Allo semua...
Setelah sekian lama cuma jadi reader, sekarang aku mau nyoba nulis. Ini tulisan pertama aku. Baik itu di forum ini maupun si real life... Hope you will like it. And happy reading.
***
I
SEMBURAT warna jingga menebarkan keindahan panorama taman sore ini. Disini aku duduk sendiri sambil memainkan biola pemberian terakhir mama dan papa. Aku hanya bisa mengenang kepergian mereka. Keindahan yang disuguhkan taman ini tidak dapat lagi menenangkan ku. Hanya rasa sakit yang kurasa. Hidup hancur seketika.
'Pesawat kedatangan Singapura menuju Indonesia mengalami kecelakaan.' Kalimat itulah yang kudengar 2 minggu yang lalu. Pesawat yang membawa kedua orang tuaku mengalami kecelakaan. Jatuh di sungai Musi. Hingga kini tidak diketahui penyebab utama kecelakaan pesawat tersebut.
Kini, aku benar-benar menyesal. Kenapa aku tidak ikut saja pergi bersama mereka untuk menjenguk kakek yang sedang sakit keras disana? Agar aku bisa pergi meninggal dunia fana ini bersama mereka. Aku tidak mau sendiri disini!
Aku tidak tahu lagi, harus bagaimana aku menjalani hidup ini. Tidak ada lagi yang memarahiku, ketika aku telat bangun untuk berangkat ke sekolah. Tidak ada lagi mama yang selalu mencium keningku ketika aku hendak tidur. Tidak ada lagi papa yang selalu menjadi "rival" ku ketika bercengkrama bersama di meja makan. Sendiri. Sepi. Itulah kini yang kurasakan. Ternyata ini yang dirasakan anak panti yang setiap minggu disatangi mama dan papa sekedar untuk memberikan sedikit bantuannya.
Terkadang, ingi aku protes pada Tuhan: Mengapa begitu cepatnya Dia mengambil mama dan papa? Mengapa Dia tega membiarkanku hidup sendiri seperti ini? Namun, apalah daya. Aku hanya makhluk-Nya, yang tidak akan pernah bia protes akan takdir yang menimpaku.
Di taman ini, bunga Krisan yang beraneka warna terkena sinar jingga sang surya yang pulang ke peraduannya. Entah sudah berapa lama aku disini. Kembali aku teringat tika aku masih kanak kanak. Mama dan papa sering mengajak ku kesini. 'Mama ingin kamu seperti Krisan ini, Sayang.' Tika ku tanya kenapa aku sering dibawa ketaman ini. 'Krisan melambangkan keceriaan. Mama dan Papa ingin kamu selalu ceria dan menceriakan orang lain!' Tapi, nyatanya kini Krisan ini telah layu. Tiada lagi keceriaan dalam hidupku. Semuanya telah lenyap bersama perginya keuda orang tuaku. Kini Krisan ini telah berubah menjadi bunga penghiasa makan seperti, yang dilakukan oleh warga Perancis. 'Krisan juga bisa bermanfaat untuk relaksasi ketika dibuat menjadi teh.' tapi kini, Krisan ini tidak lagi dapat "merelaksasikan" ku, yang ada malah semakin menekanku dengan mengingatkanku akan kecintaan mama pada Krisan. 'Dan juga Krisan dapat menyembuhkan mata yang bengkak.' lagi lagi, Krisan tidak dapat menyembuhkan "pembengkakan" pada mataku karena terlalu banyak mengeluarkan kesedihanku.
Comments
"Adam?" sura yang sangat familiar menyapa gendang telingaku, menghempaskan kembali pada kenyataan dari lamunan panjang akan kenangan berasama mama dan papa.
Aku berbalik kebelakang. "Ya Kak?" Balasku. Sambil memaksakan senyum dan menhapus air mata dengan telapak tanganku.
