku.

    Ku tatap jam dinding yang ada di kamar ku. Masih menunjukan pukul enam tepat. Dan itu menjelaskan bahwa aku belum terlambat untuk pergi ke sekolah. Ku siapkan baju seragam dan buku pelajaran di hari ini. Terutama tugas kemaren yang di berikan bu Endang. Bisa gawat kalau sampai lupa.

    Setelah semua beres. Saat nya menjalankan ritual pagi yang sangat aku benci. Yap, mandi di pagi yang dingin. Ku lepas pakaian yang masih menempel di tubuh ku dari semalam. Setelah sukses bugil, ku nyalakan shower. Rintikan shower yang menggelitik telah membasahi sekujur tubuh ku. Teringat tentang kejadian kemarin sore. Ku rasa, mungkin Putri sudah tidak marah lagi dengan ku. Semoga.

    Selesai dengan ritual mandi ku. Segera aku bergegas untuk berangkat ke sekolah. Dan tentunya setelah berpakaian dulu pastinya.

    Serasa tidak ada lagi yang ku lupakan, saatnya menstater motor ku dan bergegas berangkat menuju sekolah. Sepanjang perjalanan hanya ku lihat kendaraan lalu lalang, dan tanpa sengaja ku lihat ada sebuah motor yang di hentikan polisi tepat di pinggir jalan. Pengendara motor itu berseragam SMA dan menggunakan lambang sekolah yang sama dengan ku. Saat ku perhatikan baik-baik, ternyata si pengendara motor tersubut adalah anak yang bernomor 8 kemarin.

    Ku cobamendekatkan motorku ke tempat mereka berdebat. Ku lihat wajah anak itu begitu gugup dan cukup pucat. Dan rasanya anak ini perlu bantuan. Aku pun mulai mengambil bagian dalam masalah anak itu dan pak polisi.


    “Kalau boleh tau teman ku ada masalah apa pak..?” tanya ku sopan.
    “Ini loh dek, teman mu gak ada kaca spion nya ini.” Jelas polisi yang bertubuh gendut dan memiliki kumis tebal tersebut dengan logat jawa kentalnya.

    Segera ku lepas salah satu kaca spion ku, dan ku pasangkan pada motor anak itu.

    “Kalau begini gimana pak..?” tanya ku sambil menunjuk spion yang baru saja aku pasangkan pada motor anak bernomer 8 itu.


    “Ya, emm.. Oke lah, kamu bisa jalan. Dengan sarat jangan di lepas lagi kaca spion nya.” Ucap polisi rada kikuk.
    “Makasih banyak ya pak.” Ujarku berterima kasih dan di susul ucapan terima kasih dari anak yang bermasalah tadi.


    “Eumm kak, makasih ya bantuan nya.” Pinta anak itu pada ku. Dan ku rasa anak itu sudah tau bahwa aku adalah kakak kelas nya. “kenalin, aku Radhit.” Ujar anak itu sambil mengulurkan tangan kanan nya.
    Ku sambut tangan kanannya “Aku Vino.” jawabku singkat. “Ahh, biasa aja kok tadi, gak usah di pikirin.” Jawab ku merendah.

    Setelah perkenalan singkat itu, kami pun berjalan menuju sekolah secara iring-iringan.


    ***


    Setibanya di sekolah.

    “Aseeem..!! gue telat juga.” Ucap ku spontan setelah melihat beberapa anak yang sudah berdiri di koridor sekolah.
    “Maaf ya kak. Gara-gara aku kak Vino jadi ikutan telat.” Ucap Radhit yang tanpa sengaja mendengar ocehan ku.
    “Hahahaa, gak apa kok Dit. Paling juga di suruh bediri sampai jam istirahat pertama.”
    “hehehee.” Tawa Radhit yang terlihat kecut dan masam.
    Apes banget hari ini. Niatnya baik, eh malah dapat sial. Tapi gak apa lah, kalo udah niat membantu jangan setengah-setengah. Lagian ini gak bakal menjadi lebih buruk lagi kan.
    Baru juga sekitar lima belas menit aku dan Radhit berdiri di koridor. Tiba-tiba bu Endank melintas dan melirik tepat kearah ku.


