BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

KUMPULAN CERPEN (new: Karena JKT48 dan Cherrybelle)

edited May 2013 in BoyzStories
selamat datang di lapakku... disini aku menyediakan beberapa cerpen yang aku koleksi.. mungkin aku yang gak konsisten ini belum mampu menulis sebuah cerbung sampai tamat kaya senior-senior sekalian jadi aku hanya bisa menyajikan cerpen-cerpen ringan ini... mohon tinggalkan jejak hehe. enjoy~

*******************************************************************************************


“Tantangannya, lu harus nyatakan cinta dengan orang yang pertama kali masuk ke dalam kelas.”

Truth or Dare
By Yanz

Saat gue melangkah sekali ke dalam kelas, gue kembali menghela nafas. gue berangkat terlalu pagi lagi jadi masih sangat sepi dan hanya ada 5 orang cewek di dalam kelas dan itu membuat gue risih karena gue bukanlah type orang yang bisa mengakrabkan diri dengan cewek, gue berjalan perlahan dan melemparkan senyuman tipis dengan teman-teman sekelas gue tadi, lalu menghempaskan pantat di kursi milik gue, kelas gue cukup lebar yang bisa memuat lebih 30 murid, dengan cat didominasi warna putih dan biru, di sebelah kanan ada banyak jendela dan fentilasi berjejer yang membuat ruangan cukup terang, ada 4 lampu putih dan satu kipas angin di pelafon, di dekat pintu ada meja guru, suasana yang tenang bikin gue ngantuk.

“Hei kenapa lu tinggalkan gue?!!!” kata seorang cowok dengan wajah masamnya. Dia adalah sepupu ternista gue, Erik. Dia selalu menempel dengan gue dan menjahili gue, bagi gue dia adalah bencana terbesar yang pernah ada, dia selalu memanfaatkan dan memeras gue kalau gue gak menurut pasti dia mengancam akan membongkar rahasia terbesar gue yaitu gue masih mengompol sampai kelas 2 smp, walau sekarang sudah enggak tetap saja itu aib yang sangat menjengkelkan dan akan membuat gue rela kabur ke luar negri atau oprasi plastik untuk membuang malu.

“Terlalu lamban,” jawab gue malas dan meletakkan kepala gue di lipatan tangan untuk melanjutkan tidur.

Dia langsung mengacak-acak rambut gue, “Tuh… sudah gue bilang kan kalau kita berangkat terlalu pagi.”

“Huh.. gue ngantuk, jangan ganggu.”

“Eh mendingan kita main bro!”

“Main apaan?”

“TRUTH OR DARE!!!”

“Ogah, paling nanti gue dijahilin.”

“Janji engga, ini fair, ok?”

“Yaudah dari pada ngantuk, mana botolnya?”

“Gak punya, pakai pensil saja mana pensil lu Ryan?”

“Hmm.. ini, ayo!”

Saat pensil tadi diputar-putar dan berhenti ternyata malah mengarah ke gue, shit gue sial lagi, pasti Erik akan menjahili gue habis-habisan.

“Truth or dare?”

Gue menghela nafas dan berfikir sejenak, sebenarnya apapun yang gue pilih pasti akan mencelakakan gue namun, kalau gue memilih truth pasti dia bertanya hal privasi dan menambah daftar rahasia gue buat dia manfaatkan lagi, dengan mantab gue menjawab, “DARE!”

“Tantangannya, lu harus nyatakan cinta dengan orang yang pertama kali masuk ke dalam kelas.”

“Just like that? Enteng,” kata gue meremehkan, ok lah, gak terlalu masalah kalau hanya buat sebuah permainan.

Selama 10 menit gue dan Erik menunggu gak ada yang masuk kelas, tapi saat aku kembali tidur Erik malah menepuk-nepuk pundak gue.

“Ryan, cepat bangun! Ambil juga bunga ini.”

“Hmm…” jawab gue malas. gue dan Erik mendengar suara langkah dari luar yang semakin mendekat dan muncullah dia dari balik pintu.

“KYAAAA~~” jerit 5 cewek yang ada di dalam kelas tadi, “My prince charming datang,” lanjut seorang cewek lagi.

“Ah yang muncul cowok, ogah gue, Rik!” kata gue penuh tekanan.

“Hei hei… lu mau seisi sekolah tau kalau lu suka ngom…”

“CUKUP! Okay gue bakal lakukan.”

Gue berjalan mendekatinya dan berdiri berhadapan dengannya, “Deny, gue mau bilang sesuatu,” kata gue dengan tatapan serius.

Dia tersenyum manis dan mengelus kepala gue seperti biasanya, “Iya, Ryan mau bilang apa?”

Dengan tenang gue bilang, “Gue sebenernya suka sama lu sejak lama, dan sekarang waktu yang tepat buat gue ungkapin perasaan gue. Kalau gue sangat cinta sama lu,” kata gue mendramatisir keadaan dan menyerahkan bunga dari Erik tadi ke Deny.

Senyumnya mengembang, “Gue gak nyangka orang secuek lu ternyata ngefans juga sama gue hahaha ini sangat menyenangkan, emmm gue bisa pertimbangkan itu,” katanya manis sambil mendekatkan wajahnya dan…

CUP…

Ciuman lembut mendarat di bibir gue selama beberapa detik, gue langsung beku dan gak percaya dan Deny berlalu dari hadapan gue.

“YAAAAKKK!!!” teriak cewek-cewek tadi dengan wajah bringas seolah siap menerkam gue detik itu juga mungkin mereka gak rela dengan adegan barusan namun, Deny kembali meluluhkan mereka.

“Hay cewek-cewek cantik,” sapa Deny ramah dan tersenyum lembut dengan mereka yang sontak membuat mereka kembali teriak bahagia.

Gue kembali menatap kesamping, pertama gue tatap Erik yang masih kaget dan menatap gue jijik di bangku sebelah kanan, kedua gue lihat Deny yang duduk di bangku barisan tengah dia membaca buku namun sedetik kemudian dia menatap gue lembut dan melambaikan tangan ke arah gue, terakhir gue lihat 5 cewek yang bergerombol tadi, mereka kembali menatap gue sinis dan salah satunya ada yang menggerakkan jarinya ke lehernya seolah isyarat yang mengatakan gue akan mati digorok.

Gue sentuh bibir gue dan menutup mulut gue, sedetik kemudian gue berlari dengan cepat menuju toilet.



“HOEEEKKK…” gue muntahkan seisi sarapan gue tadi pagi, semakin gue ingat ciuman tadi semakin gue jijik, gue cuci mulut gue sebersih mungkin di washtafel, shit kenapa yang rebut ciuman pertama gue harus cowok?

Type cowok kayak dia Cuma bisa bikin gue jengah, gue gak suka sifatnya yang suka tebar pesona okay dia memang mempesona dengan kulit yang sangat putih dan bening, bibir merah merona, mata sipit yang menampakkan wajah orientalnya, style rapi, ramah, pintar, ok bagi cewek-cewek dia sangatlah sempurna, wajar kalau nyaris 100% cewek di sekolah gue ini menjadi penggemarnya, namun apa barusan? Seorang cowok terpopuler di sekolah dan sangat diidamkan semua cewek nyium gue… GUE COWOK MAN!

Boro-boro gue suka dia, yang ada gue itu benci sama dia, faktor utama karena gue iri sama dia yang selalu terlihat sempurna dan dianggap angel sama cewek-cewek. lah gue? Nembak cewek aja ditolak mulu, padahal gue gak jelek-jelek amat, ya kan? Lu semua percaya kan kalau gue gak jelek? Kulit gue juga putih, bibir gue juga gak kalah merah, apa karena body gue? Okay buat seorang cowok, mempunyai tinggi 165cm itu sangatlah gak proporsional, dan gue sangat iri dengan Deny yang mempunyai tinggi 178cm!!! ke dua, karena fans dia itu pada lebay, terlalu fanatic dan menjengkelkan, dia senyum aja berisiknya kaya ada gemuruh pesawat lewat apalagi kalau dia meluk cewek yang ngasih dia hadiah, dia memang suka meluk atau cium pipi cewek mana pun yang ngasih dia hadiah murahan banget kan? makanya loker dia full hadiah apalagi valentine, tapi gue… dia cium bibir gue itu sangat gak biasa! Kalau sampai gosib tersebar gue bisa dibantai semua fans Deny yang menamakan diri mereka Deny Lovers! Ketiga, karena cewek yang gue taksir selalu nolak gue karena dia suka Deny! Shit shit shit! Kenapa gak gue aja yang jadi Deny? Pasti gue terima Nita dengan senang hati, lah ini… hampir 3 tahun gue satu sekolah sama Deny dia gak pernah punya pacar, alasannya sih karena mau focus belajar atau dia memang gak suka cewek? Hah padahal dia sangat beruntung bisa comot cewek mana pun yang dia mau, gue bener-bener iri!!

Gue rasa acara cuci mulut di toilet *?* sudah kelar jadi gue malangkahkan kaki keluar, namun waktu gue buka pintu toilet…

“Deny…” desis gue saat melihat dia yang muncul dari depan pintu toilet.

“Hy my princess, kita bertemu lagi,” katanya sambil mengelus kepala gue dengan lembut.

Dengan cepat gue tepis tangannya dan mundur sampai punggung gue membentur tembok. Dia menutup pintu toilet dan mendekati gue.

“Kenapa jadi menghindar begitu?” tanyanya sambil tersenyum dan membungkkukan badan dengan tangannya yang di posisikan dilututnya, shit ini penghinaan!! Ngapain dia membungkuk dan mensejajarkan tinggi Cuma mau ngobrol sama gue.

“Minggir!” jawab gue ketus.


komentar buat next? n_n
«1345678

Comments

  • bagus...yuk lanjut..
  • Namun dia tarik pinggang gue dan memeluk gue dengan erat, “Akhirnya gue bisa dapatkan couple yang gue mau dari dulu.”

    “Jangan ngarep lu, gue tadi gak serius, ngapain lu kegeeran? Gue tuh sukanya cewek, lu Cuma jadi bahan taruhan sama gue dan Erik.”

    Dia langsung melepas pelukan dan menatap gue tajam, tatapan yang gak pernah gue lihat sebelumnya, “Jadi lu mempermainkan gue?”

    Gue tertunduk, auranya begitu mengerikan, “Yaa… sebenarnya ini ide Erik, gue gak seluruhnya salah.”

    “Liat saja entar, gue akan dapatin lu.”

    “Gila lu! Najis gue pacaran sama cowok, lu kira gue maho kayak lu, oh pantes aja lu gak pernah pacaran sama cewek, rupanya lu gak suka cewek, bener-bener gak tau diri lu! Harusnya bersyukur dapat wajah ganteng lu bisa gaet cewek mana pun, tapi lu malah milih gue? Shit!”

    “Baby, cukup penghinaannya, it’s my way, you know? Baby harus dapat hukuman,” katanya tersenyum jahil.

    Gue langsung bergidik ngeri saat gue rasa bibirnya menyentuh kuping gue, ciumannya bergerak keleher gue dan menghisap-hisap leher gue. Gue coba berontak tapi dia tahan pinggang gue supaya merapat dengannya, dengan nakal tangannya meremas-remas bokong gue, gue bener-bener gak percaya dimesumin begini sama cowok terpopuler di sekolah gue, perlakuan barusan menimbulkan gejolak aneh di tubuh gue, rasa geli, nikmat, dan takut membaur, “AAAAKH… le-lepass aahhh,” kata gue susah payah.

    Kemudian dia menghentikan tindakannya dan memegang bahu gue, “Jadilah milik gue, gue akan janjikan kebahagiaan buat lu.”

    “Lepas, gak perlu,” ucap gue yang kemudian berjalan menuju pintu tapi dia kembali memeluk gue dari belakang dengan tangan yang dia kalungkan di pinggang gue dan leher gue.

    “You must be mine,” bisiknya seraya menjilat kuping gue.

    “Aaarrgghhh stop it! Geli gue,” bentak gue sambil menyikut perutnya kemudian berlari sejauh mungkin.



    “PARTY DI RUMAH RYAN!!!” teriak Erik penuh semangat pada teman-teman sekelas.

    Gue yang baru masuk kelas langsung cengok, “Apaan? Party dirumah gue? Gak gak bisa! seenak lu aja.”

    “Ayolah sayang, ortu lu kan lagi ke luar kota, mending kita party, biar gue yang urus semua hahahaha.”

    “GAK!!! Gue bilang gak ada party ya gak ada titik.”

    Erik langsung mendelik kesal, “Lu mau seisi sekolahan tau kalau lu suka ngom…”

    Dengan cepat gue dekap mulut Erik, “hahaha iya, malam ini party di rumah gue!!!” teriak gue juga sama temen sekelas.



    Don’t stop make it pop
    DJ blow my speakers up
    Tonight, Im’ma fight
    Til we see the sunlight
    Tik tok, on the clock
    But the party don’t stop no
    Woah- oh oh oh
    Woah- oh oh oh

    Gue Cuma bisa nutup kuping pakai bantal karena sangat terganggu dengan berbagai music yang disetel Erik dengan keras, ah walau gak ikut party kayaknya gue juga ikutan bergadang malam ini.

    *ganti jadi sudut pandang Deny*

    Mendengar Ryan mengadakan pesta di rumahnya gue pun jadi sangat bersemangat, gue rasa bisa menjadi pendekatan yang baik dan mungkin saja akan tumbuh cinta dalam semalam.

    Setelah perjalanan kurang lebih 20 menit gue sampai juga di depan rumah Ryan, rumah yang berada di komplek perumahan elit, bergaya modern dengan bentuk kotak-kotak sepertinya ada 3 tingkatan lantai, dan dari halaman begitu banyak kendaraan terparkir dan gemerlipan lampu hias, jadi ingat hari natal.

    Suara berisik mulai terdengar jelas saat gue masuk, ada banyak orang yang menari-nari, siapa mereka? Gue gak kenal. Gue fikir Cuma mengundang teman sekelas. Berjalan kesana kemari Cuma bertemu beberapa teman tapi si pemilik rumah tak terlihat, gue mulai merasa gak nyaman apalagi banyak yang nawarin rokok, minuman keras bahkan obat-obatan, wah gak bener, gak nyangka Ryan punya banyak temen gak bener.

    Tapi gue sedikit lega saat melihat Erik, “Hei, Rik. Mana Ryan?” Tanya gue seramah mungkin.

    Erik terlihat sangat bahagia dengan 2 cewek yang bergelayutan dikedua sisi tubuhnya, “Ada tuh di lantai dua lagi tidur,”

    “Loh kenapa tidur? Ini kan pesta dia?”

