by : Hilal_nulal
CINTA SEHARGA RP. 250.000,-
Chapter I
Salam Penulis
Ini adalah ceritaku yang pertama. Memang tulisanku ini tak sekelas dengan tulisan penulis-penulis berbakat di blog ini, namun aku berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk ceritaku. Maklumlah… ini cerita dibuat oleh anak yang baru berusia 17 tahun, jadi aku minta maaf kalubanyak kesalahan dalam ceritaku. Kritik dan saran aku tunggu ya…..
===================================================================
Diary ... Sudikah kau meluangkan secarik lermbarmu untuk coretan-coretan nistaku ini? Aku harap kau merelakanya demiku ...
Diary ... Bolehkah aku jujur padamu? Jujur dengan apa yang ada di benakku? Bolehkah? Ya ... Sejatinya tak perlu merahasiakannya lagi ...
Diary ... Betapa ini sungguh menyiksa batinku. Berlaga dalam drama tanpa naskah. Menjadi tokoh protagonis dalam cerita cinta yang tak semestinya. Sakit,,, akibat tindak ruda paksa oleh perasaan sendiri. Kenapa ... kenapa Tuhan mengisahkanku ke dalam dunia antah berantah ini ... ? Dunia yang sebenarnya tak ingin aku jalari ... ?
Mencintai... tapi tak bisa mencintai. Seperti halnya aku ini. Menelan kepahitan dan berjuang dalam kesendirian. Sampai kini ... kutukan ini masih belum tamat. Tak jelas akan berujung kapan.
Namun ... aku akan tetap menikmati hidupku. Karena ini bukan pilihanku lantaran takdir yang mengkungkungku tanpa ampun ...
Tuhan ... Restuilah aku menjaga rasa ini.
-Ahsanul Hilal-
"Awan hitam biarkan menyelubungi duniaku"
~~~
Itulah tulisan-tulisan kecil dari sahabat penaku. Dari tulisan inilah, kalian bisa tahu kebiasanku ketika sedang mencurahkan hati. Dan dari tulisan inilah kalian mengerti jati diriku yang sebenarnya.
Namaku Ahsanul Hilal, lebih akrab disapa Hilal. Perawakanku tak jauh berbeda dengan remaja pada umumnya. Berkulit langsat, tubuh proporsional dan smart, kelebihan yang dimiliku. Hm... menjadi remaja 17 tahun, dengan orientasi seksual yang menyimpang,
membuatku musti terbelenggu di keadaan ini. Ya... I AM GAY . Tidak sama layaknya laki-laki normal, aku menyukai sesama jenisku. Sesuata yang menjijikkan bagi manusia dan tak masuk akal jika dipikir-pikir. Namun ... Apa daya...? Aku tak mampu mengubahnya.
###><###
"anak-anak...! Kita kedatangan teman baru dari Malang. Karena itu, bapak minta' kepada kalian semua supaya mengakrabinya" kata pak Joe, selaku wali kelasku yang menurutku bukan sebuah seruan melainkan lengkingan memekakkan telinga. Guruku satu ini memang "jamuer" banget. Tiada hari tanpa teriakan. Meskipun, dia bukan termasuk guru "killer". Hanya saja, dia sering menimbulkan pencemaran suara. Ukuran intensitas suaranya, bisa mencapai ratusan desibel kalau suasana benar-benar serius. Tak ayal, jika dia mendapat julukan "guruku tukang jamu", karena disetiap ia menerangkan mata diklatnya sama sekali tak ada jeda-jedanya, bikin siswa kolot setelahnya.
"Toy... Silahkan masuk!" lanjut pak Joe sambil mempersilahkan seseorang masuk dibalik ambang pintu. Perlu digaris bawahi, pak guruku juga senang mendramatisir keadaan. Buktinya, dia sudah membuat suasana seperti dalam sinetron.
Derap langkah terdengar lamat-lamat menuju bibir pintu. Tak selang beberapa detik sosok jangkun mencuat dari sana. Dengan percaya diri, ia memasuki kelas bak agel model yang sedang berlanggak-lenggok diatas catwalk. Suasana mendadak senyap. Aku mulai merasa telah berada dalam dunia sihir. Cowok itu memang memiliki daya magis tersendiri. Ekor mata teman-temanku tak lepas memandanginya. Seperti sinetron, waktu berputar lebih lambat tidak seperti biasanya. Sosok itu berdiri tegap dimuka kelas. Sesakali pandanganya mencuri-curi isi ruangan.
