It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@meong_meong hahaha iyaa, jadi inget wung-ah xD
@yuzz oh iya maaf ganti pov soalnya gak semua kejadian diketahui Koji, jadi harus diceritakan dari sudut pandang orang ketiga (penulis), hehe
aku gapernah disingkat nulisnya kok kecuali kata 'yg' ama 'dgn', pasti kebaca lah
tapi pindah pov tadi gak usah juga gapapa kok, nanggung banget soalnya, kecuali kalo dari awal udah ada set writer pov (bukan 'aku' orang pertama pov lo ya).
upz upz.. moga gak mutung ye mas @telur ane komen begini..
*lirik @autoredoks )
tp untuk beberapa chapter kedepan mungkin akan ada yg disingkat, udah tanggung diketik soalnya, untuk chapter berikutnya gak akan saya singkat lagi, makasih atas masukannya
Aku berlari ke tempat dimana aku meninggalkan Dio sendirian tadi. Hujan semakin deras membasahiku. Aku terus memikirkan Dio. Aku terus berlari meski kepalaku sakit dan mataku sedikit berkunang-kunang (karena efek memuntahkan mutiara). Semakin lama lariku semakin sempoyongan dan arah lariku tidak karuan, aku terjatuh. Aku berusaha bangkit kembali dan berusaha untuk lari, tapi tidak bisa. Akupun hanya berjalan tertatih-tatih menuju padang bunga itu. Aku sudah sampai. Tapi Dio tidak ada disana. Kemana dia? Aku semakin mengkhawatirkannya.
Akupun terus mencarinya tanpa tau arah dan tujuan. Aku terus berjalan menyusuri hutan disini. Aku berusaha menahan untuk tidak pingsan. Cukup lama aku berkeliling mencarinya, hingga akhirnya dari kejauhan aku melihat sebuah gubuk kecil. Ahh, mungkin saja Dio disana, pikirku yakin. Akupun berjalan ke arah gubuk itu yg letaknya ada di atas bukit. Hujan sudah tidak deras lagi, tapi masih gerimis. Sebisa mungkin aku naik ke atas sana dan sempat terjatuh beberapa kali, aku tidak menyerah sama sekali. Yang aku pikirkan sekarang hanya Dio.
Aku sudah sampai. Mataku berkaca-kaca saat melihat Dio ternyata ada disana. Dia sedang duduk bersama seorang anak, usianya sekitar 6-7 tahun dan dia sepertinya menderita syndrome autis. Dio berdiri, menatapku sedih. Aku lari kearahnya dan segera memeluknya erat. Dia terlihat kaget, namun segera menepuk-nepuk punggungku.
"Maafkan aku" aku menangis, membenamkan wajahku di dada kanannya. Aku tidak peduli apakah disana ada orang yang melihat atau tidak.
"Tidak apa-apa. Kau menangislah sepuasmu. Disini hanya ada anak itu." dia menenangkan. Sepertinya dia tidak marah padaku.
Aku memukulnya pelan, "Kau! Aku mengkhawatirkanmu setengah mati!" masih tetap terisak.
"Aku minta maaf"
"Aku yg seharusnya minta maaf"
"Sudahlah tidak penting siapa yg harus meminta maaf. Coba lihat dirimu, bajumu kotor penuh dgn lumpur, dan astaga...kau terluka." dia mulai terlihat khawatir.
"Ahh, ini tidak apa-apa." aku tersenyum namun sedikit dipaksakan.
"Bagaimana bisa ini tidak apa-apa. Coba lihat dirimu sekarang! Ayo biar kubersikan lukamu dan mengobatinya." dia sedikit memarahiku, aku hanya tersenyum. Diapun membersihkan lukaku dengan air sungai yg sangat jernih yg tak jauh dari gubuk itu. Kemudian mengolesi lukaku dengan getah pisang.
"Aww, perih!" aku merintih kesakitan.
"Jangan cengeng!"
"Hehehe. Ngomong-ngomong, kau kenal anak itu?" aku menatap ke arah anak tadi, dia sedang memain-mainkan piano kecilnya.
