Part 1
Is there a limit for how much you can love somebody?
No matter how much you hurt him and get hurt by him
You find yourself
far from hating him
Actualy hope that those wounds will scar like burns...
Because then
both of you can never forget each other
And you'll never be able to leave by his side
Loving someone so madly and helplessly like so
And you think that you'll never have a love like that again.
Bukan sebuah romance bila tak mengurai falsafah cinta...
"Akkhhhh... terlalu rumit", Aku berucap tanpa bersuara...(ku acak-acak tugas penulisan puisi ku)
Tedi, Tedi Wiguna... 22 tahun, itu aku...Sekali lagi Tedi (bukan dengan dua D dan siakhiri Y)
Aku menjalani hari-hariku dengan bekerja sebagai kuli dibalik meja... Setiap hari menghadapi layar terang yang dihiasi angka-angka dan huruf yang menghasilkan rupiah demi rupiah setiap harinya.. (dan rupiah bagiku setiap bulannya).
Sebagian hari lagi ku sisihkan untuk menjalankan amanat mendiang ayah untuk melanjutkan sekolahku ke jenjang Sekolah Tinggi, dan aku pun harus mengisi sebagianku untuk mentejemahkan kata-kata sastra dan terkadang pemahaman-pemahaman para jenius tentang istilah-istilah yang rumit. Kenapa harus sastra, kenapa tidak matematik, ekonomi, atau akuntansi? Bodoh....
Bagiku, kehidupan dimulai saat pertama membuka mata dari tidur panjang yang hanya beberapa jam... Tidur panjang?
(kehidupanlah yang masih panjang...atau pendek?)
Kubasuh setiap inci tubuhku dengan guyuran-guyuran air setengah beku. Bah! Cuma itu kan yang aku bisa?! Mimpi bisa berdiri tenang dibawah siraman air hangat dari shower-shower mewah, atau bermalas-malasan didalam bathub... entah benar atau tidak aku menuliskannya...
Kutatap dalam-dalam binar mataku sendiri dalam patahan cermin yang kuanggap artistik dalam kamar se-petak-ku. Bulat, hitam kecoklatan, tidak ada yang spesial. Hanya sisa-sisa dari tatapan kepenatan dan binar kehampaan akan.............entah apa.
Sepatu hitam warisan, Tas berisikan kertas-kertas kepenatan, kotak penyimpanan data yang ukurannya kecil dan biasa ditanam di komputer, semua siap... Apa lagi? (Mobil mewah...Mimpi, Taxi...sok kaya, Ojek...Hhhmmm.....Sepeda.........Kaki)
Kutapaki tepian jalan yang sesak oleh hilir mudik orang dan pedagang kaki lima yang mengais rejeki tanpa mempedulikan papan peringatan yang ada... (aahh... lagi pula, apa yang memmbuatnya peduli?)
Seusai menandatangani absen, akupun mulai menjalani rutinitasku... Dan kutinggalkan sejenak ceritaku karena pekerjaanku terlalu memusingkan jika harus kuterjemahkan.........
*Aku Sadar Sepasang Mata Mengarah Padaku Dari Suatu Sudut*
...........................................................................................................
Comments
"Ted, neraca keuangan bulan kemarin tolong disiapkan!", sebuah suara dari orang yang aku kenal menyapa di pagi yang mendung.
bukankah alangkah lebih baik jika diawali dengan: "Selamat pagi, apa kabar hari ini?" atau "wah, hari ini mendung ya, sepertinya akan hujan"
Tapi ya sudah lah.. atasan tetap atasan... Namanya pundak tidak boleh melebihi kepala...
Ternyata Pak Ridwan datang lebih awal... *hhmmm.... tidak seperti biasanya*
Tanpa banyak pertimbangan, kusiapkan apa yang beliau minta, sekumpulan kertas berisikan deretan angka yang menunjukan profit perusahaan, dsb. Dan, setelah belasan menit, ku hampiri ruangan beliau untuk menyerahkan berkas laporan yang dimintanya.
Ruangan tertata rapi, aroma yang segar, cerminan pribadi yang apik. Itulah kesan yang kudapat saat memasuki ruangannya.
"Saya perhatikan, akhir-akhir ini kamu datang selalu lebih awal, Ted."
Sebuah komentar basa-basi membuka pembicaraan.
"Oh, iya pak dari pada saya datang terlambat... waktu terlalu berharga untuk dibuang kaena kemacetan"
*bukan akhir-akhir ini kok pak, saya memang biasa datang pagi, malah bapak yang jarang saya lihat masuk awal*
"nice answer!", jawab Pak Ridwan yang masih sibuk dengan kertas-kertas kirimanku.