    “Vino, tugas kamu masih belum ada ya.? Dengan berat hati saya mengatakan bahwa nilai kamu tidak bisa saya perbaiki.” Ucap bu Endang yang cukup membuatku menjadi salah tingkah saat itu juga.

    “Ini bu, saya bawa tugas saya.” Dengan sigap ku keluarkan tugas kimia ku dari dalam tas.
    “Maaf, saya sudah tidak terima tugas yang mau di masukan lagi.” Ucap bu Endang dingin dan terkesan tegas. Atau mungkin horor.


    Dengan pasrah, ku masukan kembali tugas yang tadi ku keluarkan dari dalam tas ku. Ku tatap sepintas raut wajah Radhit yang kini benar-benar tidak berani menatap kearah ku. Dan ku rasa dia begitu merasa bersalah dengan kejadian yang kualami hari ini.

    “Hahahaaa, asem bener dah hari ini.” Pinta ku memecah kebisuan diantara kami berdua.
    “Gara-gara aku ya kak..?” Ucap radhit menanggapi perkataan ku.
    “Eh bukan itu maksud aku. Lagian ini hal biasa aja lagi dit.” Ujarku meyakinkan.
    “Sebagai permintaan maaf, gimana kalo aku traktir kak Vino makan di kantin siang ini.?”
    “Euumm, gimana ya..? rasanya boleh juga tuh.” Jawab ku mengiyakan.
    “Oke, kalau gitu jam istirahat ke dua, aku tunggu kak Vino di kantin.”
    “Oke deh.”


    Hitung-hitung menghemat uang jajan. Eit, walau membantu harus ikhlas, tapi tetap aja kalau yang namanya rejeki jangan di tolak. Jadi gak salah kan..?? Hehehee.


    **

    Suara lonceng sekolah telah berbunyi. Menandakan jam istirahat kedua sudah di mulai. Saat ku telusuri lorong menuju arah kantin, tiba-tiba seorang cowok gemuk menghentikan langkah ku.


    “Vin, cewe lo sakit tuh.” Ucap Viktor pada ku.
    “Ahh, yang bener lo.” Jawab ku tidak percaya.
    “Liat aja sendiri di kelasnya.” Viktor mencoba meyakinkan ku.


    Bergegas ku ubah arah menuju kelas Putri di lantai tiga. Dan ku lihat beberapa anak sedang berkerumun di dekat nya.


    “Lo sakit Put..? Gue antar pulang ya..?” ucap ku.
    “Kepala gue pusing banget nih Vin.” Jelas Putri sambil memegang kepalanya.
    “Yaudah kalo gitu gue antar pulang ya.” Kataku sembari membereskan barang-barang putri yang ada di mejanya.


    Ku papah kekasihku itu menuruni anak tangga satu demi satu. Setibanya di koridor, aku pun meminta ijin kepada guru jaga untuk mengantar Putri pulang.

    Jarak rumah Putri dengan sekolah terbilang lumayan jauh. Sekitar tiga puluh menit perjalanan menggunakan motor.

    Sehabis mengantar Putri langsung saja aku berbalik ke sekolah. Walau rasanya aku memang sudah terlambat masuk di jam pelajaran terakhir. Jam matematika pak Junet. Lagian aku juga tidak suka matematika, jadi gak ada salahnya datang terlambat kayak gini. Apalagi alasan nya mengantar teman sakit. Pasti gak bakal di marahin.

    Sepanjang perjalanan aku terus berpikir, ku rasa ada yang terlupakan tadi. Sesuatu yang benar-benar tak bisa ku ingat.
    “Astaga..!!! gue udah ingkar janji sama Radhit.” Ucapku spontan.“Ehh.. Tapi rasanya dia juga bakal ngerti dengan posisi gue tadi.”


