BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

The Night, and The Day - END - page 111

12223252728117

Comments

  • yesss.... buruan nulisss...... cepetan apdett.....
    #pecut! ctarrrrr!!
  • Boleh deh...hehee
    btw msh lama ya updatenya???
  • Alvin's View

    "Kok bisa jadi begini! Kamu harus jelasin ada apa tadi!"
    "Auh... Sakit..."
    "Ya jelas sakit! Mana mungkin enggak!"
    Aku kembali meringis saat Kevin menekankan cairan obat ke luka di dadaku dan membalutnya dengan perban.
    "Liat lukamu sampai sebesar ini! Dan kamu ga mau di bawa ke dokter? Kamu emang luarbiasa yah!"
    ". . . . . . . ."
    Berisik aja anak ini. Sedaritadi dia terus berceloteh mengomeliku karena luka yang sedang diobatinya.
    Aku juga ga sadar apa yang terjadi, begitu aku sadar, Kevin sudah datang dan mematikan gameku, dan mencabut reseptor dari leherku sehingga kesadaranku kembali. Mungkin kalau Kevin tadi terlambat datang, aku sudah kehilangan banyak darah dan harus dibawa ke rumah sakit.
    "Keluargamu ga ada yang dirumah ya?"
    Aku mengigit bibir menahan omelannya. Sedaritadi yang keluar dari bibirnya hanya omelan.
    Aku mengalihkan pandanganku ke arah meja komputerku, bercak darah tampak masih menetes dari meja ke lantai, melukiskan betapa banyak darah yang tadi sudah kukeluarkan.
    Aku bergidig ngeri membayangkan pemandangan yang tadi harus dilihat Kevin saat dia datang ke rumahku.
    "Kamu menggunakan True Earth lagi...?"
    Aku terhenyak, kupandangi wajah yang sekarang berada di depanku dan menatap tajam ke arahku.
    "Yeah..."
    Kevin melebarkan matanya sejenak, kemudian kembali menggelengkan kepala sambil kembali membalut luka di punggungku.
    "Aku memang tahu, kalau rune itu membahayakan jika dipakai, tapi aku ga mengira kalau efeknya bakal separah ini!"
    "Au!~ Sakit!"
    "DIAM!"
    Aku terkesikap, Kevin menatapku dengan wajah sebalnya.
    "Diam sebentar selagi aku membalut lukamu! Kamu mau ini bengkak esok?"
    Gelengan kepalaku disambut dengan helaan nafas dan gelengan jengah darinya.
    "Kamu harusnya tahu kalau Rune itu berbahaya, kenapa kamu menggunakannya?"
    Aku mengalihkan pandanganku dari Kevin, berusaha mengalihkan pembicaraannya.
    "WOI! Apa sih yang membuatmu memaksakan dirimu memakai Rune itu?!"
    ". . . . . . . ."
    Kevin kembali menggeleng, tampaknya dia sudah menyerah mengorek keluar informasi dari benteng yang aku sebut mulut ini.
    "Kamu harus berhenti menggunakannya! Ada rune lain kan! Ga perlu kamu menggunakannya. Selama ini juga kamu ga pernah pakai True Earth kan?"
    Kevin menatap dalam ke arahku, wajahnya menunjukkan dia sedang tidak ingin dibantah sedikitpun.
    "Yeah, memang...."
    Kevin untuk kesekian kalinya menghela nafas dan kembali menyibukkan dirinya dengan gulungan perban di tangannya.
    "Lalu kenapa kamu menggunakannya?"
    Hmph, lagi lagi, pertanyaan yang sama...
    "Aku harus menggunakannya, aku harus melindungi seseorang.."
    Kevin nampak terkejut, kedua belah matanya yang sedaritadi terpicing ke arahku melebar karena reaksinya.
    "Wanita itukah...?"
    Aku menggigit bibirku, sebuah anggukan muncul, walau aku tertawa dalam hati karena dia menyebut Yue sebagai "Wanita".
    Kevin tersenyum, kemudian menepuk bahu kiriku perlahan.
    "Orang yang harus kamu lindungi, eh? Yah, dia memang sangat berharga bagimu hmm?"
    Aku kembali mengangguk, kemudian mengambil sebuah lap dari lemariku.
    "Biar aku aja..."
    Kevin mengambil lap itu, dan menyeka bercak darah yang ada di mejaku. Seraut bau amis merebak di kamarku. Bau darahku kah?
    "Yeah, seperti Axel untukku..."
    "Ha?"
    Tengokan kepalaku yang begitu cepat tampaknya membuat Kevin terkejut, kemudian dengan malu malu dia menggaruk kepalanya.
    "Kamu dan Axel?"
    Dia kembali memamerkan deretan giginya sambil menggaruk kepalanya, kemudian mengangguk pelan.
    ''Yeahh, aku nembak dia barusan, sebelum kemari."
    Astaga!
    Wajah Kevin mulai bersemu merah, dia tampaknya menyadarinya dan segera berusaha menutupinya dengan berpura pura sibuk mengelap meja.
    "Trus, jawaban dia apa?"
    Kevin menggeleng lemah.
    "Belum, dia belum bilang apa apa, aku sudah terlanjur bertanya tentangmu."
    "Bodoh.."
    "Hei! Kalo aku ga cepat menyadari keadaan mungkin kamu sekarang udah di rumah sakit ya!"
    Aku menggigit bibirku. Memang benar perkataan Kevin, so, aku ga bisa ngomong apa apa kalo udah begini.
    "Kamu istirahat dulu! Urusan Valerie biar aku yang mengurus!"
    Barusaja aku akan mengangguk, saat tiba tiba handphone ku bergetar di atas mejaku.
    "Kevin, liat, siapa yang menghubungiku..!"
    Kevin mengambil ponselku dari meja, kemudian memeriksa pesan yang masuk di dalam ponselku.
    "Apa isinya?"
    Kevin tampak dengan cermat membaca pesan yang saat ini ada di tangannya, jujur saja, ini membuat firasat tidak nyaman mulai mendatangiku.
    "Kevin...?"
    "Siege on Valerie, Aronia is marching to our wall...."
    kertas yang sedaritadi aku main mainkan di tangan kiriku langsung terjatuh mendengarnya, raut wajah Kevin tampak pucat pasi saat menatap ke arahku.
    "Dengan keadaanmu sekarang, kita berperang...?"
    "Kevin, pulanglah, online! Aku tunggu kamu di Earth Shrine!"
    "Tapi tubuhmu..?"
    "Cepat...."
    Kevin dengan enggan berbalik dan berbalik ke arah pintu. Dia sejenak menatap ke arahku, sebelum pergi dari pandanganku.
    Aku segera beranjak dari tempat dudukku, untuk pergi ke meja komputer.
    "Ach..."
    Tangan kananku kembali terasa ditusuk, tampaknya luka kali ini lebih parah daripada saat aku terakhir kali terluka dulu, karena bagian dadaku juga ikut tersayat, dan tampaknya lukanya cukup dalam untuk membuat tubuhku terasa ngilu.
    "Sial..."
    Aku meremas pelan bahuku, kemudian segera mengenakan perlengkapan game ku.
    ==Log in==
    =======================================