*tatap mata seseorang ketika berbicara...setidaknya, saya bisa tahu apakah tatapan mu cukup tajam untuk mendobrak hat......akh....pemikiran bodoh*
"bukti pengeluaran dan laporan pemasukannya disiapkan ya, saya mau check setelah makan siang.."
....
...
"Tedy?!"
"Eh, maaf pak... saya terkesima dengan....ruangan bapak"
*nyaris*
"Hmm...bukti pengeluaan dan laporan pemasukan tolong dilampirka, saya tunggu setelah jam makan siang...perlu saya ulang?", sebuah permintaan yang sinis.
"Cukup jelas pak, segera saya siapkan"
Apakah sekedar tipuan mata dan rekayasa suara?
Tidak! Pria tadi memang sorang pribadi yang berwibawa, mengagumkan. Namun sayang, dia Licik! Aku menatapnya saat bercengkrama, namun dia memalingkan matanya pada kertas-kertas itu. Tidak adil! Apakah baginya benda mati lebih berharga daripada menghargai aku?
Siapa aku?!
*apa yang adil di dunia ini?*
...................................................................................................
Bukankah Cinta terlalu indah untuk di terjemahkan
dalam kata, atau dilantunkan dalam melodi,
atau dilukiskan dalam kanvas, atau
sekedar dibayangkan dalam nalar?
Bukan cinta namanya jika bisa ditangkap indera.
Lelahnya hari ini bukan main. Setibanya di ruangan peristirahatanku, butir-butir peluh berjatuhan menjadi aliran sungai kecil di pelipis menuju dagu ku.
"Panas!", keluhku...
*apa aku bilang "keluh"?, hei! aku bukan orang yang suka mengeluh!!*
Kuteguk sisa air minum kemasan dari dalam backpack ku, 'tak cukup menyegarkan', hanya gambar kemasannya saja yang menimbulkan kesar segar, tapi yah.. apa mau dikata, kadang penampilan bisa menipu.
Fenomena singkat tadi mengingatkanku pada sebuah slogan yang sering terdengar olehku saat kegiatan perkuliahan.
"Never read a book by its cover".
"ada benarnya juga", ucapku dalam hati sambil menanggalkan semua pakaianku, melilirkan handuk di pinggangku, dan dengan segera menuju kamar mandi berharap guyuran air bak mampu sedikit menurunkan kadar ke-gerahan-ku.
Saat ini kehidupanku berada pada rute yang lurus dan datar, tidak ada tantangan, tidak ada kejutan, semuanya flat .
Bangun, Makan, Kerja, Kuliah, Pulang, Tidur, kembali ke- Bangun.
*bukankah itu kamu sendiri yang mensetnya demikian?! Tedi...Tedi...Ckckck Kamu pasti menyalahkan keadaan atas apa yang kau alami!!*
Tedi pun memulai aktifitas tidurnya dengan meyakinkan dirinya bahwa alarm clock nya sudah diset dengan benar. Ia kembali membaca novel yang akan menjadi bahan kajian tugas kajian sastranya,
*Mereka Bilang Aku Monyet - Djenar Maesa Ayu*
Tak terasa, dalam hitungan menit, Tedipun terpejam dalam tidurnya, ditemani belaian angin malam yang menidurkan, dan rasa kantuk yang mendongengkannya, membawanya jauh ke alam mimpi.
Tedi.......
Cari Aku.....
Temukan Aku........
Peluklah Aku..........
Jadikan Aku Bagian dari puzzle hidupmu......
Semakin lama... Suara itu bagai dihempas deru angin... lenyap... perlahan......
Namun aku tetap pada pendirianku, Tidur.
Sementara jauh berkilo-kilo jaraknya, seorang pria terjaga dalam lamunannya,
"manis, dewasa di usianya, ramah, menarik!", tersirat bayangan tentang sosok yang ditemuinya tadi siang, dan akan terus ia temui, ditempatnya mengais rupiah.
*Apakah semuanya hanya sekedar kekaguman semata, atau akan berubah menjadi segumpal cinta yang tidak pernah bisa diterka?*
...................................................................................................
Hidup Tanpa Cinta : Hampa
Cinta Tanpa Logika : Buta
Kehampaan hidup yang membutakan cinta
Atau kebutaan cinta yang membuat hidup menjadi hampa....
*bukan untuk dikaji, anggaplah hanya deretan kata-kata semata*
Ku tatap cakrawala malam kali ini...
Hitam gelap, namun memantulkan berkas-berkas cahaya yang terkumpul dari berbagai titik.
"wajar jika Boscha akan dipindah ke Nusa Tenggara", pikirku setelah memandang langit malam yang ku harap mampu mengusir sepi, tapi tidak.
Manusia... Bahkan cahaya pun bisamenjadi polusi...
