It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Siapapun pelakunya pasti merasa bersalah dan sangat menyesal, karna dah salah sasaran.
#ngarang
Wlaupun hanya sdikit updatenya, masih menikmati cerita ini.
Lanjuut...
Gak sabar nunggu lanjutannya ƗƗɐƗƗɐƗƗɐƗƗɐ
tdinya aku pikir dia bakalan adaa sampai ahir cerita, tragis bangeeet ini ngelebihin cerita romeo and juliet #lebay
semoa alip nemu cowo yang lebih baaik :'o
#eh...
Lanjooot.
Disebuah bukit pemakaman Alif berdiri didepan sebuah pusara bersama dengan beberapa pelayat berbaju hitam lainnya. Angin mendung meniup tubuhnya yang rapuh. Alif menatap kosong ke pusara. Sebuah peti mati sedang diturunkan ke dalam pusara. Disanalah terbaring mati Antoni, lelaki terindah yang pernah mengisi hari-harinya. Kekasihnya yang pertama dan untuk terakhir…
Alif menatap kosong saat tanah mulai menutupi peti mati. Semua berlangsung begitu cepat. Teringat semua kenangannya saat ia tak sengaja menabrak lelaki itu didepan lobby… wush… kenangan itu berlangsung cepat. Teringat saat mereka sedang duduk berdua dan berdansa di ladang ilalang dibelakang gedung tua Tanah Abang… wush… cepat berlalu. Kenangan tentang satu bulan jadiannya serta gejolak nafsu yang ia rasakan pertamakalinya, yang beberapa saat waktu lalu terhenti akibat salah paham dan pertentangan ayahnya. Wushh… kini kenangan itu kembali kedunianya semula; sebuah kenyataan dihadapannya. Kematian Antoni!
Kelabu, itulah warna yang sedang mengisi ruang hatinya. Setitik airmata menetes diwajahnya yang bahkan tidak berekspresi, hanya setetes, karena ia telah lelah menangis!
Rani dan ayahnya Antoni menangis menatap kepergian Antoni. Pratama mencoba menenangkan Ibu Antoni yang kini hidup sebatang kara. Tanpa suaminya, tanpa anaknya!
Pratama sendiri hanya menunduk dalam seolah memberikan penghormatan terakhirnya kepada sahabatnya. Riska tak berekspresi. Pak ridwan berdiri di sebelah ibu Antoni.
Semuanya, para murid SMA 18 dan anak-anak OSIS yang pernah dekat dengan Antoni memberikan kata-kata selamat jalan melalui ekspresinya masing-masing!
Alif masih berdiri didepan pusara saat yang lain telah pergi meninggalkan pusara Antoni. Alif masih ingin berlama dan ingin menemani Antoni lebih lama lagi! Meskipun kekasihnya itu berada didunia yang berbeda sekarang! Angin berhembus meniupkan daun jati dan kamboja ditepi pemakaman.
`Apakah disana kau akan merindukanku Antoni? Sangat sulit untukku bisa hidup tanpamu. Antoni, tetaplah hidup dihatiku!` Gumam Alif.
Sesaat semuanya sepi, airmatanya tak dapat dibendung. Ia menangis meraung-raung menghadapi kenyataan yang teramat pahit dalam hidupnya! Tuhan telah mengambil sebagian hidupnya! Salahkah ia jika ia merasa marah dan benci kepada Tuhan! Jika tidak, siapakah yang berhak disalahkan?
Hari sekolah berlangsung seperti biasanya. Namun hari-hari Alif berlangsung tak biasa. Seharian ia hanya diam dingin. Bahkan berminggu-minggu ia nyaris tidak makan! Tubuhnya mulai mengurus. Matanya cekung dan wajahnya mulai memucat. Ia tak lagi memedulikan kebutuhan jasmaninya, bahkan ia telah kehilangan Tuhan dari hatinya!. Semenjak hari itu, ia seolah bisu dan tak ingin bicara pada siapapun.
Hatinya seperti ada yang hilang! Lelah ia melamun dan rasanya ingin mati saja! Orang-orang mulai prihatin kepadanya. Pratama mencoba untuk menghiburnya namun sia-sia. Pak ridwan mencoba menghibur kehilangannya namun gagal juga. Widia, ibu Alif mencoba menenangkannya dan tatapannya hanya kosong!. Ayahnya?… semenjak kejadian ia bertengkar dengan ayahnya, saat hari Antoni wafat, Alif tak bicara lagi dengan ayahnya. Namun Alif tak peduli.