    Arsais's View

    "Ahh...."
    Rasa pedih segera menjalari tubuhku saat aku membuka mataku. Rupanya luka di dalam game juga masih belum sembuh yah? Aku menatap ke tanganku, pakaianku sudah terlepas dari tubuh atasku, dan sebuah kain putih panjang sudah terbebat di tanganku.
    Yue kah yang merawatku?
    Kurasakan benda empuk menyentuh punggungku.
    "Hmm..."
    Aku perlahan mendudukan diri, dan menatap ke sekelilingku.
    Dimana aku? Penginapan?
    Aku berjalan keluar dari kamar dengan dinding kayu yang berwarna kecokelatan. Seorang NPC tersenyum dan mengangguk ke arahku, Aku membalas anggukannya sambil terus melangkahkan kakiku ke arah luar.
    "Northwall Inn?"
    Rasanya tadi aku pingsan di Forest of Confusion, tapi kenapa aku bisa berada di sini? Apa Yue yang membawaku?
    Aku berpikir sejenak, kemudian memutuskan untuk mengirim surat kepadanya.

    COMPOSE MESSAGE

    TO: Yue
    From: Arsais

    Jyo! Kamu yang bawa aku ke Inn?

    Kling!
    Langsung dibalas? Apa dia sudah nunggu daritadi ya?

    From : Yue

    Alvin! Thanks God! Kamu sudah sadar? Aku sempat kuatir karena kamu tiba tiba hilang! Maaf aku meninggalkanmu, aku mendadak ada urusan penting!

    To : Yue

    Yeah, ga masalah! :D Aku juga ada yang harus ku bereskan! See ya!

    From : Yue

    Well, okay! See ya!

    Aku menutup jendela pesanku, kemudian bergegas pergi ke Kastil Earth Shrine di Valerie.
    =======================================
    "Lord Arsais!"
    Aku menolehkan kepalaku, menatap ke seorang pemuda yang tergesa gesa datang ke arahku.
    "Aronia, gawat! Aronia!"
    Aku berhenti dan menatapnya, sambil meletakkan telunjukku di bibir, sebagai isyarat untuk membungkam mulutnya.
    "Belum ada kontak secara langsung, Axel, jangan membuat kegaduhan, kirim surat ke Central, kita akan ke Central setelah Caesar datang.
    Aku menatap ke arah pemuda yang sekarang sedang sibuk menulis surat untuk dikirimkan ke Central.
    "Axel, maaf, tapi kupikir akulah yang akan memimpin di perang ini, ga masalah kan...?"
    Axel mengangguk mantap dan tersenyum ke arahku.
    "Siap! Aku mengerti! Kalau Lord Arsais yang memegang pimpinan aku yakin kita pasti menang telak!"
    Aku tersenyum dan mengacak acak rambutnya lembut.
    "Aku juga mau ke toko amulet, ada yang ingin aku cari, kamu juga kan?"
    Aku mengedipkan sebelah mataku ke arahnya, memberikan isyarat, Axel tampaknya memahami apa yang aku bicarakan, dan segera mengangguk sambil menundukkan wajahnya yang mulai merah bersemu.
    "Arsais! Gimana tanganmu!"
    "Caesar!"
    Aku menunjukkan tanganku yang terbebat perban ke arahnya. Axel tampaknya baru menyadarinya, dan segera menatap panik ke arah ikatan perban di tanganku.
    "Lord Arsais! Anda kenapa! Itu bisa luka!"
    "Yeah, cuma luka kecil! Caesar, kita pergi ke Central sekarang, apa kamu sudah siap?"
    Caesar mengangguk mantap.
    "Kapanpun~!"
    Aku mengangguk, kemudian segera berjalan mendahului mereka.
    Tidak ada waktu yang boleh terbuang, setiap detik yang aku sia siakan mungkin hanya akan membawa pasukan musuh semakin dekat dengan kami.
    =======================================