    “Siapa bilang? Ini kan pesta gue, si Ryan itu gak level sama gue makanya dia gak gabung.”

    Gue sedikit mengerutkan kening karena heran, tapi dengan cepat gue naik ke lantai dua, sedikit girang juga mendengar Ryan sendirian di kamar, jadi gue bisa sedikit jahil hehehe.

    Saat menemukan pintu pertama gue langsung buka, “AAAAAAAAAAAA!!” teriak sepasang kekasih yang tadinya bercumbu tapi sekarang terkejut gara-gara gue buka pintu tanpa ngetuk.

    “Upps sorry,” gue kembali menutup pintu.

    Sedikit was-was untuk membuka pintu lagi karena ada banyak pintu takutnya sama kaya barusan hehe, tapi ada satu pintu yang sangat mencolok karena ada tempelan-tempelan tengkorak seperti di bendera bajak laut dan banyak papan peringatan seperti ‘sarang iblis’, ‘dilarang masuk’ ataupun ‘masuk, cari mati!’. Gue Cuma tersenyum tipis.

    TOK… TOK.. TOK..

    “Get out!!!” terdengar suara dari dalam, dan gue tau itu suara Ryan.

    Gue kembali mengetuk, dan suara pintu terbuka kedengaran, “Hai..”

    “Ngapain lu?!!” teriaknya dengan menodongkan pedang mainan ke leher gue.

    “Ahahaha gue Cuma mau berpesta dengan lu,”

    “Hm.. masuk.”

    “Berantakan sekali,” kata gue sambil memunguti sampah dan pakaian Ryan yang berserakan.

    “Suka-suka gue.”

    Gue kembali tersenyum, dan duduk di kasur dimana dia berbaring, “My princess, you’re so cute.”

    “Don’t call me princess again!”

    “Tapi gue suka bilang begitu,” kemudian gue mendekat dan menindihinya.

    “He-hei minggir!” teriaknya dengan wajah memerah.

    Gue kemudian berbaring di pinggirnya, “Hahaha rasanya hati gue tergelitik kalau bersama lu,”

    “Maksud lu apaan?” tanyanya ketus.

    “Lu kok sekarang kasar gitu sama gue? Dulu padahal biasa saja.”

    “Itu karena gue sudah tau siapa lu sebenarnya!”

    Gue miringin tubuh dan narik pinggang dia supaya kami berhadapan, “Terserah lu mau bilang apa, gue sudah terlanjur tertarik sama lu,”

    Melihat bahasa tubuhnya saja gue tau dia salah tingkah dan cukup tertarik dengan gue, “Sebaiknya lu keluar.”

    “Lu suka gue kan? Lu Cuma gengsi sama perkataan lu di toilet tadi yang bilang lu bukan homo kan? Udah jangan muna…”

    “Gue gak bisa, karena gue memang gak suka cowok.”

    “Yang bener?”

    “Okay gue memang mengagumi ketampanan lu dan lu terlihat sempurna tapi itu Cuma jadi motivasi buat gue, gak lebih.”

    “Gue tampan kan, baik dan kaya, gue pasti bisa bahagiakan lu, jarang-jarang gue tertarik menjalin hubungan sama orang.”

    “Lu Cuma terobsesi sama gue, sadar dong, lu gak cinta gue.”

    “Okay gue memang belum cinta lu karena kita gak terlalu dekat, tapi kalau lu mau mencoba pasti gue akan tulus mencintai lu.”

    “GAK!”

    Gue sedikit kesal dengan kekerasan hatinya jadi gue tindihin badannya, “Malam ini lu milik gue,” kata gue yang mendekatkan wajah, semakin dekat, dekat….

    TOK TOK….

    Damn siapa gerangan yang mengganggu ritual gue, Ryan langsung mendorong gue dan membuka pintu, “Nita, lu dateng juga?” Tanya Ryan pada cewek di depan pintu.

    “Iya, berisik banget dibawah jadi gue naik, emm sama siapa lu?”

    “Itu ada si Deny.”

    “Deny? Deny mana?” Tanya Nita seraya menengok ke dalam dan gue melambai kearahnya.

    “Deny mana lagi…”

    “KYAAAAAAAA~ memang takdir kali ya yang membawa gue naik ternyata ada my prince!” cewek itu langsung menerobos masuk dan melompat ke kasur Ryan.

    Hampir sejam Nita mengoceh gak keruan, gue Cuma memasang senyum palsu dan Ryan, dia terlihat begitu antusias dan bahagia sekali akan kehadiran Nita, karena inilah gue gak tahan sama cewek, terlalu cerewet dan lebay.

    “Nita, gue mau bilang lagi kalau gue…”

    Belum sempat Ryan menyelesaikan perkataannya Nita langsung memotong, “Sudahlah Ryan, kan udah berapa kali gue bilang kalau gue gak suka sama lu, kita temen aja, gue sukanya sama Deny pangeran impian gue!”

    “Tapi gue gak suka lu, Nita. Gue sukanya sama Ryan,” sambung gue dengan terus terang.

    Mulut Nita terbuka lebar, kue di tangannya langsung terjatuh, selama 30 detik dia gak berkedip menatap gue gak percaya, “Hahaha ini bullshit kan?”

    “Gue serius…” kata gue datar kemudian menarik dagu Ryan dan melumat bibirnya.

    Nita yang shock langsung berlari ke luar dan menghempas pintu dengan keras.

    “Aaakkh.. shit! Lu bikin cewek idaman gue lari!”

    “I don’t care…” gue kembali menindihinya, melucuti semua pakaian kami, mencumbunya dan ‘memasukinya’ malam ini tubuhnya seutuhnya jadi milik gue walaupun hatinya belum gue dapatkan.

    END


  • obay wrote: »
    bagus...yuk lanjut..

    silakan dibaca lanjutannya akang XD
  • Ini beneran tamat bang?? Suka bgt ama ni cerpen :D Bikin sekuel dong bang hehe
  • @ajjebum sorry dah tamat, baca aja cerpenku yg laen. Barusan aku post.
  • Saya lebih suka jenis cerita seperti ini. Penulis bertanggung jawab sampai cerita selesai, g alay, dan cukup menghibur. G makan ati si pembaca dg berharap update lanjutan. Good job bro
    (just atitud side)
  • alamak erik gila n deny nekat, ckckck kasian si ryan yg sbr yg nak.

    Enak bgt, nembak n langsung dapet huft pengen.

    W suka bgt ma cerpen ni edan abis dh, ngakak w, tp rasanya kurang huahua pengen nambah lg
  • CYANOPHITA wrote: »
    Saya lebih suka jenis cerita seperti ini. Penulis bertanggung jawab sampai cerita selesai, g alay, dan cukup menghibur. G makan ati si pembaca dg berharap update lanjutan. Good job bro
    (just atitud side)


    HEHEHE aku tuh type yang susah bikin cerbung jadi aku selalu bikin yang langsung tamat supaya aku gak ada beban... aku punya 1 cerbung tapi blum tamat jadi blum berani rilis

    Henry_13 wrote: »
    alamak erik gila n deny nekat, ckckck kasian si ryan yg sbr yg nak.

    Enak bgt, nembak n langsung dapet huft pengen.

    W suka bgt ma cerpen ni edan abis dh, ngakak w, tp rasanya kurang huahua pengen nambah lg

    hehehe thanks... tunggu ya aku akan tambahin
  • Banana Cake Boy
    By Yanz

    TIK… TIK..
    Aku angkat telapak tanganku dan merasakan tetesan hujan yang jatuh di telapak tanganku, tetesan yang mulanya kecil namun semakin deras dan membuat beberapa orang disekitarku berlarian mencari tempat berteduh. Lain halnya denganku, aku hanya terpaku menatap langit yang sekarang sangat gelap seperti sudah jam 18:30, padahal sekarang baru jam 13:17, berjalan mengelilingi kota tanpa tujuan sejak tadi. haaah… aku menghela nafas panjang lagi, entah berapa kali hari ini aku melakukannya, suasana sekarang seolah mewakili betapa galaunya perasaanku sekarang.

    Kusentuh dadaku, seperti ada belati tajam yang menancap di sana. Yang ada dalam benakku selalu kata ‘kenapa?’. Kenapa aku harus kehilangan kekasih yang sangat aku cintai? Kenapa dia harus meninggalkanku selamanya?

    Saat aku menundukkan kepalaku, air mataku tumpah dan membaur bersama air hujan namun, tiba-tiba…

    “Mas, jangan hujan-hujanan, lebih baik mampir di toko kami,” sapa seorang pemuda manis dengan membagi payung merahnya padaku.

    Sekilas aku menatap wajahnya yang begitu ramah dengan tatapan mata yang begitu polos seperti anak kecil, dan menatap sebuah toko kue cantik yang dia tunjuk dengan jempolnya, “Eemmm baiklah.”



    “Haahh… sepi sekali toko, hari ini,” ucapnya dengan wajah lesu setelah itu duduk di bangku sebelahku.

    Dengan santai aku mengeringkan rambutku dengan handuk, “Hujan-hujan begini mana ada yang mau keluar rumah hanya untuk membeli kue,” jawabku ketus.

    Dia langsung menghela nafas lagi, jadi semakin manis, aku penasaran berapa umur pemuda di hadapanku ini, “TAPI REJEKI TIDAK AKAN KEMANA!!!” teriaknya bersemangat.

    “Hm… ngomong-ngomong umurmu berapa?”

    “20 tahun, kenapa mas?”

    “Jangan memanggilku mas, namaku Johan aku juga 20 tahun. Emm… hanya saja… kau seperti anak kecil.”

    “APA?!!! Ahahaha aku sudah sering mendengarnya, aku memang awet muda, namaku Vicky,” jawabnya dengan riang.

    Aku tersenyum tipis, menatapnya begitu menyenangkan sampai-sampai aku lupa dengan kegalauanku, “Oiya… kenapa tadi hujan-hujan ?” tanya Vicky

    “Galau.”

    Matanya langsung membesar menunjukkan expresi kaget, “Johan galau kenapa?’’

    “Ini masalah pribadiku.”

    Dengan wajah cemas dia kembali berkata, “Lebih baik dishare biar bebannya gak ditanggung sendiri.”

    “Emmm.. kekasihku yang sangat aku cintai meninggal…” ucapku kembali tertunduk.

    “Aish… aku tidak bisa bayangkan bagaimana rasanya diposisimu, pasti sangat sakit. Tapi kau tidak boleh putus asa, biarkan dia tenang di dunia barunya, kita Cuma bisa berdoa, kau harus ikhlas.”

    “Entahlah… apa aku mampu…”

    “Ah… tunggu sebentar, ada pelanggan yang harus kulayani,” ucapnya ramah, aku langsung menggenggam tangannya, seolah tidak membiarkannya pergi.

    Alisnya sedikit berkerut karena bingung, “Permisi, Johan aku harus melayani pelanggan.”

    “Disini saja temani aku.”

    Dia tersenyum tipis, “Aku akan segera kembali.”

    Perasaan barusan… aku bingung dengan apa yang kurasakan barusan, jantungku berdesir-desir, apa mungkin karena tangan halusnya yang seperti perempuan atau sifat riangnya yang mengingatkanku dengan Sari, kekasihku yang sudah pergi.

    Aku bertambah bingung saat rasa cemburu itu datang, aku cemburu saat dia ramah dengan gadis yang dia layani, namun sesekali dia menengokku sambil tersenyum jantungku kembali berdesir, apa aku gila? Aku menyukai seorang pria?

    “Ah.. sudah kelar… emmm apa kau mau kubuatkan sesuatu? Kau dari tadi tidak makan apapun,” tanyanya dengan tatapan polosnya lagi, aku hanya memanggutkan kepalaku tanda setuju.

    Dia mengambil sepotong kue yang ada di dalam lemari kaca dan membuatkanku secangkir kopi, tidak lama dia kembali, “Ini banana cake kesukaanku, semoga kau juga suka.”

    Aku sedikit canggung, dia hanya menatapiku dengan kedua tangan yang ia letakkan di dagunya dan sikut di atas meja, aku heran kenapa dia semanis ini?

    “Enak.. kau yang buat?”

    Wajahnya langsung cerah, “Sungguh? Iya aku yang buat tadi pagi… makan yang banyak, aku kasih gratis karena kau sedang galau.”

    “Jangan terlalu baik, nanti tokomu rugi,” ujarku sambil mengambil uang di dompetku.

    “Gak usah! Aku tulus,” katanya memaksa, aku pun memasukkan kembali uangku.

    “Vicky, layani pelanggan! Jangan mengobrol saja!” teriak seorang pria tua, kemungkinan dialah pemilik toko kue ini.

    “Iya pak sebentar! Emmm sebantar Johan, aku ada tugas dulu.”


    Aku terus menunggu Vicky sampai sore, walaupun dia tidak mempunyai kesempatan meladeniku tapi aku cukup senang melihat wajah cerianya yang begitu menawan. Yaa… walaupun aku ditatap sinis oleh bapak-bapak tua tadi, mungkin dia kesal aku tidak pulang juga dan hanya makan gratis.

    “Aaah… selesai! Hmm kau belum pulang, Johan?” tanyanya.

    “Gak, aku nunggu kamu, hmm apa tokonya sudah mau tutup?”

    “Belum, nanti ada pegawai lain yang giliran kerja malam, toko ini 24 jam. Hah buat apa menungguku?”

    “Oh… hmm gapapa, Cuma mau bersamamu saja,” kataku, hah? Buat apa aku berkata begitu?

    “Hahahaha… iya tunggu, aku ganti pakaian dulu.”

    Dia pun mengganti pakaian seperti lelaki pada umumnya, kesan imut pun sedikit tertutupi walau senyumnya tetap manis.

    “Kau tidak membawa kendaraan?” tanyanya, aku hanya menggelengkan kepala. “Yasudah, bareng aku saja naik bus.”


    Aku Cuma membisu di dalam bus, duduk bersebelahan dengannya dan menatap wajah manisnya membuatku canggung dan gugup, tapi tidak tau kenapa tanganku malah bergerak meraih tangannya dan menggenggamnya, dengan cepat dia menoleh dan tersenyum, “Kenapa?” tanyanya sambil membalas genggaman tanganku.

    Aku seperti mendapatkan lampu hijau, apa jangan-jangan dia itu… hah… harap-harap cemas, “Emmm gapapa,” jawabku datar.

    “Ah… rumahku sudah hampir sampai.. duluan ya..”

    “Tunggu! Bolehkah aku menginap?”

