It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
UPDATED
wah tipu tipu ini....
wkwkwk..... >:P
bakar2an
==============flashback===================
Aku memandangi gelas yang diisi dengan cairan berwarna kemerahan yang berkilau bagaikan delima di hadapanku. Dari gelas itu, aku bisa memandang dengan jelas sebuah wajah dari seseorang yang duduk di hadapanku.
"Apa yang kamu kejar?"
Ucapku lagi. Sungguh, ini adalah pertama kalinya aku benar benar merasa jengah! Biasanya perlu suasana yang ramai untuk membuatku sedikit tidak nyaman dan memutuskan untuk pergi.
Tapi kali ini, seorang pria tua gemuk dengan senyuman memuakkan sudah cukup untuk membuatku mual. Dan buruknya, aku tidak bisa melakukan apapun untuk lari dari keadaan ini.
"Kami kemari untuk memberitahukan Harmonia tentang campaign kami, dan menurut aturan di game ini, kami harus mengirim utusan sebelum kami melakukan perang terbuka dengan sebuah negara, benar, maka itulah sekarang aku ada disini."
Aku menghantamkan tanganku ke meja, dia sejenak tampak terkejut, tapi kemudian segera menguasai keterkejutannya.
"Maksudku, mengapa kau menolak ajakan gencatan senjata dariku?"
Pria itu mengelus perut gempalnya, kemudian maju dan membalas tatapanku.
Sungguh berani.
"Kami ingin pembalasan untuk apa yang sudah anda lakukan, Lord Arsais..."
"Kalau memang begitu, mengapa bukan Cardinal sendiri yang datang menemuiku tapi harus mengutusmu kemari? Bukankah seharusnya kepala negara yang bertemu untuk membahas hal ini?"
Pria itu kembali menyandarkan tubuhnya dan memasang senyuman yang benar benar memuakkanku.
"Sama sepertimu, kenapa bukan Pontiff sendiri yang datang dan bertemu dengan kami sekarang, melainkan kamu, Bishop dari Valerie?"
Aku terdiam, memang benar, ini juga menjadi salah satu pertanyaanku, apa yang sebenarnya terjadi sehingga Lord Marty sang Pontiff menolak bertemu dengan utusan Aronia, tetapi malah menyuruhku. Lord Marty sendiri bahkan tidak datang ke sini, melainkan tetap bertahan di Central. Semuanya sungguh membuatku bertanya tanya.
"Lord Marty ada urusan di Central, jadi beliau tidak bisa bertemu, saya mohon maaf.."
Aku menundukkan kepalaku, merasa seperti domba yang dibungkam.
"Kalau begitu, anda juga tidak berhak meminta Cardinal untuk datang kemari, benar?"
Aku mengertakkan gigiku, meremas kuat genggamanku. Orang ini sedari tadi terus memancing emosiku, apa yang sebenarnya diinginkannya?
"Tak bisakah kita membicarakan hal ini? Bukankah kami juga sudah mengklarifikasi bahwa pelaku dari penghancuran itu bukanlah kami, tidak bisakah saya bertemu dengan cardinal untuk membicarakannya?"
"Jangan sombong bishop muda, anda bukanlah orang yang berhak menentukan disini."
Aku menelan ludahku.
Emosiku sudah membuncah, tapi kupaksakan raut wajahku untuk tetap tenang.
Tidak lucu kalau aku membunuh seorang senator disini kan?
Itu bisa jadi bukti kalau akulah yang sudah menghancurkan desa mereka.
Paling tidak, sampai semua bukti bahwa aku tidak bersalah belum terkumpul, aku harus bisa menjaga mulutku, jangan sampai ada perkataan atau perbuatanku yang bisa menjadi senjata bagi mereka.
"Kami tidak menginginkan perang, bisakah kita membicarakan tentang penggantian disini?"
Pria tua itu tertawa terbahak bahak.
"General Arsais, anda benar benar tidak memahami perkataan saya? Anda yang memegang pangkat tertinggi di Harmonia ternyata tidak sepintar yang dikatakan! Atau memang Bishop takut dengan Aronia? Harmonia ternyata hanya bisa menggeram tapi takut menggigit?"
Pria bernama Seagent itu terkekeh pelan, kemudian dia menatapku dengan tatapan meremehkan.
"Jangan menghina negaraku, aku peringatkan kau..."
Aku menggeram, menatap ke arahnya, berusaha menjaga diriku tetap tenang.
"Lalu? Kenapa kalian takut berperang dengan kami?"
"Aku tidak mau ada orang yang mati sia sia, semua orang disini terlalu berharga untuk mati sia sia."
Seagent tua kembali tertawa.
"Kamu terlalu naif! Membangun sebuah negara tapi kau takut berperang? Jadi Harmonia ini hanya sekumpulan anak kecil yang mau bermain?"
Aku meremas genggaman tanganku semakin kuat.
"Aku pikir sia sia bila aku terus berbicara denganmu. Baiklah, Harmonia juga memutuskan untuk berperang. Sebaiknya, jaga ekormu tetap diantara kakimu..."
Aku berdiri, diikuti olehnya, kemudian dengan sopan aku bukakan pintu untuknya.
"Posisi kita sekarang adalah musuh, sebaiknya anda segera angkat kaki dari sini, karena saya tidak bisa menjamin keamanan anda lagi. Bahkan olehku sendiri..."
Aku menatapnya tajam, tapi dia menatapku seolah olah aku seekor kucing kecil yang tidak berbahaya.
"Terimakasih untuk pembicaraan yang menyenangkan ini, Lord Arsais, saya yakin kita akan bertemu lagi di medan perang."
Aku tersenyum sinis ke arahnya, kemudian mengikutinya keluar dari ruangan.
"Yeah, dan aku akan menikmati setiap detik saat aku menghajarmu.."
Desisku perlahan tanpa disadari olehnya.
============end of flashback=================
Sejenak pikiranku melayang ke saat kemarin, saat aku harus merendahkan harga diriku untuk memohon kepada seseorang yang bahkan tidak lebih tinggi daripada cacing diujung kakiku.
"Mereka pasti bercanda..."