    **

    Setibanya di kelas. Benar dugaan ku bahwa setiap hari rabu, jam mengajarnya pak Junet tidak pernah kelar sampai habis. Jadi sekarang anak-anak pada sibuk sendiri.

    Ku angkat tas ku meninggalkan ruangan kelas dan memilih duduk di bangku taman sekolah menunggu jam pulang sekolah. Sekalian cuci mata selagi si Putri gak ada di sekolah. Lumayan kan selagi ada kesempatan curi-curi pandang, hehehee.

    Belum sempat aku duduk, tiba-tiba lonceng sekolah sudah berbunyi. Mungkin niat buruk ku memang tidak di ijinkan Tuhan. Tapi.. ya sudah lah, kan masih ada hari esok.
    Berhubung sudah tidak ada lagi urusan ku di sekolah ini. Langsung saja aku meninggalkan sekolah, menuju tempat dimana aku memarkirkan motor.

    Baru saja saat aku hendak berjalan meninggalkan lingkungan sekolah. tiba-tiba Radhit datang mendekat kearahku. Dia datang untuk mengambil motornya yang terparkir tepat di sebelah motor ku, dan pastinya bukan berniat untuk menemui ku saat ini.


    “Eh dit, maaf ya, tadi aku gak bisa nemuin kamu di kantin. Soalnya aku anterin Putri pulang tadi. Dia sakit mendadak dit.” Kataku menjelaskan tentang kejadian tadi.
    “Hmm, iya kak.” Balas Radhit menanggapi ucapan ku yang di selipi dengan senyuman.
    Bergegas Radhit menyalakan motornya dan meninggalkan ku tanpa berkata apapun lagi. Jujur, sekarang aku menjadi merasa bersalah kepada Radhit.

    OHH GOD......!!! 



    Bersambung..................
  • kasih jejak,, baca entar :D
  • hohoho.. :P
  • Errr, belom masuk keintinya. Jadi kagak tau mau berkomentar apa-apa. Tapi, kakak hebat krna berani membuat crita dan di post ksini. Coz tau kan kalo crita yg post ksini udh kyak mempunyai tanggung jawab besar, secara updetnya hrus cpet. Kalo kagak bisa demo ntar para pmbaca.

    Well, updet cpet N panjangi lgi ya :D semangat!
  • aman lah kk
    secara nih cerita dah rampung, ada di blog aku :)>-
  • @AdhetPitt, apa nama blognya ? kasih link nya dunk...:)
  • @Gabriel_Valiant, ntar di marahin mimin lagi kk [-X

    lagian ntar aja deh klo dah hampir tamat ^_^
  • ehh iya lupa..

    kk @yuzz ini aku posting lagi..
    sorry gk bisa masuk kmaren², speedy perang ma nih link :D
  • bacaan baru^^

    numpang baca ya~ :D
  • meninggalkan jejak dulu :D

    masi pembukaan.. kalo update boleh minta mention nya?
  • yup.. benar banget...

    dengan senang hati kk... :D
  • oke kk... mancapzz ;)
  • edited July 2013
    Bukan Sebuah Angka
    (Part II)

    Bosan dan jenuh mengisi hari-hariku minggu ini. Kedua orangtua ku sedang pergi ke Surabaya untuk menghadiri pesta pernikahan anak dari bos papa. Berhubung aku anak tunggal. Jadi sekarang hanya tinggal aku dan bi Ijah di rumah. Dan dari pada mati bosan di rumah, mending ku nyalakan motor dan mencari makan di luar sore ini.


    “Bi, Vino keluar bentar ya.” Ujar ku kepada bi Ijah yang sedang menyapu teras rumah.
    “Gak makan dulu den.” Sahut bi Ijah.
    “Enggak bi, ntar Vino makan di luar aja.”
    “ohh, ya sudah kalau gitu”
    “Jalan dulu ya bi.” Ucap ku seraya meninggalkan bi Ijah yang sedang menyapu teras rumah.


