It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
tapi aku kurang tau tuh caranya ghehehe...
@chibipmahu biasa aja deh tulisannya. Ntar kak yuzz marah hikss
@sky_borriello ntar juga tau kenapa hehe
@Dimzz makasih
@jaddedan okeeh. Makasih yaa
@masdabudd waahh kelupaan! Ampun ampun masdaa. Masdabud ato masbadud nih kekeke
kok tau topic @masbadudd pula ni anak.. )
Permainan Leroy menurun. Ia tak bermain sebagus dulu. Lemparannya sering kali meleset dan tangkapannya tak kokoh. Ia jadi sering kena marah pelatih. Teman-teman satu teamnya pun heran, diam-diam namun ada juga yang tersenyum.
Leroy tak peduli. Ia sedang tak bisa berpikir jernih. Ia menginginkan orang itu berdiri lagi di situ. Tapi ia tak pernah lagi ada. Leroy tiba-tiba merasakan apa yang ia rasakan delapan tahun yang lalu. Untuk yang kedua kalinya hal ini terjadi. Ia dejavu. Perutnya mendadak mulas.
"Hey, kau mau ke mana?"
"Maaf, aku sedang tidak enak badan. Aku izin pulang."
"Tapi pertandingan sebentar lagi, Leroy!"
Tanpa memedulikan mereka, Leroy meninggalkan latihannya.
Leroy menyusuri koridor sekolah dan bergegas pulang. Ia tak bersemangat latihan lagi. Terlalu banyak pikiran berkecamuk. Rasa itu, ya dia ingat betul rasa itu. Tiba-tiba datang kembali dan ia tak tahan.
BRAK !
"Hey! Perhatikan jala-....."
"Maaf! A-aku..."
"Kenny....."
"Leroy..."
"K-kau? J-jadi, kau....?" Leroy terkejut dan tak bisa berkata-kata
Baru saja Leroy akan berlari.
"Tunggu!" Kenny berteriak.
Leroy menghentikan langkahnya.
"Terima kasih untuk yang kemarin."
Leroy mulai melangkah lagi.
"Satu lagi!"
Leroy kembali berhenti.
"Aku bukan memperhatikan Dylan."
Tiba-tiba hening.
"Aku.. Aku memperhatikanmu." Suaranya lirih hampir tidak terdengar.
Kenny tiba-tiba berlari kencang meninggalkannya.
Leroy mematung. Ia sungguh kacau. Benar-benar kacau. Leroy merasa dirinya pengecut dan pecundang. Ia tak bisa terus berlama-lama berdiri di situ.
Jam istirahat sisa beberapa menit lagi. Tetapi Leroy tidak menemukan teman-temannya. Ia memang ada keperluan sebentar. Ia lalu mencari ke kantin dan ke tempat di mana mereka biasa berada.
Leroy melihat George dan Frank keluar dari arah belakang toilet gedung olah raga. Ia langsung menghampiri mereka.
"Oh Lery, kau baru saja melewati hal yang menyenangkan!"
"Yeah, kami baru saja berpesta! Hahaha."
"Apa maksud kalian?"
"Kami baru saja memberikan sedikit perkenalan pada anak baru itu."
"Siapa?"
"Bocah malang yang kau selamatkan kemarin. Hahaha."
"Oh SIAL!"
Leroy langsung berlari ke arah datangnya susulan gerombolan anak-anak nakal itu.
Terdengar tawa puas dan keji dari mereka.
"Kau terlambat kawan!"
"Tapi kau bisa memberi perkenalan susulan bila kau mau."
"Hey, dia kan yang menyelamatkan anak itu dulu."
"Oh iya kah? Aku lupa."
"Oh kau benar. Mungkin bocah itu saudaranya."
"Haha damai kawan!"
Dean, Troy, Connor, Matthew bersahutan sambil berlalu diikuti dengan tatapan sinis Willy. Leroy tak mendengarkan mereka. Ia terus saja berlari.
"Oh demi Tuhan!"
Leroy segera menghampirinya. Kenny tergeletak tak berdaya. Seluruh badannya basah. Ia tak mengenakan pakaian kecuali celana boxernya. Mukanya lebam-lebam.
"Ken-Kenny! Kau tak apa-apa? Apa yang terjadi?"
"Oh k-kau Leroy... Tak apa... Mereka.. mereka me-melanjutkan perkenalan mereka.. yang tertunda karena k-kau kemarin."
Katanya lirih dan terbatuk. Ia hampir tak bisa berkata-kata.
"Tuhanku. M-maaf aku datang terlambat."
"T-tak apa Leroy... Aku su-sudah sangat sering.. mengalami ini."
Leroy melepas jaketnya dan mengenakannya pada Kenny.
"Di mana seragammu?"