Caesar menatap ke arah kejauhan, dimana tampak garis hitam barisan Advancing Army mereka, dengan panji panji dan bendera menghunjuk ke arah langit.
"Mereka benar benar menyatakan perang? Advance Armynya mungkin akan tersapu habis olehmu dan Pixel kurang dari 2 atau 3 jam, dan mereka masih bersikeras berperang denganmu? Mereka pasti bercanda!"
Aku mengankat bahuku, kemudian membalik tubuhku ke arah pasukanku.
"Kita berperang! Jaga nyawa kalian masing masing. Aku mohon maaf karena mungkin beberapa dari kita harus terbunuh karena perang ini!"
Aku membungkukan tubuhku.
Jujur, aku tidak rela kalau harus mengorbankan temanku dalam peperangan konyol yang disulut oleh beberapa orang yang bahkan aku sendiri tidak tahu siapa.
Aku merasakan seseorang menepuk bahuku dengan lembut.
"Sudahlah, tidak ada yang menyalahkanmu."
Aku mengangkat kepalaku, Caesarlah yang tadi menepuk bahuku rupanya. Pasukanku juga tampak mengangguk angguk serempak sembari tersenyum.
"KITA HABISI MEREKA HARI INI!"
"WUOOO!!!!"
Aku mengangkat pisau kecilku, kemudian segera memberikan aba aba, dan segera melesat mendahului pasukanku, berlari jauh ke arah pasukan musuh yang saat ini juga berlari ke arahku.
=======================================
Caesar's View
Lagi lagi, seperti inilah yang harus aku hadapi.
Aku memandang ke sekelilingku, Beberapa tubuh tampak masih bergelimpangan sebelum akhirnya berubah menjadi titik titik cahaya dan mengabur ke udara.
Axel tampak masih terengah engah, dia mengatur nafasnya sambil menyarungkan kembali senjatanya ke belakang punggungnya.
"That's easy, easier than flipping my own hand!"
Pixel memutar mutar tongkatnya, kemudian menghajarkannya ke salah satu pasukan musuh yang tampak menggeliat
Orang itu segera tersungkur dan menghilang menjadi titik titik cahaya.
Aku hanya meringis menatap pemandangan itu, kemudian segera membuang mukaku ke arah lain.
Pandanganku akhirnya terarah ke Arsais yang berdiri diam di tengah padang rumput luas yang beriak oleh percikan darah.
Arsais tampak berdiri termenung, dia hanya berdiri diam.
Sekujur tubuhnya berwarna merah oleh percikan darah.
Aku tidak melihat ada sedikitpun luka, bahkan seiris lecetpun tidak kutemui, tetapi entah kenapa wajahnya terlihat sangat menderita.
"Arsais...?"
Dia menatap ke arahku sejenak, kemudian kembali menatap kearah tanah.
"Haruskah seperti ini? kau tidak sadar berapa orang yang mati disini saat ini?"
Aku terdiam. Itukah yang sedari tadi dipikirkannya?
"Arsais, bukan salahmu..."
"Mungkin, kalau dulu aku ga memilih menjadi Bishop, aku ga perlu melihat semua ini, ya?"
Dia menyapukan tangannya ke sebatang perdu yang tampak memerah karena darah.
"Tapi, mereka menaruh harapan mereka padamu, kalau waktu itu kamu ga kembali, mungkin semua orang bakal tercerai berai, benar kan?"
Arsais tampak tidak menggubris perkataanku.
"Aku kembali untuk melindungi sahabat sahabatku dari "Dia", karena itulah aku sekarang berdiri disini, tapi tampaknya aku gabisa melindungi mereka?"
Aku terdiam, tak mampu berkata apapun.
"Sudahlah, gausah dipikirkan lagi, ya kan? Caesar, kau merasakan sesuatu yang ganjil dalam peperangan tadi?"
Aku mengangguk, mengiyakan perkataannya.
"Yeah, kita menang terlalu mudah, dan mereka, maju secara acak, seakan akan..."
"Mereka tidak memiliki pemimpin..."
Arsais melanjutkan perkataanku, aku mengangguk, sambil mengarahkan pandanganku ke arah Axel.
Arsais mencabut kembali kedua pisaunya, kemudian memandanginya.
"Pasukan barusan, memang tidak dipimpin siapapun, apa kau terkejut?"
Aku melebarkan mataku.
"T..tidak mungkin!"
"Yeah, aku juga tidak mengerti apa yang mereka inginkan."
Arsais kemudian membalik tubuhnya dan pergi.
"Istirahatlah, selagi mereka juga memutuskan untuk beristirahat."
Arsais kemudian memberikan aba aba pada pasukan, yang segera membubarkan diri mereka dan kembali ke perkemahan kami.
Aku segera berjalan pulang kembali ke perkemahan.
Sial, karena perang ini semua jadi terlalu sibuk!
Aku dan Kenny juga ga da waktu buat mesra mesraan deh.
Setiap pulang sekolah kami pasti jadinya terburu buru pulang dan online.
Di sekolah juga ga ada obrolan yang menarik kecuali membahas tentang perang bertiga dengan Alvin.
Rasanya jadi serasa pacaran bertiga.
Padahal kan saat ini hubungan kami lagi hangat hangatnya...
"Hufh.."
Aku menghela nafasku panjang.
"Kapan ya ada waktu bersantai berdua..."
Aku kembali menghela nafas.
"OH IYA! Sekarang kan lagi santai!"
Aku sudah beberapa langkah lagi dari pintu kemahku saat aku mendadak menjentikkan jariku karena teringat sesuatu yang bodoh.
Benar juga! Lebih baik aku pakai kesempatan ini untuk bertemu dengan Kenny!
Siapa tau bisa pacaran walau cuma di game!
Aku segera memutar arah langkahku, mengarakan tubuhku ke arah tenda yang terletak agak ke ujung dari perkemahan kami, Tenda milik Kenny terletak disamping tenda suplai. Kenny memilih tempat itu untuk memastikan suplai perang kami dalam keadaan aman.
Aku melepaskan armor besiku dan senjataku di sebelah pintu masuk tendanya, agar tubuhku terasa lebih ringan dan nyaman untuk bergerak
Masa orang pacaran bawa bawa baju besi kan ga lucu!