    Sudah tiga hari Putri tidak memberi ku kabar sejak ku antar dia pada saat sakit di sekolah beberapa hari lalu. Dan setiap kali ku hubungi, juga tak ada balasan dari Putri. Rasanya sebelum pergi mencari makan, alangkah baiknya ku temui dulu Putri di rumah nya untuk melihat keadaan nya.

    Setibanya di rumah Putri, ku parkirkan motorku di depan pagar rumah nya. Ku lihat ada seorang wanita seumuran dengan mama sedang asik merawat tanaman di perkarangan rumah Putri.


    “Sore tante, Putri nya ada..?” sapa ku sopan.
    “Ehh nak Vino, Putri nya lagi keluar Vin.” Jawab ibunya putri.
    “Kalau boleh tau kemana ya tan..?”
    “Tante kurang tau juga Vin, coba deh kamu hubungi Putri aja.” Balas ibu itu ramah.
    “Owh yaudah kalau gitu. Vino pamit dulu ya tan.” Kataku dan meninggalkan wanita tersebut.


    Sekarang pikiranku mulai kacau. Sebenarnya ada apa dengan Putri. Kenapa tidak membalas sms ku. Tidak pernah mengangkat telpon ketika aku hubungi. Mungkin hal ini harus aku selidiki.



    ***


    Jam istirahat pertama baru saja di mulai. Langsung saja aku menuju kelas X 5, tempat Radhit berada. Dan beruntung saat itu dia masih berada di dalam kelas. Ku hampiri dia yang sedang sibuk membereskan peralatannya di atas meja.


    “Hay dit.”
    “Eh kak Vino, ada apa kak.? Tumben datang ke kelas aku.?” Tanya radhit kebingungan.
    “Aku mau minta tolong nih dit, bisa.?” Ujar ku langsung ke inti permasalahan.
    “Minta tolong apa kak.?” Tanya radhit yang sekarang benar-benar terlihat penasaran.
    “ Entar pulang sekolah aku tunggu di tempat parkir, nanti kalau kamu udah di sana baru aku ceritain, gimana.?”
    “Oke deh kak, sip.” Jawab radhit yang ku anggap sudah mengiyakan permintaan ku tadi.


    Bel tanda pulang sekolah telah berbunyi. Langsung saja aku menuju tempat parkir dimana aku sudah membuat janji dengan Radhit tadi.
    Setelah beberapa menit menunggu, Radhit pun muncul.

    “Maaf kak kelamaan.”
    “Gak apa kok dit.”
    “Kalo boleh tau kak Vino mau minta bantuan apa ke aku.?” Tanya Radhit.

    Ku tunjuk seseorang yang baru saja keluar dari gerbang sekolah.

    “Itu, kamu bisa tolong aku ngikutin wanita itu gak.?” Jelas ku.
    “Owh yang itu ya. Terus habis itu.?” Tanya Radhit yang masih bingung.
    “Ya ikutin aja. Entar kalo dia udah berhenti di suatu tempat kamu hubungi aku.” Jelas ku lagi.
    “Oke deh kak.” Jawab radhit sambil mengangkat jempolnya ke arah ku.

    Radhit pun berjalan mengikuti kemana anak wanita itu pergi.

    Sekitar setengah jam aku masih berada di tempat parkir sekolah menunggu informasi dari Radhit. Dan kini ku rasakan sesuatu di kantong celana ku bergetar. Ya, benar saja itu sms dari Radhit.
    Langsung saja ku baca sms dari Radhit.


    “Kak Vino, orangnya lagi ada di taman kota nih. Lagi berduaan sama cwo nya menurut aku. Hihihihiiii..”