"Namanya Tang'O, dia adalah seorang savant (penderita autis savant, kalo gatau cari di gugel yaa xD), dia bisa melihat dan mendengarku, dia adalah anak yg pintar bermain piano dan melukis. Kau tau? Mereka bilang orang-orang seperti Tang'O ini (maksudnya orang-orang autis) adalah malaikat dalam wujud manusia." jelasnya sambil membalut lukaku dgn kain seadanya.
Aku mengerti maksudnya, "Tapi apakah dia tinggal sendirian di gubuk itu?" tanyaku penasaran.
"Selesai sudah (mengobati lukaku). Dia tinggal bersama kakek neneknya. Mereka sedang mencari kayu di hutan. Mungkin sebentar lagi pulang. Ayo! Kita harus segera berpamitan pada Tang'O dan berterimakasih padanya!" dia berdiri dan berjalan menuju gubuk itu lagi. Aku mengikutinya. Setelah kami berpamitan pada Tang'O kamipun pulang.
Di jalan aku kembali meminta maaf pada Dio, "Aku benar-benar minta maaf. Dan... terimakasih." sambil berjalan dgn sedikit tertatih-tatih.
Dio membantu memegangiku, "Sampai kapan kau akan terus meminta maaf??...Sudah aku pikirkan. Ijinkan kita menjadi sahabat. Aku benar-benar ingin di sisimu, jadi jangan menyuruhku pergi. Aku tak peduli siapa yg ada di hatimu. Yg penting kita bersahabat, setuju?" dia mengajakku untuk salam jari kelingking. Akupun setuju dan mengaitkan jari kelingkingku ke jari kelingkingnya. Kami tersenyum. Aku juga mengatakan kalau aku selalu merasa bersalah padanya. Dia bilang tidak apa-apa.
"Ini.. telanlah kembali!" dia menyerahkan lagi mutiara itu padaku. Aku kemudian menelannya.
"Akan kujaga dgn baik." kataku tersenyum.
"Ahh...terimakasih."
**
Sepulangnya di rumah bi Sumi kaget melihat keadaanku. Dia menanyakanku ini itu tapi aku meyakinkannya kalo aku tidak apa-apa. Aku kemudian menyuruhnya membawakan obat dan perban untuk lukaku.
Setelah selesai mandi aku kemudian mengobati lukaku kembali dan menutupnya dgn perban. Dio membantuku. Dia menyuruhku untuk istirahat karna besok adalah hari kepulangan ayah, ibu, dan kakakku dari Jepang. Ahh, aku hampir saja lupa.
****
Esoknya, aku izin bolos sekolah karena ingin menjemput keluargaku di bandara. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu mereka. Aku pergi ke bandara ditemani bi Sumi. Dio juga ikut kesana. Aku menunggu dan akhirnya bertemu dgn keluargaku, aku berlari dan memeluk ibuku, dia bertambah cantik.
"Aku sangat merindukanmu, bu"
"Ibu juga, sayang"
Dan hampir saja aku tidak mengenali kakakku, padahal baru saja seminggu tidak bertemu. Dia memakai kacamata hitam dengan potongan rambut barunya yg lebih gondrong dan dicat warna ungu pucat. Astagaa, dia makin ganteng. Jika saja dia bukan kakakku pasti sudah kutaksir sejak dulu.
"Kau tidak mau memelukku?" kata kakakku iri melihat aku memeluk ibu.
"Kak, kau terlihat lebih tampan." aku memujinya, kemudian memeluknya.
"Bagaimana, ya? Aku memang sudah tampan dari sananya, hahaha." jawabnya narsis.
"Ayo, kita segera pulang. Ayah sudah ingin istirahat." ajak ayahku.
"Kalian tidak lupa oleh-oleh untukku, kan?" kataku manja sambil berjalan menuju mobil.
"Kau tenang saja. Semua tas-tas ini isinya oleh-oleh untukmu semua......" kakakku terus saja mengoceh gak jelas sepanjang jalan. Dia menceritakan apa yg terjadi selama seminggu ini. Tentu saja dia selalu melebih-lebihkannya supaya membuatku iri. Hahaha, dasar kak Nori ini. Aku benar-benar merindukan sosoknya yg cerewet seperti ini.
