It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
bakal ada brpa pov ni ntrannya?? g mslh sih bkl ada brpa aq msh nyaman aja bacanya
“Apa kabar Satya?” tanya Patrick begitu aku duduk di hadapannya.
Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Patrick. “You asked me like we haven’t seen each other for years.”
“Well, I haven’t heard anything from you for about a week. I guess, I asked a normal question, didn’t I?”
Begitu waiter menghampiri meja kami, aku langsung memesan ginger tea, karena aku lihat Patrick sudah menghabiskan Black Coffee-nya. Nafsu makanku sedang tidak pada tempatnya malam ini. Apalagi, aku tahu, untuk apa Patrick memintaku datang ke Café Moka.
“I’m fine. Kamu sendiri?”
“As you can see,” jawab Patrick sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi rotan dan menatapku..
“Ada yang ingin kamu bicarakan?”
Pertanyaan retoris yang sama sekali tidak membutuhkan jawaban. Namun, aku ingin mendengar Patrick mengatakan sesuatu. Apa saja untuk mempercepat pertemuan kami malam ini.
“Let’s not pretend that everything is fine, Satya. Kita tahu kalau hubungan kita sudah…berbeda.”
Aku hanya menghela napas. Antara lega dan…apa? Apakah aku sedih? Entahlah. Aku merasa, seperti inilah ujung perjalanan hubunganku dan Patrick, sekalipun belum ada kata yang keluar dari mulut kami bahwa kami ingin hubungan ini berakhir. Aren’t words just…words? Bukan karena aku menginginkannya, namun karena memang hanya ini pilihan yang kami miliki saat ini. Hubunganku dan Patrick memang sudah berakhir jauh sebelum dia mengucapkan kalimat tadi. Ucapannya hanyalah sebagai penasbih, bahwa hubungan kami, resmi berakhir malam ini.
“I guess that’s it, right?”
“Satya…please…”
Aku menggelengkan kepalaku. “Patrick, please don’t make this more difficult for both of us. Aku tahu ini yang kamu inginkan.”
Waiter yang mencatat pesananku tadi, datang dengan satu pot kecil ginger tea. Setelah mengucapkan terima kasih dan memerhatikan waiter itu masuk ke dalam, aku menuangkan ginger tea itu ke cangkir dan memusatkan perhatian, sepenuhnya pada uap yang mengepul dari cangkir teh di hadapanku. Semuanya sudah dikatakan kan? Aku tidak tahu lagi apa yang harus kami bicarakan. Mengakhiri sebuah hubungan, sekalipun ketika hubungan itu sudah tidak bisa diperbaiki lagi, tetap saja meninggalkan perasaan tidak rela.
“Kamu mau mengantarku ke airport?”
Aku mengangkat wajahku dan menatap Patrick. “Kapan?”
“Minggu depan.”
“Kamu yakin?”
“Forget it,” ucap Patrick sambil melepaskan kacamatanya dan mengalihkan pandangannya ke arah Jalan Raya Seminyak yang, seperti menyadari bahwa permintaannya untuk mengantarku ke airport adalah sebuah kesalahan yang tidak sengaja diucapkannya.
Aku menyesap ginger tea yang sudah tidak terlalu panas dan merasa sangat bingung duduk di depan pria yang selama setahun belakangan ini, menjadi pria penting dalam hidupku. Satu tahun, ternyata tidak cukup untuk menguatkan cinta kami. Ironisnya, hanya satu bulan yang kami perlukan untuk jadi seperti ini. Bahkan, satu bulan itupun hanya dipenuhi pertengkaran demi pertengkaran, yang membuatku akhirnya memutuskan untuk mengabaikan Patrick. Meninggalkannya tanpa alasan karena dia tahu persis kenapa aku pergi.
“Satya…I’m sorry.”
Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan. Entah Patrick memerhatikannya atau tidak. Aku hanya tidak ingin mendengar permintaan maaf itu keluar dari mulutnya. Kata maaf itu tidak mengubah apapun, apalagi sekarang, ketika hubungan kami sudah resmi berakhir. Kata maaf itu, hanya mengingatkanku pada apa yang telah dilakukannya hingga kami ada di posisi seperti ini sekarang.
“It’s over between us and there’s no need to apologize. For anything.”
Kami terdiam. Ingin sekali rasanya aku bangkit dari kursiku dan pergi dari hadapannya sekarang juga.
“I hope you’ll find a better man than me.”
Aku membalas ucapan Patrick dengan menuangkan kembali ginger tea ke cangkirku, meniupnya agar tidak terlalu panas, sebelum menyesapnya. Pria yang lebih baik? Aku bahkan tidak yakin pria seperti itu akan datang dalam kehidupanku. Patrick, yang begitu baik pun mampu untuk menyakiti hatiku, apalagi yang bisa dilakukan pria yang lebih baik darinya? Menyakitiku lebih dalam? Untuk sementara waktu, aku akan berusaha untuk menjauh dari segalam macam kerumitan hubungan yang melibatkan perasaan. Sendiri mungkin akan lebih baik untukku saat ini.
“Bagaimana kabar Dean?”
Entah kenapa nama itu tiba-tiba keluar dari mulutku. Patrick tahu, menyebut nama itu, akan sama halnya dengan mengingatkan kami berdua tentang pria, yang dipilih Patrick untuk bersamanya. Pria yang menyebabkan kami duduk seperti dua orang asing malam ini. Sepasang mantan kekasih.
“He’s fine.”
Aku mengangguk pelan. “Send my regard to him.”
Ironis bukan?
“We don’t have to talk about him, Satya.”
“Siapa yang bilang kita akan bicara tentang dia?”
Aku kemudian bangkit dari kursiku, membiarkan separuh dari ginger tea yang aku pesan, tak tersentuh.
“Kamu mau pergi sekarang?” tanya Patrick, dengan nada yang seolah terkejut melihatku beranjak dari hadapannya.
Aku mengangguk. “Ada janji dengan Rena.” Aku tidak punya kewajiban untuk menjelaskan kepadanya kenapa aku ingin pergi dari hadapannya kan?
Patrick pun kemudian bangkit dan kami saling bertatapan, seperti layaknya dua orang canggung yang masing-masing, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku akhirnya mengulurkan tanganku, sesuatu yang sepertinya tepat untuk dilakukan saat ini.
“Thanks for everything, Patrick. I hope, you’re happy with Dean.”
Patrick mengabaikan uluran tanganku, sebelum aku merasakan kedua lengannya memelukku hingga aku hanya terdiam di tempatku berdiri. Aku bahkan tidak membiarkan kedua lenganku untuk membalas pelukannya. Perlu waktu beberapa menit, sebelum akhirnya, aku membiarkan lenganku memeluk tubuhnya. Aku memejamkan mataku, berusaha untuk tidak membiarkan perasaan menguasaiku saat ini. It’s just a hug, Satya, just a hug.
“I wish things were better between us, Satya. I’m sorry, I really do.”
Aku memberikan tepukan kecil pada punggung Patrick, sekalipun hatiku berontak. I wish things were better between us, too, Patrick. Things could be better between us… Sekalipun sudah menduga bahwa malam ini akan berakhir seperti ini, aku tetap saja merasakan kesedihan menghantamku. Bagaimanapun juga, Patrick pernah jadi bagian dari hidupku. Aku pernah mencintai pria ini.
Aku melepaskan diriku dari pelukan Patrick untuk memandang wajahnya dan tersenyum tipis. Ini mungkin terakhir kalinya aku melihat wajah Patrick dan sepasang mata hijaunya itu, karena setelah malam ini, aku memang ingin semuanya benar-benar berakhir diantara kami. Terdengar kejam memang, tapi, tidak ada cara lain untuk melepaskan diriku dari bayangan Patrick. This is the best thing for us.