    Crystal Cathedral, Central Distric Harmonia

    ". . . . . . . . . . ."
    Aku membuka pintu, berhadapan dengan tujuh pasang mata yang menatap tajam ke arahku.
    "Kalian sudah berkumpul? Kenapa aku ga dikabari?"
    Tidak ada sepatah katapun yang muncul dari bibir mereka, pandangan mata mereka terus mengikutiku sampai aku duduk di kursiku.
    "Ada apa ini...?"
    Aku menatap bingung ke arah mereka. Biasanya merekalah yang akan bertanya mengenai pendapatku tentang keadaan yang terjadi, tapi kali ini mereka semua terdiam tanpa berbicara apapun ke arahku.
    "What have you done, Bishop Arsais....?"
    "Apa...?"
    "What have you done?!"
    Lord Marty mengulangi perkataannya sambil menatap tajam ke arahku.
    Aku menatap bingung ke arah keempat bishop lain, berharap mendapatkan jawaban dari mereka.
    "Apa maksudmu...."
    Bishop Greg akhirnya membuka mulutnya, sambil melemparkan sebuah kotak barang ke meja.
    Aku mengambilnya, kemudian membukanya.
    Deg!
    Aku bagai tersambar petir saat menatap ke arah benda yang ada di kotak itu.
    "Apa jawabanmu, Lord Arsais?"
    Aku terdiam, tak mampu mengatakan apapun. Kepalaku berusaha keras menyambung kata demi kata untuk kumunculkan
    "Ini, aku...?"
    Lord Marty mengangguk sambil menatap tajam ke arahku.
    "Yeah, Kau! gambarmu sedang membantai penduduk di pinggiran desa Aronia, dan beruntungnya ada seseorang mengabadikannya...."
    Kotak itu terjatuh dari tanganku, aku mundur, kepalaku menggeleng pelan.
    "Tidak mungkin..."
    "Dan sekarang mereka meminta keadilan...."
    Lord Marty menutup matanya perlahan dan menopang wajahnya dengan kedua tangannya.
    =======================================

    Silver's View

    Aronia Capital

    "Tenang!"
    Keith menghardik gerombolan orang yang sedaritadi terus menggerutu di hadapan mereka, Cardinal tampak meremas kepalanya pelan, ribuan pikiran yang sangat menyiksa tampak memenuhi kepalanya saat ini.
    "Jadi, kenapa kalian memanggilku padahal aku sedang ada kepentingan?!"
    Cardinal berbicara dengan penuh tekanan, tanpa emosi, tapi dengan jelas penuh peringatan di setiap katanya.
    "Hamonia! Sudah jelas sekarang! Kita berdiam dan sekarang mereka terang terangan menyerang kita!"
    Cardinal mengernyitkan dahinya, kemudian menatap tajam ke arah Seagent
    "Yeah, dan sekarang apa yang kau inginkan, Seagent?"
    Seagent menjilat bibirnya, kemudian menunjukkan telunjuknya ke arah Cardinal.
    "Aku mau janjimu...."
    Cardinal terkesikap, kemudian dia kembali memijit dahinya. Rambut peraknya tampak tergerai berantakan di pakaian merahnya.
    "Kau mau kita melawan Harmonia? Aku masih belum percaya mereka yang melakukannya!"
    Seagent menghentak tangannya di meja dan berdiri dengan cepat.
    "Foto itu adalah janjinya! Kau lihat sendiri! Sekarang aku mau, J A N J I M U."
    Cardinal menghela nafas berat, kemudian mengangkat kepalanya.
    "Baiklah kalau begitu, dan sekarang, kita akan menghadapi salah satu ahli strategi paling brillian di Suikoworld! Bagamana kita akan menang?"
    Seagent tersenyum pelan, seakan semua sudah berjalan sesuai dengan pikirannya.
    "Aku sudah memperkirakannya. Bawa dia masuk!"
    Dua orang priest dengan pakaian hitam masuk ke dalam, membawa seorang wanita berpakaian setelan cokelat ke dalam ruangan rapat.
    "Siapa dia?"
    Caesar memeriksa dengan teliti wanita yang ada di hadapannya. Seagent tersenyum senang, kemudian bergerak ke samping wanita itu.
    "Perkenalkan dirimu...."
    Wanita itu membungkukkan tubuhnya, kemudian menatap ke arah Cardinal, seulas senyum tipis tergaris di wajahnya.
    "Nama saya Kanna, Ahli Strategi dari Kanakkan. Siap melayani anda."
    Cardinal menatap ke arah wanita itu, keraguan tampak menghiasi wajahnya.
    "Kenapa kau memilih strategist wanita ini, Seagent?"
    Seagent baru akan berbicara, saat wanita itu menahan kata katanya.
    "Tidak ada Cardinal, hanya keinginan saya. Lagipula, tidak ada yang mengenal jalan pikiran muridnya lebih baik dari sang guru, benar?"
    Cardinal melebarkan matanya, kemudian menggeleng sambil tersenyum pelan.
    "Jadi kita akan perang? Baiklah, aku sendiri yang akan menghabisi pelakunya...!"
    Sorakan memenuhi ruangan itu. Parlemen parlemen haus darah itu akhirnya mendapatkan keinginan mereka. Beberapa orang mulai segera mempersiapkan pasukan mereka untuk berperang.
    ***
    "Kamu yakin dengan ini, Cardinal?"
    Keith dan Cardinal sedang berjalan menyusuri lorong saat mereka kembali dari rapat itu.
    "Yeah, mau bagaimana lagi? Aku menelan perkataanku sendiri. Lucu."
    "Tapi kau tahu kan, Seagent pasti berada di balik semua ini."
    Cardinal mengangguk pelan
    "Yeah, dan dia melakukan semuanya dengan rapi. Apa kita punya bukti sekarang? Tidak! Tampaknya orang dalam Harmonia juga ikut membantunya..."
    Keith mengangguk, sambil memeriksa sekeliling, memastikan tidak ada seorangpun mengikuti mereka
    "Saya akan mencari bukti lain keterlibatannya"
    Cardinal mengangguk pelan, kemudian menyodorkan sebelah tangannya.
    "Kamu punya foto itu? Aku mau melihatnya. Pelakunya Lord Arsais? Aku mau melihat wajahnya..."
    Keith berhenti sejenak dan merogoh ke dalam tas nya.
    "Ini..."
    Beberapa lembar foto diserahkannya ke tangan Cardinal, yang segera membolak balik foto foto tersebut.
    "Ini...."
    Cardinal mendadak menghentikan langkahnya, foto di tangannya mendadak terserak dari hadapannya, tangannya tampak bergetar hebat.
    "Cardinal...?"
    "Tidak mungkin....."
    =======================================
  • cieee, apdet ;)
    yess pertamax
    gw nyimak dulu ya ka,
  • Siapa ƳαЛġ nyamar jd Arsais?
  • edited October 2012
    Short Story Part #I
    Old Book #1