    Jelas saja Radhit blak-blakan sms nya, mungkin karna dia belum mengetahui bahwa Putri masih berstatus pacar aku.
    Langsung saja aku menuju ke tempat dimana Radhit berada.


    “Dit, dimana cewek tadi.” Tanya ku setelah tiba di tempat Radhit berada.
    “Tuh disana.” Jawab Radhit sambil menunjuk wanita yang sedang duduk dengan seorang cowok yang masih berseragam sekolah.


    Ku lihat kedua orang tersebut, dan ternyata Putri sedang duduk bersama orang yang tak asing lagi bagi ku. Dia Rama, anak yang waktu itu sempat berbincang dengan ku. Tapi kenapa.
    Belum saja kebingungan ku berakhir, kini sudah bisa ku tarik kesimpulan saat kedua orang tersebut saling mempertemukan bibir mereka di bangku taman tempat mereka duduk. Dan kejadian itu ku lihat dengan mata kepalaku sendiri.

    Langsung saja aku hampiri mereka berdua. Ku lihat raut wajah Putri yang begitu kebingungan saat aku berada tepat di depan nya. Sedangkan Rama, terlihat seperti wajah kemenangan setelah mengalahkan ku.


    “Hay Put, bisa lo jelasin semua ini.?” Tanya ku mencoba menahan emosi yang bisa saja meledak kapan pun.
    “Kalau memang kamu udah lihat semua nya, aku hanya minta putus Vin.” Jawab Putri.
    “Tapi kenapa put.?” Tanya ku.
    “Eh Vin, Putri tuh lebih memilih gua dari pada lo, jadi enyah lo dari sini.” Jawab rama yang langsung saja memotong pembicaraan aku dan Putri.


    Mendengar jawaban dari Rama, langsung saja ku layangkan beberapa pukulan kearah wajah nya. Seketika Rama terjatuh dari tempat dimana dia duduk.


    “Gua gak minta jawaban dari lo, anjing.!!” Bentak ku pada anak itu.


    Melihat situasi yang mulai memburuk, Radhit yang dari tadi melihat dari kejauhan langsung berlari kearahku, bermaksud menghentikan perkelahian kami. Sedangkan Putri hanya bisa terdiam membisu melihat kejadian ini.


    “Kak Vino, tenang kak.” Ucap Radhit sambil menghalau tubuhku yang maih belum puas menghajar laki-laki itu.
    “Makasih untuk semuanya put.” Ucapku dengan emosi yang bercampur aduk kepada Putri. “Dit, ayo kita jalan.”.


    Seketika, kami berdua pun meninggalkan tempat yang tidak seharusnya ku singgahi tadi. Terlihat sepintas raut wajah putri yang meneteskan air mata. Sedangkan Radhit, masih terlihat bingung dengan semuanya yang yang baru saja terjadi.

    Ku ajak Radhit menaiki motorku dan bermaksud mengantarnya pulang. Berhubung Radhit tidak membawa motornya hari ini.


    “Dit, naik sini.” Ujarku sambil menepuk kursi belakang pada motorku.
    Langsung saja Radhit naik dan mengikuti ku kemanapun aku membawanya.

    Tanpa sadar bukannya mengantar Radhit pulang kerumah nya, aku malah membawanya ke rumahku. Mungkin karna pikiranku lagi kacau saat ini, sehingga tidak mengerti dengan apa yang sedang ku lakukan sekarang.


    “Kak, ini rumahnya kak Vino.??” Tanya Radhit penasaran.
    “Iya ini rumah aku. Masuk dulu yuk, nanti bentar lagi baru aku antar kamu pulang.”
    Setibanya di rumah, langsung saja ku suruh Radhit menunggu sejenak di kamarku yang berada di lantai dua.
    “Mau minum apa dit.??” Tanya ku menawarkan.
    “Terserah aja deh kak.”
    “Ya sudah tunggu bentar ya.” Aku pun pergi ke dapur mengambil sesuatu yang bisa di jadikan sesuatu untuk diminum.