    Dia heran dan sedikit menimbang, namun tidak lama kemudian senyumnya mengembang, “Tentu boleh!”



    Dia menyalakan semua lampu di rumah mungilnya itu dan membantuku melepaskan jaketku, “Mana keluargamu?” tanyaku.

    “Aku tinggal sendiri di Jogja, keluargaku di Solo.”

    “Kenapa begitu?”

    “Mencoba merantau dan hidup mandiri, aku tidak mungkin selalu bergantung kan?”

    “Nice…”

    “Kamu itu cuek banget ya, kalau ngomong selalu simple, tapi kesannya cool.”

    “Benarkah? Cuma masih dalam suasana duka.”

    “Sudahlah, kan kita masih muda, nikmati sisa hidup ini, jangan terlalu bawa beban.”

    Aku mencoba tersenyum. Dia mendekat, sangat dekat… aku bisa merasakan hembusan nafasnya di daguku, dia mendongakkan kepalanya dan aku menatap mata cantiknya, “Apa kau juga gay?’’ tanyanya penuh harap.

    Aku langsung mendorong badannya setelah sadar dengan kalimatnya barusan. Gay? Sebelumnya aku tidak pernah kenal dunia ini walau sering mendengarnya di media, “Kekasihku selalu perempuan!” ucapku sedikit menekan.

    “Kau bisex?”

    “Gak mungkin..”

    Dia langsung mengerutkan keningnya dan memasang tampang kecewa, “Tapi… perlakuan denganku apa maksudnya? Itu maho banget.”

    Tatapanku langsung kosong, berusaha mencari alasan yang tepat, “Kau mirip Sari, kekasihku yang sudah meninggal.”

    “Aku cowok, mirip apanya?”

    “Mungkin bukan fisikmu, tapi… auramu, suasana bersamamu sama seperti suasana bersamanya.”

    “Hahaha… pada intinya kau menyukaiku kan?”

    Aku tidak menjawab, karena aku masih ragu, aku normal, hidup di lingkungan normal dan baik, kalau pun jadi gay mungkin sudah takdir, ya kan?

    Aku terduduk di kursi di dekatku, “Aku kesepian… sudah lama aku tidak merasakan sentuhan,” ucapnya setelah berlutut di hadapanku dan memeluk perutku, jantungku semakin berdegup kencang.
    Aku memeluk kepalanya dan mencium kepalanya, rasa geregetan itu malah muncul ditambah lagi dia memperlihatkan wajah manisnya.

    “Ke kamarku saja ya, lebih aman,” dia mencoba menarik tanganku untuk bangkit, namun aku menolak dan menariknya hingga terjatuh di atas tubuhku.

    “Emm.. mau apa?”

    “Melakukan yang kau mau,” dia tersenyum nakal.

    “Memang apa yang aku mau?”

    “Jangan menyangkal..”

    “Sabar… kau tidak kasihan denganku, aku baru saja berduka Vicky, sangat tidak tepat waktunya.”

    “Kau akan melupakan semua dukamu karena aku akan membawamu terbang ke surga,” dia menjilat leherku sampai membuatku merinding.

    Aku menarik dagunya dan mengecup bibirnya dengan lembut, “Biarkan aku tenang dulu, Vicky.”

    “Emmhh… ummmmhh..” dia malah melumat bibirku dengan ganas namun aku cepat menjauh.

    “Kau nakal sekali rupanya… kubilang waktunya gak tepat, berikan aku waktu mengenalmu dan mencintaimu dulu,” kataku seraya mengelus rambutnya dan mengecup kelopak matanya.

    “Kau ternyata berbeda ya… kau menarik, aku ingin sekali memilikimu.’’

    “Benarkah? Emmmh.. kurasak tidak perlu banyak waktu untuk mencintaimu.”



    Malam itu kami tidur bersama, hanya tidur. Berpelukan untuk saling menghangatkan aromanya seperti kue cake dan pisang, membuatku ingin ‘memakannya’ namun kutahan, alhasil aku gelisah, aku terjaga semalaman, kadang kukecup keningnya, rasa sayang itu tumbuh dengan cepat hanya dalam satu malam.

    FIN

    Catatan yanz: jelek ya? Pendek ya? Maaf Cuma pengobat galauku doang.
  • “Gw bilang hari ini Popy harus duduk sama gw!” teriak cowok bermata coklat itu dengan geram.

    “Gak bisa, Reza. Lu kan kemarin sudah duduk bareng Popy, gak adil lu!” balas gw gak kalah geram.

    Damn! I Love My Rival
    By: Yanz And Zai

    Ya… beginilah keseharian gw di sekolah, memperebutkan Popy dari Reza. Popy itu cewek tercantik di kelas ditambah lagi dia ramah dan pintar, cowok mana yang gak suka? Cuma gw dan Reza lah yang paling ngotot buat dapatkan hati Popy dan kami berdua sudah bersaing berbulan-bulan, tapi belum juga dapat kepastian dari Popy karena dia suka kami berdua, shit.

    Oiya, nama gw Tian, gw sekarang duduk di kelas 2 SMA, tepatnya XI IPA 1. kata emak gw, gw ini anaknya cakep hehe, asik walau suka nyolot apalagi sama si bajingan Reza, tuh anak sok kecakepan dan gak mau ngalah sama gw, alhasil ribut terus setiap hari.

    “Yaudah aku duduk sama Tian, kan kemarin sudah sama Reza,” kata Popy lembut.

    “Wuhuuu gw menang~ dasar maruk, dimana-mana kebenaran selalu menang,” ejek gw.

    Reza gak banyak omong, dia Cuma mengacungkan jari tengahnya tanda kekesalannya sama gw. Gak lama kemudian pak Suharjono datang.

    “Pagi, anak-anak,” Sapa pak Jon.

    “Pagi pak,” balas kami serentak.

    “Minggu depan akan diadakan lomba perkemahan antar kecamatan, masing-masing kelas di butuhkan 3-5 orang buat berpatisipasi, ada yang berminat?”

    “Saya pak!” teriak Popy dengan semangat.

    Reflek gw juga angkat tangan dibarengi Reza dan beberapa anak lain, Damn! Nih anak selalu saja melombai gw.

    “Baiklah, jadi kalian siapkan yel-yel dan kreatifitas kalian untuk minggu depan.”

    ~~~Seminggu Kemudian~~~

    “Wew… bisa lebih elit lagi gak kendaraannya?” sindir Reza.

    Gw pun langsung terperangah melihat truk dekil dan tua itu sambil menahan tawa, “Hahahaha bercanda nih yaa kita dikasih truk??”



    Gw fikir tadi bercanda, tapi setelah disuruh masuk ke truk, dan raut wajah gw bisa digambarkan begini (=w=)
    Geal geol kanan kiri, serasa gempa bumi, apa lagi saat menabrak bebatuan begitu kerasa, remuk rasanya badan gw, mana gerimis… argh… pulang-pulang bisa langsung sakit. Gw lihat muka anak-anak yang lain pada pucat, kayanya mabuk.. haduh jangan sampai ada yang muntah, bisa-bisa gw ikutan muntah.

    “Aah.. gak asik, mual gw,” terdengar suara Reza yang mengeluh dari samping gw, rada terkejut dia dekat dengan jarak gw, dempet-dempet pula, huh.

    “Berisik lu, dasar ndeso gak pernah naik mobil seelit ini wkwkwkwk,” ejek gw.

    Dia langsung jitak kepala gw, “Lu yang ndeso, pantes aja lu gak mabuk rupanya kendaraan lu sehari-hari truk toh…”

    Gw yang gak enak badan Cuma diam dan malas ngeladeni bacotnya. Haaah… saat gw duduk si Reza juga ikutan duduk terus nyendarin kepalanya di bahu gw, “Eh… enak banget lu nyendar-nyendar,” marah gw sambil dorong kepalanya.

    “Gw capek, Tian,” balasnya yang kemudian kembali rebahan di bahu gw, karena gw punya hati nurani ngelihat wajah pucatnya gw kasihan dan biarin, nih cowok kelakuannya sama persis dengan gw, makanya gak bisa akur karena sama selera dan sama egoisnya, pengen gw getok tapi kasihan.



    “Tenda sudah di sediakan panitia, jadi kalian dibagi kelompok setenda dua orang,” kata salah satu panitia yang langsung menyambut kami ketika sampai ke lokasi.

    Indah~~ itu kesan pertama yang gw dapat, kita berada di atas gunung, dibawahnya ada perdesaan dan persawahan, banyak pepohonan dan hutan rindang, udaranya begitu nyaman, gw sampai menghirup udara di sini dengan lebaynya, gak rugi gw capek-capek ikut dapat kepuasan batin, nikmat~~ “Reza sama Tian,” suara barusan langsung memecahkan lamunan gw.

    “Apa pak?’’ Tanya gw sama pak Jon yang tadi bersuara gak jelas.

    “Kamu setenda dengan Reza,” jawabnya dengan keras.

    Mata gw langsung membelalak seolah mau keluar, “Gak terima pak!” sambung gw.

    “Yaudah tidur di tanah saja kamu,” jawab pak Jon.

    Gw Cuma bisa menunduk lemah dan di sisi lain gw lihat Reza mendelik kesal.



    Perasaan begitu sampai disuruh apel, waktu sore disuruh apel lah mau tidur pun disuruh apel, capek banget gw gak ada istirahat seharian, bahkan gw gak ada makan karena gak ada yang masak, percuma bawa kompor toh gak ada yang bisa masak, alhasil sebelum tidur kami ke tenda Popy buat ngemis makanan hehehe…

    Setelah itu gw dan Reza masuk ke tenda, ya… kita Cuma ngobrol basa-basi tanpa ada cekcok dan itu bikin gw canggung, rasanya bukan kita kalau situasi jadi hening begini.

    Gw langsung memasang tampang horror saat mendengar macam-macam suara aneh, namanya juga hutan .

    “Lu takut?” Tanya Reza.

    “Gak!” elak gw.

    “Halah… kalau takut peluk saja gw hehehe…”

    “Najis, gw bukan maho!”

    “Siapa yang bilang elu maho? Biasa aja kali, ketahuan nih gak pernah pelukan.”

    “Amit-amit gw pelukan sama cowok, mending meluk yayang Popy.”

    Dia langsung menjitak gw, “Sudah tidur gih, nanti besok lu susah dibangunin.”

    “Ugh… Za… gw.. gw…”

    “Lu kenapa?”

    “Gw mau kencing.”

    “Yaelah kencing aja pakai lapor, sana buruan, gw mau tidur.”

    “Temenin gw…” kata gw memelas dan guncang-guncang bahunya.

    “Haah kayak cwek lu, pengecut amat.”

    “Apa lu kata lah…”



    Yang namanya perkemahan di hutan begini mana ada disediain WC, terpaksa kencing di semak-semak, mana malam nan dingin, bulu kuduk gw langsung merinding. Baru saja gw ngulurin pisang gw dan mengalirkan beban gw tiba-tiba ada yang melompat di semak-semak, reflek gw lari kucar kacir, padahal pisang gw belum disimpan gw langsung nerjang dan meluk Reza yang gak jauh dari gw.

    “Lu kenapa? Emmm huuh pesing! Anjritt lu ngencingin gw!” kata Reza yang langsung marah.

    ‘’Sorry Za.. itu tadi ada yang bergerak,” kata gw bergetar sambil meluk Reza erat-erat.

    “Halah paling bunglon,”

    “Ugh….” Gw semakin mengeratkan pelukan.

    “Hehehe katanya najis meluk gw?”

    Gw yang baru sadar reflek lepasin pelukan gw, “Haishh…” muka gw rasanya panas karena malu.

    “Masukin dulu burung kecil lu wkwkwkwk…” kata Reza cekikikan.

    “Kecil? Gak ah… gaya lu! Kaya burung lu lebih gede dari gw aja,”

    “Mau bukti?” katanya menyeringai.

    “GAK!” kata gw semakin malu.

    Sesampainya di tenda, Reza langsung mengganti pakaiannya, mau gak mau gw terpaksa lihat dia bugil… hissssh… penampakan horror.

    “Indah banget pemandangannya lu gantung sempak di atas tenda,” sindir gw saat melihat Reza menggantung celana dalamnya.

    “Iya indah ya hehehe…”

    Gw hanya mendengus kesal mendengar jawabannya.

    “Dingin~” kata Reza yang tiduran di samping gw dan memeluk gw.

    “Jangan peluk-peluk!”

    “Dingin, bego!”

    “Pakai selimut!”

    “Gak terlalu membantu, mau meluk yayang Tian saja hehehe,” ejeknya sambil meluk gw lagi.

    “Apaan sih lu, najis gw argghh!!”

    Zz Zz Zz Zz

    Gw Cuma bisa pasrah dalam pelukannya karna dia sudah mendengkur dalam beberapa detik haaah.. suhu badan gw langsung panas, mukanya deket banget lagi sama leher gw, gak tenang gw ngerasain nafasnya yang menerpa leher gw, dengan susah payah gw ubah posisi dan menjauh, tapi tetap saja dia meluk gw, bahkan kali ini berhadapan.

    DEG

    Jantung gw berdegup kencang menatap wajah tampannya yang sangat dekat… tampan? Ya dia memang tampan, alisnya tebal, kulitnya yang putih bersih, hidungnya yang mancung dan bibirnya yang merah bikin hati gw gak keruan, aish… kenapa gw terjebak dalam posisi berbahaya begini.

    Alhasil gw gak tidur semalaman, Cuma menatap wajahnya yang disinari bulan…



    Benar saja, hari kedua ini disuruh berpetualang, badan gw apa mampu? Haaah… apa mau dikata, ini salah Reza gw jadi gak bisa tidur, awas tuh anak gw cekek entar.

    “Pagi huny…” katanya yang baru selesai mandi, apa-apain nih anak, akhir-akhir ini kata-katanya menjengkelkan, apa dia sengaja sok akrab biar bisa menang dapatkan Popy? Oh tidak bisa!

    “Hmmm…” jawab gw dingin.

    “Udah mandi lu?”

    “Udah.”

    “Haah.. gak ngajak-ngajak, harusnya mandi bareng.”

    MANDI BARENG? Muka gw langsung bersemu membayangkannya, dan dengan cepat gw sembunyikan wajah tomat gw, anjritt nih cunguk suka banget goda gw!