Kak Qari, Abqari Aditya lengkapnya. Sebenarnya aku tidak terlalu sendiri karena, masih ada keluarga angkatku. Sehari setelah pemakanman orang tuaku, om Aditya dan tante Syifa mengangkatku menjadi anak mereka. 'Kakak juga ingin ngerasain punya adik laki-laki.' Alasan itu berasal dari kak Qari. Kak Qari punya adik perempuan, namanya Ananda Aqila, anaknya cantik dan ramah. Dia sangat gembira ketika diberi kabar bahwa aku diangkat menjadi kakanya. Sekarang dia kelas IX SMP di Padang bersama kakek dan neneknya.
Om Aditya dan tante Syifa adalah sahabat mama dan papa serta rekan kerja di perusahaan mereka. Keluarga kami sangat dekat dan akrab, sehingga aku tidak terlalu canggung jika bersama mereka.
"Disini rupanya kamu Dek? Ayah sama Bunda nyariin kamu dari tadi. Mereka khawatir banget sama kamu." Katanya sambil duduk disampingku.
"Maaf Kak. Tadi aAdam pergi gak pamit."
"Gak papa, Dek..." Kak Qari menhela nafas lalu melanjutkan. "Kamu jangan terus-terusan murung kayaka gini. Kami semua khawatir banget sama kamu.nohong banget kalau Kakak bilang, Kakak tahu bagaimana rasa sakit yang kamu rasakan. Tapi, paling gak Kakak ngerti. Pasti sakit banget ditinggal orang tua kita. Tapi..." Kak Qari mengalihakan pandangannya dari keindahan Krisan didepannya mengahadap kearahku, lalu menatap mataku dalm dengan tatapan hangatnya. "Kamu harus bisa ngerelain mereka, ngelepasin mereka untuk pergi dengan tenang. Kakak yakin, mereka pasti sedih banget ngeliat anak kesayangan mereka murung dan sedih seperti ini. Kamu harus move on, Dek. Udah 2 minggu kamu gak sekolah 'kan? Udah banyak banget masa yang udah kamu buang percuma dengan kamu ngelamun gini. Baiknya kamu shalat dan berdoa untuk mereka. Kamu tahu 'kan kalau doa anak itu cepat banget dijabah sama Allah?
"Kamu gak sendiri, Dek. Kamu masih punya nenek kamu di Aceh, ada Ayah, Bunda, Kakak dan Aqila. Kami semua sayang banget sama kamu." tutur kak Qari panjang lebar. Seingatku dia belum pernah dia berbicara sepanjang ini.
Aku begitu tersentuh dengan ucapan kak Qari. Dari nada ucapannya, tatapan hangatnya dan senyumannya, aku tahu, dia mengucapakan semuanya dengan hatinya. Dia menyayangiku, sangat. Aku tahu itu! "Makasih ya Kak, untuk semuanya!"
Kak Qari hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Ngomong-ngomong, kapan kamu mau sekolah lagi? Udah lama banget lho kamu gak sekolah."
"Ia juga ya Kak?" Desahku. "Dah lama banget Adam gak sekolah. Besok Adam mulai masuk lagi deh."
"Nah gitu dong. Itu baru adek Kakak yang ganteng." Ucapnya sembari mengusap rambutku.
Aku tidak tahu mengapa, setiap kak Qari mengelus suraiku rasa aman dan nyaman ini selalu melingkupi hatiku.
"Ya udah, yuk kita pulang. Kayaknya malam ini bakalan hujan lagi." Kak Qari bangkit dari duduknya -mengambil biolaku yang telah dimasukkan kedalam tas, untuk dibawanya.
"Yuk. Adam juga dah laper banget, dari siang belum makan." Kami melangkah beriringan menuju mobil yang diparkir di pinggir jalan.
***
Mohon bantuan semuanya...
Need your comment, untuk memperbagus lagi ceritanya.
#SMILE
HARI ini, aku mulai masuk sekolah setelah libur selama 2 minggu. Banyak teman yang mengucapkan kata penyemangat dan ungkapan turut berduka cita. "Terima kasih." hanya itu responku dan tersenyum tulus.