    The Birth of Harmonia
    Alvin - Richard

    "Hari ini South Shrine sudah ada di tangan kita, malam ini juga kita bergerak ke Valerie, Pusat Aronia…”
    Aku melayangkan pandanganku ke seluruh orang yang duduk di sekeliling meja besar. Wajah orang orang yang sudah jadi sahabatku sejak lama dan dengan sukarela menemaniku untuk menyelesaikan apa yang mereka sebut sebagai "ambisiku" Cahaya temaram obor perlahan berkelebat, meninggalkan bayangan yang menari nari di wajah mereka.
    “Aria, Garis lancer akan berada di tanganmu.”
    Seorang wanita dengan helm besi mengangguk sambil tersenyum ke arahku, aku membalas senyumannya dengan tatapan dingin.
    “Ardian, sudah selesai mengorganisasi garis pertahanan?”
    Lelaki dengan perisai besar dengan ukiran silang besar melirik ke padaku kemudian mengangkat sebelah tangannya, tanda bahwa dia sudah menyelesaikan tugasnya.
    “Arvyn, Komando Magician kuharap bisa sebaik tadi.”
    “Yeah yeah, jangan meremehkanku…”
    Arvyn menggaruk rambut hijaunya yang berantakan, kemudian kembali asyik dengan bola sihirnya.
    "Stevan, kamu akan jadi Captain di garis pertahanan. Jaga nyawamu sendiri..."
    "Siap Lord Alvin!"
    Prajurit muda itu segera berdiri dan memberikan hormat ke arahku, membuatku harus menahan senyumanku karena tingkah lucunya.
    ”Lady Sierra, esok mungkin adalah hari perang terakhir kita, terimakasih atas bantuan dari Blue Moon Village selama perang ini.”
    Gadis muda berpakaian ungu ala tahun 70 an tertawa dengan menutup mulutnya, dia menatap genit ke arahku, kemudian mengedipkan sebelah matanya.
    "Tentu saja, Tampan, dengan senang hati kami akan membantu sampai selesai."
    Lady Sierra kembali tertawa kecil, kemudian melangkah keluar dari tenda.
    "Kalau tidak keberatan, saya akan istirahat sekarang. Pasukanku sudah siap dikomando kapan saja!"
    Lady Sierra segera menghilang di balik gerai tenda, aku kembali menatap ke arah pasukanku.
    "Dan untukmu, Bishop Richard, pastikan jalur support kita bisa tetap mulus. Usahakan kurangi jumlah korban sesedikit mungkin..."
    Aku menatap dalam ke arah seorang pemuda dengan rambut kekuningan yang tersenyum ke arahku sambil melipat tangannya.
    Aku menghela nafas, kemudian menyapukan mataku ke semua orang.
    "Kurasa tidak ada strategi khusus untuk esok. Jumlah pasukan kita sudah bertambah sampai melebihi mereka. Kita juga sudah membuat banyak korban jatuh dari pihak mereka dan melemahkan mereka. Jadi, kukira kita tidak akan kesulitan menghadapi mereka! Aku sendiri juga akan maju berperang esok..."
    Beberapa orang tampak melebarkan matanya dan berbisik satu sama lain. Wajar saja, karena aku selama ini belum pernah bergerak langsung di garis depan.
    Aku kembali menatap wajah mereka satu persatu.
    "Izinkan aku mengingat wajah kalian satu persatu. Esok perang terakhir kita, dan mungkin jadi hari terakhir kita bertempur bersama, setelah esok, mungkin kita akan berjalan sendiri sendiri, atau bahkan gugur dalam perang besar esok."
    Aku menarik nafas, mengumpulkan semua keberanianku, menatap ke semua orang yang saat ini duduk di hadapanku.
    "Shall we have a Banquet for us then...?"
    Aku memberikan tepukan isyarat dengan tanganku, dan beberapa prajurit berjalan masuk ke dalam tenda dengan membawa beberapa nampan perak besar, meletakannya di meja, dan menampilkan isinya.
    Beragam makanan yang menggoda tampak memamerkan dirinya ke hadapan kami.
    Sekejab kemudian, tenda yang tadinya tenang menjadi riuh dengan hiruk pikuk. Semua orang tampak melupakan ketegangan dan bergembira dalam pesta kecil yang aku persiapkan.
    Aku sendiri merasa jengah dengan semua keramaian ini, sehingga memutuskan untuk keluar dan duduk di belakang tenda, tempat yang hening, dan jauh dari keramaian.
    "Alvin..."
    Aku menoleh ke sampingku.
    "Arvyn?"
    Sahabatku, sekaligus perwira perangku berdiri menatap tajam ke arahku.
    "Esok hari terakhir...?"
    Aku mengangguk pelan, dia mengacak acak rambutnya kemudian membaringkan dirinya di rerumputan
    "Padahal aku ingin bertarung denganmu, tapi tampaknya kalau aku kubunuh malam ini, bakal ada masalah, heh? General Alvin?"
    Aku hanya mengerutkan keningku, kemudian menatap ke arahnya.
    "Kau sudah siap? Esok kau akan menjadi kepala negara Harmonia baru, Alvin..."
    Aku mengembangkan sedikit senyumku, dia menatap tajam ke arahku, kemudian kembali menatap ke arah langit.
    "Kamu yang dulu ga pernah perduli dengan apapun, mendadak punya ambisi sebesar ini? Sampai menyerang satu negara untuk mendirikan negara baru? Pasti ada yang salah dengan kepalamu heh?"
    Aku hanya tersenyum pelan mendengar kata katanya.
    "Entahlah."
    Yeah, entah apa yang sekarang merasuki pikiranku, tapi jelas itu bukanlah ambisi. Aku punya rencanaku sendiri...
    "Ahh! Jawabanmu memang ga pernah ada yang nyambung! Kalau perang ini selesai, aku mau pergi ke Wizard Court, mengambil job Archmage. Kamu mau ikut menemaniku?"
    Aku mengangkat bahuku pelan.
    "Entahlah..."
    Arvyn mengerutkan kepalanya, kemudian mengambil posisi duduk.
    "Hei Alvin, katanya di game ini, muka karakter ditentukan oleh muka asli kita, berarti di dunia nyata kita mirip huh?"
    "Entahlah...."
    Alvin akhirnya hanya mengangkat bahu sambil menggeleng melihat sikapku, dia kemudian berdiri, dan menepuk celananya perlahan.
    "Aku istirahat sekarang. Esok hari penting, sebaiknya jangan kurang istirahat, apalagi kamu mau turun berperang kan? Sudah lama aku ga ngeliat kamu bertarung. See ya!"
    Alvin melambaikan tangannya pelan, kemudian pergi meninggalkanku.
    Aku menghela nafas, kemudian menatap ke arah langit.
    Bulan purnama?
    "Bulannya indah, kan?"
    Aku terkejut, dan melirik ke orang yang duduk di sebelahku.
    "Richard...?"
    Lelaki muda itu tersenyum ke arahku, kemudian menyandarkan kedua tangannya di belakang tubuhnya.
    "Esok, semua pertempuran kita selesai..."
    Aku mengangguk. Aku sudah sadar, kemana arah pembicaraan ini akan menuju.
    "Akhirnya karena komandomu, semua perjuangan kita ga sia sia, ya kan, General Alvin?"
    Dia menatapku dengan senyum manis, aku mencoba memaksakan senyumanku, tapi tampaknya gagal.
    "Kamu masih ingat janjimu, Alvin?"
    Dia masih tetap tersenyum sambil menatap ke arahku. Aku memandanginya lekat, bertingkah seakan tidak mengerti apa yang dibicarakannya, walaupun aku tahu dengan jelas, apa yang ingin dibicarakannya.
    "Kalau kau Generalnya, otomatis, kamu akan jadi kepala negara esok, ya kan? bukankah kau berjanji untuk menjadikanku kepala negara...?"
    Seiris perih kembali mengisi hatiku.
    Orang ini.
    Lagi lagi berhasil menorehkan luka di dadaku.
    "Yeah, aku akan menjadikanmu kepala negara, Richard, bukan aku, tapi kamu..."
    Richard tersenyum puas, kemudian menyandarkan dirinya ke barrel kayu di belakangnya.
    "Kamu menyayangiku kan? Aku percaya denganmu..."
    Aku tersenyum ke arahnya, kalimat tadi, aku tahu kalimat itu hanyalah pancingan untukku, tapi entah kenapa perasaanku bergejolak saat dia mengakui aku menyukainya.
    "Richard..."
    "Yeah..?"
    "Bisakah, kamu memelukku, malam ini?"
    Richard sejenak tampak berpikir, tapi kemudian dia segera mengembangkan senyumannya, dan memelukku perlahan
    "Thanks...."
    Aku mengamit lembut pundaknya, aku sungguh menikmati keadaan ini, kuharap waktu berhenti, dan meninggalkanku hanya berdua dengannya.
    "Jangan lupa, kamu berjanji untuk membawaku berdiri di depan takhta..."
    "Yeah, I Promise...."
    =======================================

