It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
By: Yanz (FB: [email protected])
Annyeonghasaeyo, moshi-moshi, gue Yanz kembali lagi, kali ini dengan cerita pendek satu part tamat. Sebelumnya gue berterimakasih sama senior gue Ichikawa Show, Aikawa Saki yang sudah ngasih gue inspirasi buat cerita kali ini, semoga cerita gue kali ini juga ngehibur kalian, wokeeh mendingan kita mulai ceritanya…
Cerita bermula saat seorang cowok muda bernama Rio baru masuk SMA,bokap dia nih adalah seorang master taekwondo, sedangkan dia sendiri sudah sabuk hitam dalam martial art tersebut, nah jadi dia niatnya mau meninggalkan dunia kekerasan karena dia mau jadi anak baik-baik di SMA, mau hidup normal tanpa kekerasan.
Karena banyaknya siswa-siswi baru, para senior dan guru pun pada sibuk mempromosikan club alias ekstrakurikuler masing-masing, ‘gue harus ambil club paling popular nih, karena gue harus jadi idola’ batin Rio.
Saat Rio sibuk clingak clinguk kaya anak ayam kesasar nyariin induknya tiba-tiba ada yang nyapa dia, “Hei bro, kita sekelas kan?” sapa pemuda berambut coklat tersebut.
“Yoa bro.. oiya gue lupa nama lu, gue Rio,” balas Rio sambil menyodorkan tangannya.
“Gue Hasan, eh lu sudah nentuin masuk club mana belum?”
“Belum bro, lu sendiri milih apa?”
“Ikut club taekwondo aja lah sama gue, gue denger seniornya cakep-cakep dan keren, kali aja kita kecipratan keren…”
“Emang bisa gitu?” Tanya Rio dengan wajah bego.
“Ya bisa lah bro, kalau kita bergaul dengan kumpulan orang popular otomatis kita ikutan popular!” kata Hasan bersemangat sambil nyeret-nyeret Rio dengan nistanya ke grombolan anak-anak yang ngebet daftar club taekwondo.
“Ogah ah gue… gue gak suka kekerasan,” kata Rio berontak sambil berusaha keluar dari gerombolan. Namun, waktu Rio keluar dia ketabrak seseorang bertubuh tegap, dia Cuma sedada tuh orang sampai-sampai dia harus ngedongakin kepala buat ngelihat siapakah gerangan orang yang dia tabrak.
“Guys, gue sudah nemuin orang yang cocok buat jadi manager club taekwondo kita,” kata cowok tinggi tersebut sambil ngangkat badan Rio ke bahunya sampai-sampai semua orang dapat ngelihat dia.
“Hei lu! Apa-apaan lu? Seenak lu saja nyuruh gue jadi manager, itu tugas cewek dan gue gak minat ngerjain hal yang gak penting begitu.”
“Lu ingat gue gak Rio matsumoto?”
“Dari mana lu tau nama gue?”
“Gue Divian Anggara, masih gak ingat lu?”
“Gak ingat gue, orang gak penting kali lu makanya gue gak ingat.”
Divian langsung menurunkan tubuh Rio dan mengacak-acak rambut Rio dengan kasar, “Lu harus terus bersama gue sampai lu ingat siapa gue, satu hal lagi, panggil gue senior.”
Rio menatap tajam seniornya tersebut dan Divian menarik kerah bajunya dengan kasar, pengen sih si Rio ngeluarin jurusnya Cuma dia ingat tujuannya di sma, kalau dia harus jadi anak baik dan menghindari kekerasan jadi dia pasrah aja di seret-seret kaya karung beras.
Oiya gue sebagai narrator lupa satu hal yaitu mendiskripsikan fisik sang pemeran, si Rio adalah cowok keturunan jepang bertubuh mungil dari cowok kebanyakan namun lincah, kulit putih dan bertampang cute, dulunya dia kasar namun sekarang dia mau berubah jadi cowok ramah dan idola sekolah, dia anak kelas X.1, dia juga selalu menyapa siapa saja dan suka tersenyum sehingga di sma ini dia sangat gampang bergaul terutama sama cewek, begitu banyak cewek-cewek yang mengkrubutin dia kaya lalat.