Bintang pun menjadi sulit ditangkap mata. Bintang yang begitu indahnya?, bintang yang hampir setiap hari menemani malam? Kini tak lagi bisa kuintip keberadaannya.
Seiring perubahan jaman, hal yang nyata indahnya harus terhalang oleh cahaya palsu yang dibuat untuk menerangi, walau secara tidak sadar...atau bahkan ketika dalam sadar? Bukankah hal tersebut terjadi pula terhadap manusia?
Bukan karena aku tak punya teman, bukan karena aku tak memiliki keluarga, bukan berarti tak ada yang dicinta, namun semuanya bagiku hanyalah pelengkap.
Aku sendiri menganggap bahwa aku hidup ditakdirkan untuk berada dalam kesendirian.
"Tapi yang memboncengku barusan?", sela ku pada lamunanku seraya melangkah kembali ke peraduanku, kulepaskan tenagaku seolah-olah ambruk di pembaringanku sendiri.
Seberkas potret wajah kembali menghampiri ingatan ku,
memberikan nuansa yang berbeda dalam suasana lelah ku,
dalam rasa yang tidak bisa diuraikan,
dalam emosi yang kemudian tidak bisa diterjemahkan,
dalam terawang ke arah yang tidak pasti,
dalam ritme nafas yang mulai tak beraturan,
dalam hentakan antara genggaman tangan,
dalam desahan ringan terkadang memekik halus,
dalam gejolak,
dalam harat,
dan dalam......................
"aaaahhhhhhhhhhh...................."
"Hebat kau Tedi, dengan hanya menaruh wajahnya dalam ingatan, kau bisa mendapatkan orgasme hebat...
apalagi jika....ah sudahlah........."
...................................................................................................
"Now I’m here...
in this room
relieved from burdens
but at the same time
haunted by
feeling of guilty
that bind me
hold me prisoned
closed by walls
of melancholy
of despair
not knowing
what was right
or wrong"
Kemudian aku diliputi sangat bersalah...
Maafkan aku pak Ridwan... Bukan maksudku untuk menjadikanmu obyek fantasi seksualku...
Semuanya berlangsung begitu saja...
Aku termenung dalam hening...
Apakah aku masih sanggup menatapnya esok?
Apakah aku sanggup untuk tidak menunjukan rasa bersalahku?
DASAR NAFSU BODOH!!!
Ku rebahkan diriku, berusaha memejamkan mata dan melupakan apa yang telah aku lakukan...
"Maaf" ujarku lirih seraya menghembuskan nafas berat berharap sedikit meringkan beban atas rasa bersalahku...
Bayangan pak Ridwan mengetuk pintu mimpiku...
Kubiarkan ia mampir, untuk malam ini...
......................................................................................
I wish..
I were there now
on the beautiful garden
not threatened by hanging dark clouds..
but accompanied by encouraging melody
of flute and zither
that could help me
to feel
a glimpse of
whatever
and to find energy
that lead me back
to the right path...
that could enable me
to find an answer
so that I could
whisper it
into your ears
for:
"I like you"
Mungkin kekagetanku harus mulai ku kikis perlahan-lahan...
Kedatangannya lebih awal sepertinya akan menjadi kebiasaan barunya.
Dan aku harus mengaku kalah kali ini...
*Haruskah aku berpikir bahwa waktu pun harus menjadi sebuah kompetisi? untuk sebuah alasan yang tidak jelas*
Sapa aku dengan senyumu...
Salahmu sendiri karena kau mencekoki aku dengan senyum mu...
Yang kini mulai menjadi candu dalam pagiku...
"pagi...", sapa Pak Ridwan lagi-lagi dengan senyum indahnya
*indah???*
"pagi", sapa ku yang masih tertunduk karena rasa malu atas apa yang aku perbuat kemarin.
Haruskah aku malu?
Bukankah itu naluri yang datang tiba-tiba?
Masa bodoh...
Aku harus mampu menyelesaikan aktifitas hari ini dengan datar dan biasa-biasa saja.
Komputer, angka, laporan, dan pulang... tumpangan?
Tiidak...tidak...lupakan hal kemarin...itu hanya kebetulan saja.
Lembaran-lembaran angka yang seharusnya hanya deretan angka dengan banyak nol ini, mengapa tiba-tiba berubah membentuk sebuah potret?
GOD!!!
Fokus Tedi! Fokus!!! Kamu disini untuk bekerja... bukan untuk berkhayal tentang cinta yang biasa kau baca dalam referensi kuliah mu.
...waktu bergulir...
"Ahhhhhhhh............"
Akhirnya aku mampu menarik napas lega setelah semua load pekerjaanku terselesaikan tanpa menyisakan tugas rumah, yang jika aku bawa hanya akan menambah beban dalam hidupku. Aku bukan tipe orang yang senang menunda pekerjaan yang aku bisa kerjakan saat itu juga.
