It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Gabriel_Valiant
hmmm...bisa jadi
*patut dipertimbangkan
*ntar gajah-gajah pada pole dance sambil ngetawain ahihi
anyway thanks for input, keep reading oke (y)
Roh ku terlepas dari tubuhku. Aku sontak kaget. Akupun menangis ketakutan. Dio mengerenyitkan matanya, dia terbangun. Diapun kaget dan heran kenapa bisa tubuhku terpisah dari roh ku.
"K-k-kau...apa yg terjadi padamu?" tanyanya masih tak percaya dgn apa yg dia lihat. Aku hanya menangis.
"Masih hangat." dia memegang tangan jasadku.
"Aku yakin kau belum mati." lanjutnya.
Aku masih tetap terisak, "Bagaimana bisa ketika keluargaku pulang nanti, mereka mendapatiku telah mati? Bagaimana dgn kak Henry? Apa dia akan merindukanku? Bagaimana bisa aku mati sekonyol ini?"
"Kau tenanglah. Aku sendiri tidak tau apa yg terjadi padamu. Tapi aku sangat yakin kau pasti masih hidup. Aku tidak yakin akan keajaiban, tapi kita masih memiliki sedikit harapan. Mungkin saja jasadmu memang harus benar-benar beristirahat sementara waktu." dia berusaha menenangkan. Dia menepuk-nepuk pundakku, menyeka air mataku. Dia mengajakku untuk tersenyum.
"Kau lihatlah, di luar langit begitu cerah, bertaburan bintang. Kurasa hujan tidak akan turun lagi untuk waktu yg lama." dia menuntunku keluar menembus jendela, roh ku pun menembus jendela. Aku tidak percaya dgn apa yang terjadi padaku sekarang. Setelah keluar menembus jendela, aku melihat pemandangan yang begitu indah dari atas sini. Bulan purnama bersinar kebiruan. Bintang bertaburan dengan kelap-kelipnya. Hatiku seakan damai. Ditambah lagi Dio yg selalu menggenggam erat tanganku. Hey, tangannya tidak terasa dingin. Apa karna sekarang aku adalah makhluk yg sama seperti dia? Dia terus tersenyum padaku membuatku sedikit malu.
"Kau sering sekali menangis."
"Saat hatimu sedih memang harus diluapkan dengan tangisan."
"Aku tau."
Malam ini begitu sunyi. Kami berdua menatap langit. Sungguh damai. Kami tidak bicara, cukup lama. Hanya menikmati pemandangan malam yg begitu indah. Dio kemudian merangkulku dan menyenderkan kepalaku di bahunya. Bahunya terasa hangat. Aku kemudian melingkarkan tanganku di pinggangnya, aku memeluknya. Sekarang tubuhnya tidak lagi dingin, tapi terasa hangat. Ahh, benar. Sekarang kami adalah makhluk yg sama.
"Apa kau bisa terbang?" tanyaku asal.
"Apa?"
"Kau kan hantu, apa kau bisa terbang? Mari kita jalan-jalan di atas langit!" ajakku. Dia menyetujui. Dia kemudian terbang. Padahal aku hanya asal bicara. Tubuhnya benar-benar melayang di udara. Aku hendak terbang juga tapi tidak bisa. Aku hanya melompat-lompat dan kembali jatuh ke tanah. Dia tertawa.
"Ayo, biar kugendong kau saja.". Akupun digendong olehnya. Dari atas sini pemandangan menjadi terlihat jauh lebih indah. Angin berhembus kencang tapi aku merasa hangat, menempel di tubuh Dio. Ahh, ini sungguh pengalaman yang konyol. Terbang bersama hantu, akupun mentertawakan diriku sendiri dalam hati. Tapi aku sangat senang. Dio benar-benar bisa membuatku merasa nyaman dan bahagia di sisinya. Kami tertawa-tawa sambil terbang di atas langit kota Bogor. Dia terus saja menceritakan hal-hal yg konyol. Aku mendekapnya semakin erat sambil digendongnya. Juniorku menempel di tubuhnya yg hangat. Aku rasanya ingin mencium bibirnya (lagi).
***
Setelah lama kami terbang melihat pemandangan kota Bogor kamipun kembali ke loteng di teras kamarku.
"Fajar hampir terbit. Ayo kita masuk!" ajaknya. Dia hendak menembus dinding.
"Yo...?" aku menghentikan langkahnya.
"Iya?" dia berbalik. Aku mendekat ke arahnya dan memegang kedua bahunya.
"Sekarang ini kau benar-benar terasa nyata untukku. Aku tak tau apakah aku telah mati atau tidak, dan apakah akan ada lagi saat-saat seperti tadi. Saat ketika roh ku keluar dari jasad, menjadi makhluk yg sama sepertimu membuat aku merasa kau begitu nyata. Jadi, aku ingin menciummu sekarang. Bolehkah?" pintaku penuh harap.
