Salam! Aku mau coba post karyaku di sini ya! Ini murni karanganku sendiri dan ini cerita FIKSI.
Aku pakai gaya bahasa novel terjemahan walaupun masih banyak diksi yang kurang benar.
Mohon kritik dan sarannya! Beri komentar sebanyak-banyaknya biar aku semakin giat nulis hehehe.
Enjoy!
PART 1
Leroy adalah seorang anak lelaki yang sangat nakal. Ia bisa dibilang anak yang egois, keras kepala dan tak bisa dibantah. Bahkan ibunya sendiri sudah kewalahan menghadapi bocah berusia 8 tahun itu. Ia memang superaktif dan tidak bisa diam. Tingkahnya semakin menjengkelkan terlebih setelah ia kehilangan ayahnya yang sangat ia cintai. Yeah, Leroy sangat terpukul saat mengetahui bahwa ayahnya meninggal karena mobilnya tertabrak truk dari arah berlawanan.
Ayahnya juga mencintai anak tunggalnya itu. Mereka sering menghabiskan waktu bersama dengan bermain sepak bola, belajar bersepeda, main tinju-tinjuan dan hal lain yang dilakukan oleh kebanyakan anak lelaki. Semenjak ayahnya tiada, Leroy lebih sering terlihat murung di rumah, namun anehnya, ia tak bisa diam di sekolah. Teman-temannya menjadi sasaran amukan dan keusilannya.
Leroy sering sekali membuat murid perempuan menangis. Apa pun ia lakukan untuk dapat membuat mereka menangis. Tak jarang juga ia bertengkar dengan teman lelakinya. Bu Mathilda sudah kewalahan untuk menghukumnya dan membuatnya jera. Beliau kehabisan akal bagaimana cara menaklukan bocah tengil itu.
"Leroy, kembalikan pensilku! Aku tak dapat mencatat apa yang bu Mathilda tulis!"
Kata Susan yang duduk di depan Leroy.
"Kau tak perlu mencatat Susan, semua ada di buku kok!"
"Kemarikan! Kenapa kau usil sekali sih! Urusi saja bukumu!"
Susan mencoba menggapai pensil yang dipegang Leroy.
"Ambil kalau kau bisa! Weeeek!"
"Kemarikan! Leroooy!"
Leroy memain-mainkan pensil itu dan berebutan sampai pensil itu terbang dan tepat mengenai pelipis Barbara hingga ia menangis sejadinya. Susan terjatuh dari kursinya dan ia pun ikut menangis.
"Hentikan Leroy! Keluar kau dari kelas!" Teriak bu Mathilda.
Sarah, ibu Leroy sudah memberitahu bu Mathilda bahwa tingkah Leroy semakin menjadi semenjak ayahnya meninggalkannya. Ia mengerti itu. Anak seusia Leroy memang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah dan ia pasti akan sangat kehilangan orang yang selama ini selalu menemaninya bermain. Ibunya tak punya banyak waktu untuknya karena beliau harus bekerja untuk menghidupi Leroy dan juga dirinya sendiri.
Dulu Leroy tidak begini. Ia memang anak yang superaktif, tetapi ia jarang membuat keonaran dalam kelas. Ia tidak banyak berulah. Bu Mathilda sangat mengerti bahwa kenakalan Leroy disebabkan karena ia sedang mencari perhatian. Ia butuh perhatian.
Satu yang tak luput dari korban kejahilan Leroy adalah Kenny. Kenny adalah seorang anak lelaki yang pendiam. Ia tak banyak bicara dan nampaknya tak memiliki teman. Ia selalu berjalan sendirian ke mana pun ia pergi. Walaupun begitu, ia sangat ramah dan baik kepada semua orang. Ia selalu tersenyum saat berpapasan dengan siapa saja.
Ada yang aneh dengan Kenny. Ia terkadang terlihat bercakap sendiri. Padahal tidak ada siapa pun di sebelahnya. Anak yang aneh. Hal itu lah yang mungkin membuatnya dijauhi teman-temannya.