**
Sesampainya di rumah aku langsung membuka oleh-oleh untukku. Aku sangat senang. Mereka juga membawakanku sushi buatan nenek, sushi yg menurutku paling enak sedunia.
Seharian aku diam di kamar kakakku untuk melepas kerinduanku. Dia juga merindukanku dan terus saja mencubiti pipiku.
Kami bermain video game yg baru dibeli kakakku dari Jepang. Tapi aku kesal karena slalu dikalahkan olehnya membuatku jadi bahan ejekannya. Hingga suatu kali aku berhasil menang dan sangat senang sekali, aku mengejeknya habis-habisan.
Malam ini aku ingin tidur di kamar kak Nori, dia setuju. Sudah lama kami tidak tidur sekamar dan satu selimut. Akupun telah bilang pada Dio kalo malam ini aku tidur di kamar kak Nori. Dia bilang dia akan menjaga kamarku selama aku tidak ada. Hahaha, berlebihan sekali hantu yg satu ini.
****
:: 3 hari kemudian~
Hari ini adalah hari kepulangan kak Henry. Dia mengirimiku pesan kalo dia sudah tiba di rumah, dan bilang akan mengunjungiku nanti. Aku menunggunya tidak sabar.
Bel pintu berbunyi, aku yakin itu kak Henry. Akupun membuka pintu dan melihatnya. Dia tersenyum padaku. Akupun tersenyum.
(CONT)
Catatan penulis:
Maaf ya kalo loncatan peristiwanya terlalu cepat, karena saya hanya bercerita kejadian inti-intinya saja
@aicasukakonde @hakenun @reyputra
@Tsu_no_YanYan
tapi okee.... lanjutt...
Bel berbunyi. Aku membukakan pintu. Dia berdiri dihadapanku, kemudian tersenyum. Akupun tersenyum.
"Boleh aku masuk?"
"Jika aku tidak mengizinkan?"
"Aku akan pulang lagi."
"Kalau begitu aku akan mengizinkanmu masuk." aku benar-benar sangat senang. Dia lagi-lagi mengacak-acak rambutku sambil berjalan masuk. Benar-benar melakukan apapun seenaknya.
"Hey, kapan kau pulang, kak?" sapa kakakku (padahal umur mereka ni beda setaun doang tapi kak Nori manggilnya kakak gitu sama kak Henry-..-)
"Baru beberapa jam yg lalu. Bagaimana cuaca di Jepang?" kak Henry duduk di sofa.
"Ahh, tidak terlalu baik. Banyak pekerjaan yg membuatku pusing."
"Bagaimanapun kau harus bekerja keras."
"Benar." mereka terlihat akrab sekali.
"Jadi kalian mau mengacuhkanku?" protesku.
"Hahahaha, sebaiknya kau bawakan minum untuk kak Henry sana cepat!" kata kakakku.
"Jangan memanggilku kakak. Usiamu kan cuma lebih muda setahun dariku." nah, ternyata kak Henry berpikiran sama juga denganku.
"Ah, aku belum terbiasa, H-hen." jawab kakakku sedikit canggung.
"Oh iya, kau mau minum apa?" tanya kak Nori.
"Air putih aja! Sehat wal'afiat." aku menimpal dan segera mengambilkan air putih.
"Hahaha, benar juga." kata kak Henry.
Di sana kami bertiga mengobrol ngalur ngidur. Terkadang ayah dan ibu juga bergabung dgn kami. Tak terasa berjam-jam sudah kami mengobrol. Kak Henry pun berpamitan untuk pulang. Baru beberapa langkah dia keluar, dia berhenti dan berbalik.
"Apa kau mau menginap di rumahku, Koji-ya??" tanyanya.
Aku sedikit kaget, "Hah? Aku?"
Dia mengangguk, "Kita kan sudah lama tidak bertemu. Menginaplah di rumahku! Bolehkan, Norio-ya? Kalo mau kau bisa ikut."
Aku menatap ke arah kakakku. Dia mengangguk tanda mengizinkan. "Ahh, tapi aku harus minta izin pada orang tuaku dulu!" kataku.