“Take care, Patrick.”
Have a good life and be happy. With Dean. Sesuatu yang tidak bisa aku ucapkan di hadapan Patrick.
Patrick hanya mengangguk. “You too.”
“Bye Patrick.”
Patrick hanya melambaikan tangannya ketika aku berjalan menjauh darinya untuk menghampiri motorku.
Aku menarik napas panjang sebelum menaiki motorku dan menghidupkannya. Aku harus pergi ke suatu tempat dimana aku bisa sendiri dan mengeluarkan rasa sesak yang aku rasakan sebelum kembali ke kos. Aku tidak akan mampu bisa mengendarai motorku dalam keadaan seperti ini.
Aku mengarahkan motorku ke arah lapangan bola yang berada tidak jauh dari Café Moka. Lapangan bola ini sebenarnya tertutup, namun, ada tempat parkir di depannya yang cukup luas dan setiap malam tiba, tempat parkir itu sepi. Dan sedikit gelap.
Begitu sampai disana, aku mematikan mesin motorku, namun membiarkan tubuhku tetap berada di atas motor. Aku hanya membuka helmku dan kembali menarik napas panjang.
Akhirnya ini berakhir. Akhirnya….
Hubunganku dengan Patrick, berakhir seperti yang aku inginkan. Baik-baik. Aku tidak ingin menyimpan kebencian kepada Dean ataupun Patrick, meskipun saat ini, ingin sekali rasanya melampiaskan apa yang aku rasakan. Patrick dan Dean bukan yang pertama, yang kembali menjalin hubungan setelah tiga tahun putus. Aku hanya ingin segera melupakan Patrick agar bisa melanjutkan hidupku tanpa sekalipun memikirkannya.
“Kamu akan baik-baik aja, Satya. You’ll be really fine,” bisikku pada diriku sendiri.
Aku mengeluarkan ponselku dan menekan nomor Rena. Aku memang tidak ada janji dengannya, namun, saat ini, aku hanya ingin bercerita kepadanya. Kepada satu-satunya orang yang tahu tentang hubunganku dengan Patrick.
“Kenapa Sat?”
Pertanyaan pertama Rena setiap kali menerima telepon dariku. Bukan halo atau salam, tapi “Kenapa Sat?” seolah dia tahu, setiap panggilan dariku pasti ada yang ingin aku ceritakan. Dan Rena memang HAMPIR selalu benar.
“Kamu ada di kos? Aku mau main.”
“Gue lagi nongkrong di pantai sama Pieter, Anggia, Bona sama beberapa traveler lainnya. Lo mau gabung?”
Aku terdiam sesaat sebelum menganggukkan kepalaku. “Aku kesana sekarang. Pantai yang mana?”
“Depannya The Stones. Buruan ya? Pada mau ke Sky Garden soalnya.”
Sky Garden. Again. “Ok.”
Aku kembali menghidupkan motorku dan langsung meninggalkan area parkir lapangan bola yang menjadi tempat pemberhentianku selama beberapa menit.
Setelah apa yang terjadi malam ini, antara aku dan Patrick, rasanya tidak salah jika aku membiarkan diriku berada diantara kumpulan orang. At least, pikiranku akan teralihkan. At least, I won’t be by myself.
Jalanan menuju ke Pantai Kuta memang menguji kesabaran, apalagi kalau malam seperti ini. Aku paling benci melewati Legian/Kuta. Berisik dan macetnya luar biasa!
Setelah aku memarkir motor di pinggir jalan, bersama dengan banyak motor-motor lainnya, aku melepas sandal yang aku pakai dan segera menuju ke pantai dan membiasakan mataku dengan keremangan cahaya disana. Aku tersenyum begitu melihat Rena melambaikan tangannya dan bergegas menghampiri mereka.
“Hey guys!”