Sedangkan Divian adalah cowok cute namun bertatapan cool dan bersikap cool juga, dia punya badan yang awesome, tinggi, kurus namun padat. Walau terkenal sebagai senior yang dingin dan kejam tapi dia sangat popular terutama dikalangan cewek coy..
Rupanya tadi si Rio ditarik ke basecamp anak taekwondo, “Tugas pertama lu, bersihin nih ruangan,” perintah Divian dengan suara lantang.
Disela-sela tugasnya, Rio dapat perintah lagi dari Divian, “Jagain nih marmut kesayangan gue Ciku, kalau dia kenapa-kenapa, kepala lu yang jadi taruhannya,” ancam Divian.
‘Dasar senior kejam, gak berperasaan dan seenaknya!!!’ gerutu Rio dalam hati.
“Hei bro… enak gak jadi pembantunya anak taekwondo? Hahahaha..” ejek Hasan.
“Kampret lu…”
“Makanya jangan ngeyel… diajakin masuk club taekwondo malah gak mau, tapi ujung-ujungnya lu jadi keluarga taekwondo tapi kalau gini kan posisi lu sama sekali gak keren.”
Rio Cuma mengernyitkan dahinya sambil menyumpah-nyumpahin temennya yang kampungan and kebelet gaul tersebut dalam hati.
“Apaan nih bro? unyu banget…” Tanya Hasan sambil menatapi kandang kecil si marmut bernama ciku tersebut.
“Itu peliharaan si Divian brengsek…”
“Walah.. galak-galak begitu rupanya dia penyayang juga ya bro..”
“Penyayang apaan, paling tuh marmut jadi makanannnya sehari-hari..”
“WOI RIO!!!” teriak Divian dari luar yang bikin dia kaget setengan idup, dia fikir Divian dengar pembicaraannya sama Hasan.
“A-apa senior?” Tanya Rio sambil berlari mendekati Divian.
Di sisi lain si Hasan menatapi ciku si marmut unyu dengan seksama, namun gak lama kemudian Rio datang, “Eh Hasan, jagain bentar ya tuh marmut, gue disuruh belanja minuman ke depan, bentar aja kok.”
“SIP BRO!!!” kata hasan bersemangat.
Rio gelisah banget karena antrian di kasir mini market tersebut lumayan panjang, sampai pada akhirnya uang koin yang dia genggam malah jatuh, “Firasat buruk nih..” gumamnya pelan.
Rio terus menggerakkan kakinya kaya lari di tempat karena gelisah, sekali-kali dia teriak, “CEPETAN WOI!!!”
Sesampainya di basecamp Rio malah mendapati teriakan Hasan, “GAWAT BRO!!!”
“Gawat apaan?” Tanya Rio ikutan panik.
“I-itu… Ciku Ciku… dia tewasss huaaaaa…”
“WHAT THE FUCK…. Bagaimana bisa? kan barusan gue pesanin lu jaga tuh Ciku dengan baik, tapi kenapa malah lu matiin sih!!! Padahal gue pergi gak nyampe setengah jam!”
“Sorry bro, awalnya sih gue lihat Ciku mangap-mangap, gue fikir doi kehausan jadi gue bawa doi ke toilet, niatnya gue mau kasih doi minum di lubang kloset tapi si Ciku malah nyemplung huaaa! Karena panik, gue malah siram tuh kloset sampai Ciku kelelep, namun dengan gesit Gue berusaha selametin Ciku dengan cara ngorek-ngorek tuh lubang kloset pakai tangan gue sekuat jiwa dan raga, dan gue berhasil meraih tubuh lembut Ciku, tapi doi tewas bro… HUAAA!!!!”
“ELOOOH!!! ARRGGGGHHH BEGO LU EMANG GAK KETULUNGAN YAA…” teriak Rio frustasi.
“Sorry bro, gue gak sengaja huaaaa…” kata Hasan sambil mewek dan ciumin kaki Rio.
“Apaan sih teriak-teriak?!!” Tanya Divian yang berada di ambang pintu.
Mereka berdua, Rio dan Hasan langsung membatu dan memasang mimik yang bisa digambarkan begini (ºДº ) dan dengan begonya si Hasan memperlihatkan marmut coklat putih yang sudah tewas tersebut di depan hidung Divian.