"Toy... Silahkan perkenalkan dirimu" pak Joe meng-interupsikan cowok berbadan tinggi, rambut jabrik dengan wajah orient dan kulit sawo matang.
Namanya "TOY"? Pendengaranku jarang menangkap nama unik yang terkesan childist itu. Jangan-jangan namanya TOYol? Ihh...Sereem! Sama sekali gak mencerminkan kejabrikannya. Gimana dengan TOYota Avanza? Ah... Dia bukan mobil. Atau nama yang beberapa bulan lalu lagi buming-bumingnya. Siapa lagi kalau bukan "TOYmcat", kumbang yang terkenal dengan cairan berbisanya itu lho. Heee... Ah... Lagi-lagi aku terlalu sadis, masa' cowok itu harus dijuluki seperti itu. Arrggh... Aku kurang pandai menebak nama orang. Semoga Aidil sudi mengajariku kiat-kiat tepat menebak nama orang.
"nama saya Muhammad Toyyib Abdillah Zilzain. Kalian bisa panggil saya Toyyib saja" ucapnya ramah sambil tersenyum canggung. Dan kini, aku harus menghentikan spekulasi ku mengenai namanya.
"wew... Bang Toyyib udah pulang ya?" celetuk temanku yang aku tau itu suara centil Haris.
Sontak saja anak-anak sekelas meng-huuu semua.
"wah... Gak nyangka ya, bang Toyib itu juga ganteng, Hehehe" kali ini giliran Nuris, kembaranya Haris nyeroscos secara tak kira-kira.
"Huuuu...." Lagi-lagi aku harus menyumbat kupingku, karena sorak-soraian teman-tamanku dari mulut gembar-gembor mereka yang nyaris memecahkan gendang telingaku. Aku baru sadar, energi lelaki jika sedang bergaung lebih kuat dari energi wanita jika sedang mendumel. Ya, pendomisili kelas ini mayoritas laki-laki semua. Tak ada perempuan. Hanya saja, beberapa cowok bepredikat ke-betina-an yang ada. Tak lain tak bukan mereka adalah si kembar "kemayu" Haris dan Nuris. Sekolahku dipisah antara ruang kelas putra dengan ruang kelas putri.
"aku bukan bang Toyyib yang kalian kira." jawab si Jabrik polos. Aku tersenyum geli sendiri. Menangkap kekonyolan si kembar dan ke-innocent-an murid baru itu seakan tergelitik.
"sudah-sudah! Jangan berisik! Disini bukan tempat orang jual ikan pindang" pekik pak Joe diselingi gelegak tawa seisi ruangan. Jurus jenaka dari seorang Joenaedy Priptiprayitno sopaheluwakan saribu, nama lengkap dari Pak Joe. (aku sarankan sedia segelas air minum, supaya gak kesedak ludah kalian. Upps... apa benar ludah bisa bikin orang kesedak? Mungkin. Perlu dipertanyakan... hehehe)
"boleh diteruskan....?" lanjut Pak Joe dengan nada tanya.
"saya rasa sudah cukup, pak."
"baiklah. Karena kamu anak baru. Maka pak guru yang akan memilihkan tempat duduk untukmu" sambil menepuk bahu si Toy. Lalu mengedarkan pandangannya ke bangku-bangku siswa. Tak
perlu waktu lama bagi pak Joe mimilih tempat yang pas untuknya. Didapatnya bangku kosong baris pertama dari deretan bangku sisi kiriku. Sesaat setelah Alif, pemilik bangku sebelumnya ditransmingrasikan jauh dibelakang. Akupun lebih leluasa menyuri pandang Toy dari bangkuku.