    "MASUK! HABISI PENJAGA GERBANG! TURUNKAN GERBANGNYA!"
    Pasukan kami semakin meringsek masuk, para priest penjaga Kastil Valerie terlempar ke dalam parit raksasa dibawah jembatan tempat mereka berperang.
    "TAHAN! LINGKARI KASTIL! JANGAN SAMPAI PEMIMPINNYA LARI! REBUT RUNENYA! KITA HARUS HABISI HARI INI!"
    Aku menghujamkan tongkat sihirku ke arah pasukan musuh, mataku terus berusaha mencari Jendral musuh diantara keramaian orang.
    "Lord Alvin, tolong jaga diri anda, anda harus tahu kalau kita akan kalah bila mereka membunuhmu.."
    Aku tersenyum ke arah wanita dengan helm besi yang barusaja menghujamkan tombaknya ke prajurit musuh di hadapanku.
    "Yeah, Aria, aku paham, terimakasih..."
    Aria tersenyum pelan, kemudian dia menatapku tajam.
    "Ardian gugur, barusaja..."
    Raut mukanya mengeras, menatap lekat ke arahku.
    "Tidak ada waktu untuk bersedih, selesaikan yang ada didepanmu..."
    Aria melebarkan matanya, kemudian kembali tersenyum.
    "Dingin, seperti biasa..."
    Wanita itu segera melesat meninggalkanku. Menyerang ke arah pintu gerbang untuk menahan bantuan musuh.
    "Lord Alvin, masuklah, habisi Jendral mereka dan selesaikan semua ini!"
    Aria berteriak dari pintu masuk sambil mengayunkan tombaknya ke sembarang arah.
    Aku bergerak maju, berjalan ke arah sebuah ruangan besar. Seorang pria paruh baya tampak terduduk di tengah ruangan itu.
    "General Alvin? dari New Harmonia?"
    Lelaki tua itu menatap ke arahku. Sebuah panah tampak menancap di bahunya, dan sayatan besar terkuak di perutnya.
    "Sebuah kehormatan bertemu anda disini. Saya High Priest Lyonel. Kupikir, kamu tidak perlu mengotori tanganmu untuk membunuhku. Aku pasti mati sebentar lagi...."
    Aku mengangguk dan menyarungkan tongkatku, kemudian duduk di hadapannya.
    "Apa yang kau cari dari perang ini? Kau menyerang Aronia untuk apa? Kami tidak melakukan apapun. Tanah ini adalah tanah pemberian dari Scarlet, kami tidak melakukan apapun."
    Pendeta tua itu terbatuk pelan, bercak darah segera menghujani lantai.
    "Maaf, tapi aku tidak akan merebut tempat ini, aku tidak akan berdiri sebagai penguasa..."
    Pendeta tua itu menatapku dengan tatapan iba, kemudian tersenyum lembut.
    "Kau melakukannya untuk seseorang?"
    "Yeah..."
    "Apakah dia berarti bagimu?"
    "Sangat..."
    Pendeta itu tersenyum, ia menutup matanya dan menghilang dari pandanganku, meninggalkan sebuah kristal berwarna keperakan di hadapanku.
    "Rune of Harmonia?"
    Aku mengambil bola keperakan yang segera menghilang di tanganku, meninggalkan sinar yang mengelilingiku.
    Aku membuka mataku, menatap ke arah tubuhku, pakaianku berganti dengan sebuah jubah putih, dilengkapi hiasan keemasan pada beberapa bagian.
    "Sekarang aku Lord Marty...?"
    Aku menatap ke arah pakaian baruku, tenaga yang besar terasa mengalir di tubuhku.
    "Alvin, itu kamu?"
    Aku mengarahkan pandanganku ke arah pintu.
    "Richard...."
    Richard menatapku dengan tatapan dingin.
    "Itu pakaian Lord Marty, jadi sekarang kau Kepala Negara Harmonia, Bishop Marty?"
    Kata katanya terasa begitu tajam menusukku. Aku berusaha memotong omongannya, tapi dia terus saja menghujaniku dengan kalimat kalimat pedas.
    "RICHARD!"
    Richard tampak terkejut, dia terdiam sejenak, sebelum berhasil menguasai dirinya kembali.
    "Yeah?"
    "Aku General, dan aku memang harus membunuh General musuh, siapapun yang membunuh Lyonel, aku pasti akan naik jadi Leader secara otomatis menurut aturan game ini..."
    Richard menatapku tajam.
    "Dan?"
    "Aku sudah mempertimbangkan hal ini, memang ini harus terjadi. Sekarang tinggal satu langkah untuk menjadikanmu kepala negara, Richard."
    Richard menatapku dingin. Sekejap aku merasakan ada sebersit kebencian mengisi hatinya.
    "Apa itu?"
    "Coup d'etat..."
    Dia mengerutkan keningnya, wajahnya tampak bingung.
    "Maksudmu?"
    "Bunuh aku, dan deklarasikan dirimu sebagai High Bishop baru. Katakan pada semua, aku mati saat bertarung dengan Lyonel, tidak ada saksi seorang pun. Ya kan?"
    Richard menundukkan kepalanya, entah apa yang dia pikirkan, tapi tampaknya dia sedang mempertimbangkan sesuatu.
    "Tugasmu hanya perlu membunuh EGH...!"
    Kata kataku terhenti saat aku merasakan sebilah belati menusuk dalam di dadaku. Darah segar mengucur melewati bibirku.
    Aku menegakkan kepalaku dengan susah payah, menatap sosok pria yang menikamkan belatinya ke dadaku.
    "R...Richard...?"
    Richard menyeringai, dia meremas pelan belatinya, kemudian menancapkannya semakin dalam ke tubuhku.
    "Uukhh...!"
    "Membunuhmu? Kenapa cara mudah itu baru aku ketahui sekarang?"
    Richard mencabut belatinya dari dadaku, kemudian menikamkannya kembali ke tubuhku, sebelum akhirnya menyarungkannya.
    "R...Richard..."
    "Terimakasih, tugasmu selesai sekarang, kalau kau mau, datanglah lagi, dan layani aku sekali lagi, Alvin..."
    Aku merasakan nafasku mulai memberat, dan tubuhku semakin sulit digerakkan.
    Aku menatap ke arah Richard yang berjalan menjauh sambil perlahan berubah menjadi sosok Lord Marty yang diidam idamkannya.
    Yeah.
    Aku sudah menyelesaikan tugasku....