“APA YANG LU BERDUA LAKUKAN SAMA CIKU!!!!”
“Maaf senior, itu bukan salah gue tapi Hasan yang bunuh Ciku!” Rio membela diri.
“Maafin gue bang! Gue kaga sengaja…” teriak Hasan histeris sambil sujud-sujud di depan Divian.
“LOH BERDUA, PUSH UP 100 KALI!!!!” teriak Divian dengan murka.
“Tapi senior, ini bukan salah gue,” bela Rio.
“Siapa yang gue kasih tanggung jawab heh? Sekarang push up 150 kali, protes sekali lagi gue kasih seribu kali.”
“SIAP!!” kata Rio dan Hasan barengan. Mereka berdua push up sekuat tenaga sampai bengek dan mangap-mangap kaya ikan kehabisan air. Di sisi lain Divian mewek-mewek meratapi kepergian Ciku nan mungil tak berdosa tersebut telah tewas dengan laknatnya di tangan juniornya.
Selesai menguburkan Ciku di samping ruang basecamp si Hasan dan lain pun pulang sedangkan Rio masih membereskan ruangan dan mengemasi peralatannya, “Hey..” sapa sebuah suara yaitu suara gue yang mengagetkan Rio.
“Ah… hay juga..” balas Rio yang sedikitt shock.
“Kenalin, gue Yanz. Gue temen deketnya Divian, gue dapat banyak cerita nih tentang lu dari Divian,” crocos gue sok akrab.
“Salam kenal senior Yanz.. hmm Divian cerita apa tentang gue?” tanyanya bingung.
“Dia bilang lu temennya waktu kecil sekaligus cinta pertama dia makanya dia langsung kenal lu tadi karena lu gak banyak berubah katanya, chiee hehehe.. si Divian tuh selalu setia nungguin ketemu lu dari kecil, katanya dulu elu pindah ke jepang waktu umur enam tahun jadi kalian berpisah.”
“Gue… gue bener-bener gak kenal Divian, sumpah senior. Mungkin dia salah orang.”
“Hahaha biar Divian yang jelasin entar, gue jalan dulu ya?!” kata gue sambil berlalu dari hadapan Rio.
Rio berdiri terpaku menatap dinding, dia berusaha mengingat-ingat tapi tak satu pun ingatannya tentang Divian yang dia ingat, ‘Hah… apa mungkin gue orang yang sama dengan yang Divian maksud?’ batinnya.
“Kok belum keluar-keluar? Lama amat sih lu,” Tanya Divian yang nyelonong dari depan pintu, Rio fikir si Divian sudah pulang, ternyata dia masih ada buat nungguin Rio.
“Dari tadi lu di situ, senior? Jadi lu dengar pembicaraan gue sama Yanz tadi kan, maksudnya apaan? Gue gak ingat sumpah.”
“Apa? Jadi sampai detik ini pun lu gak ingat? Keterlaluan, kayanya gue harus ngasih lu hukuman supaya lu ingat gue.”
Divian melangkah mendekati Rio kemudian dia genggam bahu Rio dengan erat dan mendekatkan wajahnya sehingga mereka berciuman dengan kasar, “Enghhh… aaaah… lu… enghh..” Rio berusaha berontak dan mendorong dada Divian sekuat tenaga sampai Divian terpental.
“Ekh.. rupanya lu masih kuat kaya dulu, mugkin sekarang lu lebih kuat.”
“Sebenarnya lu siapa? Gue bener-bener gak ingat, sumpah demi tuhan gue gak kenal lu!”
Divian kembali mendekat dan menjentik hidung Rio, “Dasar bodoh..” katanya dingin, kemudian dia berbalik dan melemparkan selembar foto kebelakang dan disambut oleh Rio.
“I-ini…” kata Rio gugup dan terpaku sama selembar foto tersebut.
*Flashback*
“Hyaaaattt!!!” teriak Rio sambil mengahajar anak-anak nakal di hadapannya sampai mereka babak belur dan berlari sambil mewek.
“Te-telima kacih… udah celamatin akuuh… nama kamuh ciapa?” Tanya anak kecil berambut pirang sebahu berbaju kaos putih dengan gambar Doraemon itu dengan wajah merona ke Rio.