"Tentu saja." dia tersenyum. Aku kemudian mendekatkan kepalanya ke wajahku kemudian menciumnya. Dua ciuman dalam semalam. Kami saling berpelukan. Aku mengerayangi punggungnya. Ini nyata. Dio benar-benar terasa nyata. Aku kemudian memeluknya erat.
(CONT)
Catatan penulis:
So sweet... sweet moment
Meskipun aku belum tau apakah si Koji ini benar-benar mati atau tidak.
Jika memang dia mati, maka Jio (Koji & Dio) couple akan menjadi pasangan yg bahagia. Tapi di sisi lain, Koji harus meninggalkan keluarga yg dicintainya, terlebih lagi kak Henry yg sudah sangat dekat dengannya.
Dan lalu kenapa roh Koji tidak bisa terbang? Apakah hantu baru emang kayak gitu? Belum bisa terbang? Hahaha...ini jadi semacam kayak anak burung baru netes dari telurnya xD
@aicasukakonde @hakenun @reyputra
@Tsu_no_YanYan updated
Aku mencium Dio. Memainkan bibir dan lidah kami. Sambil saling berpelukan erat. Aku mengegerayangi punggungnya begitu pula dengan dia. Aku tak pernah merasakan sentuhannya senyata ini.
Dia kemudian mengajakku masuk, "Ayo! Ini sudah hampir terbit fajar." dia menuntunku. Kami menembus dinding masuk ke kamarku. Aku melihat jasadku, kemudian mencoba masuk kembali ke jasadku. Tapi tidak bisa. Roh ku selalu tertolak, terlempar keluar dari jasadku. Mata Dio terbelalak. Akupun serasa tak percaya. Apa aku benar-benar telah mati? Air mataku kembali menetes.
"Bagaimana ini?" tanyaku sedih. Dio menepuk pundakku menenangkan. Dia kemudian menghampiri jasadku dan menyentuhnya.
"Aku rasa jasadmu terlalu hangat untuk jasad orang yang sudah mati beberapa jam yang lalu. Aku yakin kau belum mati. Aku masih merasakan aliran darah di tubuh jasadmu. Hanya saja... aku tidak tau apa yg sebenarnya terjadi pada kau dan jasadmu. Ini aneh." tuturnya.
Akupun yakin kalo aku masih hidup. Tapi apa yang terjadi sebenarnya? Aku semakin khawatir, "Bagaimana jika nanti bi Sumi mendapati jasadku yg tak juga bangun dan berpikir kalo aku telah mati? Kemudian mengabarkan hal ini pada keluargaku, mereka pasti terpukul." aku menjadi kalang kabut.
Dio tampak berpikir. Aku mencoba kembali ke jasadku lagi namun lagi-lagi tertolak. Aku menyerah.
Dio memuntahkan sesuatu dari mulutnya. Tampak seperti mutiara berwarna biru dan bercahaya. Ya! Kurasa itu mutiara. Tapi untuk apa?
"Kurasa tidak ada pilihan lain." dia mengasongkan mutiara itu padaku.
"Hah?" aku masih heran dgn apa yang dia lakukan.
"Mutiara biru ini lebih dari nyawaku. Ini sangat berharga. Aku mendapat kekuatan dari mutiara ini. Ini akan membuat roh mu kembali menempel dgn jasadmu. Telanlah!" jelasnya. Aku ragu-ragu namun kemudian mengambil mutiara itu.
"Tapi...jika ini sangat berharga, sebaiknya kau simpan saja. Kita akan cari cara lain agar aku bisa kembali ke jasadku." aku menyerahkan kembali mutiara itu ke tangannya.
"Ahh, tolong ijinkan aku membantumu. Tolong jaga mutiara ini baik-baik di tubuhmu. Lagipula, aku punya 3 mutiara seperti ini dalam tubuhku. Dan sekarang masih sisa 2, itu tidak apa-apa." dia tersenyum meyakinkan.
"Jika semua mutiara dalam tubuhmu habis. Apa yg akan terjadi padamu?" tanyaku penasaran.
"Aku akan menghilang dari dunia ini untuk selamanya." dia tersenyum pahit.
"Kau, jangan pikirkan aku, jangan selalu membantuku. Dan jangan membebaniku dgn perasaan bersalah terhadapmu." aku menatap matanya dalam, masih menolak untuk menelan mutiara itu.
"Kau bisa memuntahkan mutiara itu lagi nanti jika kau mau. Tapi kau harus memuntahkannya sebelum hari ke-7 dari sejak pertama kau menelannya. Jika sudah lewat hari ke-7, maka mutiara itu akan menyatu dgn tubuhmu dan tak bisa lagi dimuntahkan. Tapi sebaiknya jangan kau muntahkan. Karena nanti roh mu akan kehilangan sebagian kekuatan. Biarkan mutiara ini tetap berada di tubuhmu. Ini adalah sebagian dari diriku, tolong jagalah!" dia memegang bahuku, memintaku agar yakin padanya.