***
Toyyib sudah masuk ke dalam bagian tahap kriteria lelaki idamanku, meskipun tak secara keseluruhan. Pertama, bibirnya itu mampu menggugahku untuk memposisikan dirinya ke tahap "KISSING", yakni tahap dimana hanya bisa aku ciumi saja. Artinya masih belum ada rasa. Namun setelah kutelaah lagi lekuk tubuhnya. Hmm, ia naik posisi ke tahap berikutnya. Tahap dimana bisa aku nikmati tubuhnya, dan gak lebih dari itu. Artinya boleh dikata, hampir ada rasa yakni tahap "MAKING HAPPY". Selanjutnya? Aku masih harus tau lebih banyak tentangya agar aku bisa memastikan kelayakannya pada tahap terakhirku. Tahap yang menentukan kadar cinta yang sesungguhnya. Oleh itu, persentase rasaku padanya masih terbilang 75%.
***
09.30 WIB. Waktu yang oke untuk mempromosikan diriku pada New Classmates-ku. Ku tolah-tolehkan mukaku ke kanan dan ke kiri. Rupanya anak-anak telah raib. Hanya ada si kembar Haris dan Nuris, yang lagi sibuk dengan acara "Infotainment Show" mereka. Entah apa yang menjadi "tranding topic" mereka hari ini. Kamirin, kalau aku tak salah dengar, mereka sedang membicarakan kekecewaan mereka akan hengkangnya dua personil "cherybell". Mereka twiboy sejati. Jangan heran, jikalau kekompakan mereka mengalahkan kekompakan cherybell.
Ku lihat Toyyib tengah berkutat dengan alat tulisnya. Aku sedikit grogi tuk menyapanya. "HAY... Namaku Ahsanul Hilal. Cukup panggil Hilal aja" lalu ku ulurkan tanganku kehadapanya. Dia merespon, lalu mendongakkan kepalanya menatapku. Awalnya, aku kira dia akan menyambut tanganku. Melainkan tatapan tersirat memiliki arti : "sok kenal banget sih loe!"
Serasa dongkol setengah mampus. Dia merogoh secarik kertas, kemudian merobeknya. Aku bingun. Dia menuliskan sesuatu pada kertas itu. Bukan tulisan, tetapi sebuah coretan yang aku tau itu adalah tanda tangan.
"ini untukmu" dia monyodorkan kertas berisi tanda tangan itu kepadaku. Alisku bertaut. "mungkin itu yang kamu perlukan, bukan? Aku ngerti kok, kamu nge-fans kan sama aku. Jadi untuk pemula sepertimu, aku maklumi."
Aku mendelik seketika. WHAT??? NGE-FANS??? Sombong sekali cowok ini. Kenapa aku tak menyadarinya dari tadi sih? Dasar Tellme!
"Di Malang, baik cewek ataupun cowok banyak ngejar-ngejar aku gara-gara tanda tangan ini. Beruntung kamu dapet langsung dariku. Kamu seharusnya bersyukur atas kesempatan langka ini." ucapnya, yang sukses membuatku bersemu merah padam. Antara malu dan marah, dua-duanya bergejolak. Ingin sekali memberikan cap lima jari pada pipinya. Sekalian merontokkan giginya.
Tak lama kemudian. "lain kali sediakan kertas, sebelum minta tanda tangan dariku" katanya enteng. Kemudian bergegas meningalkanku. Ehh... Setelah berhasil memojiku, ia se-enaknya pergi. Huh... Dasar artis gadungan! Aku semakin mengkeret. Bisa-bisanya ia bikin aku mati kutu. Kuhentakkan kaki seolah-olah sedang mem-blue black-nya kali ini. Sepertinya aku perlu merombak kembali persentase rasaku padanya. Sementara kikikan penuh hinaan terdengar dari dua mulut si kembar Nuris dan Haris. Menjengkelkan. Ku lempar kertas berisi tanda tangan si 'bedebah' itu ke mereka berdua setelah aku meremas-remasnya. "nih... buat kalian saja" kataku cekak.
Huh... Sial! Mimpi apa aku semalam??? Eittz... Tadi malam, aku memang bermimpi bertemu 'jin tomang'. Dan sekarang, mimpi itu benar nyata. Aku bertemu jin tomang yang sebenarnya. Huuaaa....
###><###
Bel sekolah memekik tiga kali. Dalam sekejab halaman sekolah menjadi lautan putih abu-abu.