    Beberapa saat kemudian, aku pun kembali memberikan minuman dingin yang kebetulan selalu ada di dalam lemari es.


    “Kak Vino. Tadi tuh pacar kakak ya.??” Tanya Radhit memulai pembicaraan.
    “Bukan, mantan aku sekarang.” Balasku rada ketus.
    “Owhh..” Jawab Radhit yang terkesan tidak mau melanjutkan pembicaraan tentang masalah tadi.


    Ku lepaskan seragam yang mulai membuatku sesak. Ku baringkan tubuhku di atas kasur. Ya, aku lelah dengan semua ini. Tak lama kemudian Radhit pun ikut berbaring di sebelah ku.
    Hening, hening, dan hening. Hingga aku telelap dalam dalam keheningan ini. Dan ku rasa Radhit pun juga begitu.


    ***


    Kedip-kedip, pandangan yang samar. “Sial, Gua ketiduran.!!”

    Teringat kembali dengan kejadian yang baru saja ku alami siang ini. Dan ku harap apa yang terjadi hari ini hanyalah sebuah mimpi. Mimpi horror di siang bolong yang menyeramkan. Setelah lambat laun kesadaranku mulai pulih, rasanya ada sesuatu yang mengganjal di perutku. Pantas saja, ternyata tangan Radhit yang sedang tertidur pulas melingkar di pinggang ku.

    Ku singkirkan perlahan tangan kiri Radhit yang sedang memeluk ku. Ku tatap wajah polosnya yang terlihat damai saat sedang tertidur pulas. Terlihat begitu lepas tanpa masalah, tanpa beban. Dan jujur saja, dia terlihat lucu saat sedang tertidur.

    Saat sedang asik ku amati wajahnya, tiba-tiba mata Radhit mulai terbuka perlahan dan kini kami saling bertatapan. Melihat aku dalam posisi ini, wajah Radhit pun memerah dan segera saja dia menutupi wajahnya dengan bantal.


    “Aaaarrgh..!!! kak Vino apa-apaan sih.” Rengek Radhit.
    “Baru di lihatin gitu aja udah mewek.. hahahahaa.” Canda ku kepada Radhit. “Udah bangun gih, aku antarin kamu balik, dah jam lima nih. Tapi cuci muka dulu sana.” Perintah ku.

    “Iya iya.” Segera Radhit beranjak dari ranjang dan mulai melucuti pakaiannya satu-persatu.

    “Ehh, kamu mau mandi dit.??” Tanyaku kepada Radhit yang hanya mengenakan celana pendek, setelah melucuti semua pakaiannya.

    “Ehh.. umm.. enggak lah kak.”
    “Terus itu kenapa pakaiannya di lepas semua.??” Tanyaku heran. “Kamu masih ngigau ya dit.??”
    “Hehehee.” Radhit hanya bisa nyengir-nyengir salah tingkah.
    Radhit pun kembali mengenakan pakaiannya. Dasar anak yang aneh. Dan setelah dia selesai membasuh mukanya, langsung saja ku antarkan dia pulang.


    Sepanjang perjalanan hanya terasa hening. Dan keheningan itu hilang saat Radhit menanyakan pertanyaan konyolnya pada ku.


    “Kak... Tadi pas aku baru bangun, kak Vino habis cium aku ya.??”
    “Sapa yang cium kamu.?? Orang aku juga baru bangun kok..!!” jawabku membela diri. “Lagian kok kamu bisa nuduh aku gitu sih.??” Aku balik bertanya.
    “Habisnya kak Vino kan baru putus sama pacarnya. Sapa tau aja kak Vino udah putar haluan jadi..................................” perkataan Radhit terhenti.
    “Jiaaah, ngeyel kamu.” Balas ku yang sudah tau arah tujuan pembicaraan Radhit. “Lagian kalo aku udah putar haluan, kamu orang pertama yang bakal aku pacarin deh. Hahahaaa.”
    Radhit hanya membalas dengan senyuman kecut sambil rada nyengir-nyengir gak jelas.