Semuanya berjalan sangat menyakitkan. Alif tak kuat menahan bebannya.
`Kuharap engkau berdiri disini untuk menemaniku Antoni. Namun ternyata Tuhan benar-benar menginginkan kita untuk berpisah.` Gumam Alif sedikit geram namun dingin.
Selang dua minggu berlalu. Alif sering sekali membolos sekolah. Padahal sebelumnya ia adalah salah seorang anak yang rajin dalam absensi. Beberapa kali, ia kini sering kepergok merokok ataupun uring-uringan nggak jelas di kelab malam. Sinar pesonanya perlahan mulai meredup dari wajahnya. Widia semakin khawatir dengan keadaan anaknya.
Pratama yang sebelumnya dekat dengan Alif dan almarhum Antoni, juga ikut mengkhawatirkan pacar sahabatnya itu.
Namun sikap dingin dan introvert Alif menjadi dindingnya dengan sekitarnya.
*****
Dug… dug… dug…!!!
Suara itu begitu nyata terdengar dari dalam bilik kamar mandi berbarengan dengan suara shower air yang begitu saja mengucur dengan derasnya. Bilik kamar mandi itu terkunci sudah cukup lama.
“Alif!!” Panggil Widia panik sambil menggedar-gedor pintu kamar mandi yang sedari tadi terkunci.
Dug… dug… dug…
Suara itu masih nyata terdengar bunyinya. Widia semakin panik sambil terus menggerak-gerakkan handel pintu kamar mandi yang masih terkunci. Tak terbuka!
Widia berulang kali menggedor pintu! Ia panik dan segala praduga buruk hadir di benaknya memikirkan keadaan anaknya didalam sana.
Lalu…
Tak terdengar apa-apa lagi dari dalam. Tak ada suara dentuman, melainkan hanya suara gemericik air dari shower yang tampaknya masih mengucur. Namun itu membuat Widia semakin panik dan khawatir! Airmatanya menderai deras bersamaan dengan rasa takutnya yang kian menghantui pikirannya saat itu.
Ia mencoba mendobrak pintu dengan tubuh wanitanya yang mungil. Seorang wanita memang tidak dikodratkan untuk melawan papan tegak yang seharusnya dapat dengan mudahnya di patahkan oleh laki-laki. Namun karena rasa khawatir seorang ibu kepada keadaan anaknya, ia pun mencoba untuk mendobrak pintu tersebut dengan tenaga wanitanya meski hingga mengakibatkan lebam biru dibahunya.
“Alif! Kumohon…” Panggil Widia panik sambil menabrak-nabrakkan tubuhnya ke pintu kamar mandi berharap terbuka.
Tangisnya tak henti-hentinya mengucur deras.
Namun, sebuah keajaiaban terjadi. Pintu terjerembab dan terbuka!
BRUAK!!
Widia segera menghambur kedalam. Dan seketika, ia menjerit mendapati anaknya telah tergolek lemas dihadapannya.
Dahi Alif berwarna merah akibat darah yang berceceran. Matanya lemah terpejam dan tubuhnya menggigil kedinginan akibat air shower yang menghujani tubuhnya hingga tubuhnya membiru! Tak jauh diatasnya, tembok kamar mandi juga tampak berwarna merah darah. Sepertinya, Alif sengaja membenturkan kepalanya ke dinding kamar mandi! Itu sebabnya terdengar dentuman yang samar - samar.
Widia segera berlari menghambur memeluk tubuh anaknya yang kurus membiru dan menyedihkan. Ia menangis miris, membiarkan berjuta tetes airmata jatuh di wajahnya hingga matanya memerah.
“Alif… sadar… Alif…!” panggil Widia histeris sambil menyentuh pelan pipi Alif. Ia tak peduli tubuhnya juga ikut basah akibat shower yang masih dibiarkan menyala.
Alif menggeliat pelan dan setengah sadar.
Matanya kosong, sayu dan lelah. ia menyiksa dirinya sendiri hingga menjadi seperti ini. haruskah ia menyakiti dirinya sendiri akibat seseorang yang meninggalkannya?
“Dia… pergi…, dia… sudah pergi…” Kata Alif lemah. Bibirnya mengkerut dan berwarna ungu. Matanya terpejam dan wajahnya tampak sangat pucat.
“Jangan siksa dirimu seperti ini, sayang…” Kata Widia dengan tangis yang menderu. Ia tahu Alif sanga mencintai Antoni, hingga ia tak rela saat Tuhan harus mengambil Antoni.