Kenny menggeleng.
"Oh itu dia."
Leroy mengambil semua barang dan pakaian Kenny yang berceceran. Ia lalu mengenakan padanya celana yang diambilnya. Leroy menggotongnya dan membawanya ke motornya.
"Leroy... Kau tak perlu.. melakukan ini. K-kau harus.. kembali ke kelas."
"Aku tak mungkin membiarkanmu begini."
"Kau dulu.. selalu membiarkanku."
Leroy mengejang.
"A-aku... Maafkan aku Kenny. Aku tak akan melakukan itu lagi."
"Apa yang.. merubahmu?"
"Diamlah. Aku akan membawamu ke rumahku dulu."
Leroy membonceng Kenny dan membawanya ke rumahnya.
Leroy meletakkan Kenny di kasurnya. Ia membersihkan badan dan luka-lukanya. Ia memakaikan baju miliknya dan memberikan segelas teh panas.
"Ini minumlah."
"Trims."
"Beristirahatlah. Aku akan mengurus tasmu yang tertinggal di sekolah."
“Rumahmu sepi sekali. Di mana yang lain?”
“Di rumah ini hanya ada aku dan ibuku. Ibuku sedang pergi kerja.”
“Oh... Ehh.. Leroy...”
“Ya?”
"Mengapa kau baik sekali padaku?"
"Aku hanya ingin menolongmu."
"Mengapa kau mau menolongku?"
"Aku...aku ingin membayar hutang budi padamu."
Leroy terduduk di kasur di sebelah Kenny berbaring. Ia menundukan kepalanya.
"Maafkan aku Kenny. Maafkan atas sikap-sikapku dulu padamu. Aku memang anak yang jahat, tak tahu diri dan brengsek. Semua orang membenciku. Kau tahu itu. Tapi izinkan aku mengubah sikapku. Paling tidak, padamu."
"Aku memaafkan kau Leroy."
Kenny mengelus punggung Leroy.
"Aku seharusnya tak membalas segala perhatianmu dengan caraku dulu. Aku hanya.. Aku tak tahu bagaimana cara berterimakasih."
"Sudahlah. Itu masa lalu. Aku sudah melupakannya."
"Kau mungkin bisa melupakannya. Aku tidak."
"Kau sangat berubah Leroy."
"Kau tahu, dulu aku tidak punya teman?"
"Yeah, aku juga."
"Setidaknya kau baik.
Aku butuh perhatian dan aku tidak mendapatkannya sama sekali. Maka dari itu aku suka menjahili orang untuk mencari perhatian."
Kenny tetap mengelus punggung Leroy dan ia merasakan sesuatu, entah kehangatan atau kedamaian.
"Kau tahu? Aku kehilangan ayahku waktu aku berumur 7 tahun mendekati 8 tahun. Ia mendapat kecelakaan. Ayahku sangat menyayangi dan memperhatikanku. Aku melakukan banyak hal dengannya. Kami sering bermain bersama dan ia mengajariku cara menjadi seorang anak lelaki yang tangguh."
"Ibumu?"
"Well, aku lebih dekat pada ayahku dibanding ibuku. Tapi dia juga menyayangiku. Namun dia sangat sibuk bekerja dan mengurus pacar barunya. Aku tahu ia berusaha perhatian padaku. Tapi aku tak merasakannya."
"Aku mengerti."
"Aku sangat merindukan ayahku. Aku merindukan perhatiannya dan kasih sayangnya.
Kau sendiri, kenapa tak punya teman?"
"Aku sebenarnya adalah orang yang susah berinteraksi dengan orang lain. Aku sangat tertutup. Bahkan kepada orang tua dan kakak-kakakku. Aku ingin sekali bermain dengan teman-teman, tapi aku tak berani berkenalan apalagi mengajaknya duluan.
Karena itu, aku selalu membawa boneka mainanku ke mana pun aku pergi. Dia membuatku tidak kesepian. Aku bisa mencurahkan isi hatiku padanya sebebas-bebasnya, karena aku tak bisa mencurahkan isi hatiku pada orang lain.
Tapi itu malah membuatku dijauhi. Aku dikira anak aneh dan gila yang mengobrol pada sebuah boneka. Kau tahu, bukan hanya kau yang mencemoohiku banci? Hampir semua anak lelaki di sekolah meneriakiku banci. Jadi hal itu bukan sesuatu yang menyakitkan bagiku. Well, awalnya menyakitkan, tapi ayahku mengajariku untuk selalu tersenyum apabila aku disakiti. Karena itu akan membuatmu kuat."
Mereka terdiam sejenak.
"Leroy, kau menangis?"