Aku membereskan semua buku yang berserakan di meja. Aku terbiasa menjinjingnya di pangkuan tanganku. Buku yang kubawa tak sedikit, mulai dari buku yang kupinjam di perpus, kamus, ensik, hingga novel sekalipun. Bukannya aku tak punya tas, hanya saja aku tidak mau kalau ransel kesayanganku yang saat ini kugendong harus dioperasi ke-3 kalinya ditangan kekar bunda. Ku alihkan mukaku ke kiri, ke kanan, dan ke belakang. Tak ada orang. Begitupun si Toymcat sialan itu. Hanya tinggal aku sendiri. Aku berjalan gontai keluar kelas sambil memeriksa kembali bukuku tanpa mengalihkan pandangaku ke depan. Hingga...
BUKKK...
Disengaja atau tidak, seseorang menubrukku dari belakang. Membuat bukuku bercerai burai di lantai. Huh... Menyebalkan! Aku melenguh. Setelah insiden "SKSD-ku" yang berujung memalukan. Aku lebih sering mem-buang muka pada teman-teman sekelasku. Siapa lagi kalau bukan ulah mulut rombeng kedua gosiper yang memergokiku di insiden tadi.
Sampai-sampai aku merasa terkucilkan setiap bertemu mereka. Lalu ku nunggingkan tubuhku, terdengar derap langkah mendekatiku. Kubawa pandanganku ke asal suara derapan itu. Ya... Tuhan, cowok itu...
"perlu ku bantu?" ucapnya kemudian tanpa aba-aba dariku, dia ikut menungging dan membereskan semua bukuku yang tergeletak tak karuan. Aku hanya bisa bengong. Aku tak tahu jelas reaksi mukaku, tapi yang jelas mulutku ternganga dan boleh mungkin pupil mataku melebar sekarang.
"ini bukumu..."
Aku terhenyak, lalu mengambilnya dari tanganya. "terima kasih" ucapku gugup terus bangkit. Dia menatapku, tapi aku enggan merospon mata elang itu. Jengah rasanya. Tak mau terbunuh di situ. Ku coba tuk berbalik punggung meningkalkan dirinya saja, agar terbebas dari adegan 'Eyes to Eyes' ini. Namun...
"tunggu...!" cegatnya.
Duh! Aku pangling bukan main. Wajar saja karena ini seperti mimpi. Walaupin kini aku memang inging bercakap serta lebih akrab bersamanya. Melainkan aku belum siap. Entahlah... Memang aneh.
"yah...?" suaraku terdengar seperti si Manis, kucing kesayanganku. Yang kemarin tak sengaja ekornya keinjak bakiak kakek hingga bengkak.
Dia tertawa kecil membuatku malu. "kita sebelumnya ngga' pernah kenalan, bukan? aku Fahry anak kelas XI B MM" sambil mengulurkan tangannya.
Ku coba menyambutnya, walaupun aku sendiri canggung. "aku sudah tahu" kataku tanpa sadar aku mengatakan serentetan kata-kata yang bikin dia memencingkan alisnya. "bagaimana aku tidak tau. Kamu kan ketua Osis. Siswa paling berpengaruh disini. Jadi gak usah heran. Kalau aku tahu namamu." lanjutku setelah kembali menemukan kalimat cocok untuk meloloskan diri dari keheran-herananya.
Wajah Fahry tersipu. Sedangkan aku hanya bisa memandangnya dengan perasan kalut-malut.
"kamu juga siswa berpengaruh disini. Waktu semester kemarin kamu kan yang dapet predikat juara umum?" timpal Fahry tak mau kalah.
"biasa aja."
"Hilal...!" panggilnya dengan nada lembut. "Sebenarnya sudah lama sekali aku pengen kenalan sama kamu, tapi kamu-nya yang selalu menghindar bila bertemu denganku." Fahry mengaruk-garuk kepalanya sambil salah satu tanganya berada di saku celanya. Tampak bodoh namun manly.