    Gw sediain dah tuh 2 botol besar air mineral tapi lagi-lagi yang ngebawa GW! Dia gak tau apa, gw tuh capek, mana gak tdur semalaman, lah dia enak banget ngedengkur. Diperjalanan yang melelahkan dan panas bagaikan berjalan di gurun, gw lihat begitu banyak peserta putri yang jatuh pingsan, lah gw gak boleh pingsan kalau gak mau kena ejek sama tu bocah. Dan betapa kesalnya gw mengikuti langkahnya yang begitu cepat, gw benar-benar terbantai.

    Tapi gw sedikit lega saat mulai masuk kehutan yang makin lebat, alhasil matahari yang terik gak bisa masuk dan suhu begitu sejuk. Tapi makin lama makin sepi, apa yang lain pingsan semua sampai gak ada yang muncul lagi? Hebat dong kami berdua bakal jadi peserta yang duluan sampai dengan selamat.

    “Tunggu dulu,” kata Reza, senyum gw langsung sirna karena kaget.

    “Ada apa?” Tanya gw khawatir.

    “Kok gak ada tanda panah penunjuk jalan lagi? Lama nih gw gak liat panahnya…”

    “Apa maksud lu? Kita kesasar berdua doing?”

    “Jangan panic dulu bego, biarkan gw mikir.”

    “Lu kan yang mimpin, kok bisa-bisanya kesasar?” Tanya gw makin panic.

    “Siapa suruh lu ngikutin gw? Yaudah kita balik!”

    Kekhawatirn gw semakin terbukti dengan pengakuan Reza yang mengatakan kami tersesat, tidak… tapi gw gak boleh panic, gw gak boleh mengacaukan Reza.



    Sampai malam pun kita jalan belum juga menemukan kemudahan, perut lapar, badan lelah, dan terjebak bersama orang yang paling gw benci itu suatu bencana besar, dan tiba-tiba…

    SRRUKKHHH….

    Gw terjatuh dalam lubang yang ada dijalan, namun dengan cepat Reza menarik gw.

    “Cepetan naik ngeeeh…” kata Reza susah payah meraih tangan gw, gw juga mati-matian menahan bobot gw dan menariknya keluar dan akhirnya gw selamat.

    “Hahaha.. bego sih lu, sekalinya mau jadi pemimpin langsung sial.”

    Setelah naik, mata gw kembali membulat melihat makhluk besar di belakang Reza, sinar bulan menampakan bahwa makhluk besar itu seekor ulat anaconda, “ZA.. AWAS BELAKANG LU!!” teriak gw histeris.

    Gak sempat Reza menoleh, dengan cepat ular itu melilit Reza, dan membawanya lari. Gw kerjar habis-habisan ular itu tapi gak mampu, ular itu begitu cepat. Setelah mengambil nafas, gw kembali lari, berlari dengan perasaan takut mengetahui ini hutan berbahaya dan perasaan sedih melihat Reza dibawa kabur. Sedih? Gak tau kenapa gw sangat sedih sampai gak sanggup membendung air mata gw, gw merasa kehilangan, padahal baru beberapa detik yang lalu gw lihat senyuman manis dari wajah tampannya, ternyata terjebek sendiri lebih menakutkan dari pada berdua dengannya.

    BRUKK!

    Gw tertabrak sesuatu, dan akhirnya gw menemukan manusia, “Kamu peserta yag hilang itu kan?” Tanya pria setengah baya tersebut.

    “Hikh… iya pak, tolong, teman saya digigit ular,” kata gw sangat panic.

    Akhirnya gw kembali ke tenda sendirian, semua orang langsung kasih gw perhatian, dan gw masih shock. Setelah tim sars dating gw juga bersikeras ikut masuk ke hutan mencari Reza, di temani Popy yang menggenggam erat tangan gw.

    Gak sampai setengah jam kami mencari di hutan yang sedikit diterangi bulan itu, gw mendengar suara di semak-semak, setelah gw lirik ternyata REZA! Dengan cepat gw kejar dia, tapi dia… berlumuran darah.. gw tambah shock melihat kondisinya dan reflek memeluknya, “Lu luka? Parak banget luka lu hikh…’’ Tanya gw yang terisak di dadanya.

    “Lu mengkhawatirin gw ya?”

    “I-iya.. gw khawatir…”

    “Hahahah gw baik-baik saja,” katanya sambil mengelus kepala gw.

    “Bagaimana bisa lu berdarah-darah gini…”

    “Ini darah ular, pas tuh ular melilit dan menyeret gw, dengan susah payah gw raih pisau yang gw bawa di pinggang gw lalu gw sobek perut tuh ular, otomatis darahnya nyembur ke gw.”

    “Syukurlah lu selamat,” gw kembali peluk dengan erat.

    “Kamu keren banget sih, Reza,” sambung Popy.

    “Thanks…”

    “Aku mau jadi pacarmu, pasti sangat beruntung bila bisa punya cowok semacho kamu,”

    “Sorry Py, kayanya gw udah jatuh cinta sama orang lain.”

    “Yaaa… kalau begitu, aku pilih Tian saja.”

    “Sorry Popy, gw juga mencintai orang lain.”

    “Loh kok kalian ngalahnya barengan? Huh… yaudah masih banyak cowok yang ngantri.”

    Popy pun meninggalkan kami berdua, alhasil kami Cuma berduaan.

    “Siapa orang yang lu cinta?” Tanya Reza membuka pembicaraan.

    “Lu dulu kasih tau!”

    “Hehehe gw tau… I love you too,” Reza langsung menarik leher gw dan mengecup bibir gw.

    END
  • Kau Harus Menyukaiku
    By Yanz
    Rate: Teen+

    “Kimi ga daisuki da..” desis pemuda mungil itu pelan sambil menatap mata lawan bicaranya.

    “Apa? Kau bicara apa?” Tanya pemuda tinggi itu dengan senyuman ceria.

    “Aku mencintaimu!”

    PRAAANG…

    Seorang pelayan wanita langsung menjatuhkan nampannya yang berisi dua gelas lemon tea ketika mendengar percakapan Mereka. Dimas si pemuda tinggi tadi langsung membantu pelayan itu membereskan gelas yang berserakan, “Gak terluka kan?” tanyanya dengan pelayan wanita itu dengan senyuman, pemuda mungil yang merasa dicuekin langsung memandang tajam kemudian berlari dari restoran itu, terdengar Dimas manggilnya tiga kali tapi gak dia gubris.

    >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

    Namanya Dian, cowok yang berumur 18 tahun ini adalah seorang bisex yang lebih suka cowok 70% dan suka cewek 30%. Walau dia abnormal tapi dia tak pernah ngerasa terganggu karena dia selalu perpacaran dengan lawan jenis. Memang, setiap melihat pemuda tampan dan sexy pasti dia suka tapi dia belum pernah memberanikan diri buat berhubungan serius dengan laki-laki secara nyata.

    Itu dulu. Dia berubah fikiran semenjak kenal Dimas tahun lalu. Dimas adalah seorang artis pendatang baru dan juga seorang model. Dia terkenal ramah dan supel namun semakin dekat semakin menjengkelkan, namun Dian tetap menyukainya.

    Perekenalan mereka sungguh tidak disengaja, karena memang sama sekali tidak direncanakan. Waktu itu dia masih kelas 3 SMA, dia pulang sekolah dengan sepeda namun waktu itu setelah sampai di suatu jalan yang cukup sepi dia mendengar ada seseorang berteriak, “Hei!! Berhenti, kamu yang pakai sepeda berhenti!” sontak Dian langsung me’rem sepeda dan menoleh kebelakang. Terlihat seorang pemuda tinggi yang memakai kemeja biru pudar dan berlari sampai ngos-ngosan, “Kau ini yah, dari tadi aku panggil apa kau tidak mendengar heh?” katanya sambil jitak kepala Dian pelan.

    “Siapa kau? Datang-datang main jitak!” protes Dian sambil melepaskan headset yang ada di kupingnya.

    “Haissshh… pantas aja kau tidak mendengar, makanya kalau diperjalanan jangan pasang headset, mana sepedamu cepat banget kaya atlet balap sepeda, nih dompetmu tadi jatuh di jalan A.”

    Dian langsung cengok memandangnya takjub, keringat berkucuran di leher dan dada Dimas, “Kau berlari dari jalan A? yaampun jauh amat, nyaris 2 km dari sini!” kata Dian yang masih bengong.

    “Aduh capek, yaudah aku tidak ada waktu mengobrol. Lain kali hati-hati adik hmm,” katanya memasukkan dompet Dian dalam tas selempangnya kemudian mengusap kepala Dian. Saat dia berlari, Dian tahan tangannya.

    Nah sejak saat itu Dian selalu buntutin Dimas kemana pun. Bahkan sekarang Dian lebih nekat, dia kabur dari rumah dan nyeret-nyeret dua koper besar ke sebuah apartemen mewah yang dia tau itu kediaman Dimas. Sesampainya di depan pintu tujuan dia mulai mengetuk pintu.

    Kreekk…

    Suara pintu terbuka, dia tatap datar Dimas yang lagi menggosok-gosok rambut basahnya dengan handuk, tercium bau harum nan manly darinya yang baru habis mandi sepertinya? “Eh kau Dian, ada apa?” tanyanya bingung dan menaikkan satu alisnya.

    Tanpa babibu Dian langsung masuk dan menyeret dua koper besarnya, “Eh aku belum menyuruhmu masuk!” protesnya.

    Dian langsung menghempaskan badan ke sofa terdekat, “Gila, melelahkan sekali! aku tuh gak tau caranya naik lift jadinya aku naik tangga sampai lantai 8 sambil nyeret-nyeret koper besarku ini aaakhh!” keluh Dian sambil ngacak-ngacakin rambut.

    Terlihat Dimas berada di depan kulkas kemudian melemparkan minuman kaleng ke Dian, “Huahahaha.. kamseupay banget ya? Hei buat apa juga bawa-bawa koper segala?”

    “Aku mau hidup bersamamu!”

    PRUUTTT!

    Spontan minuman kaleng yang Dimas minum langsung nyembur, “Eh apa yang kau katakan? kau pikir rumahku panti asuhan heh! Eh pulang sana!”

    “Tidak mau… jadi mana nih kamar untukku?” kata Dian celingukan dan membuka semua ruangan seenak jidat. Terlihat Dimas mengusap wajahnya frustasi.

    “Selalu saja merepotkanku, pulang sana… pasti ortumu khawatir!” katanya menyeret-nyeret Dian menuju pintu keluar tapi Dian bersikeras tetap di dalam sampai akhirnya Dimas menyerah.

    “Aku mau tinggal di sini titik.”

    Dimas menggeleng heran dan tersenyum geli, “Tapi aku tidak punya kamar lain, kau tidur di sofa ok?”

    “Aku tidur di kamarmu saja kalau begitu, aku tidak mau di sofa,” kata Dian seenaknya.

    “Ck… TIDAK BISA BOCAH.”
    Dan terpaksa Dian menurut melihat wajah seram Dimas.

    “Aku ada pemotretan, kamu tinggal di sini saja jaga apartemenku, ok?”

    “Tidak mau, kau harus mengajakku!”

    “Merepotkan sekali, yasudah.”

    >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

    Dian terus menatap Dimas yang sedang berpose penuh pesona, sesekali Dian mengigit pelan bibir bawahnya, “Awesome…” desisnya pelan.

    “Okay, cukup buat hari ini Dimas. Hei ngomong-ngomong siapa brondong ini?” Tanya fotografer sambil menatap Dian dengan senyuman.

    “Aku kekasihnya,” ucap Dian datar. Wajah fotografer itu langsung shock.

    “Ahahaha… adikku yang manis ini memang suka bercanda bos, jangan didengarkan. Dia adikku,” kata Dimas sambil merangkul Dian akrab.

    “Oh begitu, tapi kenapa kalian tidak mirip?” Tanya fotografer kebingungan.

    “Tentu saja tidak mirip, kan kubilang kami…” kata-kata Dian langsung terpotong saat Dimas menjitaki kepala Dian dengan geram.

    “Ahahaha… kita beda ibu,” kata Dimas dengan senyuman salah tingkah.

    “Oh… hahaha… kalian sepertinya sangat dekat ya, mungkin adikmu juga bisa model di sini?”

    “Aku tidak berminat masuk dunia hiburan, itu memuakkan,” jawab Dian jutek.

    “Tapi penghasilannya lumayan dek,” bujuk fotografer itu.

    “Ahahaha… sudahlah bos, dia tidak ada bakat begituan. Yasudah kami mau ke tempat lain dulu, see you bos.”

    >>>>>>>>>

    BRAAAK!

    Dimas menghempas tubuh Dian ke dalam mobil, “Sudah kubilang tadi apa? Jangan merepotkanku! Sekali lagi kau berulah dan merusak reputasiku kau akan kubuang ke hutan Amazon.”

    “Menyebalkan! Ah aku lelah mengikutimu bekerja seharian!!” rengek Dian.

    “Diam saja kau lelah apalagi harus bekerja sepertiku. Be sweet boy, aku akan memberimu hadiah nanti.”

    “Hadiah apa apa kak?”

    “Lihat saja nanti. Sekarang kau belikan minuman di seberang jalan sana. Yang dingin!” kata Dimas sambil memberikan uang seratus ribu.

    “Besar sekali uangnya, beli minum doang.”

    “Jangan banyak protes, sisanya buatmu saja.”

    “Wahaha dasar royal.”

    Dan setelah Dian selesai membelikan minuman, mereka kembali melanjutkan perjalanan ke tempat kerja yang lain. Seharian penuh Dimas harus bekerja, dan dengan terpaksa Dian mingkem untuk menghindari amarah Dimas. Di lokasi syuting Dian digoda banyak wanita, dari pegawai biasa sampai para artis tapi Dian hanya bersikap dingin. Dan sampai akhirnya mereka pulang jam 9 malam.

    “Aaarrghhh lelah sekali,” keluh Dian sambil mengempaskan tubuhnya ke sofa.

    “Sekali lagi kau mengeluh akan aku masukkan dalam tong sampah,” kata Dimas dengan cengiran khasnya.

    Dian hanya memajukan bibirnya karena kesal, “Hei aku mandi dulu, kau cari makan di luar sana!” perintah Dimas.

    “Gak mau! Hissshhh… aku sadar sekali ya, seharian ini kau memperlakukanku seperti babumu, kau suruh aku ini itu.”

    “Pulang sana!” usir Dimas.

    “Baiklah baiklah… aku rela jadi babumu asal selalu di sampingmu,” jawab Dian malas-malasan dan Dimas hanya tersenyum.

