It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
omaygat..!
trus dijawabnya gini ya ay @silverrain ?
"jiancuk bajingan asu kon yo?! wani ta kon mbek aku!"
#duh ketauan aslinya nih )
@Tsu_no_YanYan duh jgn panggil mas dong su..brasa tua bgt.. panggil nama aja.. atau panggil yank or babe or honey jg boleh.. )
apalagi perangnya perang pertaruhan gt
@yuzz huss udah
disini banyak anak kecil.
#sapa ea..
sumpah,, @yuzz @silverrain aku sampe guling2 bacanya,, udah nyambung ternyata,,:D
*itu dulu kalo aku sama anak2 becanda ya ky gitu,lebih parah malah
@Tsu_no_YanYan coba kamu nonton film Punk in Love ato Tendangan dari Langit, pasti ada kata itu
#pura2 damai, padahal lagi susun rencana.
wes wes bang @silverrain n @yuzz wes cukup! aja diteruske. mataku sakit ngeliatnya, hatiku hancur berkeping-keping. #anak kraton (padahal gak ada hak buat nglarang)
klo maslah log out pada saat diserang sih setahuku gak bisa manual kecuali kalau koneksi terputus kecuali sebelum di serang udah kabur duluan, tapi please, harga diri men. (pengalaman di MMORPG biasa) gak tahu kalau di Virtualnya (emang ada?)
udah selese ujiannya frikihoney..?
kalo aku lihat2 dialeknya,@silverrain sama @yuzz, dari daerah jatim yaa??
btw waktu itu ada yg bilang @yuzz org jogja, bener ga tuh??
brendyy... dicari rara nih.. buruan dipost ya.... )
Yue's View
"Cover samping, mereka datang dari samping, mundur perlahan!"
Aku berteriak lantang pada pasukanku, yang terus bergerak mundur perlahan, sambil sesekali mengangkat tameng mereka untuk menghindari ayunan pedang atau tulang yang sesekali muncul.
Aku menahan nafasku dari bau amis yang memenuhi udara, dan berusaha mengalihkan pandanganku dari pemandangan menjijikan di depanku.
"Rune of Punishment, take half of my soul, and cease my opposess to exist!"
Lazlo membuka kedua tangannya, dan terpekik tertahan saat sebuah aura kehitaman muncul dan menyobek tubuhnya.
Aura itu kemudian membesar dan berubah bentuk menjadi seperti ombak dan menyapu ke arah musuh.
"Tidak berguna, mereka terlalu kuat!"
Lazlo menatap dengan ngeri sembari memeluk tubuhnya sendiri. Seorang Priest segera datang dan menyembuhkan luka lukanya.
"Bukan tidak mempan, tapi seranganmu berelemen kegelapan, dan semua yang sudah mati memang lebih kuat pada elemen kegelapan..."
Viktor menjelaskan sambil terus menebaskan pedangnya. Monster yang menerima serangannya segera menjerit dan terhambur.
Ya, saat ini kami menghadapi sepasukan Abomination hasil ciptaan Yuber.
Sama seperti malam dimana dia menyerang North Wall, bedanya, pada saat itu dia membangkitkan mayat dari semua yang kami bunuh, sedangkan saat ini, dia membangkitkan semua yang ia bunuh.
Ya, strategi gila, kejam, tapi brillian.
Baru setengah jam lalu kami masih berada di dalam ombak kemenangan, dan sekarang ombak itu bergulung, menghancurkan perahu euphoria kemenangan kami.
Alasan Joshua memanggil begitu banyak naga, dan Yuber memimpin pasukan bera armor lemah, adalah untuk dibunuh.
Kaget?
Ya, mereka melakukan semuanya agar mendapatkan bahan mentah berlimpah untuk Rune Yuber.
Ya, Sebuah strategi tak bermoral, tapi entah kenapa harus kuakui sebuah pemikiran cerdik, buktinya, sampai sekarang mereka berhasil membuat pasukanku kehilangan mental bertarung dan melemah karena kengerian yang mereka sajikan.
