It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Gatau mau komen apa nih mas
Pokoknya keren ceritanya, apalagi ada si Carla itu hahaha
menanti saat terjadi ledakan..
beri aku kejutan bang abi..ouchh..
June 2011…
“I can’t believe I’ll be going soon.”
Aku hanya bisa membiarkan pandanganku tetap menatap bintang-bintang yang bertaburan tak beraturan di atas kami. Sementara itu, ingin sekali rasanya menulikan telingaku agar tidak mendengar Lukas mengucapkan kalimat itu. Tidak ada suara lain yang mengelilingi kami selain suara debur ombak yang sejak kami datang lima jam lalu, telah menyambut kami. Suara binatang-binatang malam, yang sibuk menarik lawan jenisnya atau hanya berkeliaran, menyelinap. Api unggun yang kami nyalakan dua jam lalu, masih cukup terang untuk menemani kami hingga tertidur nanti.
Aku tahu, hanya tinggal menghitung hari sebelum Lukas meninggalkan Bali. Kemah di Nyang-nyang ini adalah satu hal yang sangat ingin dilakukannya sebelum dia pergi. Rencana yang tiba-tiba sebenarnya, hingga akhirnya, hanya kami berdua yang ada disini sekarang. Bahkan, Rena pun tidak tahu rencana ini.
“Time goes fast.”
“Aku belajar banyak selama tinggal di Bali, Satya. In a cruel world we live in right now, there are still so many good people here. I’ll miss people here. You, Rena, Ida, everyone…has been so kind to me.”
Akhirnya, aku memalingkan wajahku ke Lukas, yang masih membiarkan bintang-bintang diatas kami menjadi pusat perhatiannya. Aku merasa seperti dilempar ke malam di Panti asuhan empat bulan lalu ketika Lukas, juga berbaring di sebelahku. Perbedaan paling besar adalah, sekarang, perasaanku terhadapnya, semakin dalam. Ya, aku masih menyimpan perasaan itu, sekalipun tahu konsekuensi apa yang akan terjadi padaku.
“Aku yakin, keluarga kamu di sana juga pasti nggak sabar buat ketemu kamu lagi. And your girlfriend, too.”
Lukas memandangku. Kami saling bertatapan sebelum akhirnya, senyum itu terpasang di wajahnya. I’m gonna miss that.
“Hubungan kami sedang sedikit bermasalah sekarang, tapi, aku harap, ketika aku pulang, semuanya akan kembali normal.”
Beberapa kali, kami memang sempat membicarakan hubungan Lukas dengan pacarnya. Bukan karena aku ingin tahu, tapi karena obrolan kami tiba-tiba saja menuju ke arah sana. Aku berusaha untuk mencari tahu melalui Facebook Lukas tentang pacarnya, namun, dia sepertinya tidak terlalu terbuka untuk hal yang satu itu, setidaknya di Facebook. She’s a lucky girl.
“Dia pasti seneng ketemu kamu lagi.”
Lukas hanya terdiam.
“Apa yang ingin kamu lakukan buat farewell nanti, Lukas?”
Lukas mengedikkan bahunya. “Aku belum tahu. Maybe just dinner,” jawabnya sambil tersenyum.
“Kamu udah ngantuk?”
Lukas menggelengkan kepalanya. “Kenapa?’
Aku bangkit dari posisiku sebelum meraih gitar yang memang sengaja aku bawa, sekalipun hanya aku dan Lukas yang ada di tempat ini. Aku memang sengaja membawa gitarku ketika mengetahui bahwa hanya aku dan Lukas yang akan pergi. Aku ingin memiliki momen berdua dengan Lukas dan menyanyikan beberapa lagu untuknya. Terdengar sentimentil? Aku hanya berharap bukan itu yang menghinggapi Lukas. Menganggapku sentimentil.
Aku duduk bersila di samping Lukas, yang masih merebahkan tubuhnya, hanya saja, sekarang, pandangannya fokus ke arahku.
Tanganku mulai mencoba beberapa nada sebelum memandang Lukas.
“Ada lagu yang ingin kamu dengar?”