    Dimas selesai mandi dan Dian pun juga mandi setelah dia selesai membeli makanan. Mereka pun makan bersama setelah Dian selesai mandi, seperti biasa mereka bercengkrama, bercanda bahkan berkelahi meskipun tidak serius, karena sesungguhnya Dimas menyayangi Dian sebagai adik jadi dia tidak tega jika harus kejam pada Dian. Dimas bersikap keras hanya untuk meruntuhkan ambisi Dian yang selalu ingin mengambil hatinya, Dimas tidak bisa memberikan harapan lebih karena dia pemuda normal.

    “Aku menyukaimu kakak…”

    “Haaah… ke-7 kalinya kau menyatakan cinta padaku hari ini, aku bosan mendengarnya.”

    “Maka dari itu jawablah.”

    “Tadi sudah kujawab.”

    “Bukan itu jawaban yang kumau bodoh.”

    “Apa? Berani sekali ya kau mengatai orang yang lebih tua darimu!” kata Dimas yang menyerang Dian dengan jepitan ketek mautnya. Sampai Dian kewalahan ketika lehernya dijepit dengan ketek Dimas.

    “Siapa suruh bodoh!” tambah Dian.

    “Apa? Apa yang kau bilang anak kecil?” ancam Dimas sambil menggelitiki tubuh Dian.

    “Ah… ahahaha… ampun ampun… iya ampun kakak ganteng.”

    “Yasudah, bereskan nih makanan, cuci piring setelah itu tidur. Besok kau di apartemen saja jangan mengikutiku.”

    Dian memicingkan matanya kesal.
    Dengan terpaksa Dian melaksanakan apa yang diperintahkan, tubuhnya terasa sangat berat hari ini karena begitu banyak tempat yang dia kunjungi, namun satu hal yang dia suka dari hari ini, dia jadi banyak makan makanan enak dan makanan yang belum pernah dia makan, Dimas memang mapan sekarang sehingga dia tidak banyak pikir untuk mengeluarkan banyak uang untuk makanan dan apapun.

    “Aku tidak bisa tidur, kepalaku sakit kalau harus tidur di sofa.” Kata Dian menyelinap masuk ke kamar Dimas

    Tanpa bicara Dimas melemparkan satu bantal pada Dian, “Tutup pintunya,” kata Dimas yang masih fokus pada laptopnya.

    Dian pun masuk ke kamar Dimas dan menutup pintu kemudian membaringkan tubuhnya di samping Dimas, “Hei siapa yang menyuruhmu masuk heh?” Tanya Dimas kesal.

    “Katanya tutup pintu.”

    “Kubilang kau keluar bawa bantalmu dan tutup pintunya!” teriak Dimas penuh emosi.

    Dian langsung menciut dan pasang wajah memelas, “He-hei… kau menganggap serius perkataanku?” tanya Dimas khawatir. Namun Dian hanya diam dan masih menunduk, “Hei! Kau jelek sekali kalau merajuk begini,” protes Dimas namun Dian masih diam.

    CUP…

    Dimas mengecup singkap bibir Dian, dan Dian langsung menoleh cepat ke sampingnya, “Ka-kau… barusan…”

    “Aku tidak suka melihatmu sedih seperti tadi, kau senang kan?” Tanya Dimas dengan wajah datar.

    Dian langsung menyengir lebar, “TENTU SAJA AKU SENANG KYAHAHAHA!” teriaknya.

    “Begitu saja kau senang, dasar anak kecil.”

    “Walaupun kau hanya tidak serius melakukannya, tapi aku tetap senang,” kata Dian pelan dan menimbulkan semburat merah di pipinya.

    “Kau memerah?” Tanya Dimas dengan cengiran licik. Tanpa bicara Dian langsung menarik selimut dan tidur membelakangi Dimas.

    ‘Ah… perasaan apa barusan? Aku sangat senang menggodanya dan membuat wajahnya memerah begitu,’ batin Dimas.

    “Hai… sikap macam apa itu, masa kau membelakangiku heh?” kata Dimas sambil menarik pinggang Dian dan membalik tubuh Dian.

    “Isshhh… Sial…” umpat Dian.

    “Ahahaha… wajahmu memerah, lucu sekali!” kata Dimas kegirangan, tapi Dian hanya menatap jutek ke arah Dimas.

    Dimas menarik tengkuk Dian dan mendekatkan wajah mereka, ‘Benar-benar… lucu kalau dilihat seperti ini dan aku semakin ketagihan mempermainkannya,’ batin Dimas.

    “Ka-kau mau apa huh?” tanya Dian gugup.

    Tanpa banyak bicara Dimas langsung melahap bibir ranum Dian. Dian sangat terkejut orang yang sangat dia sukai menciumnya ah tidak.. bukan sekedar ciuman namun lumatan, wajah Dian bertambah bersemu dan memejamkan matanya karena begitu gugup.

    “Kau suka? Kelihatannya kau sangat suka hahaha…” kata Dimas setelah melepaskan kecupannya.

    “Kenapa kau tertawa heh? Apa ciuman tadi tidak serius?”

    “Tentu saja tidak, adik kecil. Aku hanya sangat senang menggoda dan mempermainkanmu, kau benar-benar lucu seperti boneka,” kata Dimas mengejek.

    “SIAL!” bentak Dian yang kembali membalikkan badannya. Namun Dimas kembali jahil, dia mengecup bahu Dian dan mengelus perut Dian yang membuat wajah Dian bertambah merah, “Kak… eekkhhh… apa yang kau lakukan aaah…” desah Dian.

    ‘A-apa yang barusan dia lakukan? Dia mendesah? Waw.. aku menyukainya, terdengar lucu hahaha…’ batin Dimas.

    “Aku menggodamu, sepertinya kau sangat menyukainya hahaha…” ejek Dimas dan kembali menjilat leher dan kuping Dian.

    “Emmhh.. i-iyaahh… aaahhh aku menyukainya, apa kau juga menyukainya kak?”

    “Tidak. Aku hanya suka expresimu yang begitu… emmm begitu… entahlah, aku hanya suka reaksimu.”

    “Emmhhh aaakhhh…” Dian mendesah keras saat tangan Dimas meremas penisnya yang menegang. Dimas membalik tubuh Dian dan memasukkan tangannya dalam celana Dian.

    “Dasar gay, baru sebentar sudah bangkit,” ejek Dimas sambil memainkan ujung penis Dian.

    “Aaakhh… Ohhh… Kak… emmhh..” desah Dian sambil memegang lengan Dimas.

    Dimas kembali mengocok penis Dian yang sudah sangat keras, “Wajahmu terlihat manis sekali adik huahaha… emmhh…” kata Dimas sambil menjilat pipi Dian.

    “Teruss… eeessshhh… aaakkhhh aku sudah mau keluar emmmhhh…” desah Dian keras namun kocokan Dimas langsung berhenti.

    “Cukup, hoaaamm… aku mau tidur, bye..”

    “WHA-WHAT??? Kau mau berhenti ketika sudah diujung? Sial!” Dian langsung berlari terbirit-birit ke toilet sedangkan Dimas tertawa gelak di atas kasurnya.

    Setelah Dian berhasil ‘mengeluarkan’ bebannya di toilet dia pun kembali ke kamar, namun Dimas sudah tidur terkapar bagaikan mayat, wajar saja, hari-harinya begitu berat dan padat. Dian pun merebahkan tubuhnya juga di kasur yang sama kemudian tertidur dengan memeluk tubuh hangat Dimas.

    >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>


    Ku rasa ku sedang dimabuk cinta
    Nikmatnya kini ku dimabuk cinta, dimabuk cinta

    Bayangkan bila harimu penuh warna
    Itulah yang saat ini ku rasakan

    Suara HP Dimas membangunkan tidur nyenyak Dian. Dia raih HP yang ada di meja itu dan melihat sebuah panggilan dari ‘My love’. Dian mengerutkan kening karena kesal, ‘Pasti pacarnya’ batin Dian.

    “Eheemmm ehemm..” Dian berdehem sebelum mengangkat telepon, “Halo~” ucapnya dengan suara selembut mungkin bagaikan wanita.

    “SIAPA INI?” bentak suara wanita dari seberang sana.

    “Nyantai ya jeng~”

    “Aku Tanya kamu siapa? Kenapa pegang HP Dimas.”

    “Aku pacarnya makanya mainin HPnya, tadi malam kami tidur bersama, kamu siapa?”

    Tutt… Tuut… Tutt..

    “YEAAAH!” teriak Dian bahagia.

    “Hmmm… ada apa nih?” Tanya Dimas yang terbangun dan mengucek matanya.

    “Gapapa…” jawab Dian datar.

    “Hei kenapa HPku ada di kamu?” Tanya Dimas sambil merampas HPnya, “Astaga! Tadi ada perempuan yang menelepon?”

    “Hn…” jawab Dian malas.

    Dimas menatap Dian kesal dan menelepon seseorang, “Baby…” ucap Dimas memelas di telepon.

    “Kita putus…”

    “A-apa? Kenapa? Tidak bisa begitu!”

    “Kau tidur dengan wanita lain kan? Kalau tidak buat apa ada wanita yang mengangkat telepon pagi-pagi begini hikh…”

    “Baby, itu…”

    Tutt… Tutt… Tutt…

    “Huahahaha…” Dian tertawa puas.

    PRAAK!

    Dimas menampar keras wajah Dian hingga hidungnya berdarah, “Apa yang kau katakan hm?”

    Dian hanya diam dan menundukkan wajahnya. “Kamu itu ya, dikasih hati minta jantung. Makin lama makin ngelunjak dan seenaknya. Merepotkanku saja aaakkhh!” bentak Dimas yang langsung meninggalkan Dian.

    >>>>>>>>>>>>>>>

    Seharian Dimas di luar tanpa beristirahat ke apartementnya, dia benar-benar kesal pada Dian yang membuat hubungannya dengan pacarnya hancur. Dan setelah jam 11 malam dia pulang.

    Ditatapnya apartement gelap itu, dinyalakannya semua lampu, “Seperti tidak bernyawa saja apartement ini, Dian kau dimana?” namun panggilan tidak ada yang menyahut. Dimas masuk ke kamarnya dan menemukan sepucuk surat di kasur.

    ‘Dear Kak Dimas, maaf selama ini aku terlalu merepotkanmu. Tapi aku cukup bahagia bisa kenal denganmu setahun ini, walau pun perasaanku selalu sakit. Tapi kakak bisa bernafas lega, karena aku akan ke Amerika untuk melanjutkan kuliahku. Niatnya aku cuma ingin menghabiskan sisa-sisa waktuku di Indonesia bersama kakak… tapi yasudahlah, terimakasih tumpangannya. With Love Dian-

    “AAAHH AKHIRNYA AKU BEBAS!” teriak Dimas riang sambil menghempaskan tubuhnya ke kasur.

    Namun cengiran lebar Dimas langsung terhapus ketika mengingat kejadian tadi pagi, “Haaah sepertinya aku terlalu kejam tadi pagi. Pasti dia sangat sakit hati.”

    Dia mencoba memejamkan mata namun teriakan Dian, wajah Dian, gangguan Dian dan all about Dian membuatnya tidak tenang. Dia memegang dadanya, seperti ada perasaan yang mengganjal, apakah ini yang namanya kehilangan?
    Dimas langsung bangkit dari tidurnya dan berlari ke luar apartement. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di rumah Dian, dia melihat rumah Dian gelap seluruhnya.

    “Diaan? Keluar!” teriak Dimas namun tidak ada balasan. Dia juga menghubungi HP Dian tetapi tidak dijawab. Dimas putus asa, dia duduk di teras rumah Dian dan meletakkan kepalanya di tangannya yang terlipat. Tapi tiba-tiba ada yang memeluk lehernya dari belakang, “CILUK BAAA!” teriak Dian dari belakang.

    “Dasar anak kecil, sini jangan main-main!” kata Dimas yang menarik tubuh Dian agar duduk di sampingnya.

    “Tidak kusangka ternyata kau khawatir.”

    “Haah… Hmm…” gumam Dimas.

    “Kau kehilangan?”

    “Yaah… begitulah, lagi pula aku ingin meminta maaf karena terlalu keras denganmu tadi pagi.”

    “Sudahlah… kau datang ke sini sudah menjadi obat.”

    “Eumm… sebelum kau ke Amerika lebih baik kau tinggal bersamaku dulu,” kata Dimas salah tingkah.

    “Siapa yang mau ke Amerika hoaaamm…” Tanya Dian malas dan merebahkan kepalanya di paha Dimas

    “Kau kan? Dalam surat kau mau kuliah.”

    “Kau fikir aku orang kaya apa? Rumah gubuk begini mau ke Amrik, percaya?”

    Dimas langsung menjitak kepala Dian, “Kau membuatku takut saja, dasar!”

    Dian meringis kesakitan dan bangkit, senyum mengembang di bibir ranumnya, “Niichan, suki desu (kakak, aku mencintaimu).”

    “Su-suki dayo… (A-aku juga mencintaimu).” Balas Dimas kemudian mengecup bibir ranum Dian.

    Dan mereka hidup bersama dengan pertengkaran yang mewarnai hubungan mereka. Mereka adalah pasangan terribut di dunia karena terlalu sering bertengkar namun hal itu lah yang membuat mereka tidak pernah bosan satu sama lain.

    END
  • My First Bot is the Best Bot I Ever Had
    By: Yanz (Daniel Yanuar)
    Rate: Teen+
    Genre: Romance and Sad
    NOTE: Cerita kali ini adalah menceritakan bottom pertamaku dia yang terbaik yang pernah ada, sedikit terinspirasi dari pengalaman pribadi Yanz. Enjoy~

    *Daniel POV* 2010-2011

    KREAAKK!
    Terdengar suara tirai dibuka dan cahaya matahari yang sudah terik mengganggu tidur tampanku (narsis). Namun hal itu tidak membuatku berniat membuka mata, aku bahkan tidak akan perduli jika sang ratu monster (baca: ibu) menghampiriku dengan seember air yang disiramkan pada tubuhku karena sekarang hari sabtu dan aku ingin menikmati tidurku lebih lama.

    Namun aku merasa ada sebuah jari yang bermain di bulu mataku. Aku masih menutup mata namun berpikir siapakah yang berani memainkanku disaat tidur? Namun ketika aku mengendus ada aroma shampo clear ice dan sabun lifeboy putih, aku tau aroma khas ini. Tanpa membuka mata aku langsung meraih tubuh orang yang mengerjaiku itu dan menindihnya di kasur, “Berani sekali mengganggu sleeping handsomeku?” kataku setelah membuka mata dan melihat malaikat indahku sedar terbaring pasrah.

    “Yo! Turun dari tubuhku bodoh!” bentaknya.