Sapaku sebelum memperkenalkan diriku kepada tiga orang traveler yang namanya terdengar aneh di telingaku. Aku menyalami Bona, Pieter, Anggia, sebelum membiarkan diriku duduk di samping Rena.
“Dari mana lo?”
“Abis dari Café Moka, ketemu temen disana.”
Rena menatapku, seolah tahu bahwa aku tidak sepenuhnya mengatakan hal yang benar. Aku hanya tersenyum membalas tatapannya dan Rena kemudian meneguk habis kaleng Diet Coke-nya.
“Hello people! I hope I’m not late.”
Kami semua langsung mengangkat wajah melihat Lukas yang tiba-tiba ada diantara kami. Aku lebih terkejut mengetahui Lukas ada disini.
“Shall we?”
Beberapa dari mereka mulai beranjak bangkit dari pasir ketika mendengar Rena mengucapkan dua kata itu.
“Lho, pada mau kemana?”
“Mereka mau ke Sky sekarang. Lo mau ikut?” jawab Rena sekaligus mengajukan pertanyaan yang jawabannya sudah dia ketahui dengan pasti.
“Nanya apa nanya?”
“You’re not going, Satya?” kali ini, giliran Lukas yang mengajukan pertanyaan itu.
Aku menggeleng. “I’m not into clubbing. Tapi, kalau pada mau kesana, go ahead. Aku masih mau disini.”
“Yeah, I think I’ll stay here too.”
Kali ini, aku yang mengerutkan kening mendengar kalimat itu keluar dari Lukas. Rena pun memandang Lukas dengan pandangan agak bingung.
“You should go, Lukas. Aku bakal baik-baik aja disini.”
“I’ll catch up later on. Habis pulang kerja, aku mau duduk-duduk dulu,” balas Lukas.
“Are you sure, Lukas?” tanya Rena
Lukas hanya mengangguk.
Setelah berpamitan, mereka akhirnya meninggalkanku dan Lukas sendirian. Aku sama sekali tidak menyangka akan berdua dengan Lukas. Bukan apa-apa. Hanya saja….
“Kalau kamu capek, kenapa tadi kesini?”
Lukas tertawa. “Good question,” jawabnya sebelum meluruskan kakinya, tidak peduli pada celana pendeknya yang langsung kotor.
“So?”
“I want to see the waves. Kamu tahu sendiri, di Sanur nggak ada ombak seperti ini,” Lukas mengarahkan tangannya ke gulungan ombak di hadapan kami.
“Masih mau ke Sky nanti?”
Lukas mengedikkan bahunya. “Maybe. I don’t know,” balasnya sambil tersenyum. “Do you want something to drink?”
“No thanks, I’m fine.”
“Aku beli bir dulu ya? Just a moment.”
Lukas kemudian bangkit dan dalam sekejap, aku tidak melihat sosoknya lagi.
Aku menarik napas dalam. Dua bulan lalu, aku tidak pernah menyangka malam seperti ini akan terjadi dalam hidupku. Hubunganku dan Patrick jauh dari kata sempurna namun juga jauh dari kata bermasalah. Segalanya baik-baik saja. Tidak pernah aku menduga bahwa hanya dalam kurun waktu dua bulan, aku kehilangan dirinya.
Hell! Why am I feeling sorry for myself? He cheated on me!
Aku berusaha mengusir bayangan Patrick dari pikiranku. I’ll be fine, I will be just fine.
“I hope it’s Ok.”
Lukas sudah kembali duduk di sebelahku dan mengulurkan satu botol air mineral yang tidak dingin. Aku tersenyum dan menerimanya.
“Thanks.”
“I love this.”
Aku memandang Lukas, yang pandangannya seperti menerawang samudera luas dan gelap di hadapan kami. Dia terlihat begitu tenang.
“Love what?”
“Duduk disini, mendengar suara ombak…Ingin sekali rasanya tinggal lebih lama disini.”