“Nama akuh lio, kamuh gak ucah takut lagiih cama anak-anak nakal ituuh kalena aku akan celalu jaga kamu ehehehe… ciapa nama kamuh?”
“Na-nama akuuh… Vi… emmm Vi… ukhh…”
“Ok akuh panggil kamunya vivi-chan yahh? Kamuh cantik banget, aku cukaa..” kata rio sambil mencium pipi anak itu.
*End flashback*
“Ini kan Vivi-chan… jangan bilang kalau ini elu?”
“Iya, itu gue di masa lalu, waktu itu gue mau nyebut Vian tapi lu malah nyerocos dan selalu manggil gue Vivi.”
“Tapi tetangga gue yang namanya Vivi ini cewek, bagaimana bisa lu? rambutnya pirang dan panjang pula, Vivi itu cewek.”
“Itu kan penampilan gue di masa lalu bego… sekarang rambut pirang gue dipotong.”
“Jadi, dulu salah naksir orang gue!!!”
“Huh…” Divian mendengus kesal dan melangkah meninggalkan Rio, namun tiba-tiba Rio menerjangnya dan memeluk pinggangnya dari belakang.
“Gue gak nyangka, lu sangat berubah sekarang, tapi begitu tau lu Vivi dada gue kembali menggebu-gebu kaya dulu.”
Divian tersenyum lembut dan menggenggam tangan Rio yang memeluk pinggangnya, “Thanks masih mau nerima gue.”
“Tangan lu gede banget ya sekarang, gue juga kalah tinggi… wah wahh…”
Divian membalikkan tubuhnya, dia membungkukan tubuhnya agar sejajar dengan Rio dan mengecup bibir Rio dengan lembut.
THE END.
NP: bagaimana cerita gue kali ini? >/\< mohon review alias komentarnya yaaa… add juga FB baru gue [email protected]
Iya pernah aku post di page smua, cuma mau mengarsipkan jadi 1 tread bang @bi_ngung
By: Yanz
Date: 2 june 2012
*Christ POV*
PROK… PROK… PROK…
Tepuk tangan bergemuruh saat dia menurunkan mikenya, tanda dia telah selesai menyanyi. Panggil saja dia Agung. “Waah, kau memang hebat Agung! Suaramu emas… Kau pasti yang akan terpilih menjadi duta sekolah seni kita ini,” puji ibu kepala sekolah sambil menepuk pundak Agung.
Aku mengerutkan kening karena kesal. Selalu Agung dan Agung, sesuai dengan namanya dia selalu diagung-agungkan seisi sekolahan, apa lebihnya dia? Suara standar, dance standar, tampang tentu saja tampan aku jauuh sekali, ditambah lagi tubuhku tinggi karena aku keturunan Jepang-Australia, harusnya mereka berpihak denganku bukannya si Agung cebol itu!
“Gak ada yang spektakuler… Biasa saja” sindirku yang berdiri di pojokan. Sontak semua orang yang menggerombongi Agung menatapku sinis.
“Hei… Kau sirik ya dengan prestasi Agung? Huh dasar mulut besar,” celetuk gadis berambut pirang yang bernama Desi itu, dari bahasa tubuhnya aku tau dia menyukai Agung dan dia yang selalu membela Agung disaat aku memojokkannya.
“Kayaknya kuping kalian bermasalah ya? Suaranya standar! Aku jauh lebih hebat, spektakuler dan pantas menjadi duta sekolah dibandingkan si cebol ini!” kataku dengan senyuman menyindir.
“Kau keterlaluan sekali Christ! Dia itu berbakat dan satu hal lagi, dia gak cebol! Badannya standar kok bahkan dia lebih terkesan imut dengan badannya itu!” teriak Desi emosi dengan mata berkaca-kaca.
“Diam kau wanita! Aku tidak bicara denganmu.” kataku dingin.