Lukas terdiam sebelum mengeluarkan ponselnya dan dalam waktu singkat, dia memutar intro lagu yang membuatku tertegun untuk beberapa saat. Bagaimana mungkin lagu yang sama mengisi pikiran kami berdua?
“Aku selalu suka lagu ini, Satya. Can you play it for me?”
Aku menelan ludahku sebelum mengangguk. “Kamu mau nyanyi bareng aku?”
Lukas tertawa sebelum memasukkan kembali ponselnya ke saku celana. “Are you sure? Aku yakin kalau suaraku akan merusak lagu itu. You have the voice, Satya, so, I’ll hum along with you.”
Aku hanya tersenyum sebelum mulai memainkan lagu yang memang ingin aku nyanyikan di hadapan Lukas.
Some try to hand me money, they don’t understand
I’m not broke, I’m just a broken-hearted man
I know it makes no sense, but what else can I do?
How can I move on when I’m still in love with you
Mungkin lagu ini terlalu mencerminkan apa yang aku rasakan. Bukan keseluruhan liriknya, melainkan judulnya dan lirik “I’m the man who can’t be moved.” Lukas ikut bersenandung lirih dan kami sama-sama tersenyum. Beberapa minggu setelah Rena memberitahuku tentang Lukas di Bali Deli, waktu itu, aku mendengar lagu ini diputar ketika aku sedang makan di salah satu restoran di Legian. Aku bahkan sempat tertegun beberapa lama ketika pikiranku mulai memproses lirik lagu milik The Script itu. Ketika tahu bahwa judul lagu itu adalah The Man Who Can’t Be Moved, aku sadar bahwa perasaanku ke Lukas, mungkin tidak akan bisa dialihkan untuk jangka waktu yang aku belum tahu. I’m the man who can’t be moved…
Ketika aku selesai, Lukas langsung memberikan tepuk tangannya, yang aku balas dengan senyuman. Melihat senyum Lukas seperti sekarang, membuatku ingin mendekatkan tubuhku dan menciumnya. Membayangkan itu, aku tidak mampu menahan senyumku. Jelas sekali, aku tidak akan pernah berani melakukannya.
“That must be one of the best rendition of that song that I’ve ever known.”
Aku tertawa. “You’re exaggerating, Lukas.”
“Thank you, Satya.”
Aku mengangguk. “Apakah kamu bisa jadi seperti itu, Lukas?”
“Jadi seperti apa?”
“Seperti pria yang di lagu itu. The man who can’t be moved. Do the things he did in the lyrics.”
Tawa Lukas langsung pecah begitu tahu maksud pertanyaanku sebelumnya. Melihatnya seperti itu, aku hanya bisa tersenyum namun hatiku melonjak. That laugh….
“I don’t know. Mungkin kalau aku benar-benar mencintai seseorang. Kamu tahu kan, kadang cinta bisa jadi sangat posesif sampai-sampai logika pun kalah?”
Like what I’m feeling for you, Lukas. Logika milikku pun tidak mampu menghalangi perasaanku.
“Kadang-kadang? Menurutku, cinta selalu ngalahin logika, Lukas. Always.”
“Well, that’s the way love should be, right? Kamu mengutamakan perasaan daripada logika, tanpa sepenuhnya mengabaikan logika. They work best hand in hand.”
Aku terdiam. Hanya saja, saat ini, aku lebih mengutamakan perasaanku daripada logikaku, Lukas, karena aku memilih seperti itu.
Kami terdiam. Lukas kembali memandangi langit yang menaungi kami, sementara aku, membiarkan mataku menatap jilatan api yang mulai menghabiskan kayu yang kami kumpulkan tadi. Aku tidak bisa menahan diriku untuk tidak menatap Lukas melalui ekor mataku. Jika saja semua berbeda, suasana seperti ini akan menjadi sangat sempurna. Aku, Lukas, bintang, suara ombak dan api unggun…
Aku menggelengkan kepalaku, berusaha mengusir pikiran-pikiran yang mencoba merasukiku. Mengingatkan diriku bahwa semua itu tidak akan pernah menjadi kenyataan. Selamanya, hanya akan menjadi imajinasiku.