Tunggu...! Dia bilang sudah lama sekali dia ingin berkenalan denganku? HEY! Aku tak salah dengar? Tentu saja aku menjauh bila ketemu Fahry. Kalian pasti mengira kalau aku ini bodoh, bukan? Tak apalah, aku akui itu. Aku bodoh karena dibodohi oleh cowok ini. Tiap malam, Fahry hadir dalam kembang tidurku lalu antara sengaja dan tak sengaja, dia memberikan sensasi-sensani kenikmatan hingga aku betul-betul mencapai puncak orgasmeku. Bayangkan!
"heh... Kok bengong?"
Lagi-lagi aku terkesiap olehnya. "eh...ah... Gak kok" terbatah-batah.
Hening sejenak... lalu...
"hmm... ngomong-ngomong kamu pulang naik apa?" tanyanya.
"jalan kaki"
"mau aku antar?"
"gak...gak usah, aku bisa pulang sendiri" walaupun aku sebenarnya tak keberatan dia mengantarku.
"kenapa?"
"aku gak mau merepotkanmu. Lagi pula rumahku dekat dari sini kok. Aku bisa pulang sendiri."
"hmm...gitu, sayang sekali ya?"
Apa maksudnya dengan 'sayang sekali' itu?
"tapi... jangan salahkan aku kalau kamu tiba dirumah dalam keadaan gosong" katanya lagi ketika memandang langit. Matahari tampak tak bersahabat hari ini dengan cahaya sengitnya.
"itu tak masalah buatku." ucapku.
Fahry tersenyum tawar. "baiklah, kalau gitu. Aku gak mau memaksa. Ya... Udah, aku duluan, ya?" selanjutnya berlalu menuju parkiran.
Aku diam terpaku melihatnya enyah dasi pandangan.
***
Ingatkah kalian jika aku masih punya satu kriteria tahap ketiga, sekaligus tahap terakhir lelaki idamanku? Nah... Tahap "LOVING", artinya tahap yang menentukan kadar cinta sesunggunya. Dan itu ada pada sosok Fahry, kakak kelasku.
Nama lengkapnya Muhammad Fahry Rifky. Kekharismatikan dan ketampanannya yang nyaris menyaingi dewa-dewa Yunani dalam cerita-cerita fiksi athena, yang sering aku baca menjelang lelapku, berhasil menjadikan ia sebagai satu-satunya orang yang bertahta di hatiku.
Aku menyukainya, semenjak aku mendaftar menjadi siswa baru di sekolah, tempat dimana aku sedang menuntut ilmu. Dia salah satu panitia penerimaan siswa baru. Pandanganku benar-benar disita oleh siluet pesonannya. Senyumnya, suaranya, cara berjalannya, tindak-tanduknya, cara memperlakukan siswa dengan baik, dan... dan... dan segalanya yang ada pada dirinya mampu menghipnotisku agar supaya mengaguminya barang sesatpun. Walau sejujurnya, aku hanya mengaguminya dari jauh saja. Kendati begitu... satu kenyataan, kalau aku tidak bisa menjaga jarak untuk tetap memuja sang pandawa-ku, Fahry.
###><###
"OH... NO!!" aku terkejut bukan kepalang. Jam dindingku menunjukkan pukul 06.40 WIB. Dan keadaanku 100% masih belum ada persiapan ke sekolah. Dan ini bahaya! Jujur, seumur-umur aku tak pernah setelat ini. Entah apa yang terjadi denganku. Mungkinkah aku terserang apopleksi yang tiba-tiba menjangkit sel-sel otakku? Bisa jadi. Semalam aku memang sedang bercumbu dalam mimpi bersama Fahry. Apakah ini efek dari perkenalan kemarin? Ah... sudahlah. Yang penting aku harus cepat-cepat tiba di sekolah tepat waktu. Aku langkahkan kakiku menuju kamar mandi. Keyakinan akan telat sudah pasti. Tapi, aku tak ingin bolos karena takut mendapat hukuman. Ku bergegas mandi, lalu berseragam, kemudian berangkat.
15 menit cukup membuatku membuang beberapa kalori-kalori yang menumpuk di tubuhku, dan cara ampuh untuk sampai ke sekolah dengan cepat. Efisien dan efektif. Kendati demikian, hasilnyapun nihil. Aku telat 15 menit setelah bel sekolah memekik. Oh Tuhan... Matilah aku...