Darah berceceran dimana mana, monster monster dengan bentuk tidak menentu, terkadang dengan tubuh dari gabungan potongan potongan tubuh bergerak maju dengan terseok. Perlahan, tapi jelas sekali sangat kuat.
Mereka tidak akan mati dengan serangan normal yang bisa membunuh manusia biasa, dan mereka lebih kuat pada elemen kegelapan, dimana elemen itu adalah kebanyakan dari elemen true rune kami.
Moon, Punishment, Soul Eater, Semuanya berkiblat pada elemen kegelapan yang jelas sekali tidak memberikan luka serius pada mereka.
Aku terus menggunakan Shield dari Beginningku, karena Shield memiliki elemen cahaya yang efektif untuk membasmi mereka, tapi tetap saja, Shield ku tidak bisa memberikan damage sebesar Sword yang berelemen kegelapan.
"Ha.. Hahahahahah! Kesulitan?!"
"AWAS! YUBER DATANG! MENGHINDAR! ARVYN MENGHINDAR!"
TRANG!
Nyaris.
Arvyn memejamkan matanya dengan takut dibelakangku, karena dia sadar tidak mampu melarikan diri dengan jarak sesempit itu.
Beruntung aku sempat menjulurkan tanganku, menggunakan ujung panahku untuk menahan pedanganya.
Ya, Panahku, dan ujung sabit Rex.
Kami berpandangan sejenak, tapi kemudian Rex segera mengalihkan perhatiannya pada Yuber.
"Bishops, urus tua bangka yang daritadi terus mengeluarkan naga di atas, Kupikir Arvyn dan Wyatt dengan Incarnation mereka bisa menjangkau Joshua, benar?"
Ujar Rex sambil terus mengayunkan sabit raksasanya, mengimbangi gerakan dari Yuber.
Gerakannya terkesan lambat, tapi efektif.
Dia melengkungkan sabitnya, dan hanya menggerakkan pangkal sabit daripada menebaskan seluruh sabitnya.
Pintar.
Rex sadar bahwa kecepatannya dengan sabit sebesar itu tidak akan mampu mengimbangi kecepatan kedua pedang Yuber, sehingga ia mengubah gerakannya menjadi pertahanan efektif untuk menutupi kelemahannya.
Aku, Rex dan Yuber seakan menari, mengimbangi satu sama lain. Denting demi dentingan logam yang beradu terus memekakkan telingaku.
Yuber tampaknya tidak mengalami kesulitan berarti untuk mengimbangi kami berdua sendirian.
"Sial, dia hebat...!"
"Hahahaha, mengakui kemampuan musuhmu? Kau memang tak sebanding bila harus berhadapan denganku...."
Rex dan Yuber terlibat pembicaraan tajam dan saling meremehkan sepanjang pergulatan kami, tapi aku memang harus mengakui, tanpa bantuanku, Rex pasti akan kesulitan menghadapi Yuber. Bahkan dengan senjata bishopnya dulu.
"GYAAHHH!!"
Kami terpekur, memandang ke langit, dimana seekor kumbang raksasa dengan tubuh berselimut petir dan seekor Burung Phoenix dengan delapan sayap yang melayang terlepas dari tubuhnya tampak memimpin sepasukan kelelawar kami untuk bertempur dengan ribuan naga di langit.
"Arvyn dan Greg? Keren..."
Ujarku terpana memandang angkasa, kedua makhluk raksasa itu sudah bertemu dengan seekor naga hitam, yang aku yakin ditunggangi oleh Joshua.
"Dan habislah Joshua..."
Ujar Rex sambil lalu, kemudian segera menarik sabitnya, menahan tembusan pedang Yuber yang hampir menemui tubuhku.
"Apa? Angkat senjatamu!"
Ujarnya ketus karena aku hanya terpana sambil memandangi dirinya.
Aku mengerjap, dan segera menarik busur besiku, kembali mencoba menyarangkan segurat luka di tubuh Yuber, tapi tampak tak ada selintaspun celah untuk dilukai.
Aku menarik tubuhku mundur, menatap ke garis belakang, kami sudah sangat jauh pergi dari medan perang, tapi tampaknya pasukan kami masih mampu menahan mereka.