"Dam, denger-denger hari ini ada anak baru lho." Ucap Sam, salah satu sahabatku. Sam ini orangnya kecil, imut manis gitu. Tapi, jangan salah, walau kecil gini dia jago banget Karate. Bahkan dia sekarang dia sudah ban hitam. Aku saja dia yang ngajarin.
"Oh.!" Hanya itu tanggapan ku.
Aku tahu hari ini aku sangat sedikit berbicara. Aku merasa aku juga telah berubah. Dari Adam yang ceria penuh semangat menjadi Adam Si Pendiam. Tapi mau diapakan lagi? Aku memang lagi malas berbicara.
TEET... TEET... TEET...
Bel masuk 'pun berbunyi. Tak lama Miss Caroline masuk kekelas dengan gaya anggunnya.
"Morning students." Sapa Miss Caroline dengan aksen british yang sangat kental. Maklum saja. Dia blasteran Inggris dan Manado.
"Morning, Miss..." Koor panjang siswa sekelas, kecuali aku. Yap, kalian tahukan kenapa? Aku lagi malas ngomong.
...
Ditengah-tengah pelajaran berlangsung, pintu kelaspun diketuk dan Miss Caroline 'pun keluar kelas. Setelah berbincang sebentar dengan orang yang diluar, beliau masuk bersama seorang cowok -aku yakin dia anak baru yang diceritain Sam tadi. Soalnya aku tidak pernah melihatnya di lingkungan sekolah.
Seketika kelas heboh dengan pekikan histeris dari makhluk tuhan yang paling "unik" di dunia bernama perempuan.
"Keep silent girls..." Pekik Miss Caroline, sambil ngedipin mata kayak orang kelilipan. "jaim dikit dong depan cowok cakep!" Sambil menepuk pelan bahu cowok baru itu. Cowok itu hanya diam tanpa ekspresi. Astaga! Gak nyangka ternyata gurupun bisa centil gitu. Ck ck ck dunia, dunia.
"Ya, anak-anak kelas kita kedatangan murid baru. Cakep banget lho. Ayo, kenalkan diri kamu." ujar Miss Caroline pada cowok baru itu -yang sebentar lagi akan kuketahui namanya.
"Hello, my name is Levi. Levi Alexander. Saya pindahan dari Medan. Mohon bantuannya." Wow, suarnya berat dan merdu. Kuperhatikan teman-teman cewekku tidak ada yang berkedip melihat Levi. Ck. Dasar cewek!
"Okey, any question boys and girls?" Tanya Miss Caroline dengan gay centilnya -yang baru kali ini kulihat.
Tanpa menggangkat tangan Shinta langsung memberondong dengan ribuan pertanyaannya. "Kamu dah punya pacar belum? Boleh minta nomer hp, pin BB, nomer sepatu, ukuran celana, baju, alamat kamu dimana ya?"
Shinta, sahabat ku yang satu ini memang "ajaib" dan paling centil seantero sekolah. Bahkan tidak sedikit kakak kelas yang benci banget sama dia. Ya... Sebenarnya karena iri sih. Soalnya, Shinta ini paket lengkap. Udah cantik, pintar, tinggi, langsing pula. Pokonya perfect deh. Kalau aja aku suka sama perempuan, mungkin aku sudah jatuh hati padanya.
"Saya rasa pertanyaan itu tidak perlu dijawab!" Tegas Levi. Dalam seketika kelas kembali gaduh dengan tawa seluruh siswa bahkan aku 'pun ikut tertawa. Miss Caroline juga turut andil memberikan suara kikikannya. Sedang shinta hanya mesem-mesem gak jelas.
Miss Caroline yang lebih dulu sadar dari tawanya langsung menengahi. "Sudah-sudah." Dia berdehem. "Kamu duduk di sana, disebelah Andre, dibaris ke 3 dari depan." Tunjuk Miss Caroline.
