It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
oh...wkwkwk
ntar yak agak maleman dilanjutnya. abis makan. tinggal posting kok..:)
sambil nunggu mw baca inheritance dlu \:D/
kasian dimas euy..
@drizzle lanjutannya dibuat lebih nyesek ya (terutama bagian sakit hatinya dimas),
mudah2an yang lanjutannya sesuai dengan yang dinginkan..:p
Ekhh arti aoisora itu apa.an yah??soalnya gue pernah dengar tu kalimat di lagu nya Naruto??
hehee
Aku Dimas. Tidak perlu kukenalkan nama panjangku. Khusus dosen yang suka mengabsenku atau petugas bank yang memanggilku dengan nama lengkap, jadi kupikir percuma aku sampaikan di sini. Aku pernah menjadi teman dekat Dira. Yah, kukatakan pernah karena itulah yang aku rasakan. Hubungan kami yang merupakan teman sangat akrab hancur ketika aku mencoba untuk berterus terang tentang perasaan sukaku padanya. Yah, perasaan sukaku yang seorang laki-laki terhadap teman laki-lakiku yang paling akrab denganku semenjak semester dua kuliah di jurusan sastra Jepang di kampus ini.
Sebenarnya, sebelum aku memutuskan untuk berterus terang mengenai perasaanku pada Dira, aku menimbang matang-matang tentang konsekuensi atas apa yang akan aku katakan padanya. Bagaimana sikap dia kalau menolak pernyataan sukaku padanya: Apakah tetap berteman atau bahkan menjauhiku. Semua aku fikirkan matang-matang sejak awal aku merasakan suka padanya hampir dari dua setengah tahun yang lalu. Yah, aku sudah menyukainya sejak awal kami mulai akrab. Ah, tepatnya sejak Dira mulai bergaul denganku, Ray, Ferdi dan Tommy. Semua orang bilang aku dan mereka adalah geng Dimas cs. Entah lah lelucon apa yang memulainya sampai namaku diabadikan sebagai nama geng ini. Aku dan teman-teman lainnya tidak pernah mempedulikan panggilan apa yang mereka berikan pada kami.
Berawal dari kepulanganku dari Jepang beberapa minggu yang lalu. Sebetulnya, aku ingin sekali memberitahu tentang kepulanganku kepada teman-teman, khususnya Dira. Namun, ketika hendak menelepon Dira, baterai handphoneku habis jadi tidak sempat untuk mengirim pesan singkat padanya. Jadi, aku putuskan untuk mencari Dira di kampus keesokan harinya.
Namun, sebelum aku mencarinya, Dira telah menemukanku di perpustakaan. Aku merasa senang bertemu lagi dengannya setelah tiga bulan menghabiskan waktu di Jepang. Sayangnya, dia tidak sedang mencariku, tetapi dia sedang tergesa-gesa mencari Regi. Lalu, kutunjukkan dimana Regi berada dan kuberitahu dia untuk datang ke rumahku pada malam harinya.
Regi? Dia temanku. Tepatnya teman lamaku dari Surabaya saat aku masih SMA. Aku tidak menyangka kalau kami akan bertemu di kampus ini dengan jurusan yang sama sampai kami bertemu dan saling menyapa saat mengisi buku tamu perpustakaan semester tiga dua setengah tahun lalu. Sebenarnya aku agak tidak suka dengannya. Ada kejadian masa lalu yang membuatku tidak mau akrab dengannya seperti dahulu. Namun, karena kejadian tersebut sudah lama terjadi aku berusaha menghiraukannya dan mencoba untuk berteman dengannya lagi. Kejadian itu… sebetulnya ingin aku lupakan, tapi ternyata ini mempengaruhi kehidupanku saat ini. Termasuk hubunganku dengan Dira yang sedang diambang kehancuran.
Aku ingatkan lagi, kalau aku menyukai Dira. Yah, aku menyukai sesama. Ini bukan kali pertama aku menyukai seseorang. Dulu, ketika masa SMA, aku pernah menyukai seseorang yang pernah menjadi teman dekatku. Benar. Tebakan kalian benar. Orang itu adalah Regi. Namun, dia menolakku mentah-mentah karena waktu itu katanya dia sudah memiliki pacar dari sekolah lain. Entah itu benar atau tidak, kejadian tersebut memaksaku untuk pindah sekolah.