"Sword, embedd yourself in both of my palm, grant me the sword of Immortal, Immortal Blade!"
Aku segera kembali melesat maju, kali ini membuka kedua tanganku, dan mengayunkannya ke arah Yuber.
Sesuai dugaanku, Yuber memang menahan tebasan Busurku, tapi tidak pada kedua pedang tak terlihat yang sekarang memanjang di kedua tanganku.
"Ukh..."
Sebuah luka menganga terpampang di bahunya, menebasnya dari bahu hingga ke dadanya.
"Mati..."
Aku nyaris saja tersenyum, saat aku menyadari, pedang yang sekarang menahan busurku masih tetap tegap menahan dengan kuat.
Dia tidak melemah?
Yuber membetulkan posisi topi hitamnya, kemudian menatapku dari kedua matanya yang tampak seperti mata kucing.
Ia menjilat bibirnya, dan memberiku isyarat untuk melihat ke arah tangan yang tadi aku tebas.
Tidak ada luka?
aku terperangah, dan Yuber tertawa senang.
ia kembali mengayunkan pedangnya, menyayat lenganku hingga ke bahu.
"Awas!"
Rex berseru dengan kaget, serangan kedua tampaknya ditahan oleh Rex, sehingga membuat sebuah luka menganga di punggungnya.
"Sial..."
Yuber tertawa dengan senang, dia menjilati kedua pedangnya sambil menatapku.
"SIAAAL!"
Kubuang busurku, dan sefera kutarik dua buah glaive di pinggangku, kemudian melesat maju ke arahnya.
"Wow wow wow, merasa marah karena temanmu terluka?"
Yuber agaknya sedikit kewalahan karena gerakanku, dia kemudian mengambil dua buah belati kecil seperti yang biasa digunakan oleh Arsais.
Jadi dia Knight?
Knight dengan kemeja dan celana panjang kain serta sepatu boot?
Seharusnya dengan pakaian seperti itu, dia lebih baik jadi sales daripada seorang petarung.
"JYO! AWAS!"
Aku kehilangan konsentrasiku, dia menebaskan pedangnya dengan kuat ke arah Glaiveku, dan membuatnya terlempar ke udara.
"Hmm.."
Yuber menangkap Glaive itu, dan melemparkannya, hingga menancap tepat di bahu kananku.
"Ahh...."
Glaive keduaku jatuh berdenting, bersama dengan sebuah sabetan dari pedangnya yang mengoyak armorku, memberikan sebuah goresan tepat di dadaku.
"Akh....."
"Feel Dying?"
Yuber mengambil Glaiveku yang terjatuh, dan menancapkannya di bahuku.
Tubuhku terasa mati rasa, aku hanya bisa terkapar dan menatap ke arahnya, yang mencabut kembali kedua pedang anggarnya.
Aku dengar dari Windy dia adalah orang yang dikejar kejar oleh Cyrdan, boss terkuat yang berkelana di Suikoworld untuk mencari Yuber.
Ya, seharusnya mengetahui informasi itu aku harus lebih hati hati.
Seharusnya.
penyesalan memang selalu terlambat.
Yuber menginjak glaive yang menancap di bahuku, menciptakan perasaan perih kembali mengiris bahuku.
"rr... Akkkhh..."
Aku merasakan darah mulai naik dari tenggorokanku, dan mengalir keluar dari mulutku.
Sial, rasanya sungguh sakit.
"Seharusnya kau tidak meremehkanku seperti ini..."
Yuber terkekeh pelan, ia mundur, kemudian menginjak Glaive yang satunya lagi.
Aku hanya bisa memejamkan mataku, tak sanggup melawan karena Glaive itu memaku tubuhku ke tanah.
"Baiklah, ini tidak akan terasa sakit!"
Aku memejamkan mataku, saat Yuber menarik pedangnya.
"He..HAHAHAHA! ARGH!"
Yuber memekik keras, aku kembali membuka mataku.
Aku nyaris melotot saat melihat ada sebuah tangan raksasa dari tulang belulang mengulur meremas tubuhnya.