"Thanks, Miss." Ujar Levi sembari berjalan menuju kebangku Andre. Sekilas dia melihat kearahku dan tersenyum manis. Lalu duduk di bangkunya.
"Wah, senyum Levi manis banget..." Kata Shinta dengan tatapan berbinar-binar. "eh, kok dia senyum sama kamu, Dam? Enak banget kamu."
aku hanya mengangkat kedua bahuku sebagai jawaban. Dan kembali fokus pada pelajaran didepan.
***
Mereka bertiga sedang asyik makan dengan lahapnya, sedang aku hanya duduk melamun memerhatikan mereka. Sampai...
"Dek?" Suara kak Qari memanggilku. Dan Shinta langsung berhenti dari kegiatan makannya lalu pasang pose cantik ala Syahrini. Ya... Karena dia jatuh hati at the first see sama kakak ku yang ganteng ini.
"Kamu gak makan, Dek?"
"Makan kok, Kak. Ini hampir selesai. Kakak mau? Biar Shinta yang pesanin. Tenang aja Kak, kalau untuk Kakak, Shinta yang bayarin deh." Belum sempat aku membuka mulut sudah di serobot Shinta.
Kak Qari hanya memutar bola matanya. Jengah. "Kamu harus makan, Dek. Ntar kamu sakit. Pagi tadi srapannya cuma dikit aja. Kalau kamu sakit Kakak juga yang kena marah sama Ayah dan Bunda." Kata kak Qari padaku. Tanpa menghiraukan penuturan Shinta tadi.
"Ia Kak. Ini juga mau pesen kok."
"Kakak aja yang pesenin ya!" Belum sempat aku membalas ucapan kak Qari, dia sudah pergi memesan makanan ku.
Tak lama, kak Qari datang dengan membawa sepiring nasi goreng sea food dan segelas apple juice kesukaanku. "Nih Dek makanannya." Dia duduk disebelah ku. "Kakak suapin ya?"
"Malu Kak. Adam bisa sendiri kok. Lagian banyak anak-anak juga disini." Aku yakin, mukaku pasti sudah seperti udang rebus sekarang, saking malunya.
"Emang Kakak peduli? Sama adek sendiri ini. Ayo, aaa..." Ngotot banget sih kaka Qari ini. Emang dia gak malu apa rame gini?
"Ih... Kak Qari kalau Adam gak mau Shinta aja. Shinta mau kok disuapi sama Kakak. Ikhlas, redho Shinta mah. Suer deh." Kata Shinta sembari menunjukan 2 jarinya membentuk huruf V.
"Tapi Kakak yang gak mau dan gak redho nyuapi kamu!" Ketus kak Qari. Jawaban pertama dari kak Qari untuk Shinta agaknya cukup menyakitkan. Aku, Sam dan Bila hanya tertawa.
"Nih Dek. Aaa..."
Mau tidak mau aku harus mau disuapi kak Qari. Karena aku tahu, dia orang yang gak bakal nyerah sebelum apa yang dia mau didapatkannya. Kalau aku bilang sih dia itu NGOTOT.
"Nah gitu barru adek, Kakak." Aku hanya bisa tersenyum miris. Bagaimana tidak? Seisi kantin melongo melihat kearah kami. Tapi, kuihat kak Qari biasa saja. Tidak ada rasa canggung dan malu sama sekali. Bener-bener deh ni orang!
...
"Nah selesai." Katanya sambil tersenyum dan mengacak rambutku. Awalnya aku tidak suka jika dia mengacak-acak rambutku. Tapi lama kelamaan aku malah terbiasa malah kini, aku merasa tenang jika dia melakukannya. Ketika mataku beralih menatap Shinta, dia memasang tampang mupeng. Hahah, konyol banget mukanya. "Kakk balik kekelas sulu ya. Ntar lagi udah bel."
"Lho Kakak gak makan?"
"Belum. Hehehe..."