XD
Aku menarik nafas, kemudian dengan perlahan menyibakkan pintu kain dan masuk ke dalam tenda.
Semoga Kenny belum offline!
"Axelku, permis...."
Aku melongo, karena saat ini bukannya Axel yang berdiri di hadapanku, tetapi seseorang berpakaian biru dengan topi besar yang berdiri di tengah tenda. Wajah kakunya tampak berkelebat karena cahaya lilin yang menari di wajahnya. Arsais tampaknya mendahuluiku ke tempat ini.
"Arsais? Kok kamu disini?
Aku masih melongo saat menatap ke arahnya. Dia memalingkan wajahnya kepadaku, sejenak aku melihat raut terkejut di wajahnya.
"heh..."
Hanya sepatah kata itulah yang muncul dari mulutnya.
Aku melongo saat memandang ke arahnya, tatapan dinginnya bercampur sorot mata tajam tampak mengarah jelas ke arahku. Axel tampaknya tidak ada di ruangannya.
"Alvin? Ngapain kamu disini?"
Dia menghela nafas perlahan, kemudian kembali menatap kearahku.
"Sial, sebenarnya aku ingin membereskan yang lemah duluan, tapi apa boleh buat..."
"M...Maksudmu?"
Belum bisa aku menguasai keterkejutanku, mendadak Arsais mencabut sebilah pedang besar dari pinggangnya dan melesat ke arahku.
"W..woa! Arsais!"
Aku meraba pinggangku.
Sial! Pedangku kutinggalkan di luar kemah!
Aku menghindar dari sabetan pedangnya.
Dia benar benar serius!
"Arsais! Stop!"
Aku memegangi bahuku yang sedikit terkena sabetan pedangnya. Aku meringis kesakitan.
Arsais hanya menatapku dengan tatapan dingin, kemudian kembali melesat ke arahku.
Sial! Dia benar benar berniat menghabisiku!
Old Book#3
Hero
Axel - Caesar
"Hei hei hei hei! Berhenti ada apa ini!"
Aku masih memegangi kedua kepalaku dan meringkuk di tanah saat orang orang yang menghajarku akhirnya berdiri dan menatap ke seorang pemuda yang berdiri di depan kami.
Orang orang tampaknya hanya menatap sambil diam ke arah pemuda itu, membuatnya kehilangan kesabarannya.
"Aku nanya! Ini ada apa?!"
Pemuda itu menggaruk rambutnya yang tampak teracak, mata mengantuknya menatap bingung ke arah kami.
"Anak kecil ini mencuri daganganku!"
(*=_=)
Anak kecil?
Telingaku langsung terasa panas saat aku mendengar perkataannya.
"Aku bukan anak kecil! Dan aku ga mencuri! Agh!"
Sebuah tendangan kembali bersarang di perutku, membuatku memekik tertahan.
"HEI STOP!"
aku memegangi perutku, terbatuk pelan.
Sakit bangett
T_T
Perutku rasanya nyut nyutan karena ditendang barusan
"Kalian, mentang mentang bocah ini penyihir muda terus kalian bisa seenaknya nggebukin dia?"
Cowok itu kemudian menunjuk ke arahku sambil menatap marah ke arah kerumunan orang. Beberapa orang yang lewat tampak mulai tertarik.
Hmph, aku dipanggil bocah lagi!
"Aku bukan bocah, aku udah.."
"DIAM!"
>,< Kena marah deh.
Cowok itu menghardikku sambil menatap tajam ke arahku, aku segera menggigit bibirku dan memegangi kepalaku, takut mau dipukul lagi.
Aduh, salah apa sih aku, lagi jalan jalan ke Harmonia tiba tiba malah digebukin begini.
Harusnya aku gausah kesini aja ya...
Orangnya galak galak...
===============flashback==================
"Wooahh!"
Mataku berbinar saat aku memandangi barang barang yang ada di sekeliling pasar ini.
Bening bening semua!
>,<
Aku terus memutar mataku ke segala arah, tak satu barangpun lolos dari pandanganku.
"Aahh, harusnya bawa uang banyak!"
Aku menatap ke arah dompetku.
Kosong
T_T
Hufh, terpaksa aku cuma bisa ngeliat liat aja nih.
Pokoknya lain kali kesini aku harus udah kaya! Aku mau shopping!
(9`O`)9!!
Kayaknya ga mungkin
Aku menghela nafas berat, kemudian melanjutkan langkahku menyusuri tempat ini.
"WOIII MALIING!"
Eh? Ada maling?
Dimana ya?
Aku menoleh ke belakangku, tampak sekelompok massa berteriak teriak sambil berlari ke arahku.
"Maling! Kamu! Stop! Maling!"
Maling?
Aku melongo, kemudian mengarahkan telunjukku ke wajahku.
Aku?
"Iya kamu! Stop jangan kabur!"
@_@
Aku segera membalik tubuh dan mengambil langkah seribu.
Nooo~~~~~
Kapan kapan aku maling
T_T
Kayaknya ini benar benar hari sialku.
"MALIIIINGGG!!!!"
"BUKAN AKUU!!!!"
"MALIIING"
"UDAH KUBILANG AKU GA MALIIING!!!"
"MALIIINNGG!!!!"
". . . . . . . . ."
Gawat nih...
Rasanya sudah 17 lap pasar ini aku kelilingi sambil berlari, tapi orang orang itu masih saja mengejarku.
Sial, capek nih lama lama...
"Eiikhh!"
Aduh, sial deh!
Jubah panjang yang aku gunakan mendadak tersangkut di salah satu ujung kios yang terhampar di kiri kanan jalan, membuatku jatuh terlentang.
"Nahh.."
Orang orang yang tadinya ngejar aku sekarang sudah berdiri mengelilingiku.
=Kretek kretek=
Suara mereka saat meremas genggamannya sambil menatap sadis ke arahku.
"Om.... Aku b..bukan m..mall..maling... ampun..."
Buag buk bug bug buak buak!
============end of flashback=================
"Hei! Anak kecil! Siapa namamu?"
Aku menatap sebal ke arahnya.
"Aku Axel, dan aku bukan anak kecil!"
"Ya ya ya terserahmulah! Axel, apa yang kamu curi?"