    Setibanya di rumah Radhit.
    “Masuk dulu yuk kak.” Ajak Radhit sambil menarik tangan ku.
    “Aku gak bisa lama-lama tapi dit.”
    “Yaudah gak apa. Yang penting kak Vino masuk dulu.”


    Rumah Radhit terlihat begitu sepi. Saat sedang melihat sekeliling, ada sesuatu yang cukup menarik perhatianku. Sebuah lemari kaca yang diisi oleh medali, setifikat, dan beberapa trophy. Bahkan di bagian paling bawah lemari, ada baju basket yang tertera nomer 8 di bagian punggung.

    “Ini semua punya kamu dit.??” Tanyaku
    “Bukan kak, hanya medali yang itu punya aku.” Jawab Radhit sambil menunjuk salah satu medali yang ada di bagian paling atas.
    “Terus sisanya punya siapa.??” Tanyaku yang kini benar-benar penasaran.
    “Sisanya punya kak Nino, kakak kandung aku. Dan rasanya lemari ini juga gak bakal diisi lagi oleh penghargaan nya kak Nino.” Jawab Radhit rada lesu.
    “Loh, emang kenapa.? Kalau dia bisa mendapatkan penghargaan sebanyak ini, rasanya menambah satu penghargaan lagi bukan hal yang susah kan buat dia.?”
    “Iya, bukan hal yang susah buat kak Nino kalo dia masih hidup.” Jawab Radhit dengan senyuman kecut menghiasi wajahnya.
    “Owh, maaf ya dit, aku gak tau.”
    “Gak apa kok kak. Lagian kan ada kak Vino sebagai penggantinya kak Nino.” Ucap Radhit dengan senyum lebar penuh harapan.


    Ku lirik sebuah foto yang terpajang di dinding. Ada foto sebuah keluarga kecil disana. Terdiri dari sepasang suami istri dan dua orang anak laki-laki.


    “Dit, itu kakak kamu.??” Ku tunjuk salah satu orang yang berada di foto itu.
    “Iya kak, mirip kan sama kak Vino.” Jawab Radhit.
    “Kalo di lihat sepintas sih rada mirip juga.” Ucap ku membandingkan. “Kalo boleh tau, kakak kamu meninggal kenapa dit.??”
    “Kak Nino kecelakaan waktu mau jemput aku pulang sekolah saat aku masih SMP sekitar dua tahun lalu. Dia meninggal saat perjalanan kerumah sakit. Kata dokter benturan keras di kepala kak Nino yang menyebabkan pendarahan di otak. Dan karna itu kak Nino gak bisa di selamatin” jelas Radhit.


    “Terus orang tua kamu Dit.??”
    “Mama lagi tugas keluar kota. Sedangkan papa, satu tahun lebih awal dari kak Nino.”
    “Papa kamu juga..............??”
    “Iya.” Radhit memotong ucapanku. “Papa meninggal karna serangan jangtung saat sedang tugas di balikpapan.” Jawab Radhit pelan.


    Langsung saja ku dekap erat tubuh Radhit. Kini aku tahu ternyata beban hidupnya jauh lebih berat. Ku biarkan air mata Radhit membasahi pundak ku. Dan kurasa, memang ini yang dia butuhkan. Tempat untuk bersandar, tempat untuk cerita, tempat untuk melepas semua masalah yang membebaninya.
    Dalam waktu yang cukup berdekatan, dua orang terpenting dalam hidupnya pergi untuk selamanya. Itu adalah cobaan yang sangat berat bagi Radhit. Sendiri di rumah, kehilangan sosok pemimpin keluarga. Beruntung Radhit cukup tegar menjalani nya. Dan semoga dia akan selalu begitu.

    SEKALI LAGI...!!! OHH GOD....!!! 



    Bersambung..................
Sign In or Register to comment.