“Then why don’t you?”
Lukas tersenyum. “Aku harus kembali ke Jerman. Menyelesaikan studiku dan setelah itu, I hope I can go back here. I’ll miss this place.”
“Kamu bicara seolah akan pergi besok. Kamu masih lama disini, Lukas.”
“Delapan bulan itu sebentar Satya. Makanya, aku ingin melihat Bali sebanyak mungkin. Aku pasti akan lebih jatuh cinta pada pulau ini.”
“You will.”
Aku membuka botol air mineralku dan meneguknya sedikit. Berada disini bersama Lukas tiba-tiba membuatku haus.
“So, how’s everything so far?”
“So far, everything is nice. Teman-teman di hotel sangat membantu. Aku masih berusaha untuk adaptasi dengan kebiasaan disini. It’s just so different with Köln. And Germany in general. Orang-orangnya, kebiasaannya. Tapi, aku yakin akan terbiasa nanti.”
“How long have you been here by the way?”
“Satu bulan,” jawab Lukas. “Baru satu bulan saja aku sudah jatuh cinta dengan pulau ini, apalagi delapan bulan?”
Lukas kemudian tersenyum. Seolah ingin menertawakan kebodohannya karena jatuh cinta dengan Bali hanya dalam kurun waktu satu bulan. You’re not the only one, Lukas.
“Ada yang ingin kamu lakukan disini?”
Lukas mengedikkan bahunya. “Surfing, aku sudah pergi ke Balangan dan Serangan. The waves are nice there. Yang pasti, aku usahakan untuk surfing tiap hari, tentu saja kalau ombaknya bagus. Mungkin mengelilingi Bali? Tujuh bulan harus cukup untuk melihat banyak hal disini.”
“You can always come back here, Lukas. Bukan berarti kalau kamu balik ke Jerman terus nggak bisa kesini lagi kan? You don’t have to see everything in 7 months.”
“Banyak yang mungkin akan berubah saat aku kembali kesini, Satya.”
“I may still be here.”
Lukas menatapku. “See? I don’t even know whether you or Rena will still be here. It will be different.”
“Aku nggak tahu kamu suka surfing.”
“Not entirely professional though,” jawab Lukas sambil tersenyum. Seolah mengungkapkan hal itu adalah sesuatu yang membuatnya malu. “Tapi juga bukan pemula. I just can’t see myself without surfing.”
“Jangan-jangan alasan kamu internship disini karena kamu mau surfing tiap hari.”
Lukas menatapku serius, seolah aku mengatakan hal yang membuatnya menatapku seperti itu. “You’re not a psychic, are you?”
Ketika aku mengerutkan keningku, tidak mengerti apa maksud perkataannya, Lukas malah tertawa.
“I’m just kidding, Satya. Never thought I would see that expression of yours. And yes, the reason why I chose Bali is because I want to surf, everytime I want.”
Aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalaku. Pertemuan ketigaku dengan Lukas and aku sudah menyukai pria ini.
Kami kemudian sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku diam sambil sesekali meneguk air mineralku dan aku perhatikan dari ekor mataku, Lukas juga hanya memusatkan pandangannya pada gulungan ombak di hadapan kami, seolah ada sesuatu yang sedang dipikirkannya dengan sungguh-sungguh.
“What’s your plan for weekend?” tanyaku akhirnya. Kesunyian yang sempat ada diantara kami sebelumnya terasa sangat aneh.
“Surfing,” jawab Lukas singkat. “Rena sepertinya ingin ikut, just to accompany me. Kamu juga mau ikut?”
Aku menganggukkan kepalaku pelan, bukan mengiyakan ajakan Lukas, tapi berpikir. Weekend ini aku juga tidak punya agenda apapun. So, why not?
“Boleh. Aku belum ada rencana apa-apa buat weekend ini. Mau surfing dimana?”