Sejak pertemuan kembali dengan Regi, kami banyak bercerita. Dia pun meminta maaf atas apa yang telah dia lakukan padaku dahulu yang memang membuat hatiku sakit sehingga aku meminta orang tuaku untuk pindah sekolah dan jauh-jauh dari Surabaya. Dia pun menyampaikan perasaan menyesalnya padaku dan ingin kami dekat lagi seperti dulu, sebelum dia menolak perasaanku padanya, dan memulai kembali mengenai keputusan apa yang seharusnya dia ambil dahulu.
Namun kali ini aku menolak. Yah, aku menolak karena aku sudah menutup hatiku padanya sejak aku pindah sekolah. Setidaknya menutup hati untuk berhubungan lebih dari sekadar teman. Aku ceritakan padanya kalau aku sudah tidak ada hati padanya dan aku juga menceritakan tentang teman-temanku Dira, Ray, Ferdi, dan Tommy. Juga tentang perasaan sukaku pada Dira, dengan kata lain, Regi adalah orang pertama yang mengetahui kalau aku menyukai Dira.
Semenjak aku berterus terang padanya tentang perasaan sukaku pada Dira, dia menjadi semakin penasaran dengan Dira. Kuperhatikan kalau dia suka mengikuti dan memperhatikan apa saja yang biasa Dira dan yang lainnya lakukan dan bicarakan. ‘Aku penasaran sama yang namanya Dira ini. Kok sampai kamu bisa jatuh hati padanya’ katanya.
Sayangnya, dalam kurun waktu dua tahun itu, aku dua kali pergi ke Jepang, sehingga aku tidak bisa mengawasi apa yang dilakukan Regi selama enam bulan secara keseluruhan. Sampai akhirnya, aku mengetahui kalau Dira telah berinteraksi dan mulai berteman dengannya beberapa hari sebelum aku pulang dari Jepang, yaitu saat Dira mencari Regi.
Aku sangat khawatir dengan hubungan Dira dan Regi ini. Sampai, Regi mengetahui kalau aku akan mengadakan kumpul di rumahku sebagai perayaan atas kepulanganku dari jepang. Dia memaksaku untuk mengundangnya yang akhirnya aku perbolehkan karena tidak mau mendengar rengekannya.
Hal yang sangat tidak diduga terjadi. Dira tiba-tiba sakit. Aku berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk merawatnya. Aku sangat khawatir dengan keadaan Dira yang begitu lemas. Lalu, aku bertanya pada Regi apa yang telah terjadi. Kujegat dia di depan kamar tempat Dira berbaring sebelum dia berpamitan pulang. Dia hanya bilang kalau dia dan Dira kehujanan ketika pulang dari kampus bersama-sama dan dia berkata padaku untuk tidak melakukan apapun terhadap Dira saat dia terbaring di kamarku. Karena sangat khawatir atas apa yang telah terjadi, aku memberanikan diri untuk menyatakan perasaanku pada Dira pada pagi harinya. Aku berpikir, dengan aku menyatakan perasaanku padanya, aku bisa menjaganya dan mengurangi rasa khawatirku padanya, khususnya tentang Regi. Namun, apa yang telah aku lakukan ini adalah awal dari semuanya.
Ternyata, apa yang telah kuprediksi tidak segampang kalau dihadapi. Benar dugaanku, Dira menjauhiku. Jelas terasa. Aku berfikir kalau Dira memang orang yang tidak menyukai sesama seperti aku. Tapi, Kulihat hal ini dijadikan kesempatan bagi Regi untuk mendekati Dira. ‘Terserah gua dong! Apa yang mau gua lakuin hak gua! Jangan salahin gua kalau misalnya suatu saat Dira suka sama gua!’ katanya padaku saat aku bilang padanya agar tidak mengganggu Dira. Aku meminta pengertian Regi yang mengetahui perasaanku pada Dira. Namun dia terus mendekati Dira dengan segala cara.