“Tuhan… telah mengambilnya dariku…” Kata Alif lagi, lemah dan nyaris tak terdengar. Darahnya ikut mengalir bersama air dari shower yang menghujani tubuh ringkihnya.
Adakah yang tahu bahwa rasa bencinya sedang ditujukan pada Tuhannya?
*****
Suara hati Pratama…
Aku terbangun kesiangan pagi itu. Dengan merutuk kesal aku berlari kecil ke kamar mandi di kost-an ku. Aku hanya mencuci muka, menggosok gigi dan langsung memakai seragam putih abu-abuku. Astaga, sudah jam 6:15! Sementara aku masuk sekolah jam 6:30. Tinggal 15 menit lagi. Aku buru-buru memasukkan buku catatanku dan memakai sepatu dengan asal. Dan dengan cepat aku keluar dari kamar kost-anku dengan terburu-buru.
“Radit! Seperti biasanyan kau selalu telat bangun!!” Teriak seorang ibu tua yang memakai baju daster sambil memegang selang air dan menyiram tanamannya pagi itu. Dia adalah ibu kost-ku yang sudah kuanggap ibu sendiri. Tapi… suaranya yang sedikit ngebass membuatnya terdengar sangar kalau berteriak!
Aku tersenyum cengengensan.
Aku langsung menstarter motorku dan langsung ngebut. Karena aku terlalu panik, aku sampai menenerobos lampu merah! Aku menyetir gila-gilaan pagi itu. Untunglah aku masih sempat dan belnya belum berbunyi. Aku ngos-ngosan saat aku berada dipintu gerbang. Aku memarkir motorku dibawah pohon rindang didekat didekat gerbang sekolah karena jarak antara pintu gerbang dengan tempat parkiran terlalu jauh. Dan… aku malas harus memarkirnya disana! Huh!
Sesaat aku melangkahkan kakiku! Namun, sudut mataku menangkap seseorang di warung tak jauh di dekat gerbang sekolah. Seorang pelajar, memakai seragam putih abu-abu. Mungkinkah murid SMA 18?
Untuk beberapa saat aku hendak membiarkannya saja. Namun karena penasaran, kakiku malah membelok dan melihat siapa yang tengah duduk membelakangiku di warung tak jauh dari sekolah! Biasanya sih anak-anak yang sering bolos yang sering nongkrong diwarung itu!
`Uhuk!`
Suara batuk. Terlihat pemuda tersebut terbatuk dan ada sekelumit asap putih dihadapannya. Sepertinya ia tengah merokok!
“uhuk… uhuk!!”
Dan… aku sedikit terkejut mendapati seseorang itu!
Alif?!
“Alif?!” Kataku kaget. Alif terkejut. Namun tatapannya sinis. Kedua jari ditangan kirinya tampak menjepit sebatang rokok! Matanya merah berair, sementara bibirnya kering!
Didahinya terdapat plester. sepertinya, Alif menyiksa dirinya lagi...
“Sejak kapan kau merokok?” tanyaku.
“Sejak kemarin.” Katanya dingin. Untuk sesaat dia menghisap lagi rokoknya. Dan berikutnya, ia terbatuk-batuk! Perokok pemula! Ck ck ck!
“Untuk apa kau merokok?!”
“Bukan urusanmu!” katanya. Aku terdiam. Alif mencoba menghisap rokoknya lagi. Dan kemudian… terbatuk lagi!
Aku segera merebut batang rokok itu dari tangannya dan segera membuangnya!
“Hei!” Pekiknya kesal.
“Jangan protes padaku! Aku tahu kau menderita dengan asap rokok itu, kan?!” Kataku tegas. Alif hanya merungut kesal. Untuk sesaat, dia memalingkan wajahnya dariku. Kami terdiam.
Karena tak mau suasana ini berlama-lama, aku mulai kesal dan dengan entengnya duduk disebelahnya. Ia seakan tak peduli dengan kehadiranku dan mencoba untuk menghindar dari percakapan yang mau kumulai!
“Lihat dirimu…” gumamku. “Bibirmu yang dulu merah, tampak meghitam! Matamu mulai cekung dan menguning. Kantung matamu tampak jelas dikelopak mata yang dulu bersinar! Tubuhmu yang dulu putih alami, seakan-akan… kurus dan kering!” Kataku.
“Jangan sok perhatian denganku!” Katanya galak.
“Aku bukan sok perhatian! Hanya… aku mengkhawatirkan keadaanmu!” Katamu. Alif tersenyum sinis.