Aku menggeleng pelan
"Aku ga mencuri! Aku Apprentice Wizard dari Greenleaf Academy! Kesini cuma lagi jalan jalan, tau tau tuh om om langsung main gebukin aku!"
Pemuda itu kembali menghela nafasnya, kemudian menatap ke arah mereka.
"Apa yang dia curi?"
"Dia mengambil Tiny Cristal ball dari tokoku! Aku tahu itu! Aku kenal jubah coklatnya!"
Aku langsung menggeleng cepat.
"Bukan! Bukan aku! Aku ga pakai Crystal! Aku pakainya Eighth Staff!"
Aku menunjukkan delapan tongkat yang kusandang.
"Bohong!"
Mereka kembali menendangku, membuatku jatuh tersungkur.
Gawat, hpku semakin menipis.
Kalo gini terus aku bisa mati...
"Heal..."
Eh, ada yang menyembukan lukaku?
Aku menoleh ke belakang, menatap seorang pemuda lagi dengan pakaian biru.
"Ada apa ini?"
"Lord Arsais...!"
Mereka segera mundur, saat pemuda berpakaian biru itu datang.
"Hei hei, kalian bisa tau dia Lord Arsais, tapi tidak mengenaliku? Aku Caesar, Chief Strategist Harmonia!"
Orang orang itu kembali melompat mundur saat cowok yang pertama memperkenalkan dirinya.
"Kalian daritadi bersikeras menuduh orang mencuri apa kalian punya buktinya?"
orang orang itu kembali mundur, tampak mulai ketakutan.
"Dan kalian memiliki izin berjualan? Aku yakin tidak. Kalian pedagang gelap?"
Orang orang itu (sekali lagi) melompat mundur.
"Kami...kami..Ah, ya sudahlah! Hei, bocah, kali ini kami maafkan! Jangan mencuri lagi!"
Orang orang itu segera pergi menjauh, meninggalkan kami bertiga.
"Yak, selesai, ahh, dasar pedagang serakah..."
Caesar kemudian segera meregangkan tubuhnya, dan melangkah pergi dariku.
Umm...
Namanya Caesar
Entah kenapa, aku merasakan perasaan tertarik yang aneh padanya.
Dadaku berdetak secara aneh saat aku melihat wajah malasnya.
Hmm...
Tanpa kusadari, kakiku dengan otomatis melangkahkan kakiku mengikutinya.
Dia pergi belanja, aku ikut.
dia pergi ke blacksmith, aku ikut.
Dia melanjutkannya dengan makan siang bersama si pemuda berbaju biru, aku makan di sebelahnya
akhirnya dia ke toilet. Aku ikuutt
"WWOII, Apa apaan seehh!"
Ehh, ketauan
dia menatap jengah ke arahku saat aku mengikutinya masuk ke dalam toilet.
"Err..."
"Ada apa?"
aku sejenak menggaruk kepalaku, kemudian mengembangkan senyumanku kepadanya.
"Terimakasih tadi udah menolongku..."
Aku gatau mau ngomong apa lagi!
>,<
Akhirnya cuma kata kata itu yang terucap dari bibirku.
"Ya, ya, oke! Jangan ngikutin aku dong!"
Aku kembali menggaruk rambutku.
"Aku balik dulu!"
Dia kemudian segera berlari keluar dari toilet dan meninggalkanku sendirian.
Waduh!
Aku segera keluar dari toilet, dan mencarinya keluar.
Oh iya...
tadi dia ngapain ke Wc ya
kan di game ini ga perlu ke toilet..
Trus kok ada WC disini?
Ni creator gamenya pasti gila
=_=
aghh, ga penting dibahas!
Aku kembali celingak celinguk mencarinya.
Itu dia!
Dia duduk di pojok meja, tampak menikmati makanannya bersama dengan cowok biru itu.
"Caesar!"
Dia menoleh dengan jengah ke arahku sambil mengunyah makanannya.
"Apa?"
Dia menelan makanannya, kemudian bertanya ke arahku sambil meneguk minumannya.
"Izinkan aku menemanimu disisimu!"
Doeng~!
Caesar langsung menyemburkan minumannya, dan terbatuk batuk sambil menepuk nepuk dadanya.
"Ohokk! Ohokk~!"
Aku segera menutup mulutku.
"Apa maksudmu! Ahh! Arsais! Maaf!!"
Caesar segera mengambil sebuah kain, dan mengelap wajah Arsais yang tadi tampaknya tersembur minumannya saat dia terkejut.
Arsais segera merampas kain itu dengan sewot dan mengelap mukanya sendiri.
Kayaknya aku salah ngomong...
"Maksudku, Izinkan aku jadi muridmu!"
Caesar kembali terbelalak saat aku mengatakan ingin menjadi muridnya
Aduh.. Salah lagi nih
(=_=')
"Jadi muridku?"
Caesar bertukar pandangan bingung dengan Arsais
"Yeah, aku mau jadi strategist! Ajari aku!"
Mendadak aku teringat bahwa dia adalah seorang ahli strategi, dan mencari celah untuk membuat perkataanku tidak terlihat aneh.
Aku memang jagoo!
"Ha? Kamu belajar padaku?"
Aku mengangguk mantap.
Dia tertawa sejenak, kemudian menatap lagi ke arahku.
"Kalo belajar, sama Arsais, dia lebih pintar dari aku..."
"Aku gamau!"
Mereka berdua kembali terbelalak.
Ups...
Harus cari alasan..
"Karena dia... Karena dia..."
Aku memandangi Arsais, berusaha mencari alasan untuk tidak menjadikan dia Guruku.
Aku menatap muka dinginnya.
Aha!
"Soalnya dia galak!"
Arsais segera membelalakkan matanya dengan pandangan tidak setuju, sedangkan Caesar segera meledak dalam tawanya.
"Bwahahahahah! Kamu lucu! Yaudah, oke! Gimana menurutmu Arsais?"
Arsais mengangkat bahunya.
"Aku ga ngurus..."
Dia segera mengalihkan pandangannya keluar jendela.
Aduh, dia marah ya?
Biarin ahh
Kan ga ada hubungan juga ama dia...!