"Akan sangat berbahaya bagi kau dan jasadmu bila kau tetap membiarkan jasadmu tergeletak seperti itu. Percayalah, aku sudah tau dunia seperti ini (dunia roh)." tambahnya.
"Kalo begitu, b-baiklah.." aku mengambil mutiara itu dan menelannya. Tiba-tiba roh ku ini tertarik masuk ke dalam jasadku seakan ada magnet yang menariknya.
Aku mengerenyitkan mataku. Pelan-pelan jariku mulai bergerak, kemudian membuka mataku. Dio tersenyum melihatku. Aku seperti dilahirkan kembali. Akupun bangkit. Aku menjadi seperti punya ikatan batin dgn Dio. Mungkin karena mutiara ini, pikirku. Namun aku masih tetap merasa bersalah padanya.
**
Aku turun ke bawah untuk sarapan. Bi Sumi senang demamku telah reda.
"Apa semalam kau bisa tidur nyenyak?"
"Tentu saja, bi." jawabku dgn ceria. Namun senyumanku langsung menghilang ketika bi Sumi pergi. Aku teringat percakapan terakhirku dengan Dio tadi sebelum turun kesini.
[FLASHBACK]
Sebelum turun, Dio berbicara denganku.
"Aku mungkin tidak akan muncul dihadapanmu untuk beberapa waktu. Jadi kau jangan mencariku dan jangan khawatir." dia tersenyum, namun ekspresi wajahnya seperti menahan sakit.
"Kenapa? Ada apa?" tanyaku heran dan sedikit khawatir. Dia bilang ada urusan yg harus dia kerjakan. Tapi aku tidak percaya begitu saja. Dia terlihat aneh dan seperti terburu-buru. Dia membelakangiku dan hendak menghilang. Tapi aku mencegahnya.
"Tunggu!!" dia masih membelakangiku, dia menunduk. Aku tak tau apa yang sedang dia lakukan, seperti menyeka sesuatu di wajahnya. Sepertinya ada yg dia sembunyikan dariku. Aku meraih pundaknya dan membalikkan badannya. Aku terbelalak melihat hidungnya berdarah. Ah, tidak, itu bukan darah, warnanya hitam pekat. Aku tak tau apa itu tapi jelas itu membuat Dio merasa kesakitan. Aku merasa sangat khawatir.
"Apa ini karna kau memuntahkan satu mutiaramu?" tanyaku khawatir.
Dia mengangguk, "Sebenarnya, alasanku untuk tidak muncul selama beberapa waktu adalah untuk memulihkan kekuatanku. Ini adalah pertama kalinya aku memuntahkan mutiaraku, jadi efeknya sedikit tidak terduga. Tapi kau jangan khawatir. Ini hanya untuk sementara waktu. Aku akan segera pulih." dia menghilang tanpa sempat aku mengatakan apa-apa terlebih dahulu.
[FLASHBACK END]
Aku melamun sambil makan. Makanan ini hambar rasanya. Mungkin karena aku mengkhawatirkan Dio. Aku diliputi rasa bersalah padanya.
****
Beberapa hari Dio tidak muncul di hadapanku. Selama itu pula aku menunggunya. Hingga akhirnya dia muncul kembali. Aku sangat senang saat itu dan langsung memeluknya erat. Dia terlihat lebih tampan. Aku menanyakan keadaannya dan dia bilang dia sudah tidak apa-apa dan memintaku untuk tidak mengkhawatirkannya. Akupun sedikit merasa lega. Aku memeluknya erat, lagi pula aku sangat sangat sangat merindukannya.
Sudah enam hari pula aku ditinggal tanpa ayah, ibu, dan kak Nori. Aku juga merindukan kak Henry. Rasanya benar-benar sepi, yaaa gak sepi sih karna Dio slalu menemaniku. Tapi tetap saja aku merindukan mereka.
Kreeet.... aku membuka pintu kamar. Di kasurku ada Dio. Dia menunjukan kotak kecil padaku. Ya! kotak kado yg waktu itu. Yang pernah ingin dia berikan pada sahabatnya dulu.
"Ini.. untukmu." hantu cowok itu menyerahkan kotak kecil itu padaku.
"Untukku?"
Dio mengangguk, "Bukalah"
Akupun perlahan membuka bungkusan kado itu. Ternyata isinya sepasang cincin. Benar-benar Cincin yang indah sekali.
"Loh, kenapa kau memberikan ini padaku? Aku tidak mengerti."
"Aku memberikannya pada orang yang aku cintai." dia memakaikan cincin itu di jari manisku.