    La Passione Commuove la Storia
    By : Iijima Mari

    Tutti i soldati
    Padri bambini e fidanzati
    Tornarono da chi li aspettava

    All the soldiers
    Fathers, children, and fiance's
    Returned to those who waited for them

    Tutti i cadaveri.
    come fiori alberi e erba
    tornarono alla natura calda

    All the corpses
    Like flowers, trees, and grass
    Returned to warm nature

    La passione commuove la storia
    La sabbia del tempo scorre
    I bambini giocano sulle colline
    Un giorno il dolore finira

    Passion moves history
    The sands of time run
    Children play on the hills
    One day the pain will end
  • wuohhhhhhhhhhhh........... richard hamsyong...!!!
    bikin alvin buat karakter baru arsais...huwohhh...!! @-)
  • Entah kenapa yah, tokok alvin itu bodoh
    Labil dan tidak bs kontrol emosi
    Oke, kamu tau vin, kamu di peralat oleh org yg kamu sebut lord marty itu
    Heran, kenapa sih masih ada orang macem si alvin itu
    Dari sisi lain, sebagai arsais dia kuat, tp sejujurnya ak rasa tokoh alvin itu adlh tokoh selemah2nya tokoh
    :)
    Selamat melanjutkan TS
    Semoga kedepannya tdk menemukan kekecewaan :D
  • kecewa dg si alvin
  • @just_pj kecewa kenapa??
    #kasipermen
  • awalnya gw kirain si alvin ama kevin...
  • Axel's View