Namun ternyata Kenny tidak bercakap sendiri. Ada sebuah benda yang ia ajak bicara. Benda itu adalah sebuah boneka. Boneka kecil berambut pirang panjang dan memiliki senyum yang lebar. Bukannya Kenny gila atau boneka itu bisa bicara, tetapi Kenny telah menganggapnya sahabat yang selalu menemaninya ke mana pun ia pergi. Ia suka mengajaknya mengobrol untuk mengusir kesepian. Kenny selalu membawa Karen, namanya, di saku bajunya.
"Hai banci, sudahkah kau suapi dia makan siang? Janganlah biarkan ia terus yang menyuapimu. Ayolah kawan, kalian begitu romantis! Hahahaha."
Ledek Leroy sambil menunjuk Karen di saku Kenny. Kenny hanya tersenyum mendengarnya.
"Dasar banci. Boneka jelek usang begitu dipacari. Menyedihkan."
Kenny sudah terbiasa mendengar cemoohan Leroy, karena ia juga sering mendapatkan cemoohan dari teman-temannya yang lain. Sakit memang, tapi ia masih sanggup untuk menahannya. Ia menyayangi Karen, Karen satu-satunya teman yang dipunyainya. Setiap cemoohan yang ia dapat selalu dibalas dengan senyuman. Tak pernah lelah ia tersenyum kepada siapa pun yang mengejeknya. Sampai teman-temannya menjadi bosan karena tak ada tanggapan atau tangisan keluar dari mulut Kenny. Kenny tak mau repot-repot meladeni mereka. Ia tak pernah berniat untuk menambah masalah.
Leroy mengernyit. Ia heran mengapa Kenny tak pernah marah atau menanggapi ejekannya. Sudah berkali-kali ia meledek Kenny dengan makian-makian kasar. Tetapi anak itu hanya tersenyum dan tak berbuat apa-apa.
Leroy tak tinggal diam. Ia pernah menyembunyikan Karen di suatu tempat di kelasnya saat Kenny sedang lengah. Kenny yang baru menyadari bahwa bonekanya telah hilang saat bel pulang hampir berbunyi, langsung mencari-cari ke sana ke mari. Ia terus mencari hingga kelas telah kosong. Kenny menangis tepat saat James tiba-tiba datang dan membawakan Karen untuknya.
"Kenny, ini kan yang kau cari?"
Tiba-tiba James datang dan menyodorkan boneka.
"Oh demi Tuhan! Karenku!"
"Ambillah!"
"Terima kasih James! Terima kasih banyak!"
"Leroy menyembunyikannya. Aku melihatnya. Namun ia mengancam orang-orang yang melihatnya untuk tidak memberitahukanmu. Untung saja aku berada dikejauhan. Jadi aku tak masuk itungannya. Tetapi..."
"Tetapi apa?"
"Maaf karena aku baru bisa memberimu sekarang. Aku takut Leroy melihatku mengembalikan bonekamu."
"Oh, tak apa James. Kau sudah banyak membantu."
"Ehm, tolong jangan beri tahu Leroy kalau aku yang mengembalikan bonekamu ya."
"Tentu saja."
"Satu lagi. Kenapa kau tak pernah marah saat ia menjahilimu?"
"Aku tak suka perkelahian, James. Aku tak mau memperburuk keadaan. Lagipula aku sudah terbiasa dengan itu." Kata Kenny sambil tersenyum seperti biasa.
"Kau baik sekali, Kenny. Andai saja aku bisa melawan Leroy."
"Kau tak perlu melawan dia, James. Itu hanya akan menambah masalah."
"Seandainya aku bisa seperti kau."
"Haha. Baiklah, ayo kita pulang."
Pelajaran Olah raga sebentar lagi tiba. Semua murid diwajibkan memakai baju olah raga. Bagi murid yang tidak memakai baju olah raga akan kena hukum.
Leroy terlihat sibuk mengubek isi tasnya. Seharusnya ibunya memasukan baju itu di dalam tasnya. Apakah ibunya lupa? Leroy akan memarahinya sepulang sekolah. Dengan panik ia mencari di mana baju olah raganya berada.
"Leroy, pakailah bajuku."
"Hah?"
Leroy mendongakan kepala dan melihat Kenny berada di depannya dengan menengadahkan tangan menawarkan baju olah raga miliknya.
"Ambillah. Aku sedang tidak enak badan. Aku tidak akan ikut olah raga hari ini."