    Aku tersenyum licik dan menjilat leher kekasih manisku ini, “Emmmhh… wangi sekali~”

    Bruuukk!!

    Namun dengan bringas dia menendang selangkanganku dan membuatku menjerit keras,”AAAARGH! Jahat sekali kau!!”

    “Dasar mesum! Pagi-pagi sudah berulah, aku hanya menitipkan kue di toko ibumu tadi. Tapi dia memaksaku membangunkanmu yaa terpaksa aku turuti.”

    “Hisshh.. pagi-pagi sudah ganas, manislah sedikit,” godaku sambil menarik pinggang mungilnya.

    “Sorry, Daniel. Aku ada jam kuliah jadi harus pergi dulu, datanglah ke tempat kostku nanti sore,” tolaknya sambil mendorong dadaku kemudian bergegas meninggalkanku.

    >>>>>>>>>>>>>>>

    Daniel Yanuar, kelas XI SMA itulah aku. Aku adalah seorang cowok yang kasar, tempramen buruk, tidak pandai mengatur emosi, berfikir pendek, tidak berperasaan, sombong, tidak bisa diatur dan semua yang jelek ada pada diriku. Tapi perasaanku melunak semenjak mengenal seorang cowok yang bernama Putra.

    *Flashback*

    Tahun lalu, tepatnya saat aku masih kelas X di sekolah diadakan acara perpisahan kakak kelas di sekolah dan pihak sekolah menyewa beberapa band yang ada di daerah sekolah. Dan saat sebuah band yang gayanya begitu asik seperti pee wee gaskin naik ke atas panggung sontak semua bergemuruh bertepuk tangan. Terlebih karena para personilnya rata-rata memiliki wajah yang bening terutama gitarisnya. Namun aku lebih tertarik dengan vokalistnya yang memakai pakaian warna merah terang dan poni ala artis Korea, kulitnya putih, tubuhnya sedang dan langsing.

    Aku… ku terlalu mencintaimu
    Terlebih ku menggilaimu
    Salahkah ku
    Hingga ku tak tahu arah hidupku
    Ku telah buta karenamu
    Tolong aku

    Ku lelaki yang tak bisa menangis
    Apa yang harus kulakukan
    (Tahta: Tempat Yang Paling Indah)

    Sorak berserta tepuk tangan penonton kembali bergemuruh setelah suara merdu sang vokalis manis itu mengalunkan suara emasnya. Dia tersenyum manis pada semua penonton sebelum turun ke bawah panggung. Jantungku berdegup kencang. Inikah yang namanya cinta pada pandangan pertama? Yeah… aku memang pecinta sesama jenis namun aku bukan gay, aku bisex.

    Kulihat Selfy, dia adalah mantan pacarku sedang ada di bawah panggung menyamput para personil band itu dan menarik tangan gitaris yang kubilang paling tampan tadi. Kulihat Selfy berusaha mengobrol dengan orang itu namun orang itu merespon dengan jutek dan melepaskan tangan Selfy begitu kasar. Sontak aku langsung emosi melihat kesongongan orang itu plus aku memang masih menyayangi Selfy dan aku tidak rela dia dihina seperti itu.

    “Hei, bisa lebih sopan sedikit dengan cewek heh?” teriakku sambil mendorong dada gitaris songong itu sampai terjengkal ke lumpur, tempramenku langsung buruk karenanya.

    “Eh gak usah ikut campur!” teriak gitaris itu yang bangkit dan menarik kerah bajuku. Hampir saja kubikin lecet wajah tampan itu tapi si vokalis manis itu langsung melerai dan memohon maaf padaku dan pada semua guru karena bandnya sudah membuat keributan. Aku tidak bisa menahan senyumku karena begitu senang mendengar suara indahnya yang serak-serak basah, sexy sekali ditambah nada suaranya begitu ramah, aku paling lemah dengan orang ramah. Tuhan aku benar-benar jatuh cinta dengannya!

    Setelah keributan mereda aku mengajaknya berbincang di back stage, ternyata namanya Putra. Dia cowok yang begitu enak diajak mengobrol dan makin lama aku semakin tergila-gila dengannya, dia asik, supel, suka bercanda, kasarnya cuma bohongan supaya seru, cowok ini benar-benar… perfect dimataku. Apalagi setelah aku tau ternyata dia kuliah semester 4 padahal dia seumuran denganku, karena kepintarannya dari SD, SMP, SMA, dia mengikuti program loncat kelas yang entah apa namanya aku lupa yang pasti dia mahasiswa yang sangat muda, perfect. Kami bertukar nope, sering bermain bersama yang aku anggap kencan sepihak, aku sering berkunjung ke tempat kostnya yang rapi nan indah. Tidak sampai sebulan kami dekat karena aku benar-benar gila olehnya akhirnya aku memutuskan menyatakan cinta dengannya. Dia yang tau aku suka bercanda malah menerimaku tanpa beban, mungkinkah dia fikir aku bercanda? Tapi kami terus jalan seperti biasa, hangout bareng, mengobrol, main games karena kami gamer dan mendengarkannya bernyanyi tiap hari tidak pernah membuatku jenuh. Sampai suatu hari aku memberanikan diri untuk ‘menyentuhnya’, dia begitu terkejut saat aku mencumbunya dan terlontar kata pahit di bibir manisnya, “Are you gay?” tanyanya shock dan masih menahan dadaku.

    “Im bisex. Tapi aku tulus mencintaimu, kau juga mencintaiku kan? Dari sifatmu yang selalu perhatian dan ramah padaku?”

    Dia tersenyum miris, “Aku memang menyukaimu karena kita partner yang kompak dan benar-benar cocok untuk menjadi partner tapi perasaanku tidak lebih dari sahabat,” katanya memaksakan senyuman.

    Tapi aku mengelus rambutnya, menatapnya sayu, dan dia terhipnotis dengan tatapanku. Malam itu dia ‘milikku’ seutuhnya. Bisa dibilang kalau masalah sex dia type bot yang malu-malu kucing, selalu menolak tapi ujung-ujungnya terbawa arus. Kami pun bertahan setahun ini dengan keseruan yang memabukkan tanpa masalah yang berarti.

    *End Flashback*

    Seperti yang disuruhnya, aku pergi ke tempat kostnya sore itu. Tanpa mengetuk aku langsung masuk karena sudah menjadi kebiasaanku, miliknya adalah milikku begitu pun sebaliknya. Sebenarnya tempat kost ini lebih pantas disebut apartement karena cukup luas dan mewah. Dia bukan orang kaya tetapi pekerja keras, aku iri. Kulihat tubuh langsingnya sedang membelakangiku, dia memakai celemek hitam favoritnya kurasa dia mengadon kue untuk dijual seperti biasa. Aku berjalan menjinjit kemudian memeluk pinggangnya dengan tiba-tiba.

    “AAAARRGHH!” teriaknya terkejut dan menjatuhkan sebaskom adonan kue yang dia buat, “KAU YA DANIEL!!!” teriaknya kesal kemudian mengambil adonan kue itu dan melemparnya ke wajahku.

    “Ahaha… ampun my wife~” bujukku sambil berusaha memeluknya tapi dia semakin kesal dan mengaduk-aduk adonan kue itu ke wajahku.

    “Aku rugi kan gara-gara kau!” protesnya sambil memajukan bibir merahnya tetapi langsung kukecup pelan.

    “Ampun, sweety. Nanti kuganti.”

    “Eumm… apa kau ingat sesuatu…” katanya ragu-ragu.

    “Hmm… apaan?” tanyaku dengan nada kebingungan dan menjilati adonan manis yang ada di wajahku.

    “Besok aku ulang tahun bodoh!”

    “Ah? Benarkah? Huahahaha.. aku bahkan lupa sekarang tanggal berapa!” kataku dengan tawa tanpa dosa.

    Dia kembali muram dan mengaduk-aduk adonan kue dengan emosi, “Ehehe… maaf. Sebentar aku akan ke minimarket untuk membeli adonan baru dan ice cream kesukaanmu!”

    “Benarkah?” tanyanya dengan senyum yang merekah, aku mengangguk. Dan satu hal yang tidak pernah kulupakan, dia maniak ice cream dan sangat penurut kalau sudah kusogok dengan ice cream.

    >>>>>>>>>>>>>>

    Tidak memakan banyak waktu membeli yang diperlukan tadi, dan aku segera kembali. Namun sesampainya di dapur Putra aku melihatnya sedang menungging, entah apa yang dia lakukan.

    Melihat posenya begitu aku tergoda, dan meremas bokong kencangnya, “HEI KAU!” teriaknya dan menatapku tajam.

    “Huahaha… apa yang kau lakukan hah?” tanyaku sambil tertawa.

    Dia masih cemberut menatapku dan terlihat semakin imut, “Jam tanganku terjatuh dalam lubang itu dan tanganku tidak bisa meraihnya.”

    “Mana? Sini aku coba,” kataku sambil menggeser posisinya. Aku dapat melihat jam tangan perak itu di dalam lubang yang cukup besar. Seperti yang Putra lakukan sebelumnya, aku menungging, “Yeaah aku dapat jam tangannya uh…” kataku semakin menungging tapi…

    KREEEKK!

    Celanaku robek di bagian pantat dan sontak Putra tertawa berguling-guling, “Huahaha… siapa suruh pakai celana yang terlalu kentat!” ejeknya.

    Aku sangat malu dan hanya tersenyum salah tingkah, “Jahitin gih…”

    “Iya iya, lepas celanamu!” perintahnya. Aku pun melepaskan celanaku dan menyerahkan celana berserta gelang jamnya.

    >>>>>>>>>>>>
    Dia begitu serius menjahit sampai aku jadi tersenyum jahil kemudian memeluk pinggangnya dari belakang, “Kau itu ya.. seperti istriku saja,” godaku sambil mengecup pundaknya.

    Dia langsung menjitak kepalaku dengan keras, “Jangan menggangguku, nanti tanganku tertusuk jarum. Sekali lagi kau memanggilku dengan sebutan ‘istri’ aku sunat juga kau!”

    Aku bergidik ngeri tapi masih memeluk pinggangnya, “Habisnya kau benar-benar pantas jadi is… emm ya begitulah. Kau pandai memasak, menjahit, berkerja keras, imut pula!”

    “Keadaan yang memaksaku. Kau tau sendiri kan, aku perantau, yatim piatu dan keadaan ini memaksaku hidup mandiri dan jangan mendramatisirnya ok?” katanya dengan mengacung-acungkan jarum di depan wajahku.

    “Iya my cute boy~”

    “Sudah kelar nih celanamu, pakai kembali!” perintahnya sambil menyodorkan celanaku.

    “Nanti saja, ada yang mau kuambil,” kataku berlari ke dapur dan mengambil beberapa batang ice cream choklat yang aku beli tadi, di dalam kulkas. Aku kembali ke kamar Putra sambil menjilat jilat sebatang ice cream.

    “Hei jangan makan ice creamku!!! Katanya kau membelikannya untukku, borok sikut itu namanya.”

    “Mau?” godaku sambil melumuri ice cream itu di sekitar mulutku dan menyodorkan wajahku ke wajahnya. Wajahnya sedikit merah bersemu, namun dia menjilati ice cream yang ada di sekitar bibirku kemudian aku tarik lehernya untuk memperdalam ciuman.

    “Emmmhh… eummmhh…” gumamnya saat aku menghisap-hisap bibirnya yang menggoda. Kemudian aku berbaring ke kasurnya, membuka baju dan melemparkannya entah kemana. Kulumuri ice cream favoritenya itu di leher, dada dan perutku.

    “Sini ambil!” perintahku dengan senyum menggoda.

    Dia menelan air liurnya, terlihat tonjolan di lehernya naik turun, keringat meleleh di dahinya. Namun akhirnya dia merayap ke atas tubuhku. Menjilat ice cream mulai dari perut sampai leherku, aku memejamkan mataku menikmati lidah hangat dan basahnya mengalir di lekukan tubuhku namun tiba-tiba dia merampas ice cream yang di tanganku.

    “Meleleh nih!” protesnya sambil melahap habis ice cream yang dia dapat. Aku tersenyum geli kemudian memeluk tubuhnya, menjilat lehernya dan kupingnya.

    “Uuukkhh… emmhh…” desahnya geli saat lidah nakalku menggelitik tubuhnya.

    “Besok kan kau ulang tahun, maka aku akan memberimu hadiah special malam ini~”

    “TIDAK!!!” teriaknya malu-malu kucing.

    Dan kami kembali bercinta malam itu hingga kelelahan dan tidur lelap.

    >>>>>>>>>>>>>

    Paginya aku langsung bergegas pergi meninggalkan Putra yang masih tertidur lelap. Aku pulang untuk mandi dan ganti pakaian setelah itu. Aku berlari-lari mengelilingi toko-toko tapi aku bingung mau memberikan hadiah apa di hari specialnya? Aah… aku ingat satu hal, kalau dia seorang fudanshi yang sangat mencintai yuri (lesbian) jadi terbesitlah dalam benakku untuk membelikan satu set hal hal berbau yuri. Dari pakaian dalam yang gambarnya cewek-cewek pakai bikini, games yang isinya lesbi dan video pastinya. Pasti kalian bertanya kenapa ada lelaki yang seaneh dia? Aku pun heran sampai bertanya “kenapa kau suka lesbian?” dan dia menjawab, “Rasanya bagaikan di pantai bisa melihat cewek-cewek cantik bertelanjang sambil ‘bergulat’” WAW…

    Kemudian aku menjadikan perangkat yuri/lesbi itu jadi sebuah parcel. Tidak lupa aku membeli choklat, ice cream dan karangan bunga lili kesukaannya. Aku kembali berlari ke tempat kost Putra dengan semangat dan senyum merekah. Dia pasti sangat senang di hari specialnya aku jadi pacar yang pengertian. Seperti biasa aku menyelinap masuk dengan berjinjit untuk member kejutan, namun aku melihat dia sedang mengobrol asik dengan seorang gadis cantik di atas kasur, mereka tertawa-tawa bahkan Putra mencium pipi gadis itu dan timbul warna merah di pipinya. Aku yang menghintip langsung meremas karangan bunga lili tadi sampai hancur. Aku melangkah ke dalam dengan wajah tebalku.

    “Ehemm… Ehemmm… apakah aku menggangu?” tanyaku dengan senyum palsu.

    Putra terlihat gugup. Dia berbisik ke gadis itu kemudian berjalan ke arahku sambil mengajakku keluar.

    “Daniel… maaf aku menyembunyikan hal ini…”

    “Apa maksudmu?” tanyaku dengan tatapan mematikan.