Hening…
Terlihat kepala sekolah mendekatiku, dia menepuk pundakku, “Kau berbakat Christ, kau luar biasa. Hanya saja senimu tidak bernyawa, kau dituntut sempurna oleh program tubuhmu, kau hanya bernyanyi untuk tekanan namun kau tidak menikmatinya dan kau tidak bisa memberikan kenyamanan pada penonton. Beda halnya dengan Agung, dia menyanyi menggunakan segenap perasaannya dan senyumannya itu special. Kau harus lebih banyak berlatih tersenyum untuk memikat banyak orang, tidak cukup dengan wajah tampan, tubuh proporsional maupun bakat yang kau bawa dari luar negri!” kata kepala sekolah dengan penuh penekanan. Aku menggenggam geram tanganku dan pergi dari ruangan pertunjukan itu.
0o0o0o0
Namaku Christian dan biasa dipanggil Christ, aku bersekolah di International Art School dan tinggal di asrama sekolah ini dan sialnya aku sudah lebih 2 tahun satu kamar dengan musuh bebuyutanku, Agung. Aku adalah pemuda yang ambisius, perfectionis, dan type orang yang tega menyakiti orang lain demi mendapatkan apa yang aku mau. Tidak ada yang berani dekat denganku kecuali Agung.
Kutatap jendela kaca di samping kasurku, dan ternyata di luar sana tiba-tiba hujan lebat. Kulihat pria bodoh itu berlari menuju asrama yang bentuknya memanjang ini jadi lorongnya ada di luar ruangan.
“Haaah… Lebat sekali hujannya. Beruntunglah kau pulang duluan Christ jadi kau tidak perlu kedinginan brrrr… Hahaha…” katanya cengengesan dan berlari ke kamar mandi yang menyatu dengan kamar kami.
Ini dia Agung, dia adalah pria bodoh yang ceria, sok baik, sok alim, sok nganggap aku sahabat padahal dia tidak tau bahwa aku menganggapnya musuh besar dan bodohnya dia selalu keras kepala ingin dekat padaku padahal aku sangat benci dengan suara cemprengnya. Bukankah dia sangat konyol bagaikan spongebob? Aku paling benci makhluk kuning yang sangat Agung kagumi itu dan dia selalu saja menonton acara berisik itu tiap pagi dan mengganggu sleeping handsomeku.
“ASTAGA! Sial sekali, aku lupa kalau semua pakaianku ada di jemuran dan sekarang basah!” teriaknya di depan pintu kamar mandi dengan handuk kecil di pinggangnya.
“Dasar bodoh, jangan lebay. Pakai saja pakaianmu sebelum mandi tadi.”
“Sudah kucuci Christ!”
“Benar-benar bodoh. Memangnya sehelai pun tidak ada yang tersisa?”
Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan innocent, membuatku muak. Tubuh mungilnya yang putih mulai bergidik kedinginan, matanya berkaca-kaca bagaikan anak kucing kelaparan yang meminta belas kasihan. Aku benar-benar tidak tahan melihat tampang bodohnya itu jadi aku bangkit dari kasur, membuka lemariku dan melemparkan beberapa pakaian lamaku yang sudah kekecilan, “Jangan dikembalikan. Simpan saja! Aku tidak sudi harus berbagi pakaian denganmu dan memakai pakaian yang telah kau pakai,” ucapku ketus.
Dia memungut gumpalan kain yang berserakan di lantai, senyumnya merekah memamerkan giginya yang tersusun rapi, “WUAHAHAHA…. KAU ITU MEMANG BAIK HATI! Sudah berapa kali ya kau membantuku? Oiya waktu itu kau membayarkan minumanku karena aku lupa bawa dompet, menyuapiku saat aku sakit, mem…” namun perkataannya terpotong karena teriakanku, dia menatap jari-jarinya ingin menghitung berapa kali aku membantunya.
“DIAM! Bisakah kau jangan bawel! Aku tidak ingin baik denganmu dan kau jangan geer! Aku hanya muak melihat betapa bodohnya kau itu!” teriakku kesal hingga urat di dahi dan leherku menyembul. Dia mengurangi volume senyumannya mengganti cengiran bodoh itu dengan senyuman yang lebih anggun.
“Aku mengerti kau. Gengsimu memang besar tapi aku tau kau baik, Christ.”
Aku hanya diam, dia memakai pakaiannya di hadapanku sedangkan aku membuang muka dengan menatap guyuran hujan di jendela.