"Yasudah, Oke, mulai saat ini kamu jadi Strategist trainee untuk Valerie ya! Namaku Caesar. dan oh, ya! Kenalkan, Ini Arsais, Bishop Arsais, Leader dari Valerie Distric, dia atasanku, dan artinya, dia juga jadi atasanmu!"
@_@
Ups!
Gawat nih.
Aku segera meringis sambil memasang senyuman termanis ke arahnya, tapi dia memandangku dengan pandangan tajam dan keji
T_T
Belum apa apa udah dimusuhin bos sendiri nihh
T_T
"Oia, kamu lagi pendidikan Wizard kan? Gimana ama pendidikanmu?"
Oia yah! Aku harus balik ke academy untuk belajar! Untung Caesar, ups, Sir Caesar mengingatkanku!
Aku menggaruk kepalaku, bingung apa yang harus aku lakukan.
"Ahahahah! Yasudahlah! Kalo memang harus kembali dulu!"
Dia tertawa, kemudian berdiri dan mengacak acak rambutku.
"Kalau pendidikanmu sudah selesai, aku tunggu kamu disini!"
Ujarnya sambil mengacak rambutku dan tersenyum ke arahku.
Deg deg deg deg
Waa! Apaan ini!
Aku merasakan wajahku memanas.
Aku maluu!
>,<
Perasaan apa ini!
Aku segera memalingkan wajahku dari pandangannya.
"O...oke! Saya permisi dulu! Saya selesaikan pendidikannya secepatnya!"
Aku segera membalik tubuhku, dan berlari pergi.
"Ahh, hei...!"
Dia tampak memanggilku, tapi aku berpura pura ga mendengar dan bergegas pergi meninggalkannya.
Ahh! Perasaan aneh apa ini!
Gawatt~!
>,<
UPDATED
Serius, ini buat penasaran, biasanya pembaca jd pihak serba tau
Ini malah nggak jelas
Hmmmm, arsais yg itu alvin atau arsais jadi2an?
@prince17cm wahh
fans nya axel nambah 1 lg nichh
wkwkwk
btw arti nmamu apa sihh
zzz
ahhh ic
coolman
manusia dingin umur 17 pangeran?
errr....
"Akhirnya kalian tiba juga..."
Aku memain mainkan kompas kecil yang sedaritadi masih berada di telapak tanganku, aku menatap datar ke arah empat orang yang barusaja memasuki kemahku.
"Hmm, Ga ada senang senangnya ngeliat bala bantuan ehh?"
Aku hanya mendengus, kemudian kembali mengarahkan pandanganku ke arah mereka.
"Duduklah, kita harus membahas rencana penggabungan tentara kita."
Arvyn, Greg, Wyatt, dan Pixel segera beralih dari pintu kemahku, kemudian masing masing mengambil kursi dihadapanku dan duduk melingkar mengelilingi meja di hadapanku.
"Seperti biasa? General Arsais dari 1st Harmonian Shrine Guardian akan memimpin pasukan?"
Greg memulai pembicaraan kami.
Ketiga orang lain yang duduk di hadapanku mengangguk dengan cepat menyatakan persetujuannya.
"Yeah, kalau begitu aku akan mengambil alih komando utama, tapi kalian harus memimpin divisi kalian masing masing."
Arvyn melipat kedua tangannya kemudian menaikkan kedua kakinya ke atas meja.
"Aku tidak mengerti apa yang sedang mereka pikirkan. Dari segi jumlah dan kekuatan, jelas Aronia tidak akan mungkin mampu menyaingi Harmonian Royal Army...."
Aku mengangguk.
"Memang, kecuali kalau mereka punya ahli taktik jenius yang mampu membalikkan perahu."
Sesaat kemahku kembali hanyut dalam kesunyian, tak ada seorangpun berani berbicara.
"Dan kamu tahu? Jumlah Mercenary di sekeliling Central distric semakin meningkat, dan mereka menarik diri mereka mundur ke perbatasan central distric, membentuk cincin mengelilingi central. Apa analisamu, Arsais?"
Pixel bertanya kepadaku sambil menggaruk garukkan kuku telunjuknya pada peta yang terhampar di hadapan kami.
"Aku masih belum mengerti ada apa sebenarnya di Central. Dan Lord Marty yang menolak untuk pergi berperang atau meninggalkan Central, itu sungguh membuatku bingung."
Aku bergumam sendiri mengutarakan isi pikiranku, keempat bishop lain hanya termagu magu tanpa mampu berkata apapun.
Pixel menghela nafasnya jengah
"Kupikir ada sesuatu yang ganjil. Kumpulan mercenary, Lord Marty yang menolak pergi, serangan dari sebuah negara yang jelas lebih lemah dari kita, semuanya terlalu ganjil.."
Pixel kembali mendudukan dirinya karena tadi dia berbicara sambil setengah berdiri dan menopangkan tangannya ke meja. Wajah tampannya tampak tertekuk karena kebingungan.
WAA WAA WAA
"Kau juga menyadarinya sampai kau turun tangan langsung menyelidikinya, Arsais?"
Aku menekuk daguku.
"Maksudmu?"
Arvyn mengangkat bahunya.
"Sekarang malah berpura pura tidak tahu? Mata mataku sering melihatmu berjalan keluar masuk One Temple, kediaman Lord Marty..."
Aku mengernyitkan dahiku.
"Aku? Di Central...?"
Pembicaraan kami mendadak terhenti oleh suara gaduh tak jauh dari tenda kami.
"Suara apa itu? Ada yang berkelahi?"
Aku segera mengenakan sarungtanganku dan mengambil sepasang pisauku, kemudian melesat keluar dari kemahku.
"Ada apa ini?"
Aku menatap ke kerumunan orang yang bergerombol di hadapan kami.
"Ada orang berkelahi di dalam..."
Aku menatap wajah tentara yang sedang berbicara kepadaku, wajahnya tampak kebingungan.
"Sir Caesar sedang bertempur dengan seseorang..."
Dia menekuk raut wajahnya, sebelum melanjutkan perkataannya.
"Dan orang itu adalah kau..."
Axel tampaknya barusaja sampai ke kemah saat dia menatap bingung karena kemahnya menjadi pusat perhatian orang banyak.