"SEKALI LAGI KAU MELUKAINYA, KAU AKAN MENYESAL!"
Aku menengadakan kepalaku, berusaha melihat ke arah belakang, Rex dengan nafas tersengal, dan dibelakangnya, sebuah bayangan hitam kemerahan, lebih nyata daripada biasanya, mengikuti gerakannya yang mencengkram ke udara, hanya saja bayangan itu, kini mencengkram tubuh Yuber dan mengangkatnya ke udara.
"AKU TAK AKAN MEMBIARKANMU MENYAKITI JYO!"
Aku nyaris menangis saat mendengar kata katanya.
Apa aku bisa berharap kalau dia masih memperhatikanku?
Apa itu artinya dia masih menyukaiku?
Yuber tersedak saat genggaman itu terlihat menyempit, ia akhirnya menjatuhkan kedua pedangnya dan hanya bisa terdiam tak berdaya.
"WIND!"
"THUNDER!"
Aku menoleh ke atas, tepat di depan mataku, Burung Phoenix hijau, dan Kumbang berwarna Kuning terang itu terbang bersisian, sementara langit mulai menghitam di sekitar mereka.
"WIND THAT FLOW TO ETERNITY, THUNDER THAT COMPOUND THE POWER OF THE NATURE, COME, STRIKE, AND BRING DOWN THE PUNISHMENT! BLAZING STORM!"
Sial.
Mereka mengeluarkan serangan yang begitu mengganggu pemandangan saat tubuhku terkunci dan hanya mampu menatap langit.
Langit seakan mengamuk, ribuan naga dari petir turun dari awan, bersama dengan ribuan angin bercahaya dengan bentuk seperti bulan sabit, mengaduk awan, membuatnya seperti pusaran.
Para naga yang tadi terbang segera merendah. berusaha menghindari badai yang mengamuk diatas mereka.
"Fire!"
"Earth!"
"Fire from the deep underworld! Earth who offer endless protections, Surface, Crack your Earthly Core and Scorch the land! SCORCHED EARTH!"
Tanah bergetar, membuat rasa sakit di kedua bahuku kembali menyergap.
Sialan.
Dari pandanganku, aku bisa melihat banyak retakan, dan dari retakan itu, berbagai batuan muncul dan merekah bagaikan bunga teratai di tengah tengah kerumunan monster yang menyerang kami, sementara tiang tiang api berwarna merah kebiruan muncul dari tengah rekahan itu, menciptakan lingkaran api di sekeliling mereka.
"TOZ!"
Pixel dan Arsais menepukkan kedua tinju mereka dengan senang. sambil melihat hasil kerja mereka.
"Kita keren!"
Ujar mereka lagi.
Keren kata mereka?
Apa mereka tidak bisa serius sama sekali.
"Ah, aku ga bisa bergabung sama siapapun..."
Aku kembali mendengar suara Wyatt berseru dengan sedih.
"Bisa sama aku kok..."
"Ah, Axel? benar begitu manis? Ayo!"
Aku sudah bisa membayangkan Wyatt memeluk Axel dengan wajah mesumnya.
untung saja Axel masih belum ada pacar, andaikan dia melihatnya, pasti dia akan kesal setengah mati sekarang.
"Water!"
"Wind!"
"Pure water that heall all the tears, Wind that ferociously turn the tide, wash all the pain, and crush forward against our enemy! Water Dragons!"
Samar aku merasakan tubuhku dikelilingi oleh air, ya, genangan air yang terasa menyejukkan.
Aku menatap Rex, ia pun tampak diselimuti oleh segumpal embun, dan luka lukanya terlihat menutup bersamaan dengan hilangnya embun itu, begitu juga dengan genangan basah yang mengelilingiku.
Embun itu terbang berkumpul di atas Axel dan Wyatt yang mengangkat kedua tangannya di udara.
Dalam sekejap sepasang naga atau mungkin lebih.
Karena hanya itu yang terlihat.
muncul dari gumpalan kabut itu, dan melesat, menabrak semua yang ada di depannya dengan raungan yang memekakkan telinga.
Sial.