“Mungkin Balangan atau Blue Point? Echo Beach juga boleh. I have to check the wave first. I’ll let you know Saturday morning.”
“Ok.”
“Satya?”
“Ya?”
“May I have your number? In case of emergency.”
Bibirku membentuk sebuah senyuman tipis, yang aku harap tidak akan dilihat Lukas. “Sure!”
@yuzz : idih, nggak sopan!
@tialawliet : Ditunggu aja pokoknya Semoga sih emang unpredictable
@sky_borriello : Nggak yakin Lah, kan di judulnya udah jelas ada Rena nya dan dari narasinya kan juga beda, hihihihi. Iya, buat cerita ini yang sampe riset flight ticket segala, hahaha
@arieat : Yaelah, banyak lah pria 30an yang masih kayak anak kecil
@darkrealm : Ya, liata ja ntar gimana. Kan nggak mungkin jg aku kasih tahu
@WinteRose : Hahahahaha. Pada bingung ya sama POV nya? Kan di judulnya udah ketahuan
@raroma : Iya, emang dibuat segitu. Sebenernya, kalau diupdate tiap hari jg bisa sih, stoknya udah lumayan cukup tapi nggak mau terlalu cepet jg
@Adam08 : So far sih mgkn 2 dulu, tp gak tahu ke belakangnya Ini juga udah bikin capek nulis pake 2 POV AKu juga gara2 nulis ini jadi ikut2an mengurangi konsumsi daging dan lbh bnyk makan sayuran #eh
@masdabudd : Iya, memang lagi pengen challenge diriku sendiri aja krn blm pernah bikin story dgn 2 POV krn menurutku, bikin 2 POV itu susahnya ampun2an
@kiki_h_n : Mana komennya?
@Adra_84 : Mind telling me through PM? hehehehe. Well, I hope not but if this finally do goes hand in hand with what inside your head, then, congrats!
@shuda2001 : baiklah
@YuuReichi : Masalah POV, nanti gantian kok karena dr awal, memang diplot kayak gitu. Nanti kalau udah tengah2 kan mungkin sadar kenapa POV nya bukan Satya aja. Kan di judulnya udah ditulis pakai capital letters tuh, jadi, harusnya tahu ini POV nya siapa dan dari narasinya, kan juga beda. Jadi, perhatiin judul aja mslh Bhsa Inggris, dulu pernah ada yg komen kayak kamu. Masalahnya, aku udh terlalu nyaman dengan cara nulis seperti ini dan ini cara aku nulis cerita. Jadi, susah buat dirubah karena bnyk yg bilang, ini salah satu ciri cerita2 yg aku buat. Ada google translate kan? Or, aku malah pengennya, semakin banyak bahasa Inggris yg aku pakai, bakal memotivasi kalian buat belajar bhsa Inggris lebih dalam lg.
Aku tahu nggak bisa bikin semua orang seneng sama tulisanku dan pasti ada pro & kontra ttg caraku nulis, but, that's the way I write. So, daripada nurutin kemauan beberapa orang yg pasti nanti bikin beberapa orang nggak seneng lagi, lebih baik aku stick to what I think is the best for my story. Karena sekali lagi, ini ceritaku, jadi, aku nggak mau nurutin apa kata orang. Jadi penulis itu harus egois kalau udah nyangkut karyanya, karena setiap cerita yang aku tulis, pasti ada artinya buatku personally. Jadi, masalah penggunaan Bahasa Inggris yang terlalu banyak di ceritaku, aku nggak mau komen dan jelasin lagi ke depannya. But, thanks a lot buat komennya. Semoga dengan aku komen sepanjang ini, jadi pada tahu dan ngerti
@Emtidi : yaelah
@zackattack : hahahaha. Tempat surfing yg nggak mainstream maksudnya yg gimana ya? DI Bali semua tempat surfing pasti mainstream lah, lol. Kalau maksud kamu yg nggak banyak orang, ya jarang. Canggu, Batu bolong, Tanah Lot, Balangan, Blue Point, Keramas, Medewi, Serangan itu cm beberapa sih.