‘Gua yakin Dira bakal milih gua’ Katanya padaku sebelum aku, Regi, dan Dira makan bersama. Oleh karena itu, Regi menanyakan siapa yang bakal Dira pilih antara aku dan dia. Aku tahu, pertanyaan ini adalah pertanyaan pancingan yang menyatakan ‘perang’ padaku. Namun, aku diam saja berusaha untuk tidak mepedulikan apa yang dilakukannya. Kulihat Dira merasa tertekan waktu itu, sehingga dia pulang dengan buru-buru.
Waktu demi waktu aku terus memperhatikan apa yang terjadi pada keduanya. Instingku sebagai seseorang yang menyukai Dira, mencium gelagat kalau mereka berdua telah pacaran. Kulihat di beberapa kesempatan Regi bersikap mesra terhadap Dira. Mengetahui kenyataan ini cukup membuatku goyah. Aku merasa dikhianati oleh teman dan orang yang aku sukai karena aku berpikir Dira adalah orang yang tidak ‘sakit’.
Aku menjadi sangat malas untuk melakukan kegiatan apapun dan sering membolos. Aku pun mulai mencoba merokok yang sebenarnya aku sangat tidak tahan asapnya. Sesekali tanpa sepengetahuan Bi Asih, aku menenggak beberapa botol bir di kamarku. Sungguh kalau aku sadar atas apa yang aku lakukan ini, aku pasti akan membenci diriku sendiri. Memang aku akui, kelakukanku dalam mengahadapi masalah yang bisa dianggap sepele ini sangat tidak mencerminkan image mahasiswa pintar dan teladan yang melekat pada diriku. Aku juga menjadi sedikit temperamen dan mudah tersinggung. Lebay mungkin.
Yah, aku bodoh. Tolol. Kubiarkan mantan temanku berbahagia sambil mengahancurkan hidupku dengan merebut salah satu apa yang sangat berharga untukku: Dira.
Setelah aku memaki-maki Dira barusan, aku menuruni tangga dengan penuh amarah. Di dalam pikiranku hanya satu: mencari Regi dimanapun dia berada. Akan kubuat perhitungan dengannya hari ini atas apa yang telah dia lakukan. Sekarang adalah puncaknya. Aku akan membeberkan semuanya. Aku tidak mau Dira sakit hati nantinya ketika dia mengetahui sendiri hal yang sebenarnya.
Aku dengan mudah menemukannya. Tidak banyak tempat yang dikunjungi Regi yang dikenal pendiam dan sedikit anti-sosial ini. Kutemukan dia di salah satu ruang kelas. Kulihat dia sedang menulis di bukunya. Entah apa yang dia tulis aku tidak peduli. Kutarik kerahnya dan kuseret dia ke luar kelas menuju belakang gedung jurusan yang sepi ke arah tepi hutan kampus (Sebetulnya yang dimaksud hutan kampus ini adalah salah satu taman kampus yang tak jauh dari fakultas sastra, hanya mahasiswa biasa menyebutnya begitu karena terlalu banyak pohon besar dan tidak begitu terawat sehingga cukup menyeramkan dan jarang dilewati orang).
“Ikut gua!!” Bentakku.
“Mas, apa-apaan lo!” Regi berusaha berontak. Namun, aku yang penuh amarah, lebih kuat sehingga dia mau tak mau mengikuti seretanku.
BUUKK!!
Tanpa basa-basi, aku memukulnya. Sekali, dua kali, tiga kali. Aku angkat kerahnya. Namun Regi berhasil memukul perutku. Aku tersungkur.
“Kenapa lo?!” Kata Regi sambil tersenyum sinis “Sengsara lo?! Ini belum seberapa, Mas. Gua masih bersenang-senang sama lo. Sama Dira. Gua nikmatin apa yang belakangan terjadi sama lo!” Katanya. Satu pukulan telah mendarat di dada Dimas.
“’Dimas kemana, Gi?’, ‘kok Dimas beda ya, Gi?’, Dimas, Dimas, Dimas, Dimas! Sampai si Dira gak nanya-nanya soal lo! Gua bakalan ngelakuin ini terus!” Ancamnya.