"W,,,Woa ada apa ini! Ada apa ini!"
"Axel?"
Aku tidak membuang waktu lagi, aku segera menyeruak masuk ke dalam tenda Axel.
"Alvin! Hentikan! Apa yang kau lakukan!"
Aku melihat Caesar bergumul dengan seseorang, dan seseorang itu.
Aku...
Apa?!
Aku?
Aku segera melesat dan menendang orang yang sedang menekan pedangnya ke leher Caesar.
"SIAPA KAU!"
=======================================
Axel's View
Aku menyeruak dengan susah payah masuk ke dalam tendaku.
Hufhh, jadi Lord Arsais enak ya.
Tinggal set set set
tiba tiba dia udah nyerobot sana sini.
Hufhh...
Aku menyibak pintu kemah yang terbuat dari kain, dan langsung melongo menatap ke hadapanku.
"Egh? Ada dua Lord Arsais?"
Keduanya tampak terkejut menatap ke arahku, tapi satu dari mereka kemudian segera menyeringai dan menyerang ke arahku.
Woah!
Sebelum dia sempat menyentuhku, Arsais yang lain sudah lebih sigap dan segera mengaitnya hingga terjatuh, dan menyeretnya kembali ke hadapannya.
Aku melihat Sir Caesar
Alias Kevinkyuuwwhh
(Writer View: Alay lo (==")
Ulangi lagi deh kata kataku.
Aku ngeliat Sir Caesar tampak ternganga menatap pemandangan di hadapanku.
Ini kejutan emang brutal banget.
Aku sendiri sebenarnya ga kalah terkejut melihat ke arah depanku.
"Eh eh eh?"
Aku menoleh ke belakangku, Lord Arvyn!
Dia sudah tiba disini ya?
"Ehh?!"
"Woah?!"
"Hah?!"
Keempat bishop nampaknya satu persatu memasuki tenda dan menampilkan keterkejutan mereka dengan reaksi yang berbeda beda.
Rempong banget deh
=_=
"Kita harus tolong dia!"
Aku baru akan maju saat tiba tiba Lord Greg menghalangiku dengan tangannya.
"Jangan..."
Aku masih ga ngerti apa yang sebenarnya dimaksud Lord Greg, sampai akhirnya aku hanya terpekur menatap pertarungan kedua Bishop didepanku.
Habis aku liat liat.
Yang asli cuma ada satu, sedangkan yang satunya tampaknya bukan Bishop, dia menggunakan skill skill yang biasa digunakan Sir Caesar.
Dengan kata lain, dia Knight!
Hmm...
Lord Arsais tampaknya bisa dengan mudah mengimbangi pertarungan ini, sedangkan Si Bishop gadungan tampaknya kerepotan meladeni gerakan Lord Arsais yang bisa dikatakan cepat untuk kategori Magician.
"Dark Necrofist!"
Tangan kanan bishop gadungan itu bercahaya, mendadak ratusan tangan dari bawah tanah muncul dan menyeruak, menerjang maju ke arah Bishop Arsais.
"Eghh, Eakhh!"
"HJyaaa!! Lord Arsaiss!!"
Aku terpekik pelan saat tubuh Lord Arsais berubah menjadi ungu, saat ratusan tangan tangan tembus pandang itu menerjangnya.
"Gawat! Ayo kita tolong..."
Aku menarik narik tangan Bishop Greg, tapi tampaknya dia memandang dengan terpana kearah Bishop gadungan itu, begitu juga dengan ketiga bishop lainnya.
Ada apa ini?
"Lord Wyatt! Heal Lord Arsais!"
Bishop Greg barusaja sadar dari keterkejutannya, kemudian segera memerintah Lord Wyatt
Lord Wyatt segera mengangkat tangannya dan setetes air segera terjatuh, dan cahaya kebiruan segera bersinar dan mengangkat racun dari tubuh Lord Arsais.
Lord Arsais tampak sudah sembuh, tapi tampaknya gerakannya menjadi lambat.
"Serang dia!"
Keempat bishop yang lain segera melesat maju tanpa senjata, dan mengangkat tangan mereka.
"Cih, pengganggu. Stagnation Rune! Darkness Gallery!"
Aku terpekik pelan, saat mendadak sebuah kubah kehitaman menelan semua orang yang ada di tenda.
umph...!
=======================================
Caesar's View
Mendadak semua orang diselimuti dalam kegelapan, tidak ada langit, tidak ada tanah, hanya kegelapan, dengan sebercak pola kemerahan berputar di sekeliling kami.
kelima bishop lain tampak sangat terkejut, mereka tampaknya begitu mengenali serangan ini.
"Tidak ada rune berbasis MP yang bisa digunakan disini sekarang"
Ucap Pria berbaju biru dengan wajah mirip dengan Arsais.
Aku bergidik saat mendengar kata katanya.
Sejenak mirip dengan cara bicara Arsais, tapi tampak kosong, tidak ada emosi dalam kata katanya.
Aku merasakan tubuhku memberat, aku berusaha keras mengangkat tubuhku, tapi tampaknya ada kekuatan aneh yang memaksa kami tetap berada di tanah.
". . . . . . . ."
Secara aneh, Bishop palsu itu, tampaknya tidak terkena dampak dari keanehan yang dirasakan setiap orang.
Dia melesat dengan cepat, menghunuskan pedangnya ke Axel.
"Satu, Mati! Egh..."
Dia hampir saja menebaskan pedangnya ke Axel yang berusaha keras berdiri, saat tiba tiba setumpukan pasir membungkus tubuhnya dan mengangatnya ke udara.
"M..Mustahil, True Rune mu bisa digunakan disini...?"
Kami semua mengarahkan pandangan kami ke Arsais, yang sekarang berusaha keras menahan badannya dengan kedua kaki dan sebelah tangannya, sementara sebelah tangan lainnya meremas genggamannya di udara.
"Stagnation Rune, Arghh..."
Arsais meremas pergelangan tangannya, dan saat itu juga, gumpalan pasir yang menyelubunginya langsung mengeras dan meremas tubuhnya dengan kuat, sementara tangan Arsais tampak bergetar hebat, dan setitik cairan merah kembali menetes dari tangannya.