Untuk kali ini aku bisa bangga pada diriku...
Kulirik sekilas ruangan Pak Ridwan melalui celah antara tirai yang melapisi sebuah jendela kaca.
"Sepertinya ia masih sibuk", sebuah guman kesenangan terpancar dari wajahku.
Aku bergegas merapikan semua sisa pekerjaanku dan kemudian melangkah dengan irama cepat menuju koridor dan pintu keluar.
BIIIPPPP......
Sebuah pesan singkat masuk pada telfon genggamku:
AKU TIDAK AKAN MEMAAFANMU JIKA SELANGKAH LAGI KAU MENDAHULUIKU
-R-
,pesan singkat yang mampu menghentikan langkahku seketika, Hebat!
Haruskah aku menunggu?
Bagi sebagian orang, menunggu adalah hal yang paling membosankan
Tapi sebenarnya, menunggu bisa jadi hal yang menyenangkan
Untuk beberapa alasan, salah satunya ....
...........................................................................................................
"Ketika wanita menangis..itu bukan karena dia mengeluarkan senjara terampuhnya, melainkan justru dia sedang mengeluarkan senjata terakhirnya.
Ketika wanita menangis, itu bukan berarti dia tidak sanggup menahannya, melainkan pertahanannya sudah tidak mampu membendung air matanya.
Ketika wanita itu menangis, bukan karena ingin terlihat lemah, nelainkan ia sudah tidak sanggup berpura-pura kuat."
22:00 WIB
*incoming call tone*
Aku: "assalamu 'alaikum bu,"
Ibu: "waalaikum salam Ted. Kamu sehat disana?"
Aku: "alhamdulillah bu... ibu sendiri sehat?"
Ibu: "tadi siang bu jatuh waktu di kamar mandi Ted, kamu pulang sebentar ya... Udah beberapa bulan kamu tidak menemui ibumu ini."
walau ibu berusaha menutupinya... naluri seorang anak bisa menebak bahwa wanita yang dicintainya sedang terisak...
Aku: "insyaallah bu.. Tedi usahakan."
Ibu: "ibu tunggu ya. assalamu 'alaikum"
Aku: "waalaikum salam"
Aku sayang ibuku... satu-satunya hadiah Tuhan yang tak mampu ku hitung nominalnya...
Setelah ayah... aku belum ingin ditinggalkan ibuku...
Besok aku harus cuti barang dua atau tiga hari...
Sejenak terlintas dalam benakku, bisa jadi kepergianku menjadi sebuah ujian perasaan:
Apa aku akan merindukannya?
Aku mulai terbiasa dengan setiap bayangnya dalam ketidak-sadaranku, atau dalam sadarku sekalipun.
Dia memang terlalu menarik untuk tidak aku bayangkan. Perawakannya, wajah ramahnya, senyum hangatnya, tutur halusnya, segala yang ia lukiskan...
Andai aku bisa memilikinya.....
Malam ini, semua permasalahan berkecamuk dalam benaku...
Seolah semuanya sedang bergelut dalam perang Baratayudha yang maha dahsyat, hampir kepalaku menjadi pecahan gelas kristal bercampur red-wine...
Aaarrrrrggggghhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!!!!!!!!!
Kubaringkan tubuh lelahku menyamping dengan harapan migrain ku berangsur-angsur menghilang...
Kuarapatkan kelopak mataku dan kucoba untuk membuka tabir malam dan melangkah menuju alam mimpi, dimana semuanya akan menjadi lebih indah atau sebaliknya...
Kali ini... Potret ibuku yang menemani mimpiku...
Mengajaku bermain-main di tepi sebuah danau berhiaskan pohon kamboja dan hamparan ilalang yang tidak terlalu tinggi...
Dalam mimpiku, ibu mengenakan kebaya putih dan kain batik parang rusak yang melingkar di pinggangnya...
Diatas daun telinga kanannya, terhiaskan sebuah bunga kamboja yang aku petik dan aku sematkan padanya...
Kami bermain...
Kami bercengkrama...
Kami berbagi tawa...
Berbagi kisah...
Berbagi cinta...
Wala semuanya hanya dalam kebisuan...
Ya.. sebuah mimpi yang bisu
Ditengah-tengah waktu ku bersama dengan ibu, tiba-tiba beliau berseru.....
"Itu ayah nak......"
Begitu tampan... Gagah...
Begitu serasi dengan ibu yang tampak lebih muda... cantik...
Dan semuanya berangsur-angsur menjauh... aku seolah terpaku, diam beribu bahasa... aku ingin menggapai mereka, namun mereka semakin menjauh... melangkah menuju suatu titik yang aku tidak bisa mengikutinya....
Ayah....
Ibu.....
Maaf....
...........................................................................................................