"Aku tidak mau memakai pakaian banci! Pergi sana!"
"Kau akan kena marah Pak Robert. Kau tahu itu."
Leroy memang takut akan Pak Robert. Guru olah raganya itu memang terkenal killer. Dari semua guru di sekolahnya, Pak Robert adalah satu-satunya guru yang ditakuti Leroy.
"Pergi kau! Aku tidak butuh bajumu!"
"Cepatlah. Jam pelajaran olah raga akan segera dimulai dan kau tidak boleh telat. Pak Robert akan menghukum anak yang telat."
Leroy diam sejenak. Tak lama kemudian Leroy merebut baju olah raga milik Kenny dan ia segera berlari ke toilet.
Saat pelajaran bahasa, setiap murid diminta untuk membuat karangan mengenai salah satu teman di kelas. Boleh teman dekat ataupun teman yang disukainya. Setelah selesai, bu Mathilda meminta beberapa anak untuk membacakan karangannya di depan kelas.
"Leroy, ayo maju ke depan. Bacakan karanganmu di depan teman-temanmu."
"Kenapa aku, Bu?"
"Ayolah, ibu tahu karanganmu pasti bagus."
"Tapi..."
"Tapi apa Leroy?"
"Baiklah."
Leroy maju ke depan dan membacakan hasil pekerjaannya.
"Aku punya teman. Tapi aku tak mau berteman dengannya. Karena ia seorang banci. Ia suka bermain boneka. Seharusnya anak lelaki tak bermain boneka seperti anak perempuan. Mungkin akan pantas kalau ia dipakaikan rok. Bonekanya jelek seperti dirinya. Ia selalu membawa boneka itu ke mana-mana. Ia orang yang aneh. Ia suka sekali berbicara dengan boneka itu. Aku pikir mereka berpacaran."
Semua anak tertawa mendengar karangan Leroy. Kenny hanya menunduk malu. Ia melihat sepintas kepada James. James pun ikut tertawa. Tak terasa mata Kenny berair. Tapi ia berusaha keras untuk tidak menumpahkannya. Saat James melihat sepintas ke arah Kenny, ia melihat setetes air jatuh dari matanya. Saat itu ia sadar bahwa ia telah salah besar ikut menertawai isi karangan Leroy.
"Tapi ia suka sekali tersenyum. Aku selalu menjahilinya tapi ia tetap saja tersenyum. Ia memang anak yang aneh. Kalian tahu siapa orangnya. Selesai."
Semua anak bertepuk tangan dan tetap tertawa.
"Leroy, mengapa kau membuat karangan seperti itu? Itu tidak baik." Tanya bu Mathilda.
"Karena dia memang begitu, Bu."
"Kau tidak boleh mencemooh temanmu, Leroy. Ia anak yang baik. Kau harus meminta maaf padanya."
"Tidak mau! Salah sendiri kau menyuruh kami membuat karangan mengenai teman sekelas!"
"Tapi kau bisa menceritakan kebaikannya."
"Sudah untung aku mau mengerjakannya, Bu!"
Leroy segera lari ke tempat duduknya dan merengut.
"Sudah sudah. Baiklah, aku harap kau mau meminta maaf pada Kenny, Leroy. Dan Kenny, jangan memasukannya ke dalam hati ya, Nak."
"Tidak apa-apa, Bu."
Kata Kenny lirih sambil tersenyum.
Lalu bu Mathilda memanggil anak lain untuk maju ke depan.
Hari ini bu Mathilda sedang sakit. Terpaksa ada guru pengganti yang menggantikannya di kelas. Namun Bu Mary tak bisa berlama-lama berada di kelas. Maka dari itu beliau menugaskan anak-anak untuk menggambar dan dikumpulkan begitu beliau masuk kembali nanti.
Sebagian besar anak membawa alat gambarnya. Sedangkan Leroy tidak. Tentu saja tak ada anak yang mau meminjamkan alat gambarnya kepadanya. Karena kesal, Leroy merebut krayon berbagai macam warna milik Lucy. Lucy yang tak rela, merebutnya kembali. Terjadi tarik tarikan krayon yang membuat isi krayon Lucy tumpah berceceran di mana-mana. Beberapa diantaranya patah. Ia kesal sekali dan menangis. Teman-teman Lucy langsung membantunya menyusun kembali isi krayonnya. Leroy segera pergi meninggalkan mereka.