"Tadi maksa Adam harus makan! Mana pake disuapi segala lagi. Gak taunya, Kakak sendiri juga belum makan, gimana sih?"
"Yang penting itu kamu. Kakak gak makan juga gak masalah. Udah ya, bye."
Setelah kak Qari keluar dari kantin, Shinta langsung nyeletuk. "Wah, Kak Qari baik dan perhatian banget sama kamu Dam. Sama aku aja, dia kayak mau makan orang." ucapnya sambil cemberut.
"Makanya, jadi cewek jangan over centil Shin. Bukan makin suka, yang ada cowok pada ilfeel sama kamu." Sambar Bila sambil cekikikan.
***
@hehe_adadeh : dulunta sih ia. Tapi sekarang udah pindah. Kamu anak Aceh kah?
@Gabriel_Valiant : thx udah mampir. Ini udah dilanjut.
SATURDAY NIGHT
AKU lagi tidur-tiduran di kamar. Gak ttau mau ngapain. Anak-anak udah pada ada rencana. Shinta lagi belajar bikin kue sama mamanya. Sam lagi jalan sama gebetannya. Kalau Bila, dia sudah pasti gak mau jalan berdua bareng aku. Itu karena dia anak rumahan, dan dia terlalu dijaga oleh abi dan uminya. Jadi, disinilah aku sendirian di ruangan berwarna biru langit ini.
Tiba-tiba pintu kamar ku diketuk dan kak Qari menyurukkan kepalanya ke sela pintu yang telah dibukanya sedikit.
"Dek, Kakak ganggu gak?"
"Enggak kok. Emang ada apa?"
"Gini, Kakak pengen ngajak kamu nonton. Malam minggu juga 'kan. Ayah sama Bunda pasti ngijinin kita keluar malam ini." Tumben banget kak Qari ngajakin aku keluar malam minggu gini. Biasanya dia 'kan jalan bareng temennya.
"Beneran, Kak? Tapi, kok tumben ngajakin Adam jalan. Biasanya Kakak jalan bareng temen Kakak?"
"Ya gak papa dong, sekali kali Kakak jalan bareng sama kamu."
"Ya udah deh. Bentar ya Adam ganti baju dulu."
20 menit kemudian
Kak Qari masuk kedalam kamar ku. "dek, udah belum? Lama banget dandannya."
"Ia Kak, ini juga udah sel..." Aku lalu terdiam setelah memalingkan pandangan ku pada Kak Qari. Dia benar-benar mempesona malam ini. Padahal dia hanya menggunakan kaos polo putih, jaket hitam, jeans belel yang dipadukan dengan jam tangan Tokyo Flash putihnya dan tak lupa Sneakers putih, tapi semua itu benar-benar pas di tubuhnya. Mungkin Tuhan sedang good mood ketika menciptakannya.
"Dek, kok malah bengong?"
"Ah... Eh... Gak kok." Aku gelagapan. "Kakak cakep banget hari ini, kayak mau jalan sama pacarnya aja."
"Hahahaha bisa aja kamu. Kamu juga cakep kok. Yuk ah..."
Lalu kami turun keruang keluarga di lantai 1. Disana sudah ada Ayah, Bunda dan mbok Darmi. Aku sudah tidak heran lagi kalau mbok Darmi ada juga disini sedang nonton tv, karena bunda tidak suka membeda beda 'kan orang lain. 'Dimata Allah, yang membedakan manusia itu hanya ketakwaannya saja, bukan harta dan jabatannya. Jadi, untuk apa Bunda membeda beda manusia?" Kata bunda ketika ku tanya kala itu. Itulah salah satu sebab aku sangat menyayangi bunda.
"Ayah, Bunda, Qari pergi dulu ya bareng Adam."
"Memangnya mau kemana, Ri? Adam belum makan tu. Bunda gak mau Adam sampe sakit."
"Cuma nonton aja, Bunda." Jawabnya. "Nanti kami makannya diluar aja. Udah lama juga 'kan kami gak makan diluar."