    Hmm hmm hmm
    Something wrung with bishop!
    I know I know!
    Sedaritadi bishop hanya menatap kosong ke depan, tampaknya pertemuan tadi cukup mengganggu pikirannya.
    tap tap tap tap
    "Sir Caesar.."
    "Iya ay..?"
    PLAKK!
    "Aduhh! Kenapa sih! Galak banget kamu!"
    Sir Caesar manggil aku Ay!
    >,<
    "Sir Caesar barusan panggil aku apa?"
    "Ayang, emang gaboleh?
    PLAKK!
    "Aduhh! Kenapa sihh?!"
    "Maluu!"
    "Ahem!"
    Hyaa!!!
    >,<
    Lord Arsais menatap ke arah kami sambil berdehem ringan, wajahnya masih menatap dingin ke arah kami
    Waduh! Dia marah ni kayaknya!
    "Caesar..."
    Sir Caesar segera berdiri dengan sikap sempurna, dan dengan sigap bergegas ke hadapan Lord Arsais.
    "Ya Bishop!"
    Lord Arsais mengerutkan keningnya perlahan, tampak benar benar terkejut melihat kelakuan Sir Caesar.
    Aku ga bisa nahan tawaku! Mereka kocak banget! Kayak duo autis di sekolah.
    .....................................
    Kok jadi inget mereka
    =_=
    "Caesar, pergilah lebih dulu ke Valerie, persiapkan semua keperluan perang kita..."
    Sir Caesar mengangguk, kemudian segera beringsut pergi.
    "Ayo, Axel..."
    Sir Caesar berhenti sejenak di hadapanku, mengamit pergelangan tanganku lembut berusaha membawaku pergi.
    "Oia, Axel, kita ada urusan disini! Jadi kamu ikut aku!"
    >.<
    Sir Caesar menatapku dengan pandangan memelas, kayaknya dia gamau pulang sendiri deh
    "Arsais, ayolah, masa aku sendirian?"
    "Ya, Sendiri..."
    Aku hampir meledak tertawa saat melihat muka masam Sir Caesar beradu dengan wajah dingin tanpa ekspresi Lord Arsais.
    Mereka berdua emang pasangan kocak!
    "Yaudah deh! Aku tunggu kalian pulang ke Valerie! Jangan kelamaan!"
    Sir Caesar menatap tajam ke arahku sambil berbicara, seakan memberikan pesan padaku =Jangan Nakal!=
    Aku membalas tatapan penuh cemburunya dengan cengiran lebar, kemudian segera menggandeng tangan Lord Arsais.
    "Ayo Lord Arsais kita pergi!"
    "Ehh.."
    Lord Arsais tampak terkejut menerima gandengan tanganku.
    Aheum~!
    Aku melirik ke arah Sir Caesar
    Ahahaha~!
    Wajahnya tampak merah padam!
    dia hanya megap megap tanpa bisa ngomong apapun. Mukanya kayaknya udah mau kebakar! merah padam kayak kepiting rebus~!
    XD
    "Sir Caesar, kami jalan dulu!"
    "He.. Hei!"
    Aku langsung menarik Bishop menjauh dari Sir Caesar yang masih melongo melihat pemandangan yang tidak diduganya bakal aku suguhkan.
    LOLZ!
    Mukanya lucu banget!
    Aku terus tersenyum sepanjang jalan,membayangkan betapa kesal dan jengkelnya Sir Caesar melihat kelakuanku tadi.
    Biarin!
    Hehehehe
    Dadaku rasanya bergemuruh saking senangnya!
    Senang, karena akhirnya Sir Caesar cemburu karena aku!
    X3
    Aku melangkahkan kakiku dengan ringan mengikuti Lord Arsais. Saat ini aku dan Lord Arsais sedang berjalan jalan di daerah pasar, kupikir Lord Arsais akan pergi ke toko Aksesoris yang ada di ujung jalan. Toko itu adalah salah satu toko paling terkenal di Central Distric, jadi kupikir pasti kesanalah Lord Arsais akan pergi!
    Lord Arsais berhenti sejenak, kemudian melangkahkan kakinya melewati pintu koboi yang menjadi jalan masuk menuju Chatelier's Pawn Shop
    Tuh kan! Betul kan.
    Aduh, diajak shopping disini, duitku ga bakal cukup nih
    >.<
    aku merogoh dompetku, kemudian aku memeriksa uang yang ada di dalamnya.
    satu, dua, tiga...
    Tiga ratus ribu potch! (doang)
    mau buat beli apa ihh!
    "Kamu tadi sengaja membuat Caesar cemburu ya?"
    Lord Arsais bertanya kepadaku sambil melihat lihat barang yang tertata rapi di sekitar etalase.
    "Ehehehe..."
    Aku cuma bisa tertawa pelan sambil menggaruk kepalaku, sambil sesekali melihat harga barang yang ada di etalase
    Buseet!
    Rata rata harga satu barang disini lebih mahal dari sekardus potion yang bisa buat modal aku berburu setahun penuh!
    Astaga! Mungkin aku bakal menghabiskan tabungan kerjaku setaun penuh untuk belanja disini!
    "Lord Arsais cari barang untuk pacarnya?"
    Lord Arsais sejenak menatap tajam ke arahku, kemudian dia mengangguk dan memilih milih kembali barang yang ada di etalase.
    "Yeah..."
    "Hmm..!"
    Mataku tertumpuk pada sesuatu yang menarik perhatianku. Sesuatu yang tampak berkilau kebiruan tertimpa cahaya matahari yang masuk dari jendela toko.
    Cincin?
    Aku membaca tag yang ada di bawah sepasang cincin berwarna hijau dengan sinar kebiruan itu.
    "Warlord's Ring, Acessories for Strategist, enhance Strategist's Skill Range by 50%"
    Waow! Kalo Cincin ini aku kasi ke Sir Caesar pasti dia seneng! Apalagi sepasang...
    Kayak cincin kawin ya...?
    Umm...............
    BLUSH!
    "Aw aw aw aw!"
    Aku menggelengkan kepalaku dan berteriak kencang, sampai beberapa orang di toko melihat dengan pandangan aneh ke arahku
    Ahh~!
    >,<
    Aku mau beli ini!
    Harganya berapa ya.
    Aku melirik kertas harga yang diletakkan tepat di bawah kartu keterangannya.