Andai Glaive ini juga ikut terlepas saat Wyatt menyembuhkanku.
Sekarang terasa lebih pedih saat naga itu meraung keras menggetarkan kedua glaive yang menancap di tubuhku.
Sial.
Aku dengan susah payah menarik tanganku, menjangkau Glaive itu dan mencabutnya.
Sakit sekali.
Sial.
Aku mengangkat tanganku, menghunjuk tepat ke atas musuh yang berkerumun dalam pergulatan mereka dengan pasukan kami.
"Sword! I summon the sword of eternity to this mortal world, bring down the judgement against all the sinner! Ward of Judgement!"
Simbol pedang kemerahan muncul di atas musuh, simbol itu menyala, dan dalam sekejap menjatuhkan pedang pedang berbagai bentuk ke atas medan perang, meghujani semua yang dilihatnya sebagai musuh.
"LIGHTNING! GIVE ME YOUR FINAL POWER, ENRAGE FURIOUSLY, DESTROY THE ONE WITHIN MY HATRED! THUNDERGOD HAMMER!"
Kumbang raksasa itu meregang tepat di depan naga milik Joshua yang terkekang dalam sebuah cincin angin raksasa, yang aku yakini adalah Rune Arvyn yang membuatnya tidak bisa bergerak.
Langit di atas naga itu merekah, membentuk sebuah lobang besar di awan.
"BLAST!"
Greg meraung dengan suara monsternya, dan dalam sekejap sebuah petir raksasa.
Ya, benar benar raksasa.
Berwarna kuning terang.
awalnya hanya tampak seperti petir kecil yang membentuk jala di sekitar lobang awan itu, hingga tiba tiba petir raksasa muncul, dengan diameter lebih besar dari rumahku menghantam bumi, menciptakan gemuruh yang hampir membuatku tuli.
Sekitar semenit petir raksasa itu terus meraung marah, tanpa perduli yang disambarnya telah lenyap, bersamaan dengan jatuh dan matinya semua naga yang beterbangan.
Ya, para naga tidak akan bertahan hidup diluar Land of The Wings jika tanpa seorang Captain yang memegang Dragon Rune.
Itu artinya, Joshua sudah tewas dalam serangan Greg barusan.
Aku hanya bergidig ngeri apabila membayangkan pada saat itu tubuhku juga berada di bawah situ, dan ikut terkena serangan terkuat dari True Lightning Rune.
"Nyahh, tampaknya kami kalah..."
Aku kembali menoleh ke arah Yuber yang berada di dalam genggaman rune Rex.
Dia hanya menguap lebar, dan menatap dengan bosan ke arah pasukannya yang sudah setengah hancur.
Apa apaan orang ini?
"KAU..."
Rex berseru dengan geram.
Mengapa dia tampak tak bisa mengendalikan emosinya sama sekali?
Tampak begitu marah, hingga rahangnya tampak mengeras karena dia mengertakkan giginya dengan kuat.
"Sudah waktunya aku pergi, perang ini sudah tidak menguntungkan lagi..."
"SIALAN!"
Rex berseru marah saat Yuber entah bagaimana menghilang menjadi sebuah bayangan hitam yang melebur bagaikan es yang mencair.
Bayangan di belakang tubuh Rex pun menghilang, saat Rex melepaskan genggamannya.
"Mereka... Bisa bisanya...."
Rex mengertakkan giginya, matanya tampak benar benar berkilat.
"Bisa bisanya mereka menggunakan sahabatnya seperti itu! Membunuh pasukannya sendiri! Tidak akan...! Tidak akan aku membiarkan ini lebih lama lagi!"
Ujarnya sambil mengepalkan tangannya.
Pasukan kami maju mendekati kami. Tumpukan monster yang tadinya bagaikan tak tertembus segera berhamburan saat Yuber menghilang dari pandangan kami, jatuh berserakan menyisakan tubuh tubuh tak bernyawa yang menyebarkan bau amis di udara.
=======================================
Great Temple, Central Distric, Harmonia.
Silver's View
"Mereka kalah...?"