"Ya udahlah, Bunda. Ijinin aja mereka pergi." Bela ayah.
"Ya udah. Tapi, jangan sampe lupa makan!"
"Ia, Bunda. Ayah, Bunda kami pergi dulu ya." Aku pamit pada ayah dan bunda. "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam."
...
Dijalan, aku dan kak Qari hanya diam saja. Aku tidak mau memulai pembicaraan karena takut mengganggu konsentrasi nya ketika menggendara. Maklum saja, lalu lintas kota satnight gini lagi rame-ramenya.
Seperti kata kak Qari tadi sebelum kami pergi ke Cinema XXI, kami mampir makan dulu di restoran minang -restoran favorite kami. Setelah selesai makan kami langsung pergi ke Cinema XXI.
...
"Emang Kakak udah beli tiketnya?" sejak kami datang tadi. Kami langsung menunggu didekat pintu masuk bioskop tanpa membeli tiket terlebih dahulu.
"Udah kok. Malah sebelum kita berangkat dari rumah udah Kakak beli. Santai aja... Kamu pasti suka filmnya." Katanya sambil menaik turunkan alis tebalnya.
Aku jadi curiga dengannya. Dari nada suarany kayaknya ada yang dia sembunyikan. Ah sudahlah mungkin hanya perasaan ku saja.
"Ya udah. Yuk masuk, Dek. Itu pintunya udah dibuka."
Kami duduk di kusi penonton. Rame juga yang nonton. Tidak lama kami duduk, filmnya sudah dimulai. Dan, ternyata film yang akan kami tonton adalah film horor. Gila ni kak Qari. Dia kan tau aku paling takut sama yang namanya fil horor. Ternyata benar juga perasaan tidak enak ku tadi. Mana bioskopnya gelap banget lagi.
"Kak, pulang yuk. Kakak kan tau Adam takut banget sama film horor."
"Ntar aja, Dek. Lagi seru ni filmnya. Kan ada Kakak juga disini."
KIKIKIKIKIII
"Hwaaa... Kak pulang yuk. Adam takut banget ini." aku hanya memejamkan mata. Tidak berani memandang kedepan layar.
"Hahaha... Ntar lagi aja. Kalau kamu takut kamu peluk Kakak aja."
Jadilah selama film berlangsung aku hanya memeluk kak Qari sambil memenjamkan mata. Haduh, gimana ntar aku tidur. Pasti kebayang terus miss Kuntinya.
Di luar bioskop
"Adam gak mau tau. Pokoknya malam ini Kakak harus tidur bareng Adam! Salah Kakak sendiri ngajak Adam nonton film itu." Aku memaksa kali ini. Aku beneran takut sodara sodara.
"Siiip booossss..." Sambil mengacungkan kedua jempolnya.
***
Aku juga melihat sepasang manusia dengan baju putih bersih tanpa noda, sedang menatap kepadaku dengan tersenyum bahagia. Senyum yang selalu kurindukan. Senyum menawan yang tidak akan pernah kulupakan. Kebahagian terpancar dari keduanya. Keriput yang biasanya menhiasi wajah keduanya kini telah tiada. Wajah mereka mulus tak bercela. Ya, mereka mama dan papa.
Aku benar benar rindu akan hadir merkeka. "Ma... Pa... Adam kangen." Isakku tak tertahan.
Aku berlari secepat yang kubis mengejar mereka untuk merengkuh mereka dalam pelukku. Tapi, kaki ini tidak mampu bergerak. Terus kupacu kakiku. Namun, tetap tertahan oleh kekuatan tak kasat mata. Semakin lama, mereka semakin menjauh dari pandangan ku. Hingga mereka hilang tak berbekas.
"PAPA, MAMA JANGAN TINGGALIN ADAM LAGI!" Huft, mimpi itu lagi.
"Dek, kamu gak papa? Mimpi lagi ya?"
"Ia, Kak. Adam kangen banget sama mereka."