"True Rune ku, menggunakan tubuhku, bukan MP, kau belum beruntung..."
Arsais melepaskan genggamannya, dan gumpalan pasir itu berjatuhan bersama tubuh Bishop palsu itu ke tanah.
Aku merasakan tubuhku kembali meringan, bersamaan dengan menghilangnya kubah kehitaman yang mengelilingi kami.
Aku berdiri dan melihat ke sekujur tubuhku.
Kekuatan apa itu? Baru kali ini aku melihat Rune dengan kekuatan sekuat itu!
Aku menatap ke arah mayat yang sekarang teronggok di lantai.
Tubuh itu.
Bukan lagi serupa dengan Arsais, tapi berubah menjadi sosok seorang lelaki dengan pakaian compang camping dengan sebuah pedang besar di pinggangnya.
"Ini..."
Arvyn membalikkan tubuhnya, sebuah lambang berbentuk dua buah lingkaran tampak terukir jelas di dadanya.
"Circle Rune Incantation.."
Arsais bergumam pelan, disusul dengan anggukan dari bishop Pixel.
"Dan Stagnation Rune? Itu kan turunan dari Circle Rune..."
Ujar Wyatt kembali sambil terus menatap kearah onggokan mayat dihadapannya
"Yeah...
Kelima Bishop bertukar pandang sambil diam seribu bahasa, kemudian mereka saling mengangguk, dan memberikan tanda bagiku dan Axel untuk mengikuti mereka.
"Ikut kami..."
Sepotong kalimat datar dari Arsais, sebelum dia menapakkan kakinya pergi menjauh, pulang kembali ke kemahnya.
"Axel.."
Axel mengamit perlahan tanganku, merengkuhku lembut.
"Kamu ga kenapa kenapa kan? Aku khawatir..."
Axel berbicara kepadaku sambil terus merengkuh tubuhku dengan kuat, suaranya tampak bergetar dalam ketakutan.
Aku merangkul tubuhnya, sambil mengelus pelan rambutnya.
"Yeah, aku ga kenapa kenapa..."
Aku memegang kedua bahunya, kemudian melepaskannya dari tubuhku, dan menatap tajam ke arah kedua matanya.
"Jangan kuatir lagi, oke..."
"M..Maaf, aku seharusnya berada di sampingmu selalu, tapi tadi aku lengah. Hmphh..."
Kedua matanya tampak terbelalak saat aku mendadak menangkap kedua bibirnya dengan bibirku, membungkamnya untuk sementara waktu, karena aku tidak mau mendengarnya menyalahkan diri sendiri lagi.
"Tidak ada yang salah oke..."
Aku kembali merangkulnya, tidak perduli kalau dia belum sadar dari keterkejutannya, tapi akhirnya dia membalas pelukanku dengan dekapan hangat.
"Yeah, syukurlah kamu ga kenapa kenapa..."
Aku mengangguk sambil tersenyum
"Ayo, kita pasti sudah ditunggu..."
Aku mengamit tangannya perlahan, membawanya mengikutiku berjalan menuju tenda Arsais.
"Kenapa tadi kamu bisa ada di kemahku?"
Axel masih menggandeng tanganku saat dia mendadak menoleh dan bertanya kepadaku.
"Umm, itu..."
Aku melihat matanya semakin melebar saat dia menanti jawabanku.
"Aku pikir akhir akhir ini kita terlalu sibuk sama perang ini, dan aku juga jarang bawa kamu jalan, jadi, maksudku, umm.."
Aku menggaruk belakang kepalaku yang bahkan tidak terasa gatal sama sekali.
Axel tampak melebarkan matanya sejenak, kemudian segera terkekeh pelan
"A..Apa..??"
Aku merasa grogi saat dia tertawa sambil menatap kearahku.
"Hmm..."
Dia tiba tiba memeluk tangan kananku dengan kedua tangannya.
"Kalau begitu, ayo kita jalan berdua setelah perangnya selesai! Gimana kalau ke restoran riverbank yang dulu pernah kamu ajak aku?"
"Seriuss?"
Aku menatapnya penuh tanya, dan dijawab dengan anggukan dan senyuman manis darinya.
"Yeah!"
Dia menjawabnya dengan yakin, membuatku tersenyum.
=Srek=
Aku menyibakkan pintu kemah, dan lima pasang mata segera menatap ke arah kami, membuat Axel segera melepaskan pelukannya.
Arsais sejenak menatap tajam ke arahku, kemudian segera memberikan kode untuk segera mengambil kursi.
"Wah wah, tampaknya lebih serius dari yang aku pikirkan ya?"
Bishop Arvyn mengangkat kedua bahunya, sambil menggelengkan kepalanya.
"Mungkin ini akan jadi perang serius, kalau benar apa yang menjadi ketakutan kita jadi nyata, mungkin kita dalam masalah besar..."
Aku mengernyitkan dahiku.
Apa yang sebenarnya mereka bicarakan?
"Caesar, kita tidak bisa meremehkan mereka, kemungkinannya, kita akan diserang dari dalam oleh mereka. Adanya Circle Rune Incantation yang seharusnya hanya dimiliki Lord Marty, menunjukkan keterlibatan Central."
Pixel menggelengkan kepalanya.
"Wah wah wah, jadi lebih serius dari yang dipikirkan eh? Central terlibat? Bisa jadi LORD MARTY terlibat..."
Ujarnya dengan penekanan di bagian Lord Marty, kemudian tertawa pelan.
Arsais menatapnya dengan pandangan tajam.
"Lucu sekali seorang kepala negara menyuruh negara lain untuk menghancurkan negaranya? Kita tetap tidak bisa melepaskan perlindungan kita dari Central, karena mungkin justru itu yang mereka inginkan dari kita..."
Wajah semua orang tampak benar benar kebingungan, tanpa tahu apa yang bisa dikatakan, mereka semua tampak larut dalam pikirannya masing masing.
"Yang pasti, kita tidak bisa menganggap mereka remeh. Sekarang kita istirahat, esok Bishop Greg akan melakukan Organizing saat aku tidak online. Aku baru bisa OL sepulang sekolah, jadi kepemimpinan aku serahkan pada Lord Greg, seperti biasa."