Edmund mengangguk dengan sopan dihadapan Marty yang duduk sambil menimang nimang sebuah bola bercahaya di depan tangannya.
"Aku sudah menduganya, tidak mungkin mereka akan menang.."
"Ya, dan tidak ada seorangpun yang kembali dari perang barusan, Pontiff..."
Marty mengerutkan keningnya.
"Maksudmu?"
"Yuber membunuh semua orang dan mengubahnya menjadi Abomination..."
"Begitukah...?"
Marty hanya termagu magu, menatap ke arah bola di depannya.
"Waktu kita semakin sempit, kau melihat Zeravin...?"
"Tidak, Pontiff, mungkin dia berada di bawah..."
"Di Underground Altar lagi? Bersama The Beast Rune?"
Edmund mengangguk, Marty menghela nafasnya.
"Waktu kita sudah hampir habis."
"Tidak, pontiff, Kita masih punya tiga domain selain Central, kupikir untuk menaklukan semuanya pasti memerlukan waktu..."
"Jangan naif, Edmund, jangan lari dari kenyataan, kau sendiri tahu, perang barusan membunuh banyak pasukan harmonia yang dulunya ada di bawah kelima bishop, mereka pasti berang, dan aku berani bertaruh, mereka tidak akan membuang buang waktu dengan merebut sisa domain..."
"Jadi mereka...?"
"Ya, mereka akan menyerang tepat kemari. Perintahkan untuk pengurangan penjagaan di ketiga domain, dan pusatkan pasukan di Central, keadaan kita sudah genting..."
Marty menghela nafasnya, Edmund mengangguk kemudian segera pergi dari hadapannya.
"Kalian benar benar serius...."
Marty menatap ke atas langit langit, dimana berbagai lukisan malaikat memenuhi aula utama."
"Apa kalian membenciku...?"
Ujarnya lagi, melanjutkan monolognya.
"Ha...Hahahahahaa.... HAHAHAHAHAHAHAA!!!"
Marty tertawa lepas, sebuah tawa panjang dan mengerikan memenuhi ruangan itu.
"................."
Mendadak ia terdiam, dan meremas wajahnya, menopangnya dengan kedua tangannya.
=======================================
"Richard, kamu berangkat sekarang...?"
Seorang wanita tua yang sedang menuliskan sesuatu di sebuah buku di ruang tengah menyapa Christ saat ia keluar dari kamar menenteng tas kerjanya.
"Yeah, Aku berangkat ma..."
Wanita tua itu mengangguk paham, kemudian tersenyum.
"Ah, kalau kamu ketemu Jyo, sampaikan salam mama ya! Kenapa dia ga pernah main ke rumah akhir akhir ini?"
Christ tersenyum kecut sambil mengangkat kedua bahunya, kemudian segera mengambil sebuah sepatu usang dari rak di samping kamarnya.
"Kalau kamu pulang, belikan makan malam ya?"
"Aku pulang larut ma, apa nanti ga kemalaman?"
Ibunya menggeleng, kemudian tersenyum.
"Seperti biasa, mama nunggu kamu pulang baru kita makan bersama..."
Christ tersenyum kemudian segera mengangguk.
"Aku pergi dulu..."
"Jangan lupa kunci pagarnya ya!"
Christ mengenakan kedua sepatunya, dan merapikan pakaiannya.
Dia menutup matanya, menarik nafasnya sekali, dan membuka pintu rumahnya.
"Kita perlu bicara, berdua..."
Christ nyaris melompat dari tempatnya bediri, karena Rio berdiri tepat di depan pintu, dan menatapnya dengan wajah datar.
Sejenak Christ terdiam.
Ia mengetikkan sebuah pesan lewat handphonennya, dan meletakkan tasnya di meja di dekat pintu keluar, kemudian mengangguk kecil.
"Ayo, kalau begitu. Ke Cafe...?"
Christ tidak menunggu Rio mengangguk, dan segera pergi keluar sambil menarik dasinya sampai terlepas.
"Sudah lama kita ga ngobrol..."
Ujarnya lagi dengan riang, tanpa perduli Rio akan membalasnya ataupun tidak.
=======================================