"Yang sabar ya, Dek. Besok ikut Kakak yuk. Kakak mau bawa kamu ke suatu tempat."
"kemana Kak?"
"Ada deh. Ya udah yuk tidur lagi. Biar besok gak telat pergi kesan nya."
"Ya udah."
Tak ku sangka, tiba-tiba kak Qari memuluk ku. Dan rasa nyaman dan terlindungi itu kembali bersarang dihatiku. Dan aku pun terlelap dalam pelukan kak Qari.
***
"Panti asuhan?" Aku heran. Pagi pagi kak Qari mebangunkan ku hanya untuk pergi kepanti asuhan. Tumben sekali dia ngajakin aku kesini.
"Ia, kamu semalemkan mimpi ketemu mama papa kamu. Jadi, Kakak bawa kamu kesini."
"Apa hubungannya mimpi dengan panti? Yang ada kalau mimpi orang yang telah meninggal itu kita pergi kekuburannya bukan ke panti."
"Gini, mama papa kamu tiap minggu pasti kesini kan? Disini banyak banget yang telah dilakukan orang tua kamu. Biar kamu mengenang mereka dalam bentuk kebaikannya."
Ia juga. Mama dan papa sering banget kesini. Aku juga pernah dibawa kemari. 'Supaya kamu ngerti dan tau gimana rasanya jika kita tidak memiliki siapa siapa lagi didunia ini.' kata papa.
Kini aku sadar, aku lebih beruntung dari mereka yang disini. Allah pasti menjaga mama dan papa. Lagipula, dalam mimpi kulihat mereka tersenyum bahagia kearahku.
"Dek, kok bengong? Ayo masuk" Kak Qari mengangetkank dari lamunanku. "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Eh, Nak Adam dan Nak Qari. Udah lama sekali kalian tidak kemari. Mari masuk." Wanita kisaran 40 tahunan menyambut kami dengan senyuman hangatnya.
"Ia nih, Bu. Adam kan sekarang kerjanya melamun aja di taman Krisan sambil mainin biolanya." Kusikut keras Kak Qari, dia hanya cengengesan gak jelas.
Apa-apain ini? Kak Qari pake acara ngadu segala sama ibu panti. Ya sudahlah, siap siap aja pasang telinga untuk ngedengerin kuliah panjang dari ibu ini.
"Ya Allah, Nak Adam. Jangan suka ngelamun gitu. Ibu tau, kamu baru berduka kehilangan kedua orang tua kamu, Ibu tau bagaiman rasanya. Karena Ibu pernah ngerasain apa yang kamu rasain. Tapi setelah ibu fikirin lagi, untuk apa ngelamun gak jelas? Mereka udah tenang disana. Ditempat yang lebih baik dari pada dunia fana ini.
"Untuk apa membuang masa untuk hal yang tidak perlu? Kalau kamu beneran sayang sama mereka, kamu ingin mereka tenang disan, baiknya kamu ambil wudlu dan dirikan shalat serta panjatkan doa untuk mereka. Itu lebih baik dan bermafaat untuk mereka dan kamu tentunya. Mereka akan tenang karena, doa dari anak kandung itu lebih cepat di kabulkan ketimbang doa orang lain. Dan kamu bisa tenang dengan mendirikan shalat. Nah mulai sekarang kalau kamu kangen sama mereka baiknya kamu shalat atau kamu main kesini aja. Kan mama dan papa kamu sering banget kesini."
See? Gini ni kalau ibu panti sudah ngomong panjang lebar, dan anehnya dia bisa menyelesaikan omongan sepanjang ini hanya dengan sekali tarikan nafas.
Tapi, semua kata-katanya itu memang ada benernya juga. Untuk apa aku melamun terus-terusan?
"Dengerin tu, Dek apa kata ibu panti!" Senyum manis manisnya tertuju padaku. Meleleh deh kalau neliat senyumnya. Tahukah kak kalau Adam begitu mendambakan mu?