"Kau boleh meminjam punyaku."
Tiba-tiba Kenny menyodorkan krayon miliknya.
"Aku masih memiliki pensil warna di sana. Jadi kau boleh menggunakan ini."
"Aku tak butuh krayonmu, banci! Tak usah sok baik! Pergi sana!"
Kenny diam sejenak. Ia lalu meletakan krayonnya di meja Leroy dan kembali ke tempat duduknya.
Leroy sangat ingin menggambar karena melihat teman-temannya tengah asyik menggambar. Akhirnya ia melirik krayon milik Kenny yang tadi ditinggalkannya. Tanpa basa basi ia langsung mengambil kertas dan mulai menggambar menggunakan krayon Kenny.
Kenny melihat sepintas ke arah Leroy, dan ia tersenyum.
Leroy melihat Kenny berjalan ke arah toilet. Maka dengan diam-diam ia mengikutinya sampai ke dalam. Leroy melihat Kenny masuk ke sebuah bilik. Ia pun segera masuk ke bilik tak jauh dari sana. Ia melihat ada ember kecil kosong dan buru-buru mengisinya sampai penuh. Setelah selesai, ia langsung keluar dan diam di dekat bilik di mana Kenny berada. Ia menunggu.
Begitu Kenny keluar, Leroy segera menumpahkan isi ember ke arah kepalanya. Maka ia pun basah kuyup seluruh badan. Leroy yang tertawa cepat-cepat berlari keluar meninggalkan Kenny yang kebasahan di dalam toilet.
Keesokan harinya, Leroy tak melihat Kenny sama sekali. Bangkunya kosong. Ia bertanya-tanya ke mana perginya anak itu. Ia kehilangan bahan bully-annya. Segera ia bertanya pada bu Mathilda.
"Bu, mengapa Kenny tak masuk kelas hari ini?"
"Kenny sedang demam, Leroy. Orang tuanya mengatakan badannya tiba-tiba panas tinggi saat ia pulang sekolah."
"Oh, kenapa bisa begitu?"
"Entahlah, katanya Kenny pulang terlambat kemarin. Kenny berkata bahwa ia hanya terlalu capai dan butuh istirahat."
"Oh begitu. Baiklah, Bu."
"Kau bisa menjenguknya kalau kau mau."
"Tidak usah. Terima kasih, Bu."
Leroy terdiam. Ia sedikit merasa bersalah. Mungkin karena ulahnya kemarin. Hari ini ia kehilangan orang yang selalu dijahilinya. Ia gerah karena tidak bisa menguslili si banci.
Leroy mendapati dirinya merasa aneh, ia tidak pernah menyesal telah mengerjai teman-temannya. Tetapi mengapa kali ini ia merasa bersalah?
Leroy kesal mengapa ia tidak pernah bisa membuat Kenny marah kepadanya. Menangis pun tidak. Ia gerah karena Kenny hanya membalasnya dengan tersenyum. Ia muak dengan senyuman Kenny. Ia ingin agar Kenny menanggapi jahilannya dengan tangis dan kemarahan. Tetapi ia tidak pernah mendapatkannya. Kenny malah tetap bersikap baik padanya dan terkadang menolongnya.
Leroy harus mencari cara. Ia tahu. Kenny pasti akan marah kalau bonekanya direbut. Maka ia mencari Billy, temannya yang juga nakal untuk membantunya.
"Kemarikan Karenku! Ayolah!"
"Untuk apa boneka lusuh jelek ini Kitty. Buang sajalah! Hahaha." Teriak Leroy.
"Tidak boleh. Ia pemberian nenekku yang telah meninggal. Aku sangat menyayanginya. Kemarikan."
"Kau laki-laki bukan sih? Seharusnya kau diberi mobil mainan. Bukan boneka." Kata Billy ikut-ikutan.
"Iya betul sekali. Atau kau mau diberi rok saja, Kitty yang manis? Hahahaha."
"Pasti kau akan sangat cantik." Kata Billy menimpali.
"Kurasa setelah diberi rok, kita harus memberinya seorang lelaki agar ia mau membuang boneka jeleknya ini."