"Ah, tidak. Hmm, mengapa boneka yang kau jadikan teman? Kau tau, lelaki-, maksudku masih banyak, ehm, mainan lelaki yang bisa kau bawa. Bukan maksudku menyinggumu."
"Aku mengerti maksudmu. Well Leroy, kalau kau mau mendengarkan ceritaku yang panjang.."
"Ceritalah Kenny. Aku belum pernah membuat percakapan yang panjang dengan seseorang. Dan, hey! Sadarkah kau? Kau sedang menumpahkan isi hatimu dengan orang lain!"
"Oh, well, yeah. Aku, aku juga tidak mengerti. Mungkin aku bisa terbuka pada orang yang aku percaya dan membuatku nyaman."
"Jadi, aku orang kau percaya dan bisa membuatmu nyaman.." Leroy berkata lirih hampir tak terdengar.
"Apa katamu?" Kenny sungguh tak mendengar kata-kata Leroy barusan.
"Oh, tidak. Bukan apa-apa. Aku siap mendengarmu."
Untuk pertama kalinya Leroy menyunggingkan senyuman terbaiknya pada Kenny. Atau mungkin pada semua orang.
"Mukamu merah Leroy."
"Oh, benarkah? Mungkin aku kepanasan, tapi.., hey lihatlah mukamu juga merah Kenny."
"Kau bercanda."
"Aku? Tidak! Hahaha."
"Hahahaha."
Mereka tertawa lepas. Mereka tidak sadar akan apa yang mereka bangun saat ini.
"Aku baru pertama kali melihatmu tertawa Leroy."
"Hmm kurasa aku juga baru pertama kali melihatmu tertawa seperti itu. Oh kita terlalu jauh menyimpang, Kenny. Kau hendak bercerita tadi."
"Baiklah. Jadi.. Aku adalah seorang anak lelaki yang dilahirkan paling terakhir di keluarga Anderson. Aku memiliki dua orang kakak perempuan yang sangat cantik. Kata mereka, aku pun terlahir cantik."
"Yeah, mereka benar."
"Sialan kau!"
"Hahaha! Aku bercanda Kitty!"
"Berhentilah memanggilku Kitty!"
“Itu panggilan sayang dariku sewaktu kita masih kecil. Kau ingat?”
“Yeah, aku ingat. Tapi aku bukan anak kucing!”
"Baiklah, baiklah, Kenny. Teruskan."
"Kakak-kakakku sangat centil dan tak bisa diam. Mereka memakaikanku pakaian kecil mereka dan mendadaniku layaknya bayi perempuan. Aku tak mengerti apa-apa tentu saja. Ibuku marah melihat kelakuan mereka, namun tetap tertawa melihat diriku. Rumahku penuh sekali boneka dan mainan anak perempuan.
Ayahku tak membiarkan aku tumbuh menjadi anak lelaki flamboyan tentu saja, dia banyak mengajariku bersikap dan bertingkah laku seperti lelaki sesungguhnya. Selain menyuruhku untuk selalu terseyum, ia juga mengajariku untuk tidak mendendam dan membalas apa yang orang lain perbuat padaku. Tapi..."
"Tapi apa?"
"Terlambat. Yeah, walaupun aku sudah bersikap dan bertingkah laku layaknya anak lelaki seperti yang ayahku ajarkan, aku tetap menyukai boneka. Kakakku senang mengajakku bermain boneka sejak kecil. Dan Karenku itu..."
"Karen?"
"Boneka yang selalu aku bawa."
"Oh yeah."
"Dia.. dia adalah pemberian nenekku tercinta.. sebelum akhirnya nenekku meninggal dunia."
"Oh Tuhan. Kau mengatakannya dulu sebelum aku rebut bonekamu. Sekarang aku mengerti mengapa kau menangis saat aku...
Demi Tuhan, maafkan aku Kenny. Aku sangat menyesal. Aku, aku tidak tahu-"
"Sudah Leroy. Semuanya sudah berlalu. Kita sudah besar sekarang."
"Tapi.. Ehm, di mana Karen sekarang?"
"Dia ada di kamarku. Aku menjahit sendiri kepalanya. Aku meletakkannya di atas meja belajarku."
"Ehmm..."
"Ya?"
"Baiklah, kurasa kau butuh istirahat Kenny. Tidurlah di sini sebentar sampai kondisimu membaik. Aku akan mengambil tas kita yang tertinggal di sekolah."
"Oke."
Leroy beranjak dari kasur.
"Leroy."
"Ya?"
"Trims."
"Sama-sama."
BERSAMBUNG
bule dimana mana, tp ane kagak ada bayangan buat jd modelnya..
kira2 siapa aktor yg cocok?
btw,
menyinggungkan senyuman,
menyunggingkan mungkin ya..
btw manaaaaa menyinggungkan senyuman waaa salah tulis maaap