Selesai memakai pakaian dia merayap ke kasur, tidur si sampingku dan memeluk lenganku, “Hei bodoh lepaskan tanganku! Aku tidak sudi harus bersentuhan dengan orang hina sepertimu,” kataku kesal sambil menggoyang-goyangkan tanganku namun dia tidak bergeming.
Aku hanya mendengus kesal. Asrama memang hanya menyediakan satu kasur yang berukuran cukup besar tapi tetap saja aku suka kesal jika Agung menempelkan tubuhnya itu denganku. Kulihat dia, kusingkap poninya yang cukup panjang itu, rupanya dia sudah tertidur dan sekarang mendengkur kecil sambil memeluk erat tanganku. Udara memang begitu dingin sehingga sangat enak dibawa tidur ditambah lagi latihan hari ini sangat berat karena bulan depan ada kompetisi seni national, setiap sekolah hanya akan membawa satu perwakilan sebagai duta sekolah yang harapannya akan membawa nama baik sekolah. Setelah berlatih sangat keras beberapa minggu ini akhirnya besok sore akan diadakan pemilihan duta sekolah. Meskipun semua mendukung Agung tapi aku cukup berpotensi lulus bukan?
Hanya saja, perkataan kepala sekolah tadi sore membuat percaya diriku runtuh. Apa-apaan seniku tidak bernyawa? Hell no! aku berbakat dan itu mutlak. Namun dukungan sangat berpihak pada Agung, kemungkinan dia yang akan terpilih. Aku harus menggagalkan hal ini!!
Aku berfikir keras malam itu hingga terserang insomnia berat. Aku hanya menatapnya penuh kebencian, aku ingin dia mati…
0o0o0o0
“Beli apa mas?” tanya penjaga toko ramah padaku.
“Racun tikus sebungkus…” kataku datar. Tidak lama kemudian penjaga toko itu memberikan apa yang aku mau dan aku pun membayarnya.
Tidak perlu kerja keras, cukup dengan sebungkus racun tikus untuk membunuh seekor tikus pengganggu. Di jalan aku membeli es cendol kesukaan Agung setelah itu aku memasukkan racun tikus pada es itu dan mencampur rata supaya rasa maupun warna tidak ketahuan. Aku kembali berjalan kembali ke sekolah.
Sampai di gerbang terlihat Agung berlari-lari dan menghampiriku, “Haah…. Haah.. Ada yang ingin aku bicarakan… Ikut denganku!” pintanya dengan ngos-ngosan.
Aku menatap dia yang diguyur keringat dengan heran namun tanpa konfirmasi dariku, dia menarik tanganku. Kami sampai ke sebuah kebun buah-buahan yang biasa dijadikan extrakulikuler berkebun biasanya. Kebetulan pagi itu sepi, jam menunjukkan pukul 09:00, sekarang libur karena nanti sore akan diadakan audisi.
“Hn… Apa yang ingin kau bicarakan?” tanyaku sambil menyembunyikan es dibalik punggungku.
Wajahnya memerah, terlihat sesekali dia menarik-hembuskan hafasnya yang tidak stabil. Dia menatapku lekat, tatapan tajam yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Terlihat kebimbangan dari matanya namun…
CUP….
Dengan berjinjit, bibirnya berhasil menyentuh bibirku, “A-aku mencintaimu… Aku jatuh cinta denganmu! Perasaan yang terlalu menggangguku jika harus kupendam terlalu lama. Aku tidak butuh jawabanmu, aku hanya ingin membuat perasaanku lega dan kuharap kau tidak akan memberitahukan siapapun.”
Aku masih diam terpaku, mata sipitku jadi membulat menatapnya. Entah mengapa jantungku berdetak sangat kencang karena ciuman dan pernyataannya, a-aku… Entah mengapa aku jadi senang dengan hal ini. Oh tidak! Ini hanya siasatnya supaya aku mengalah untuk audisi nanti, sayangnya aku tidak sebodoh itu Gung!
HUP!