"Betul sekali Leroy. Mungkin kau bersedia?"
"Tentu saja. Tidak. Cuih! Hahahaha."
Mereka terus lempar-lemparan Karen. Kenny di tengah berusaha menangkapnya sekuat tenaga. Sayangnya, Leroy dan Billy terlalu lincah untuk adu tangkap dengan Kenny.
"Kalian boleh mengejekku banci, aneh, gila atau apa pun. Tapi kalian jangan mengganggu Karenku!" Teriak Kenny yang mulai kewalahan.
"Oh, Karenku yang malang, ambil saja kalau kau bisa! Hahaha."
Lemparan Billy agak meleset kali ini. Karen yang jatuh segera dikejar oleh Kenny. Namun kalah cepat, Leroy menangkapnya lebih dulu. Dengan secepat kilat Kenny juga berhasil memegang kaki Karen. Terjadi tarik-menarik antara Leroy dan Kenny. Leroy berusaha menarik Karen dengan memegang bagian kepalanya. Karena tidak ada yang mau mengalah, mereka berdua gigih saling tarik-menarik. Sampai suatu ketika kepala Karen sudah tidak mampu menahan beban tarikan dan dalam sekejap kepalanya putus dan terpelanting jauh.
Melihat itu, Leroy dan Billy langsung pergi meninggalkan Kenny yang jatuh terdorong akibat gaya tarikan. Ia tersuruk dan sikunya berdarah. Ia melihat kepala Karen jatuh jauh di sana dan berjalan tertatih untuk memungutnya dengan menahan rasa sakit. Busa isi boneka itu sedikit terurai keluar. Kenny terduduk lemas melihatnya. Ia menangis sejadinya saat itu.
Leroy sedikit mengintip dari kejauhan. Baru kali ini ia berhasil membuat Kenny menangis. Menangis tersedu seperti yang selama ini ia harapkan. Tetapi anehnya, Leroy tidak merasa senang.
Esok harinya Leroy tidak melihat Kenny. Meja dan kursinya kosong. Ia tidak bertanya kepada Bu Mathilda karena ia merasa bersalah.
Namun keesokan hari dan seterusnya Leroy tidak pernah melihat Kenny kembali. Bangkunya kini telah kosong dan Kenny tidak pernah telihat lagi di sekolah.
Comments
bagusssss.....
selalu ada @yuzz di setiap tread ahhaha,,,
ceritanya terlalu cepet gleeaming
coba tarik napas bentar trus mulai nulis lagi hihii,,,
lanjut yaa
haghaghag.. ga juga kok, ada banyak juga yg nama ane kagak ada nongol..
eksisan juga situ.. )
gimana sih? hahaha
haha,,, yee eksis gimana wong posting saya aja cuma 10% posting nya @yuzz hahaha
abis td bilangnya "terlalu cepet gleeaming", kirain kata kerja.. haghaghag
wkwkwk, itu mah eror infonya @chibipmahu , aslinya baru 500an kok, itu angka 3 didepannya cm tipu-tipu...
hahhaha iya deh percaya,, asal di kasi permen ya ama @yuzz hihihi,,,
@chibipmahu mau permen? yuk sini.. :wink wink:
hai @gleeaming.. salam kenal...
Sedih masa @yuzz gak lihat namaku di awal hiksss
Oya @chibipmahu, ini memang cerpen kok. Yaa novlet lah ya. Bukan cerita yang berseason season gitu.
Ditunggu kelanjutannya yaa
lhoh? ini cerpen?? kalo cerpen udah tamat brarti?
tapi masi ada sambungannya kan?
Iya kak. Ga pendek gak panjanglah. Cerdang kali. Cerita sedang wkwk.
Belum tamat kok. Masih ada lanjutannya.
Kak yuzz harus baca ampe beres yak ntar
@yuzz jalan2 kok ga ajak2 si??
are u guys dating? i think u should. )
saya mah no komen aja lah kalo ada yg tanya sperti ini
biar @yuzz aja yg jawab )
@gleeaming owh cerdang yaaa.. haha.. tapi pasti bagus klo dibikin lebih panjang
karna disinikan orang2 nya suka yang panjang2 (obviously) hahaha iya kan @yuzz?