“Kau sama saja dengan yang lainnya!” Katanya pedas.
“Maksudmu?” tanyaku.
“Jangan pura-pura bodoh! Aku tahu, setelah kau membicarakan keadaanku, kau akan mencoba untuk menyuruhku melupakannya!” kata Alif.
“Siapa? Antoni?”
“Kau pikir siapa lagi?!” katanya tegas. Aku terdiam.
“kau masih bersedih kehilangannya?” kataku perlahan. Ia menoleh kearahku dingin.
“tolong, aku sedang tidak ingin membahasnya…” Katanya kosong. Aku maklum.
“Kau harus belajar melupakannya! Dia sudah berada ditempat yang seharusnya!” kataku pelan. Ia terdiam beberapa saat dan tersenyum kecut.
“Tiap malam aku memimpikannya. Tiap aku berangan, wajahnya selalu terbayang. Tahu apa kalian? Bukankah sejak dulu kalian selalu berusaha memisahkan kami? Kau dan yang lainnya sama saja! menyuruhku untuk melupakannya.” katanya dalam. Ada nada pemberontakan disana. Aku salah tingkah!
“Maaf, aku tak mengerti tentang hubungan seperti itu tapi… kau tak prihatin dengan keadaanmu?” kataku mencoba bersimpati.
“Sakit tubuh ini, belum seberapa dibanding sakit hati ini.” katanya dingin. Aku terdiam. Untuk saat ini dengan diam yang sangat lama.
Kriiing…!!
Suara bel sekolah terdengar sampai tempat kami duduk. Alif tersenyum simpul dan dingin.
“Sepertinya ada panggilan untukmu.” Cibirnya. Aku memerhatikannya.
“Kau tidak masuk sekolah?” tanyaku.
“Malas.” Jawabnya enteng.
“Lalu, kau mau kemana setelah ini?” tanyaku lagi khawatir.
“Mungkin clubbing. Sarapan dengan alkohol sepertinya bagus.” Katanya enteng. Aku diam memandang heran kearahnya.
“Ikut aku yuk!” ajakku akhirnya.
“Kemana?” tanyanya dingin.
“Ke kost-an ku.” Tawarku. Ia mengernyitkan dahi.
“Kau tidak masuk sekolah?!” tanyanya.
“Hanya untuk kali ini saja. Lagipula bolos sekali-kali tidak akan jadi masalah, kan?” kataku enteng. Ia berpikir sejenak.
“Ayolah, daripada luntang-lantung nggak jelas!” kataku meyakinkan.
“Baiklah…” katanya akhirnya. Namun tatapannya tetap dingin dan datar.
“Yakin tidak apa-apa? Motormu di parkiran, kan?” katanya lagi.
“Kuparkir di dekat pohon dekat gerbang.” Kataku.
Setelah itu… OTW deh…
*****
Di sebuah kost-an di kawasan sederhana, di pinggiran Jakarta.
Pratama memarkirkan motornya didekat gerbangnya yang tinggi. Dengan santai, ia dan Alif membuka pintu gerbangnya dan melesak kedalam halaman yang lumayan luas dan tampak teduh.
“Radit! Kamu nggak sekolah?” Tanya seorang ibu tua berdaster sambil menyirami tanamannya yang tumbuh subur. Pratama tersenyum cengengesan.
“Telat bu!” kata Pratama enteng.
“Kepengen kamu doang buat bolos, itu mah….” Kata ibu kost tanpa meninggalkan pekerjaannya menyirami tanaman tiap pagi. Sesaat ibu kost itu melihat sosok pucat dibelakang Pratama. Ibu kost itu memberikan senyuman ramah khas keibuan kepada Alif. Namun Alif hanya membalasnya dingin dan tanpa ekspresi. Seolah emosionalnya telah hilang dari pancaran wajahnya.
Pratama memasuki sebuah kamar sederhana yang minimalis namun rapih. Ruangan simple, dan manly.
Keranjang tidur besar yang tampaknya muat untuk ukuran dua orang, seprei dan selimut bergambar logo AC: Milan, membuat Alif berpikir bahwa Pratama adalah salah satu maniak bola.
Alif memandang berkeliling kamar Pratama. Di ujung ruangan, diseberang tempat tidur, terdapat sebuah bilik kamar mandi yang tampaknya cukup terawat untuk ukuran anak kost-kost-an. Di dinding kamar Pratama, tampak ditempeli poster – poster bergambar bintang-bintang rock seperti Avanged Sevenfold, Evanescence, Slipknot, Suicide Silence dan… SNSD?!