Dengan sigap dia menerjang dan memeluk tubuhku, diletakkannya kepalanya di dadaku sedangkan tangannya ada di pinggangku. Dia menggesek-gesekkan kepalanya di dadaku, entah mengapa itu terlihat sangat manis yang membuatku tersenyum melihatnya dan tatapanku pun berubah menjadi sayu. Nyaman… Nyaman sekali, seperti inikah rasanya memiliki seorang kekasih? Aku dan ambisiku sama sekali tidak memberikan kesempatan pada diriku memiliki kekasih selama ini dan sekarang rasanya dadaku digelitik oleh rasa bahagia yang luar biasa.
Kukecup puncak kepalanya dan dia pun mendongak, memperlihatkan wajah imutnya yang membuatku malu. Ini dia yang membuatku kesal dengan wajah imutnya, dia memuatku jadi kikuk dan malu… Dan aku sangat benci jika menjadi bodoh seperti sekarang. Oh god, sepertinya aku membohongi perasaanku selama ini, aku tidak membencinya melainkan mencintainya.
“Ya… Hari ini kita resmi,” kataku lembut. Kutarik dagunya dan mengecup pelan bibirnya.
Dia memejamkan matanya, sekitar 3 menit bibir kami menempel tanpa bergerak karena aku pun tidak tau caranya berciuman, “Aaah… Nafasku sesak. Jadi haus… waah kau perhatian sekali hahaha… Pakai repot-repot membelikan cendol kesukaanku!” katanya semangat kemudian merampas keresek di tanganku dengan kasar kemudian meminum es itu dengan cepat tanpa sedotan melainkan langsung dari kereseknya.
“NO!!!!” teriakku sambil menangkup pipinya, “Muntahkan! Muntahkan!!!” teriakku sambil mencekek lehernya pelan.
“Kenapa sih? Kau kesal aku merampas esmu? Besok aku ganti deh hehe…”
“Bukan bodoh! Es tadi berracun!”
“Ba-bagaimana bisa?”
“Tidak ada waktu adu argument, cepat kita ke rumah sakit!”
“Jelaskan bagaimana bisa?” tanyanya dengan keras kepala dan tidak bergeming.
“Aku ingin membunuhmu agar kau gagal audisi, puas bodoh! Cepat kita pergi…”
“Jahat… Kau jahat…” katanya sambil mundur perlahan.
“Arrgghh! Kau tidak boleh mati bodoh, ayo cepat kita ke rumah sakit!” teriakku dengan mata berkaca-kaca. Namun dia berlari masuk ke dalam kebun yang membentuk labirin, aku semakin panik karena ada banyak sudut yang membuatku sulit menemukan Agung.
“Bodoh kau dimana?!!” teriakku frustasi. Kesal nyaris setengah jam aku berlari hanya tersesat di labirin itu akhirnya aku memanjat dan bisa melihat Agung dari ketinggian, dia telah terdampar di tanah. Aku melompat ke tempat dimana Agung terbaring dan dengan sigap kuangkat tubuh mungilnya, berlari sekuat tenaga. Tubuhnya sekarang sangat lemas dengan mulut yang berbuih. Menyesal… Ya, aku sangat menyesal. Kenapa aku tega sejahat ini dengan orang yang tulus mencintaiku? Ini kesalahan terbesar yang aku lakukan tuhan…
0o0o0o0o0
Tek… Tek… Tek..
Jam dinding yang berdetak terdengar nyaring disela-sela keheningan kami. Audisi ditunda karena kami berada di dapan ruang UGD sekarang. Aku mengetuk-ngetuk lututku karena gelisah, “Save him, god…” lirihku sambil menggenggam kedua tanganku di depan wajahku.
“Sejak kapan kau perduli dengannya?” tanya Desi, aku hanya diam. “Akhirnya kau menyadari akan ketulusannya kan? Dia pernah cerita tentang perasaannya padamu tahun lalu. Saat aku menyatakan perasaan padanya, saat dia menolakku karena pilihannya adalah kau. Ironis sekali kan…”
Aku menggigit rahangku, aku sangat kesal pada diriku sendiri. Salahkan saja, salahkan saja aku!
“Aku yang meracuninya…”
Sontak semua orang menatapku tidak percaya, “Apa? Setega itu kau melakukan tindakan kriminal. Pasti demi audisi?” tanya kepala sekolah dengan menampar keras pipiku, “Kami akan menjebloskanmu ke penjara!” teriak teman Agung yang lain. Aku hanya menatap kosong, pasrah dengan semua makian maupun kucilan itu. Karena aku pantas mendapatkannya.