"Ia, Kak. Maksih ya Bu udah ngasih pencerahn yang bermanfaat untuk saya. Saya gak akan ngelamun lagi."
"Ia, Nak Adam. Ibu hanya memberikan apa yang Ibu ketahui. Iotu juga demi kebaikan Nak Adam sendiri.
"Hmmm, Bu adik-adik pada kemana? Saya kangen juga sama merreka. Udah lama juga kan saya gak kesini. "
"Ya udah. Kalian keatas aja. Mereka ada di lantai 2 semua. Maaf, Ibu gak bisa nemenin. Ada tamu soalnya."
"Gak papa, Bu."
"Kak Qari...ita kangen..." Teriaka cetar membahana ala Nita menggema diseantero ruangan ini. Heran jua neliat anak ini, baru 5 tahun aja udah bisa teriak sekeras itu, bagaimana kalau sudah besarnya?
"Jadi sama Kakak gak kangen nih?" Kataku sambil memajukan bibir.
"Ya gak lah. Yang dikangenin itu cuma orang yang punya level ganteng diatas rata-rata. Untuk apa kangen sama orang jelek?" Kak Qari nyeletuk. Cari mati dia rupanya.
"Ganteng apanya? Ganteng juga Adam. Nih liat, Adam punya lesung pipi, 2 lagi. Kak Qari mana ada." sambil memamerkan lesung pipiku.
"Kamu cuma memang lesung pipi doang. Nih liat Kakak, lebih tinggi dari kamu, lebih putih, mata kakak tajem gini banyak yang suka ini. Terus, perut kakak six packs gak kayak kamu rata gtu perutnya." sambil memamerkan semua kelebihannya dengan gaya pongah nan angkuh. Tapi memang benar sih apa yang dia bilang. Tapi aku gak mau ngalah. Enak aja. Jangan panggil Adam kalu aku mengalah.
"Itu doangkan lebihnya kakak dari Adam? Nih, Adam bilangi ya! Senyum Adam lebih manis dari Kakak, mata Adam juga bagus, kata temen Adam meneduhkan bagai oase di gurun pasir. Terus, suara Adam juga bagus, Adam jago maen piano, biola, renang sama karate." Aku gak mau kalah nih. Enak aja. Kalah? No way...
"Halah, Kakak juga bisa kalau olah raga gitu. Kakak jago basket, sepak bola, terus..."
"HEI... Anak kecil... Iko yang lebih ganteng dan kelen dali kalian." Tib-tiba Niko kembaran Nita memotong omongan Kak Qari. Apa katanya? Anak kecil?
"APA? ANAK KECIL?" Teriak ku barengan dengan kak Qari. Anak yang lain hanya diam melongo melihat kearah kami.
"Ia, Kakak-kakak kayak anak kecil. Kata Ibu yang suka belantem cuma anak kecil aja. Mana ada anak besal suka belantem?" Ia juga ya? Aku juga kayak anak kecil. Ngapain juga tdi aku kepancing sama umpan kak Qari.
Aku dan kak Qari hanya cengengesan.
"Kamu ya, udah nagatain Kakak anak kecil. Nih, rasain!" Aku menggelitiki pinggang Niko sampai dia tidak berkutik.
"Ampun... Kak... Niko gak bakal ngatain Kakak anak kecil lagi deh..." Puas aku ngerjain ni anak.
"Beneran?"
"Benel, suel deh!" Niko memberika 2 jarinya kepadaku.
Hilang sudah kesedihanku selama ini. Semoga mama dan papa bahagia melihat aku bisa tersenyum lagi. Adam janji gak akan sedih lagi,batinku.
***
@Elnichie : thx dah comment. Liat ntar aja gemna kelanjutan hubungan Adam dan Qari.
@Gabriel_Valiant : apanya nih yang mencurigakan?
Bakalan stay tu tnggu cerita ni ..
Mudah2an smpe tuntas yaa.. Jngan ngegantung... .bnyk crita yg ngegNtung di forum ini