"Aku akan menunggumu di sini"
Setelah mendapat izin dari orang tuaku pun, aku meminta izin juga pada Dio. Dia bilang dia siap menjaga kamarku, hahaha. Akupun mengganti bajuku dengan pijama dan membawa bantal serta guling yang biasa kupakai (aku tidak bisa tidur kalau tidak memakai bantal dan guling punyaku). Aku sudah siap dan turun ke bawah.
"Hahaha, kau ini seperti mau pindahan rumah saja. Di rumahku juga banyak bantal jadi kau tidak perlu repot membawa punyamu kesana." ejek kak Henry.
"Ahh, aku tidak bisa tidur kalo tidak memakai bantal ini, hehe."
"Kau tidak mau ikut, kak?" tanyaku pada kak Nori.
"Tidak. Aku ada pekerjaan yg harus kuselesaikan."
"Kalo begitu kami pergi dulu. Ayo, kak!" kak Henry membawakan bantal punyaku.
***
Kami masuk ke kamarnya kak Henry. "Anggap saja kamarmu sendiri."
"Ya! Tentu saja." aku membaringkan diri di kasurnya.
"Apa kau lapar? Aku akan membawakan makanan untukmu."
"Boleh."
Kak Henry pun membawakanku coklat dan beberapa makanan kecil serta minuman.
"Terimakasih, kak."
"Ahh, bagaimana kalo kita masak mie instan? Kebetulan aku sangat lapar" ajaknya. Akusih setuju-setuju saja. Dia kemudian membawa panci serta kompor listrik ke dalam kamar.
"Loh? Kita tidak masak di dapur?" tanyaku.
"Ini lebih mengasyikan. Selama di tempat kos, aku masak dgn cara ini."
"Ohh begitu. Bagaimana cara memakainya kak?"
Kak Henry kemudian memanaskan kompor listriknya. Lama sekali. Untuk mendidihkan air dalam panci pun sangat lama. Tapi aku tetap senang. Sekarang mie nya sudah matang. Mie rebus sepanci penuh sudah siap dimakan.
"Mangkuknya mana, kak?" aku hanya melihat sumpit saja.
"Kita makan langsung dari pancinya. Seperti ini..." dia mempraktekkan cara makannya, mengambil mie nya dari panci dan menjadikan tutup panci sebagai mangkuknya. Sruluuppptt....dia menyedot mie nya. Lidahnya sepertinya sudah tahan panas, dia bahkan tidak meniupnya dulu untuk mendinginkannya.
"Nah, sekarang kau cobalah!" dia memberikan tutup panci itu. Sementara dia makan langsung dari pancinya. Aku tertawa melihatnya makan mie selahap itu. Bahkan kuahnya dia habiskan semua, diminumnya langsung dari panci itu. Astagaa, dia terlihat seperti orang yang tidak nemu makanan selama 3 hari. Aku bahkan tidak disisakan.
"Apa kau slalu seperti itu?" tanyaku.
"Hah?"
"Kau makan seperti orang kelaparan. Aku sampai bengong melihatnya." kataku dgn nada heran.
"Ahh, benarkah? Aku tidak tau. Tapi makanku memang banyak. Bahkan aku pernah menghabiskan 3 porsi makanan sekali makan."
"Seharusnya perutmu buncit dan badanmu gemuk saja supaya orang-orang tau kebiasaan makanmu."
"Ahh, aku tidak tau, aku kan rajin berolahraga. Apa kau suka olahraga? Olahraga apa yg kau sukai?"
"Banyak. Berenang, beladiri, sepak bola, tenis."
"Apa kau suka squash?"
"Ahh, aku belum mencobanya."
"Kalo begitu mari kita bermain squash besok, setuju?" ajaknya dgn ceria. Aku menyetujuinya. Sebelum tidur kamipun melanjutkan dgn bermain video game terlebih dahulu.
**
Aku sudah ngantuk, aku membaringkan badan dan memejamkan mataku. Entah apa yg sedang dilakukan kak Henry, yg jelas dia belum naik ke tempat tidur. Baru sekitar dua puluh menit kemudian dia naik ke atas kasur.