    Price : 2.000.000 potch/set
    @_@
    GILAA! Itu sih Gajiku setengah taun kerja di sini!
    >,<
    Aku mauu, tapi kok mahal banget..
    >,<
    "Axel!"
    "I..Iyah!"
    Lord Arsais tampak berdiri berkacak pinggang sambil mendengus ke arahku
    "Melamun?"
    "M..Maaf!"
    Dia mendengus sebal kemudian segera membalikkan tubuhnya.
    "Kalo kamu mau, kamu bole ambil gajimu dimuka. Oia, uang bonus hasil kenaikan pangkatmu juga belum kamu ambil. Barusan udah aku transfer ke dompetmu..."
    Hah?
    @_@
    Boleh ambil gaji di muka?
    Bonus kenaikan pangkat?
    Apa pula itu?
    Ga pernah dengar aku!
    Aku kembali memeriksa dompetku
    Hyaa~!
    $_$
    Dompetku tebal!
    Aku menghitung jumlah uang yang ada di dalamnya
    2.850.000 potch
    wekz!
    Bonusanku sebanyak ini?
    Gila!
    Tapi gapapa lah! Jadinya aku bisa beli cincin deh!
    Aku tanpa pikir panjang langsung memanggil petugas toko tersebut dan membungkus sepasang cincin itu untukku.
    Begitu bungkusan berisi cincin itu sudah ditangan, aku langsung berlari ke arah Lord Arsais yang sedang berdiri mematung di sudut seberang dari tempat aku berdiri.
    "Lord Arsais, terimakasih!"
    "Hmm?"
    "Terimakasih"
    "Untuk apa? Itu uangmu..."
    >,<
    Aduh ni orang jutek banget!
    Aku melirik ke genggaman tangan kanannya, sebuah rantai berwarna kemerahan dengan kristal hitam di tengah ukiran logam kehitaman. Benda itu mengeluarkan aura kemerahan seperti asap di sekitarnya.
    "Itu..?"
    "Gravemaster's Tiara..."
    "Wow..."
    Weh! Lord Arsais membeli barang semahal itu! Untuk siapa yah! Cincinku aja ga ada apa apanya dibandingin ama hiasan kepala itu. Kupikir itu hiasan buat cowok sih. Tapi kayaknya menurut Lord Arsais ceweknya bakal pantas make hiasan itu ya?
    Ceweknya pasti ganas!
    =_="
    "Untuk pacarnya ya Lord Arsais?"
    "Bukan urusanmu..."
    >,<
    Lord Arsais akhirnya membeli tiara itu, dan membungkusnya di dalam sebuah kotak kecil. Kami memutuskan untuk segera pergi keluar dari toko tersebut begitu pesanan kami selesai dibungkus dan diserahkan kepada kami.
    "Akhirnya kalian baikan?"
    "Siapa?"
    Aku mengerutkan keningku dan menatap ke arahnya. Saat ini kami sedang duduk di pelatar sebuah kedai makan kecil tak jauh dari toko yang tadi kami datangi. Keadaan sekitar tampak sangat lengang, hanya beberapa NPC pedagang yang tampak lalu lalang membersihkan kedainya. Tampaknya kedai ini sepi pengunjung ya?
    "Kamu, dan Caesar, bodoh..."
    Sumpah, bosku yang satu ini gualak buanget dueh!
    "I, iya! Kami baikan"
    "Baguslah, akhirnya..."
    Apa maksudnya coba
    =_=
    Orang satu ini bener bener ngeselin! Kalo bukan Bishop udah aku kutuk jadi bebek dia!!
    "Kalian jadian?"
    "Umm..."
    "Belum ya..."
    Aku menggeleng lemah
    "Kemarin aku belum menjawabnya, dia tiba tiba langsung pergi gitu aja..."
    "Lalu? Kenapa kamu ga langsung bilang begitu tadi ketemu?"
    "Emm..."
    Lord Arsais menghela nafasnya dengan berat
    "Hopeless...."
    Aku meringis pelan mendengar perkataannya.
    Emang bener sih, aku ga berani ngomongnya! Tiap ngingat kejadian itu aja, aku langsung ngeblank karena senangnya. Sir Caesar kayaknya sudah menganggapku jadi pacarnya sejak dia bilang perasaannya padaku, tapi sejak itu, malah aku yang belum juga mampu mengubah posisi kami dari atasan bawahan menjadi sepasang kekasih.
    Tiap aku membayangkan aku sekarang menjadi pacar Sir Caesar, rasanya aku langsung deg degan ga karuan!
    Lord Arsais kembali menghela nafasnya
    "Yasudahlah, nanti juga cepat atau lambat keliatan hasilnya. Kamu ga penasaran dengan identitas aslinya?"
    Ehh?
    Benar juga!
    Aku belum pernah berpikir bagaimana rupa Sir Caesar di dunia nyata!
    "Iyah! Aku ga pernah kepikiran! Gimana ya! Atau jangan jangan aku pernah ketemu dengan Sir Caesar?"
    Lord Arsais menyeringai singkat, kemudian melirik ke arahku.
    "Sudah kok.."
    Aku membelalakkan mataku, menatap ke arah Lord Arsais.
    "Maksud Lord Arsais?"
    "Kamu bodoh ya?"
    Aku menggelengkan kepalaku, kemudian menatapnya penuh tanya, jujur! Aku merasa sangat bingung sekarang.
    "Aku bilang, kamu sudah pernah bertemu dengan Caesar di dunia nyata, Kenny Smithson...."
    W..wha...?
    "A..Apa..."
    Lord Arsais kembali menyeringai, kemudian menjilat bibirnya.
    "Caesar tidak menyadarinya, tapi sayangnya, aku tidak sebodoh Caesar. Lain kali, jaga baik baik Harmonian Emblemmu, jangan dipamerkan ke orang banyak. Mungkin saja salah satu orang yang melihatnya musuh, kan? Kamu beruntung karena kamilah yang melihatnya..."
    "A...Apa...? Siapa Kamu!"
    Lord Arsais mendadak berdiri, kemudian pergi meninggalkanku.
    "Cepat atau lambat kamu pasti tahu, kataku. Ayo! Sudah hampir senja, Caesar pasti sudah kuatir menunggu kita!"
    Lord Arsais mengeluarkan tiara merahnya dari dalam kotak, dan memandanginya sambil berjalan menjauh meninggalkanku yang masih ternganga.
    "W...Wha.....????!!!"
Sign In or Register to comment.