    “Sebenarnya… sebelum kita jadian, aku sudah punya cewek. Dia jauh-jauh datang dari Jakarta hanya untuk menemuiku. Selama lebih setahun kami LDR tapi tetap awet dan… aku sangat mencintainya.”

    Rasanya darahku berdesir-desir, tempramenku naik dan aku ingin membunuh cowok imut itu detik ini juga namun kutahan, “Jadi… kau bukan milikku seorang?”

    “Maaf Daniel…” lirihnya.

    Aku memasang senyum palsu seolah tidak terjadi apa-apa, “Ini hakmu, aku tidak keberatan kau mempunyai cewek asal bukan cowok lain,” bohongku. Padahal bagaimana pun perasaanku terluka.

    “Thanks pengertiannya Niel, kau memang partnerku yang paling top!”

    “By the way, happy birthday…” lirihku sambil mengecup lembut pipi halusnya.

    “Thanks, Daniel.”

    “Bye… kayanya aku mengganggumu. Eumm… enjoy ya…”

    >>>>>>>>>>>>

    Aku berusaha menenangkan emosiku dengan cara menghindari Putra. Seminggu lamanya kami tidak bertemu. Dia meneleponku tidak kuangkat, dia sms tidak kubaca, dia datang ke rumah pintu kamar aku kunci. Sampai pada akhirnya aku membaca smsnya satu persatu, -hei aku wisuda hari ini!-

    -hei, aku akan pulang ke tempat asalku di Jakarta nanti. Kau tidak mau mengantarku? Besok aku berangkat jam 11 siang-

    Itu smsnya beberapa hari lalu dan kemarin, mataku langsung berkaca-kaca dan aku menerjang pintu kamarku dan berlari kencang menuju tempat tinggalnya.

    Aku bahkan lupa kalau aku hanya mengenakan boxer dan singlet sekarang, yang pasti aku panik dan takut, setelah cukup lama di perjalanan dengan berlari mengenakan sandal jepit akhirnya aku sampai dengan ngos-ngosan, “Hei, Daniel. Aku pikir kau tidak mau mengantarku.”

    Aku langsung memeluk tubuhnya, tidak perduli di hadapan kami ada kekasih dan supirnya, “Kenapa kau tidak bilang kalau akan pergi bego!”

    “Aku kan sudah bilang di sms.”

    “KENAPA SECEPAT INI!!”

    “Eumm… ehehe… sebenarnya aku sudah lama merencanakannya cuma tidak berani mengatakannya denganmu. Aku akan pergi bersama Vita, dan kami akan menikah, sorry Niel.”

    Mataku langsung berkaca-kaca, kuremas pundaknya dengan keras, “Jangan perlakukan aku seperti ini!” bentakku.

    “Niel, matamu basah. Kau jangan menangis ya… nanti malah semakin terlihat kaya cewek hehehe…” katanya bercanda.

    “Sempat-sempatnya kau bercanda!” teriakku dan kali ini harga diriku rontok karena tidak bisa menahan air mataku lagi.

    “Maaf…”

    “Hanya itu saja yang kau katakan? Kau mau meninggalkanku? Kau sudah tidak mencintaiku heh?”

    Dia menggenggam tanganku yang meremas pundaknya, “Niel, maaf. Kita gak bisa selamanya seperti ini. Tumbuhlah dewasa.”

    “Tidak semudah itu bego!”

    “Ahaha.. kau kan tampan, pastinya bisa dapatkan pengganti yang lebih baik dariku,” katanya tersenyum dan mengusap pundakku.

    “GAK! GAK AKAN! Gak ada yang seperti kau.”

    “Jangan cari yang sama persis denganku tentu tidak ditemukan, aku kan special hehe… tapi yang lebih baik dariku banyak.”

    “Putra… tidak bisa… aku benar-benar mencintamu. Kumohon jangan pergi.”

    “Maaf, sebentar lagi pesawatku akan berangkat. Ikhlaskan aku Daniel.”

    “Kumohon… aku rela jadi orang yang ketiga, bawalah aku… Putra kumohon,” aku berlutut dan memeluk kakinya.

    Dia mengelus rambutku pelan, “Maaf, kembalilah hidup seperti sebelum kita saling kenal. Bukankah tanpa aku kau tetap hidup.”

    “Sekarang lain ceritanya! Kau benar-benar narkoba buatku, yang akan membuatku ketergantungan dan tanpamu aku bisa mati.”

    “Jangan lebay deh Niel.”

    Aku kembali bangkit dan memeluk tubuhnya erat, “Jangan pergi, aku akan memaksamu tinggal.”

    Tapi pacarnya Putra menghampiri kami, “Daniel, tolonglah lepaskan kami. Hiduplah sesuai kodrat,” gadis itu memelas seolah ingin menangis dan aku paling tidak tahan melihat gadis cantik menangis. Akhirnya aku melepaskan Putra, menyeka air mataku.

    “Semoga kalian bahagia,” ucapku dengan senyum palsu. Mereka lega dan memelukku secara bergantian. Mobil hitam itu pergi jauh dan semakin jauh. Aku jatuh lemah berlutut di tanah, menangis sekecang-kencangnya “SEMOGA KALIAN HANCUR!!!” teriakku emosi beserta air mata yang mengalir bagaikan air terjun derasnya. Kesedihan, awan hitam selalu menaungi hari-hariku sampai aku harus dibawa ke psikiater karena sakit hati yang parah kedua kalinya selain kematian Yuda, ini hal yang sangat menyakitkan nomer dua… Putra… tak adakah kesempatan untukku lagi?
    Kadang hidup tidak berjalan seperti yang kita inginkan…
    END

    Jika kalian bertanya mana bagian pengalamanku maka aku jawab, “Aku pacaran dengan pria seperti diskripsi di atas dan dicampakan karena ceweknya.”

    Kalian mungkin gak percaya ya aku top? Aku pernah jadi top woi walau seringnya jadi bot sih… hehehe pada intinya aku vers… dan sekarang aku bukan milik siapa2 *promo dikit hehe*
  • Petualangan Cinta
    By Yanz

    Catatan: oiya masih ada yang ingat cerpenku yang judulnya Damn! my rival is my love? Kali ini aku mau membuat cerpen sambungan dari cerpen tersebut tentang kelanjutan hubungan Reza dan Tian semoga lebih menghibur dari sebelumnya, oiya buat yang belum baca Damn! my rival is my love ini linknya http://www.facebook.com/note.php?note_id=186836514747155


    “Hei cepat bangun!” panggil seseorang disela-sela ketidak sadaran gue.

    Gue buka mata gue perlahan dan ternyata ada Reza di depan gue berjongkok dengan tidak elitnya di depan muka gue, “Za.. akhirnya lu datang juga,” kata gue seneng dan langsung memeluk erat badannya.

    “Tian, gue lihat status facebook lu tadi sore, bener lu mau dikirim ke Taiwan sama orang tua lu?” Tanya Reza, gue Cuma bisa menganggukkan kepala gue dengan lemas.

    “Lu gak boleh pergi, lu tau kan gue gak bisa hidup tanpa lu, seminggu kita gak ketemu gue jadi sakit-sakitan, gak nafsu makan, susah tidur.”

    “Gue juga sama, Za lu liat kan gue.”

    “Iya, gue bisa liat, berantakan banget lu kaya kucing kecebur got.”

    “Kampret lu, gue kangen juga malah diejekin bukannya diromantisin.”

    “Iya sayang sini abang Reza cipok!”

    “Udah ah… jadi lu ngapain ke sini? Mau say good bye dan nginap di kamar gue? Cari mati lu.”

    “Bukan, gue mau ngajak lu kabur. Di Balikpapan ada sahabat lama gue yang ‘sama kaya kita’ katanya dia punya tempat kost, kita bisa numpang hidup di sana, dari pada kepisah selamanya.”

    Gue merenung sejenak, “Gue gak yakin…”

    “Udah jangan kebanyakan mikir, sekarang gosok gigi, cuci muka, pakai baju yang tebal dan kemasin barang-barang penting lu, kita kabur buat menjalin hidup baru hanya berdua.”



    Jam tangan gue menunjukkan pukul 03:30, suhu di kota Banjarmasin atau di mana pun pasti dingin bila jam segini, dan dengan tololnya gue mau-mau saja kabur bareng pacar tergoblok gue, tapi biarpun begitu dia jiwa dan raga gue *ceileh lebay*, jadi ceritanya gini makanya kami kabur, gue dan Reza sudah pacaran 3 tahun tanpa ada yang tau, kami satu kampus sekarang, kemana-mana bareng, orang tua Reza dan orang tua gue taunya kami sahabat baik makanya Reza sering nginap ke rumah gue, tapi suatu hari di pagi hari gue dan Reza berciuman di kamar, gak tau kenapa nyokap buka kamar gue tanpa ngetuk pintu, alhasil kita ketahuan, gue dan Reza di sidang. Habis-habisan gue dipukulin bokap dan Reza dilarang menghubungi gue apalagi ketemu gue, suasana rumah benar-benar mencekam. Jujur gue takut, gue gak nyangka bakal ketahuan tapi mau bagaimana lagi, waktu gak bisa diputar.
    Demi menyembunyikan malu dan kesembuhan gue, orang tua gue memutuskan pindah ke Taiwan di mana asal mereka dulu. Gue benar-benar shock dan memberontak sebisa mungkin tapi tetap gue kalah, bokap gue jago kelahi cuy… gue dikurung di kamar selama persiapan mau pindah, gue gak nafsu makan susah tidur, yang gue fikirin selalu Reza, kadang gue nangis juga kalau harus ngebayangin berpisah dengannya, gak sebentar kami berhubungan, pahit manisnya sudah kami hadapi dengan lapang dada. Sekarang hp gue disita tapi untungnya laptop gue gak disita jadi masih fb-an dan twitter-an, sepanjang hari gue curhat betapa menderitanya gue yang dikandang bagaikan hewan dan sekarang harus di kirim ke Taiwan tapi untungnya Reza datang, hati gue lega, entah bagaimana caranya gue diskripsikan kesenangan gue setelah seminggu gak berjumpa.

    “Peluk erat-erat, huny~” ujar Reza yang sekarang lagi nyetir motor.

    “Alay lu hahaha… emmm gue peluk sudah,” kata gue sambil memeluk erat pinggangnya, gue kangen banget aroma badannya, akhirnya gue bisa mencium aromanya lagi.
    Sepanjang jalan gue dan Reza ngobrol panjang lebar, terlalu banyak kejadian yang kami alami selama berpisah, tapi gue lega… akhirnya bisa saling ejek lagi, saling menganiaya dan berlebay ria. Apa kami pantas disebut sepasang kekasih? Hahaha yaa orang yang liat mungkin ngira kami kaya tikus dan kucing dimana pun dan kapan pun selalu ribut namun nempel kaya perangko, tapi ada kalanya kita juga mesra kalau Cuma berduaan, dan dia paling pandai bikin muka gue merah kaya tomat…
    Waktu gak bikin cinta kita luntur malah semakin cinta.

    “Eh bentar bentar… ada orang kecelakaan, kita berhenti dulu,” kata Reza.

    “Tapi sepi gini jalanan, pasti bahaya Za…”

    “Masa lu tega liat korban kecelakaan ditelantarin gitu aja? Mana hati nurani lu.. tolong lah.”

    “Ya.. ya.. ya..”

    Saat gue dan Reza turun buat nyamperin orang yang kecelakaan tadi, kami malah ditodong banyak orang dengan pisau sekitar 4 orang dan parahnya orang yang kami kira korban kecelakaan tadi malah bangun dan ikutan menodong kami.

    “Serahin semua barang kalian!” ancam salah satu dari perampok tadi.

    “AARRGGHH.. KITA DIRAMPOK REZAAA!!!”

    “Jangan banyak bacot! Lu mau mati hah?”

    Saat tuh para perampok mau ngerampas tas kami, Reza malah ngelawan dan sok sok jagoan tapi malah digebukin, gue Cuma bisa dorong semua perampok itu dan lempar semua barang-barang gue ke meraka supaya cepat pergi, dan akhirnya mereka pergi dengan semua barang kami tidak terkecuali motor Reza.

    “Bego lu! Kenapa dikasih semua!”

    “Lu yang bego, mau mati apa, kalau sampai lu kenapa-kenapa gue akan maki habis-habisan kuburan lu.”

    Reza Cuma terdiam dengan lutut di depan dadanya, gue juga diam. Kita sadar dalam kondisi yang gak menguntungkan, berada di jalanan sepi dengan hutan lebat di pinggir jalan, tanpa kendaraan tanpa harta apapun, gue mulai takut dan menyesali rencana kaburnya kami.

    “Lu liat kan? Baru awal saja sudah kena musibah! Tuhan tuh gak setuju dengan rencana kita dan pasti perjalanan kita gak akan lancar!”

    “Jadi lu nyesel ikut gue?” katanya sinis, “Sempit banget otak lu, ini namanya hubungan kita lagi diuji, dan perlu perjuangan buat dapetin cinta kita, lu gak mau berjuang demi hubungan kita hmm?” lanjutnya.

    Gue terdiam beberapa saat, kemudian memeluknya dari samping, “Maaf…”

    “Sekarang ayo bangkit! Lu mau kita terpuruk gitu aja ditempat sepi begini?”

    “Gak lah, ayo jalan!”

    Gue dan Reza berjalan cukup jauh dan akhirnya menemukan sebuah peradaban, gue liat ada banyak pondok kecil, “Eh kita istirahat dulu disini,” kata Reza.

    “Boleh juga, sekarang masih pukul 04:00 jadi masih ngantuk, ayo tidur!”

    Akhirnya gue dan Reza tidur di pondok kecil yang memiliki atap daun namun tak berdinding, kami tidur berhadapan, Reza terus natap wajah gue seolah ada yang ingin dia katakana tapi ragu, lalu… perlahan wajahnya mendekat, gue buru-buru nutup mata, rupanya dia cium kening gue.

    “Gue sayang banget sama lu, gapapa gue mengalami hidup susah juga, yang penting lu selalu ada di samping gue.”

    Saat Reza jadi so sweet gitu gue malah masang tampang bego kaya gini (OAO) heran aja, dan bingung harus apa kalau lebaynya kumat, tapi dalam hati gue ngakak juga.

    “Halah gombal lu, ayo tidur! Biasanya dalam hitungan detik lu bisa terlelap.”