"Apa kau sudah tidur?" tanyanya. Aku bisa mendengarnya, tapi aku tidak menjawabnya.
Dia kemudian mengusap-usap rambutku dan memegang pipiku lembut. Deg, jantungku berdebar kencang. Sepertinya dia mengira bahwa aku sudah benar-benar tidur. Dia kemudian memelukku dan... mengecup keningku. Astagaaa, apa yg dia lakukan. Aku bisa merasakan nafasnya.
"Di usia 6 tahun dia meninggal. Padahal ibuku tidak bisa mempunyai anak lagi." sepertinya dia ingin sedikit mencurahkan perasaannya. Aku mendengarkan sambil pura-pura tertidur (udah terlanjur soalnya).
Dia kemudian melanjutkan, "Seharusnya aku yg mati dalam kecelakaan itu. Aku adalah anak yg tidak berguna. Seharusnya aku saja yg mati." katanya lirih. Aku terus mendengarkan. Aku bisa mencium bau nafasnya yg harum.
"Kejadiannya sudah 10 tahun yg lalu. Jika saja dia masih hidup. Dia pasti sekarang seumuran dgn mu. Rambutnya memiliki aroma apel yang harum, sama sepertimu. Dia adalah gadis yg cantik. Dia satu-satunya adikku. Aku selalu menyayanginya.". Aku yakin pasti saat ini dia sedang tersenyum pahit. Aku sedih mendengar ceritanya. Kakak ini kemudian memelukku sangat erat. Jadi benar, selama ini dia menganggapku sebagai adiknya sendiri. Itulah alasan mengapa dia sangat menyayangiku dan baik padaku. Akupun memutuskan untuk tidak menyimpan perasaan yg lebih padanya, dan hanya menganggapnya sebagai kakak angkatku. Aku menyayanginya juga.
****
Hari ini aku bermain squash dgn kak Henry. Dia terlihat begitu ceria. Aku senang melihatnya. Dia mengajariku cara bermain squash dgn sabar. Benar-benar olahraga yg sangat melelahkan. Aku sampai bengong melihat tubuh kak Henry yg mengkilap penuh dgn keringat. Membuatku horny saja. Ahh, aku segera membuang jauh-jauh pikiran jorokku. Tapi bau keringatnya yg wangi terus saja menggodaku. Astagaaa, aku siap untuk mati > <. Bunuh saja aku.
Setelah selesai aku bilang padanya akan pergi berlatih taekwondo. Dia ingin ikut. Katanya dia juga bisa beladiri, nanti biar dia yg mengajariku. Akupun mengizinkan.
Kami akhirnya sampai di tempat latihan.
"Jadi, tingkatanmu apa?" tanyaku.
"Geup 3, kau?"
"Yi DAN."
"Ahh?"
"DAN II atau Yi DAN. Empat tingkat di atasmu. Lihatlah! Ini sabukku! Sabuk hitam dengan satu strip putih." aku menunjukkannya dgn bangga.
"Kau tau? Aku sudah bisa disebut master." lanjutku.
"Ahh, padahal tadinya aku yg ingin mengajarimu." wajahnya terlihat lesu.
"Sabukmu masih merah kan, kak?". Dia mengiyakan.
"Kalo begitu aku yg akan mengajarimu beberapa gerakan." kataku ceria.
Akupun mengajarinya tapi tidak langsung ke tingkat DAN. Aku mengajarinya bertahap dimulai dari Geup 3 kemudian Geup 2. Wajahnya sangat lucu ketika aku ajari. Mungkin dia merasa kikuk, hahaha.
****
Aku dan Dio pergi memancing ke sungai dekat gubuk kecil waktu itu. Kami juga mengajak Tang'O dan menyuruhnya untuk melukis pemandangan. Kebetulan kakek dan neneknya sedang mencari kayu ke hutan. Aku baru ingat kalau ini sudah lewat hari ke-7 sejak aku pertama menelan mutiara itu. Sepertinya mutiara itu telah benar-benar menyatu dgn tubuhku.