@adzhar : Silakan menduga2 aja ya?
@Venussalacca : Sabar dong. Satu-satu nanti kan pasti ketahuan kenapa POVnya ada Rena selain Satya. baru juga 2 chapter. kalian ini pada nggak sabaran ya ternyata? Lol
@caetsith : Thank you!!! Semoga suka ya?
@hwankyung69 : Oke. Yah, sebinal2nya orang, sebitchy2nya orang kan ya nggak musti bitchy terus kan? hahahaha. Well, mungkin kalau masih minat baca sampai kelar, baru ketahuan sifat Rena ini kayak gimana sebenernya
@jamesfernand084 : Kalau mau diupload ke GIF pasti udah aku upload sendiri lah. Cuma memang lagi nggak mood posting disana. Cerita baru Mas @ajiseno juga kan gak diposting di GIF kna? Patsi ada alasan juga kenapa Mas Aji nggak mau posting disana. SO, buat sekarang, biar disini aja dulu, OK? Maaf nih harus summon Mas Aji
@iboobb7 : Iya, memang lagi pengen nyoba something different aja. Pengen explore my writing skill aja
@jakasembung : Baiklah, semoga sampai tamat tetep nyaman2 ya bacanya?
@chaliszz : Thank you. Your fav writer mungkin ya? hehehe
Kalau mungkin ada typo2 di postinganku, tolong di tunjukkin ya, biar bisa langsung dibenerin karena kadang capek kalau harus baca dr awal lagi. Penulis juga manusia, jadi, maafkan kalau ada typo
Sekali lagi, aku tahu nggak bakal bisa nyenengin banyak orang sama cerita2ku, pasti ada yg nggak suka dgn alasan macam2. Jadi, aku cuma mau bilang, terima kasih buat yang masih setia baca tulisan2ku dan maaf kalau belum memenuhi harapan kalian. Terima kasih juga buat yang belum baca atuapun silent reader dan yang udah baca dan nggak suka sama cerita2ku karena aku jadi sadar kalau cerita2 yg aku buat belum sempurna sehingga bikin aku makin semangat buat belajar nulis yg lebih baik dan lebih baik lagi. So, thanks a lot for all the encouragement, critics and praises. I appreciate every single of it, very much
klo kata kiki mah ga ada typo sih. saran kritik juga ga ada. masalah bahasa inggris sih kan itu mah haknya mas iyas sebagai penulis (kiki selalu siapin kamus). ada penulis indo yg di bukunya pake bahasa jepang. dan ga ditranslate sama sekali tapi disiratkan artinya dalam kalimat berikutnya. di karya mas iyas pun sama. kiki ga bisa bahasa inggris tapi paham maksudnya klo dibaca dengan seksama.
semua karya itu sempurna, hanya masalah selera..
¡Ɣάάά seh maseh banyak juga yg di atas 30an kaya anak kecil ЂёђёђёЂёђёђё , paƪäƍϊ kalo permintaan ngesexnye ƍäª di tanggepin X_Xhadoº°˚˚˚˚°ºohhX_X
maap bang, baru sempet baca dan komen karena di sini lagi sibuk.
jadi, alurnya bner2 slow ya? dan belom kliatan inti ceritanya. cuma ngira sih cinta segitiga. lukasnya belom begitu kliatan.
minta kritik begimane? belom adaaaaa bang. sebenernya ada sih satu hal kecil yg pngen aku tanyain (sepele dan lebih ke arah gak penting sebenernya). siapa tau ntar bang aby mau share ilmunya. tapi nanti aja klo di next chapter aku nemuin hal serupa itu lagi. lanjut dulu deh.
*kirain tadi udah main tamat aja ngliat judul chapternya. ternyataaa...