“Do you want me to play another song?”
“Kamu keberatan?”
“Kalau aku keberatan, aku nggak akan nanya, Lukas.”
Lukas tersenyum. “Play any song, Satya.”
Ada begitu banyak lagu yang melintas di kepalaku saat ini, namun, aku tidak bisa menemukan satu lagu yang pas untuk aku nyanyikan. Akhirnya, aku memainkan intro lagu yang beberapa minggu lalu aku mainkan sebagai bagian dari opening RETRO.
“Tunggu, Satya. Let me record this one.”
Lukas kemudian mengeluarkan lagi ponselnya dan kemudian mengarahkan ponsel itu ke arahku. Aku hanya menundukkan wajahku karena malu, karena Lukas membuatku merasa bahwa dia harus merekam lagu yang aku mainkan.
“It’s dark, Lukas.”
“Actually, it’s not, really. Api unggun itu cukup terang.”
Aku menghela napas sebelum kembali mulai memetik senar gitarku dan mulai memainkan Devoted To You.
Darlin’ you can count on me Till the sun dries up the sea
Until then I’ll always be devoted to you
I’ll be yours through endless time I’ll adore your charms sublime
Guess by now you know that I’m devoted to you
Another The Everly Brothers’ song. Aku yakin, Lukas belum pernah mendengar lagu ini sebelumnya. Aku hanya bisa melihat senyumnya dan konsentrasinya untuk merekamku. Beberapa kali, mata kami bertemu.
Begitu aku selesai, aku memberikan senyumku sambil menatap Lukas, yang sepertinya puas dengan hasil rekamannya.
“Lagu siapa itu, Satya?”
“The Everly Brothers. I sang that song couple weeks ago at the opening night of Retro. Pak Stefan, memintaku untuk memasukkan lagu ini sebagai salah satu lagu yang ingin didengarnya saat opening night. I like the lyrics. Sederhana tapi punya arti yang dalam.”
Lukas tersenyum. “Kamu nggak akan mengubahku jadi penggemar lagu-lagu lama kan, Satya?”
“Apa ada yang salah jadi penggemar lagu-lagu lama?”
Lukas menggelengkan kepalanya sambil memasang ekspresi yang membuatku tidak mampu menahan tawa.
“I’m not ready yet to have the same taste as my Dad. Aku yakin, kalian pasti akan akur kalau ketemu.”
“I believe we will.”
Aku kemudian memasukkan kembali gitarku ke tas sebelum merebahkan diriku ke sleeping bag. Lukas melakukan hal yang sama.
“Kamu belum mau tidur kan, Satya?”
Aku menggeleng. “Belum. Apakah ada topik menarik yang bisa kita bicarakan?”
Lukas tertawa. “We’ll find one, don’t worry.”
“Thank you for asking me, Lukas. This is nice. Not many people around. Are you going to do the same thing with Rena?”
Lukas mengerutkan keningnya. “Maksud kamu?”
“Just spend time with her only.”
“Oh,” jawab Lukas, yang sepertinya tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan itu dariku. “Aku belum memikirkannya. But, that’s a good idea, Lukas. Spending my last days here with two best friends I have.”
Aku menelan ludahku. Mendengar Lukas menyebut kata teman seperti mengingatkanku bahwa selamanya, kami hanya akan jadi seperti itu. Kenyataan yang berusaha aku jalani namun tidak bisa diterima oleh hatiku.
“What is the most interesting thing about surfing, Lukas? Aku hanya berpikir, surfing itu olahraga ekstrem. Penuh bahaya.”
“Bahaya itu ada di mana saja, Satya. Every sport has its danger. Surfing itu seperti meditasi bagiku. Everytime I’m on the board, I feel calm and relax. Seperti semua masalah yang aku punya lenyap hanya dengan surfing. I leave all my problems on the shore. It’s just me and the wave. And how small I am compare to the ocean. Somehow, I always feel grateful for everything I have.”
“Apakah kamu takut dulu pas pertama kali belajar surfing?”