Oh ya, aku membelikan alat gambar untuk Tang'O. Kudengar penderita autis savant memiliki bakat yg luar biasa dalam seni. Dio terlihat sangat dekat sekali dgn anak ini, padahal mereka belum lama saling mengenal. Aku dgn sabar menunggu kailku disambar ikan, sementara Tang'O sibuk menggambar. Kulihat lukisannya setengah jadi. Benar-benar lukisan pemandangan yg indah sekali dgn detil yg sempurna. Tang'O bisa mengingat dgn baik apa yg dia lihat dan menuangkannya ke dalam sebuah lukisan dengan sempurna. Aku bisa merasakan kebahagiaan dari mata anak ini.
::[Writer's POV]::
Sementara itu di rumah. Norio mencari-cari keberadaan Koji.
"Apa kau melihat adikku, bi?"
"Tidak. Den udah periksa ke kamarnya?"
"Belum sih, bi. Coba aku cek." Norio pun naik ke atas ke kamar Koji. Dia mengetuk pintu kamarnya, namun tidak ada jawaban.
Dia mencoba membuka pintunya, ternyata tidak dikunci. Diapun masuk, namun tak ada Koji di sana. Kamarnya berantakan sehingga pemuda ini pun membantu membereskan kamar adiknya itu.
"Astagaaa, dasar anak bodoh. Pergi keluar tanpa merapikan dulu kamarnya yg berantakan. Pasti dia sedang pergi bersama Henry. Dia benar-benar telah melupakanku sebagai kakaknya!." Norio mengomel sendiri, merasa kesal.
Tiba-tiba dia tertarik melihat sebuah buku yg tergeletak di kasur. Terlihat seperti buku catatan harian (kalo bahasa gaulnya buku diary). Diapun penasaran ingin melihat isinya kemudian membukanya. Di dalamnya tertulis mengenai perjalanan hidup Koji dan keluarganya yg harus pindah negara beberapa kali. Koji juga menceritakan tentang masa kecilnya di jepang. Masuk ke halaman-halaman tengah Koji bercerita tentang perasaannya aneh, dia lebih tertarik kepada sesama jenis. Disana ditulis kalo Koji mulai menyadari dirinya 'berbeda' sejak SMP dan pernah menyukai teman sekelasnya di Jepang. Di halaman-halaman akhir catatan tersebut Koji menulis tentang kehidupannya saat ini. Ada dua orang yg dia sukai saat ini. Pertama, orang yg menjadi kakak keduanya. Dan yg kedua, orang yg tidak dia yakini kebenarannya (mungkin yg dia maksud adalah Dio).
Norio terbelalak melihat catatan adiknya. Dia yakin kalau orang pertama yg saat ini disukai oleh adiknya adalah Henry.
"Koji-ya, kau..."
(CONT)
Catatan penulis:
Apa yg akan terjadi pada Koji setelah kakaknya mengetahui kalau adikknya G??
Apa dia akan diadukan? Ditendang keluar? Diusir? Okee ini terlalu lebay-..-
Lagian si Koji ni teledor betul nyimpen barang yg bersifat rahasia sembarangan >,<
baca dulu ahh >:D<
salah ya~~ :P
Koji ama Dio ga bakal mungkin soalnya Dio udah metong... terus, si Henry cuma nganggep Koji adeknya... nah kalo begitu nanti Koji ama siapa ya...? :-/
*se emak
*beda bapak
wah analisanya salah ni, nih ya biar saya jelasin lagi
orang yg ditaksir Dio itu sahabatnya sendiri yg seumuran dgnnya, namanya Mina, dia menghilang 7 tahun yg lalu, tak lama setelah itu si Dio meninggal (saat itu usianya 18 tahun) karna kecelakaan ketika akan ke rumah Mina, saat ini usia Dio dan Mina mungkin sudah 25 tahun. nah sedangkan adiknya Henry itu meninggal 10 tahun yang lalu, dia seumuran Koji, kalo masih hidup sekarang usianya 16 tahun. jadi, adiknya Henry sama org yg ditaksir Dio itu adalah orang yg berbeda.
kalo masalah Koji will be ends up dgn siapa yaa kita tunggu saja ceritanya sampe' tamat
maaf lah saya bukan mak erot eh mama loreng... hihihi >-
siippp lanjutt ya ;;)