“Kalau memang kau yang melakukannya kenapa ada gurat penyesalan di wajahmu?” tanya Desi dan semua mata tertuju pada Desi.
“Aku menyesalinya. Aku bahkan membatalkan niatku, tapi dia yang merampas es yang kupegang.”
Hening…
Kreak…
Namun dokter yang membuka pintu memecah keheningan, terlihat kepala sekolah menghampirinya.
“Bagaimana dok?”
“Karena telat, nyawanya hampir melayang. Keadaannya kritis, berharaplah tuhan memberikan keajaiban.”
Gemuruh tangis menggema di lorong itu, begitu banyak air mata yang tumpah dibuatnya, tapi aku? Aku tetap bertahan dengan gengsiku. Aku pun berjalan menghampiri dokter dan diizinkan masuk bergantian. Kulangkahkan kaki di lantai putih itu. Terlihat, tubuh mungil itu terbaring tak berdaya di kasur rumah sakit, dengan banyak peralatan yang menempel di tubuhnya untuk menahannya, bibirnya sangat pucat, senyumnya lenyap yang terlihat hanyalah guratan wajah tanpa ekspresi. Aku mendekat, kuraih tangan mungil itu dan menggenggamnya erat, “Jangan pergi sekarang… Baru saja aku akan mengecap yang namanya kebahagiaan, haruskah kau merenggutnya?” lirihku. Kukecup tangan pucat itu, tak terasa butiran hangat menetes di pipiku. Kuremas dadaku, sakit kali ini jauh lebih sakit jika aku harus mengecap kekalahan. Aku semakin terisak mengingat betapa berwarnanya hidupku selama ini karena dia yang berisik dan selalu mengacaukanku ternyata sosok menjengkelkan itu pun dapat membuatku rindu. Hei bodoh, dapatkah kau lihat wajah bodohku sekarang? Semua karena kau, aku benci kau… Akan lebih benci jika kau benar-benar pergi… Bisakah mata cantik itu kembali terbuka? Mata birumu yang menatap memohon itu sangat kurindukan apalagi cengiran lebarmu. Jangan tinggalkan aku dengan perasaan bersalah ini, Bodoh…
Kudekatkan wajahku dengan wajahnya, kukecup bibirnya. Seperti snow white, aku berharap bodohku membuka mata cantiknya karena sudah kucium. Namun nihil… Dia tidak bergeming.
Lelah menunggu hingga aku merasakan ngantuk luar biasa, aku merebahkan kepalaku di sisi kasur sambil terduduk. Belum sempat kesadaranku hilang, aku merasakan tangan mungil itu meraih kepalaku, kutatap sang empunya dan ternyata…
“Agung… Kau sudah sadar?” tanyaku yang kemudian memeluknya. Dia mengusap pundakku, “Maafkan aku…”
“Iya, aku maafkan…” lirihnya dengan suara serak. Aku sungguh lega karena tuhan mendengarkan doaku.
0o0o0o0
-Sebulan kemudian-
“Dan ini penampilan terakhir dari perwakilan International Art School menampilkan 5 cowok ganteng yang tergabung dalam grub vocal The Sexy Vampire!!!”
Aku menggenggam erat tangan Agung sebelum naik ke atas panggung. Syukurlah Agung kembali sehat dalam 2 hari setelah keracunan bulan lalu, audisi sekolah pun mengumpulkan 5 cowok popular dan berbakat yaitu aku, Agung, Dian, Kim dan Briant yang berpotensi bisa mengharumkan nama baik sekolah. Kami yang berdandan ala cosplay atau para pemeran di anime Vampire Knight ditambah make up vampire yang meyakinkan pun naik ke panggung. Dengan bermodalkan lagu hands up (2pm) yang kami cover akhirnya kami bisa menjadi juara 1 nominasi penggemar terbanyak. Semua bersorak bahagia, dan cerita ini pun aku tutup dengan senyum bahagiaku. Senyum? Yeah aku mulai berlajar tersenyum. ^_^
TAMAT
Koment dong? Biar yanz rajin bikin cerpen. Maaf ya jarang berkunjung hehehe mudan kalian gak lupa yanz