    Reza gak menjawab, malah ngelus pipi gue. Gue jadi merinding, gak enak juga kalau dia macam-macam di tempat terbuka gini jadi gue munggungin dia, dia marah dan ngacak-ngacak rambut gue dengan gemas, “Hah… payah lu!” bentaknya namun kemudian meluk pinggang gue dari belakang, gue Cuma senyum dan menutup mata gue, rasa hangat yang bikin kami berdua terlelap dengan cepat.



    BYUUURR!!!

    Gue dan Reza langsung terbangun begitu guyuran air mengenai kami. Gue merem melek berusaha mencerna kejadian apakah gerangan yang terjadi, “Woi ini lapak gue, ngapain kalian tidur diamari?” kata seorang bapak-bapak yang begitu sangar.

    “Maaf pak, kami Cuma numpang istirahat, Tian ayo pergi,” kata Reza sambil menarik tangan gue, gue mengerutkan kening dan menekuk muka karena kesal.

    Rupanya kami berada di pasar tradisional dan sekarang mulai ramai, ada banyak makanan yang buat gue nelen ludah, laper~

    KRIUK~ KRIUK~

    “Perut lu bunyi?” Tanya Reza.
    “Iya, gue laper say~”

    “Say say, lagi ada maunya aja lu manis sama gue,” kata Reza kesal, gue Cuma cengengsan.

    “Ada uang gak?”

    “Gak ada bego, kan tadi malam dirampok.”

    Gue langsung murung dan jalan ninggalin Reza, tapi gak lama gue dapat ide setelah melihat ada orang jualan gitar, “Mas, minjem gitarnya sebentar boleh?” Tanya gue sama orang yang jualan gitar.
    “Silahkan dek.”
    Reza berlari mendekati gue, “Kita ngamen?”

    “Yoi! Lu kan bisa main gitar kan? Gue yang nyanyi…”

    “Sipp huny.”

    JRENG~~~

    Hari ini adalah lembaran baru bagiku
    ku di sini karena kau yang memilihku
    tak pernah ku ragu akan cintamu
    inilah diriku dengan melodi untukmu
    dan bila aku berdiri
    tegar sampai hari ini
    bukan karena kuat dan hebatku
    semua karena cinta
    semua karena cinta
    tak mampu diriku dapat berdiri tegak
    terima kasih cinta
    tak pernah ku ragu akan cintamu
    inilah diriku dengan melodi untukmu
    dan bila aku berdiri
    tegar sampai hari ini
    bukan karena kuat dan hebatku
    semua karena cinta
    semua karena cinta
    tak mampu diriku dapat berdiri tegak
    terima kasih cinta
    terima kasih cinta
    terima kasih cinta
    terima kasih cinta


    PROOK! PROOK! PROOK!

    Ada banyak tepuk tangan yang kami dapatkan begitu pun uang dari yang seribuan sampai lima ribuan berserakan di kaki kami, dengan cepat kami ambil uang-uang tersebut.


    “Perut kenyang hatipun senang!” sorak gue dengan gembira karena bisa membeli makan bermodalkan suara merdu gue.

    “Saking senengnya saos sosisnya belepotan di bibir lu,” kata Reza yang kemudian menyeka kotoran saos di bibir gue dengan tatapan kasih sayang, begitu pun gue natap dia dalam-dalam.

    “KYAAA~~~” kami sempat kaget saat ada segerombol cewek yang berteriak histeris namun dengan senyum merekah di bibir mereka saat melihat kami dengan adegan berusan.

    “Mungkin Fujoshi,” bisik Reza.

    “Apaan tuh?”

    “Cewek-cewek yang suka gay, sudahlah, abaikan… lanjut makannya huny hehe..”

    “Gue sudah kelar, ayo lanjut.”

    Selesai makan kami pun berjalan lagi walau tak tentu arah, sepanjang jalan kami melewati komplek perumahan yang cukup sepi, padahal masih jam 09:00 tapi sepertinya orang-orang sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Waktu dijalan kami tidak sengaja melihat seorang ibu-ibu mengunci rumahnya dan meletakkan kuncinya di bawah karpet, “Hei… coba lihat, ada yang ceroboh menaruh kunci rumah,” bisik Reza pada gue.

    “Hmm lalu?”

    “Tunggu sampai ibu-ibu itu pergi jauh, kita menyelinap masuk,”

    “ARE YOU NUTS?”

    “Terserah lu lah, ikut gue atau enggak?”

    “Rese lu…”

    Gue pun mengikuti ide gila Reza, kami masuk. Reza membuka kulkas dirumah itu serasa rumah sendiri, “Hah… takut gue, Za.”

    “Nyantai ajalah…”

    “Bakat jadi maling lu.”

    “Cepetan lu mandi sana! Biar wangi, badan lu asem bener, pasti gak mandi semingguan!”

    “Hehehe tau saja, yaudah gue cari dulu kamar mandinya.”


    Selesai mandi gue masuk ke kamar yang sangat cantik karena serba pink, baunya juga wangi, pasti kamar cewek. Baring di kasur yang empuk dan hangat itu, aroma yang menyejukkan bikin gue terhanyut dan mau tidur, “Hoi disini lu?” Tanya Reza.

    “Hmmm… sudahkah lu mandi?”

    “Sudah barusan, nih gue nyolong kemeja putih yang punya rumah.”

    “Hmmm sini~”

    Reza menghempaskan badannya dikasur sampingku dan memelukku, “Hemm huny wangi.”

    “Diam ah… yang wangi itu kamarnya.”

    Zz.. Zz.. Zz..

    Seperti biasa Reza selalu tidur dalam hitungan detik, “Payah…” gumam gue. Dan mata gue ikutan ngantuk, akhirnya gue tertidur.



    “MALIIING!!!” suara teriakan barusan langsung membangunkan kami berdua, rupanya si pemilik rumah sudah pulang, dengan tergesa-gesa kami berusaha mencari jalan kabur.

    “ARRGGHH!” teriak Reza saat sandal yang dilemparkan si pemilik rumah mengenai kepalanya.

    “Cepetan lewat jendela!” teriak gue. Dan akhirnya kami berhasil kabur dan lari sejauh mungkin.

    Langit kembali gelap, kami berjalan cukup jauh… gue kembali gelisah melihat kondisi yang kembali sepi, yaa namanya juga Kalimantan, masih banyak lahan kosong dan hutan, jalanan dipinggirnya malah hutan harusnya ada orang yang membuat rumah dilahan kosong begini!

    “Eh… lu denger suara music disco gak?” Tanya Reza

    “Gila aja lu, mana ada suara di tempat sepi begini.”

    “Coba denger baik-baik! Suaranya makin jelas.”

    “Eeem.. iya juga ya, ayo jalan ke depan, kali ada kehidupan di sana.”

    Kami pun jalan ke depan, gak lama kami menemukan satu rumah yang terlihat cukup besar, di depan rumah itu ada banyak mobil-mobil mewah dan kendaraan lain, apa ini diskotik? Tapi terlihat seperti rumah biasa dengan taman yang cukup luas di depannya, “Aduh… perut gue kok tiba-tiba mules?” kata gue sambil megangin perut.

    “Sana buang air di semak-semak!” jawab Reza.

    “Ogah… mending temenin gue masuk ke rumah itu, lagian ada banyak orang masuk juga..”

    Akhirnya gue dan Reza melangkah masuk, di depan kami bertemu seorang wanita setengah baya yang berdandan sangat menor, “Permisi, toiletnya dimana?” Tanya gue sama wanita tadi.

    “Ahahaha… coba kamu kebelakang rumah aja cakep, pasti ada,” jawab wanita tadi dengan centil dan mencubit pipi gue.

    “Makasih… Za ayo!” kata gue sambil narik tangan Reza.

    “Apaan? Ogah gue ke toilet bareng lu, sendirian aja napa, entar gue tungguin disini.”

    “Hmm awas lu macem-macem.”



    “Aah… lega gue hehe,” kata gue ngelus-ngelus perut setelah selesai boker.

    “KYAAA~~~” gue sedikit kaget melihat segerombolan cewek-cewek cantik dengan dandanan mewah berteriak histeris di depan gue.

    “Cute banget nih anak,” kata salah satu cewek tadi sambil meluk gue.

    “Ahh.. maaf mbak, tolong lepas!” kata gue berusaha lepasin pelukan tuh orang.

    Tapi cewek-cewek lain malah meluk gue dan bikin gue makin sesek, “Kamu mau jadi pelangganku gak? Dijamin puas banget~” kata wanita yang lain. Pelanggan? Apa maksudnya? Ini tempat apaan memang kok banyak cewek gak bener.

    “Ogah! Gue gak suka cewek! Eh maksudnya gue gak suka cewek gak bener kaya kalian.”

    ‘’Ih jangan munafik dong, ngapain ke rumah border kalau gak main cewek?”

    “Ini rumah border? Aduh maaf mbak, saya gak niat begituan, Cuma minjem toilet tadi.”

    “Gak bayar juga gak papa, aku kasih gratis deh kalau buat cowok secakep kamu.”

    Gue makin bergidik geli saat cewek-cewek gak bener tadi melakukan adegan layak sensor di badan gue, ya mungkin karena gue punya setengah kenormalan akhirnya ‘dede’ gue bangkit juga.

    “Tolonglah jangan kotori perjuangan cinta gue dengan hal kotor ini!!!” teriak gue geram.

    “Cinta?” Tanya seorang cewek yang paling cantik dan menghentikan tindakannya.

    “Iya cinta.”

    “Gak nyangka zaman sekarang masih ada yang mikirin cinta, tulus kah?”

    “Tentu tulus, mati-matian gue dan pasangan gue perjuangin cinta terlarang kami.”

    Semuanya tercengok dan melepaskan gue, “Perjuangkan ya, salut lah.. mana pasanganmu yang berhasil membuatmu menolak kami? kami mau lihat.”
    Gue dan cewek-cewek tadi pun keluar buat mencari Reza, rupanya dia asik makan sambil digerayangi cewek-cewek, “Apaan Za! Kan gue bilang tadi jangan macam-macam!!” teriak gue marah.

    “Lu bisa liat kan gue gak macam-macam tapi mereka yang macam-macam!!”

    “Gak rela gue, apaan nih bekas-bekas lipstick nempel di leher dan baju lu?”

    “Lu malah lebih parah! Apaan tuh bekas lipstick di dekat selangkangan lu?”

    “CUKUP!” kata wanita setengah baya yang kami temui di depan tadi, kami berdua pun tertunduk dalam diam, “Jadi kalian sepasang kekasih?” lanjutnya.

    “Iya,” jawab kami bersamaan.

    “Pantas saja menolak, rupanya kalian gay?” Tanya cewek lain.

    “Terserah kalian mau bilang apa yang pasti kami harus pergi sekarang,” jawab reza.

    “Aduh, maafkan kelancangan kami semua.”

    Gue dan Reza akhirnya menceritakan semua kejadian yang kami alami, dan syukurlah cewek-cewek PSK ini gak mengejek malah mendukung kami, kami diberikan hidangan yang begitu nikmat, ternyata benar dibalik kesusahan ada kemudahan, dan gue gak bisa lupakan perlanan gue dengan Reza kali ini.



    Kami melambaikan tangan dengan semua PSK yang kami kenal tadi, dan pemilik rumah bordir itu mendekati kami, “Ambil kunci mobil ini, mobilnya ada di di ujung sana, diam-diam ya, cepat!”

    “Makasih nyonya!” kata gue semangat.

    Perjalanan dilanjutkan….


    “Gila! Kenapa poster kita dimana-mana?” kata Reza saat melihat poster kami menempel di warung.

    “Bahaya Za, ayo kita cabut!”

    “Eh tunggu, mereka kan orang yang dicari mati atau hidup itu bukan?” kata seseorang yang juga nongkrong di warung.

    “Iye bener!! Ayo kita tangkap!!!”

    Dengan cepat gue dan Reza lari menuju mobil tapi berhasil dihalangi orang-orang, “JANGAN SAMPAI MEREKA KABUR!!! HARGA MEREKA 1 M.” teriak orang-orang yang menggerombongi kami.

    Kami menerobos kerumunan dan berlari lagi namun…

    BRUUK!!

    Reza terjatuh dalam lubang besar bekas jalan perbaikan, “Za cepetan naik!!!” teriak gue.

    “Lari duluan bego!”

    “Mana bisa kalau tanpa lu!”

    “Cepetan!” kata gue ngulurin tangan namun keburu gue di tangkap.

    “Gebukin orang yang masuk lubang itu!!” kata salah satu orang yang mengejar kami.

    Reza pun ditarik dan dipukulin, dan gue hanya bisa meronta-ronta saat mereka tangkap, “Hentikan! Gue mohon hentikan bego!!” teriak gue sejadinya, dan akhirnya mereka berhenti memukuli Reza.

    “Bawa aja gue, tapi lepasin dia, gue kan yang jadi target utama!” lanjut gue.

    “Bego luh..” kata Reza tersengal-sengal dengan darah yang mengalir di bibirnya.

    “Bawa aja mereka keduanya.”



    Kami berdua di tampung di kantor desa dan di tonton banyak orang di desa itu, “Bego…” kata Reza dengan lirih.

    Dengan muka datar gue jawab, “Game over, memang seharusnya gue pulang.”

    “Gak akan gue biarin!!!”

    “Biarin gue pergi, sama gue lu Cuma akan celaka dan menderita.”

    “Gue gak perduli!!!”

    “Sudah seharusnya begini Za, gue akhirnya sadar kalau kita gak bisa bersama selamanya, lu juga harus buka otak lu! Terlalu banyak rintangan, dan gue gak sanggup Za, lepasin gue…”

    Reza menundukkan wajahnya dan gue lihat ada tetesan air yang jatuh ke lantai, “Za, lihat gue,” kata gue, tapi Reza gak jawab, mendongakkan wajahnya pun enggak. Cepat atau lambat memang ini takdir kita Za, gue paling gak tahan kalau lu harus disakitin begini, lebih baik gue nurut sama ortu gue dari pada lu dalam masalah.



    Gue buka foto-foto gue sama Reza dulu, senyum tipis terpancar di wajah gue padahal hati gue menangis. Gue Cuma bisa menatap jendela pesawat dan melihat daratan yang semakin menjauh, selamat tinggal Reza…

    END

  • NOTE: segitu dulu ya yanz share cerpennya... yanz masih punya bayak nanti share pelan2 tapi teman2 komentari juga ya? aku juga punya yang mesum banyak tapi nanti saja aku share setelah lebaran jadi gak mengganggu ibadah puasa teman2 hehe <3
  • babang @dawaa91 jangan lupa kripiknya ya, tapi jangan terlalu pedas... yanz masih baru babang takut dibully XD
Sign In or Register to comment.