Mataku terbelalak mendengar kata-katanya tadi. Ahh, aku pasti salah dengar. "Maksudmu, akuu??"
"Ya, aku mencintaimu." Dio memelukku sangat erat. Aku sungguh tidak mengerti. Aku kemudian melepaskan pelukannya.
"T-t-tapi kan, aku seorang laki-laki dan kauu.."
"Aku tau. Dulu sewaktu masih hidup aku adalah Str8, tidak pernah berpikir menjalin hubungan sesama jenis. Tapi sekarang aku adalah hantu. Aku tak peduli apa kau seorang laki-laki ataupun perempuan. Yang aku tau adalah aku bahagia di sisimu."
Dia mencintaiku?? Sudah jelas dunia kita berbeda.
"Tapi Yo, akuu...upp" Dio membungkam mulutku dan menutupi tubuh kami dengan selimut (dasar hantu nekat). Kami tidur bersama.
****
Esoknya aku terbangun. Tapi Dio sudah tidak ada. Hmmm... pasti dia lagi nyari angin pagi yg segar di luar sana.
Akupun jadi kepikiran kata-katanya semalam. Dia mencintaiku? Tidak mungkin. Aku tidak bisa bersamanya. Bukan karena aku tidak mencintainya. Tapi karena aku takut menyakitinya. Dia sudah banyak berkorban untukku. Sudah cukup dia kehilangan satu mutiaranya. Akupun melepas cincin yg sejak tadi malam terpasang di jariku dan menyimpannya ke dalam kotak kecil itu kemudian kuletakkan ke dalam laci. Maaf, Yo.
****
Sore ini aku pergi ke taman bunga (tempat yg waktu itu ditunjukan sama Dio). Aku pergi sendirian. Aku memikirkan bagaimana aku menjelaskan pada Dio. Aku mencintainya tapi hatiku diliputi rasa bersalah. Hatiku mulai berkecamuk. Tiba-tiba aku merasakan kehadirannya (sejak menelan mutiara itu, aku bisa merasakan apakah di sekitarku ada Dio atau tidak, meskipun dia tidak menampakan diri).
"Apa yg kau pikirkan?" tanyanya ceria.
"Kau, kenapa kau selalu menempel padaku? Kenapa kau selalu mengikutiku?" aku sedikit memarahinya. Dia hanya menatapku.
"Aku, kenapa aku slalu menangis di hadapanmu sedangkan di hadapannya (kak Henry) aku selalu tersenyum. Kau slalu membantuku. Aku slalu menceritakan padamu rasa sukaku pada kak Henry tanpa mengerti perasaanmu. Kau slalu berkorban untukku. Terakhir kau sampai harus mengeluarkan cairan hitam yang entah apa dari hidungmu sambil menahan rasa sakit. Setelah ini apa lagi? Dan lagipula, dunia kita berbeda!" aku menahan tangis mencoba terlihat tegar di depannya. Dia masih tetap diam menatapku terpaku.
"Ini masih belum 7 hari kan?" aku kemudian memuntahkan mutiara pemberiannya. Dia tak bisa berkata apa-apa.
"Kau jangan korbankan apapun lagi demiku. Dan jangan mengikutiku terus." aku tak bisa lagi menahan air mataku. Akupun berbalik agar dia tidak melihatku menangis. Aku segera pergi meninggalkannya sendirian di sana. Benar ternyata, aku merasa kehilangan sebagian kekuatanku setelah memuntahkan mutiara itu. Mataku sedikit berkunang-kunang, namun aku terus melanjutkan berjalan. Aku terus berjalan sambil terisak.
Cukup jauh aku meninggalkannya. Tiba-tiba hujan turun dengan deras. Aku menghentikan langkahku. Teringat kalau Dio sangat takut dengan hujan. Dia pasti sangat ketakutan sekarang. Akupun berbalik menatap ke arah tadi aku meninggalkan Dio sendirian. Sementara itu hujan turun semakin deras membasahi tubuhku.
*Cerita dari sudut pandang penulis: Sementara itu Dio duduk sendirian di padang bunga sambil kehujanan. Dia menangis dan benar-benar sangat ketakutan.
(CONT)
Catatan penulis:
Anjiirrr, drama banget yaa cerita gue xP
Kalo aku dapet mutiaranya mungkin udah aku jual tuh, mahal kayaknya
Tapi ngemeng-ngemeng sedih banget liat Dio.. tapi kalo aku jadi Koji akupun gatau apa yg harus aku lakuin
Dio-ya, kau pasti sangat ketakutan kehujanan sendirian di padang bunga > <
@aicasukakonde @hakenun @reyputra
@Tsu_no_YanYan
@jerukbali berarti gak kerasa nikmatnya juga donk wkwkwk
btw, kalo bisa tolong jangan disingkat singkat ya nulisnya, biar lebih enak dibaca..