Arsais menatap ke sekeliling meja, kemudian menghela nafasnya dan segera menyandarkan tubuhnya kembali ke kursi
"Silahkan beristirahat..."
Keempat bishop lain segera pergi meninggalkan kami, aku baru akan berdiri bersama Axel, saat tiba tiba Arsais memanggilnya.
"Axel, aku perlu bicara denganmu, berdua. Caesar, bisakah kau pergi dari sini?"
Sejenak aku menampakkan raut wajah tidak setuju, tapi dari raut wajah Arsais, tampaknya dia jelas sekali ada sesuatu yang serius dalam perkataannya.
"Baiklah..."
Aku kemudian segera menapakkan kakiku, dan memutuskan untuk menunggu di depan kemah Arsais.
Apa yang mereka bicarakan?
Tak sampai 30 menit, Axel akhirnya keluar dari kemah Arsais, dan segera mendapatiku.
"Axel, sudah selesai?"
Axel mengangguk perlahan, kemudian segera mengambil posisi disampingku.
"Malam yang indah..."
Aku mengangguk, menyampingkan tubuhku saat dia berusaha menyandarkan kepalanya di bahuku, agar dia merasa nyaman.
"Tapi esok pasti perang besar sudah menunggu kita... Aku takut..."
Aku mengernyitkan keningku.
Ini bukan Axel yang biasa!
"Apa yang tadi kalian bicarakan? Kenapa kau terlihat murung?"
Axel tersenyum, kemudian mengedipkan sebelah matanya.
"Tidak ada, hanya rencana B dari strategi perang barusan...!"
Dia kemudian kembali menyandarkan kepalanya di bahuku.
"Sir Caesar..."
"Hmm?"
Axel mendekap bahuku perlahan, aku merasakan dia membenamkan wajahnya di bahuku.
"Padahal kita tidak pernah membuat keributan dengan negara lain, kenapa kita harus menghadapi hal seperti ini?"
Aku membelai rambutnya lembut.
Dia lelah, sama seperti semua orang disini.
Lelah untuk terus terjaga dan kuatir, apakah mereka akan selamat esok, atau mungkin akan gugur esok?
Semua orang dilanda keraguan, bagai mimpi buruk yang menghantui tidur malam mereka yang damai.
"Aku tidak tahu, Axel..."
"Padahal Lord Arsais hanya menginginkan kedamaian, tapi kenapa selalu perang yang harus kita hadapi setiap hari? Apa memang tidak ada kedamaian disini?"
Aku sejenak berpikir, kembali berpikir ke saat awal aku bergabung dengan Alvin sebagai seorang musuh baginya.
"Menurutmu Lord Arsais tidak berusahakah?"
Axel segera menegakkan tubuhnya, menatapku dengan tatapan bersalah.
"Tidak, bukan begitu, hanya saja..."
Aku menatap dalam ke arah matanya, aku melihat seraut kesedihan di matanya.
"Kupikir Lord Arsais terlalu baik untuk menerima semua ini, dia bukanlah orang yang pantas memikul semua masalah ini."
Aku mengangguk perlahan, kehilangan kata kataku, hanya mampu mengiyakan apa yang saat ini didoktrinkan padaku oleh Axel.
"Aku bangga dia menjadi pemimpinku..."
Axel akhirnya mengakhiri pembicaraannya, kemudian kembali menyandarkan tubuhnya di bahuku.
Aku merengkuh tubuhnya lembut kemudian menariknya agar mendekati tubuhku.
"Aku juga bangga orang itu adalah sahabatku..."
Aku hanya memandangi kelebatan api yang ada di hadapanku, sementara Axel masih belum bergerak dari sisiku.
Esok, semua kedamaian ini akan berganti.
Jeritan dan Lolong kemarahanlah yang pasti akan mengisi tempat ini esok.
Bukan lagi kedamaian dan kesunyian seperti saat ini.
=======================================
Silver's View
Ruangan lebar itu tampak berkelebat, Arsais tampak duduk termenung menatap ke arah lilin.
Wajahnya terlihat berpedar karena cahaya lilin itu berada sangat dekat dengan wajahnya, dia termenung sendiri, jauh dari ketentraman pasukannya yang sudah terlelap di kamar mereka masing masing.
Dari wajahnya tampak jelas dia sedang memikirkan sesuatu yang begitu mengganggunya.
"Marty... Haruskah, sekali lagi...?"
Arsais meremas keningnya dengan jengah, kemudian mengantamkan genggamannya ke meja, meninggalkan sebuah dentuman teredam dari meja kecil itu.
"Kau salah... Aku kembali bukan untukmu, melainkan sahabat sahabatku...!"
Arsais bergumam sendiri dengan penuh amarah, dia meremas kuat genggamannya, tapi tak lama kemudian wajahnya kembali melunak, dan dia merogohkan tangannya ke pinggangnya.
Arsais mengambil sebuah benda dari dalam tas kecilnya, dan menaruhnya di meja.
Sejenak sinar hitam segera berpedar dari benda itu, menelan kilatan cahaya lilin yang berusaha menerjangnya.
Sebuah tiara merah dengan sinar pekat tergeletak di atas meja.
Arsais mengambil tiara kecil itu, kemudian meremasnya pelan, dia meletakkan kedua tangannya yang meremas tiara itu di dadanya.
"Aku merindukanmu, apa kabarmu...?"
Sinar lilin itu sejenak berkelebat, menari nari di sekeliling kemah, dan membuat bayangan bayangan hitam di wajah Arsais.
Arsais tampak tidak terganggu, dia tetap memejamkan matanya, asyik dengan pikirannya sendiri, tangannya masih tergenggam erat di dadanya.
Raut kesedihan dan kesepian tampak sangat jelas di wajahnya. Mungkin karena merasa sendirian, dia merasa begitu bebas menunjukkan ekspresinya.
". . . . . . . . . . ."
Arsais masih tetap diam tak bergeming, tak terganggu dengan apapun, bahkan saat seberkas angin mencuri masuk kedalam kemahnya, dan membunuh cahaya benderang dari lilin di atas mejanya, meninggalkan kegelapan pekat yang penuh dengan keheningan.
=======================================