“Oke! Gua ngaku salah sama lo kalau gua udah nolak lo pas SMA dulu! Gua pura-pura udah punya pacar CEWEK ke lo!” Katanya “Tapi asal lo tau! Gua nyesel udah ngelakuin itu ke lo! Tapi, lo mutusin buat pindah sekolah ninggalin gua yang belum sempet bilang maaf sama lo!” Ceritanya.
“Selama itu, gua terus mikirin lo dan gua nanya ke diri gua sendiri soal perasaan gua sama lo! Yah, gua jilat ludah gua sendiri! Ok. Gua akuin. Gua jadi suka sama lo! Tapi, mau gimana lagi, lo udah gak ada dan gua yakin lo gak dengan mudah maafin gua” Regi melanjutkan. Tangannya berada di kerahku.
“Gua seneng ketemu sama lo di sini, karena gua merasa ini kesempatan gua memperbaiki hubungan lo sama gua. Tapi, kali ini lo nolak gua karena Dira udah ada di hati lo! Gua gak terima! Selama ini gua nunggu lo dan lo dengan enaknya bilang udah gak ada rasa dan malah membangga-banggakan Dira sebagai orang berikutnya yang ada di hati lo!” Katanya. Wajahnya sangat dekat dengan wajahku. Nafasnya yang tersengal penuh emosi terdengar jelas.
Regi tiba-tiba menciumku. Aku meronta berusaha untuk melepaskannya.
“Apa-apaan lo!” kupukul perutnya sebisaku, dia melonggarkan pegangannya di kerahku. Ini kesempatanku menjaga jarak dengannya.
“Lo, gila, Gi! Lo sakit! Lo stress!” Kataku padanya “Gua gak kayak gini pas lo tolak mentah-mentah. Gua nerima apa yang jadi putusan lo. Tapi, gua lebih milih pindah daripada menanggung malu karena semua orang ngejek gua karena lo secara terang-terangan bilang kalo gua nembak lo ke temen-temen sekolah!”
“Mony*t lo!!” Umpat Regi sambil memukulkan kepalan tangannya ke mukaku. Pukulannya telak di pipi kananku. “Lo yang bikin gua gini!” katanya.
“Enggak, Gi! Diri lo sendiri yang bikin lo kayak gini!” Kataku dengan gemetar menahan rasa ngilu di pipiku.
“Bacot lo!!” Tangan kanannya melayang di udara menuju mukaku. Alih-alih menerima pukulan yang penuh tenaga itu, tangannya berhenti di udara tertahan oleh tangan seseorang.
“Udah, Gi!” Dira sudah berdiri di tengah-tengah aku dan Regi “Lo sayang ma gua kan?” Tanya Dira kepada Regi. Kulihat Regi mengangguk tanpa berkata apapun. Ditariknya kepalan yang teracung itu dari udara “Sekarang, lo nurut gua. Lo balik sekarang juga. Cepet!” perintah Dira pada Regi dengan tegas.
“Dir…” Kata Regi “Biar kujelasin…” Nada memelas keluar dari bibirnya.
“Gak ada. Semua udah jelas. Lo balik dulu sekarang!” Perintah Dira lagi. Kali ini Regi menuruti perintah Dira. Diambilnya tas dari tanah dan kemudian berbalik berjalan menjauh dari tempat dimana kami berada.
“Dir…” Kataku saat hanya ada aku dan Dira.
“Diem lo!” Kata Dira sambil membantuku berdiri. Dibawanya tasku dari tanah dan membawaku ke dalam gedung. Dituntunnya aku naik ke atas sampai ke atap gedung jurusan.
Selamat malam~
@AkselEE @LockerA @gr3yboy @bibay007 @AwanSiwon @dimasera @Touch @CoffeeBean @kiki_h_n @AoiSora @Aji_dharma @mybiside @Adam08 @johnacme @masAngga @adinu @rulli arto @lembuswana @Just_PJ @the_angel_of_hell @dheeotherside @CHE
hahaha.. dimention-in dr kemaren2 juga itu..
hahaha.. dimention-in dr kemaren2 juga itu..
Bneran dah gw bantuin nampol klo si regi deketin dira gara" alasan mw nyakitin dimas X(
mank kak @eldurion mau ama gw gt..?