Lukas mengangguk. “Takut itu wajar, Satya. Aku bertemu beberapa surfer ketika aku berniat untuk berhenti belajar surfing dan mereka bercerita kepadaku tentang betapa surfing mengubah cara pandang mereka tentang hidup. Not entirely, but, they see things differently. I started to do small research, read a lot about surfing, watched many videos about surfing and surfer, and I realized that I’d fallen in love with it. Sekarang, aku nggak bisa hidup tanpa surfing. I love it too much.”
“More than your girlfriend?”
Lukas memandangku dan menyeringai lebar. “Itu dua hal yang nggak bisa disamakan.”
“You’re a good man, Lukas. She’s lucky for having you as her boyfriend.”
“You’re a good guy too, Satya.”
Kami saling bertukar senyum.
“I think I’m gonna try to sleep now. Good night, Lukas.”
“Night, Satya.”
Aku memiringkan tubuhku hingga membelakangi Lukas. Memejamkan mataku dan menarik napas dalam.
Setelah kepergian Lukas nanti, aku hanya berharap perasaanku terhadapnya akan perlahan menghilang. Tapi, siapa aku sampai berhak untuk meminta sesuatu yang bahkan tidak bisa dilawan itu, pergi?
Maaf baru bisa diupdate ceritanya, karena minggu kmrn memang beneran penuh jadwalnya, hahahaha.
@RifqiAdinagoro : hayo apa yg kurang? Mungkin at some points, beda sama ekspektasi kamu sama cerita ini
@hwankyung69 : Hahahaha, udah pinter kok minta diajarin
@arieat : Aduh, apa yg salah ya? *bertanya diri sendiri*
@andhi90 : Aduh, kamu bingung mulu ih
@the_angel_of_hell : Hahaha. Ngeri mah Medusa
@caetsith : Hahahaha, nggak ada pengalaman pribadi lah. Kan harus jadi Rena supaya bisa dapet feelnya Glad you feel what Rena felt
@tialawliet : Coba bilang itu ke Rena langsung ya? *loh*
@bebong : yap! Aku setuju sama kamu. Apa yg dia lakuin itu memang manusiawi. Iri kan memang udah jadi sifat manusia
@Adam08 : Hehehe. harus ada yg ngedukung Rena dong
@yubdi : Ditunggu ya? hehe
@masdabudd : kasih tahu nggak ya? hahaha
@kiki_h_n : Meskipun nasehatnya agak menyesatkan ya? hahahaha
@DarrenHat : Awalnya dulu malah mau dibuat dr POV nya Rena semua, tp aku pikir2 lagi, pasti banyak yg nggak bisa connect krn POV ny bukan dr main characters
@adam25 : Intinya, jangan bohong
@kyiskoiwai : Kenapa sih selalu belibet tiap kali mau mention kamu? -_- Hahaha. Aku juga Juni loh #eh
@WinteRose : Kita berdoa bersama ya? hahahaha
@adzhar : Ini kan jadi pada bertanya2, ntar Rena jujur nggak sih? Bukannya malah pada penasaran pengen tahu? hehehe
@Klanting801 : Nggak usah diterka2, dinikmati aja
@DiFer : Makanya, nggak usah dipikirin, nanti kan ketahuan endingnya kayak apa
@obay : Hahahaha, jangan dong. Video klip nya kan sedih itu
@pokemon : Ditunggu ya?
@fenan_d : Kecurigaan kamu disimpen sampai ending ya? Hahahaha. Nanti kan jadi nggak curiga lagi
@iboobb7 : Udah nih
@AhmadJegeg : Thank you
@Emtidi : Hahahaha. Semoga tetep suka ya sampai ending
@yuzz : kamu itu memang nakal ya? Sini aku lempar bakiak #loh
@marobmar : Iya banget!
Colek2 @tyo_ary @shuda2001 @jakasembung @DM_0607 @totalfreak @rarasipau @Adra_84 @sky_borriello @chaliszz @raroma @bponkh @bowamz @Zhar12 @tama_putra @zackattack @alvian_reimond @dark_realm @Venussalacca
Selalu bete kalo harus tersenyum disaat mau berpisah.. aku ga suka itu !!!