Mmm… Oke, tidak mengherankan jika penggila rock seperti Pratama mencintai A7X ataupun Slipknot. Tapi… SNSD? Orang pecinta musik metal seperti Pratama, terselip juga jiwa Sone?! Huh, dasar penggila Girls Generation…!
Di kamar itu, terdapat perabotan – perabotan berat seperti kulkas mini, televisi, dan lemari yang menghiasi bagian lain ruangan kamar minimalis Pratama.
“Kau mau sarapan? Akan kubuatkan bubur instan?” Tawar Pratama. Alif tak merespon ucapan Pratama. Pratama melempar tasnya keatas kasur.
“Kuanggap itu sebagai jawaban `ya`.” Kata Pratama santai.
Alif hanya terdiam saja. Pratama segera keluar kamarnya.
Terdengar suaranya diluar kamar sedang menyuruh seseorang untuk membuatkan sarapan. Sepertinya pembantu kost disitu.
Sedetik kemudian, Pratama masuk lagi kedalam.
“Aku sudah menyuruh Mbak Ning untuk membuatkan sarapan untuk kita. Sekalian kupesankan teh hangat juga.” Kata Pratama nyantai. Ia segera berjalan menuju lemarinya dan melepas seragamnya. Alif dibiarkan duduk terdiam di atas ranjang.
“Siapa itu Mbak Ning?” Tanya Alif membuka percakapan.
“Pembantu Kost.” Jawab Pratama santai. Ia melepaskan bajunya dan menggantinya dengan baju yang lebih santai.
“Sudah berapa lama kau menge-kost?” Tanya Alif. Pratama menghampiri Alif yang duduk diatas kasur.
“Sudah cukup lama. Aku anak perantauan dari Surabaya. Ayahku pedagang sukses yang berbisnis di Madura dan ibuku sudah lama wafat. Karena aku anak tunggal dan sering ditinggal dirumah, ayah menitipkanku kepada pamanku di Jakarta. Setelah aku masuk SMA, aku memilih untuk belajar mandiri dengan hidup sendiri disini.” Kata Pratama.
“Bagaimana kau membayar uang kost ini?”
“Aku bekerja paruh waktu di Rumah Makan milik Pamanku. Yah, biasanya setelah pulang sekolah, aku langsung bekerja dengannya.” Kata Pratama lagi.
“Ngomong – ngomong, mana penghuni kost yang lain? Aku tidak melihatnya dari tadi.” Tanya Alif dingin.
“Ini hari sibuk, bung. Penghuni kost ini kesemuanya adalah anak kuliahan dan telah bekerja. Cuma aku yang masih anak sekolahan disini.” Kata Pratama lagi. Alif sedikit menyunggingkan senyuman kaku.
“Keranjang ini terlalu luas untuk dirimu seorang.” Alif mengkritik keranjang yang bergambar AC Milan tersebut. Pratama tersenyum simpul.
“Dulu, keranjang ini sering ditiduri oleh dua orang! Almarhum Antoni, sering menginap disini. Yah, di ruangan ini kami sering melakukan hal bersama. Maen playstation, nonton Liga Eropa malam – malam, ngegalau sambil maen gitar nggak jelas, maen UNO, berfilosofi gila…” Pratama tampak sendu mengingat kebersamaannya dengan sahabatnya dulu.
Dan Alif… seolah ada sesuatu yang kembali mengoyak hatinya. Sakit! Seolah ada yang mau keluar dari kelopak matanya!
“Hahaha… tapi tenang saja. Aku tidak melakukan hal yang `macam – macam` koq dengan pacarmu.” Kata Pratama. Alif merasakan sakit di dadanya terasa sesak dan parah! Kata-kata Pratama membuat Alif teringat dengan suatu malam yang ia rasakan `keindahannya`. Sentuhan, rintihan, desahan, seolah terdengar seperti alunan mahakarya surga. Aahh… betapa ia sangat merindukan malam itu.
Dan, percakapan itu berlangsung dingin dalam diam hingga sarapan dan teh hangat yang dibawa oleh Mbak Ning tiba.
*****
Kasian bgt Alifnya. Jd hancur hdup cm gr2 ditinggl cowok...
#btw, pas lgi ngerokok trus batuk, ittu lucu lho...
Lanjuut...
lanjut gan
oya Bang law bleh usul mentionya sblm updateny aja Bang agar mdh membca critanya hehe.
ditungu terus updatenya.