Gerbang sekolah masih belum ditutup. Kesempatan untuk lolos dari si Buku Merah di depan mata. Ya, ini yang aku takutkan. Mendapat hukuman dan dimasukkan ke daftar catatan siswa buruk. No Way!
Aku mengendap dari balik gerbang sembari celingak-celinguk memastikan si pak satpam tak melihatku. Batang hidung pak satpam tak nampak, itu berarti aku leluasa masuk secepat-cepatnya. Terima kasih Tuhan!
"HEY BERHENTI!" nada tenor setenor-tenornya itu sukses mengunci langkahku kemudian mengarahkan mataku pada asal-muasal suara itu.
Aku terbeliak. Ya... Ampun, kenapa harus pak Salim bin Lalim ini sih? Lebih baik aku mendapat hukuman dari guru piket lain dari pada dia. Biarpun harus berpeluh-peluh dan menguras energi seusai mengingintari 10x sisi lapangan yang ngajubileh luasnya, aku tak keberatan.
Tapi lain halnya sama hukumanya pak Salim. Bisa-bisa perutku melilit sambil menjerit-jerit kelaparan ditambah kepala berdenyut-denyut karena harus hormat menghadap bendera sampai bel istirahat berdering. Mencapaikan, bukan? Hiks... Pasrahlah... Kali ini niat busukku gagal terencana.
"ah ... eh ... Pak Salim ..." kataku tergagap-gagap.
"kamu telat ya? Ikut saya!" hardik pak salim.
Huhh ... Dengan berat hati, aku mengekor di belakangnya. Pak Salim membawaku ke lapangan. Dan benar dugaanku, beliau menghukumku dengan berjemur di terik matahari sambil hormat pada bendera. Aku melihat ada anak yang juga mendapatkan wejengan dari Pak Salim. Ah ... Syukurlah aku tak sendirian. Tapi ... Wait! Bukankah itu si Toyyib, murid baru yang sok 'blagu' itu? Hih, dia telat juga. Tak sepatutnya sebagai murid baru melanggar aturan yang ada. Apa di sekolahnya dulu dia sering melanggar tata tertib?
Aku telah berdiri sambil hormat pada bendera dan tepat berada di sambing Toyyib. Tak jarang sudut mataku memergokinya curi pandang terhadapku. Aku hanya diam berpura-pura tidak menghiraukannya. Mengingat kembali kejadian kemarin, aku ingin sekali menonyor kepalanya itu.
"kamu telat, ya?" Toyyib buka sura.
"aku manusia... sewajarnya bisa telat"
"o ya? Kamu manusia?" tanyanya menjebak serta menyindirku.
Aku melongok. "TER-SE-RAH...!" ketesku. Sengaja aku mengaksentuasikan kata-kataku. Dia terkekeh puas. "lalu kenapa kamu telat?" aku berbalik tanya.
Dia mendesah. "aku juga manusia. Sewajarnya bisa telat" Toyyib tersenyum usil. Matanya tak henti-hentinya menjahiliku. Aku mendengus kesal. Melawan ucapanya akan memicu perdebatan yang sulit diramal endingnya. Cukup, berdebat kusir gak jelas denganya, lal!
Aku melengos dan kembali pada hukumanku. Terik mentari sedari tadi mendidihkan badanku. Cucuran keringat sebesar biji jagung terasa di pelipis, leher, tengkuk, punggung mengalir ke pantat pula. Kira-kira dua jam lamanya aku mematung di sini. Kepalaku yang mulai pening serta mataku yang sedikit demi sedikit kehilangan daya penglihat.
Tumit terasa berkedut-kedut, seperti tertusuk paku. Nyilu merajam pada betis dan ketiakku. Aku oleng ke belakang. Tubuhku terasa ringan, lalu sebuah dekapan menyelimutiku. Sempat ku lihat wajah yang meneduhiki dari silauan hari. Wajah itu... sepertinya tak asing bagiku. Ya, tak asing...
Kemudian buram menyergap mataku sampai gelap mengaburkan pandangku. Tiba-tiba kaki terangkat disusul badan. Dan saat itupun aku benar-benar tak sadarkan diri.
) O:-)
Comments
Salam karya!
damn... aku suka cerita ni stelah ngerti alurna (kek lg ikut arung jeram aj :P) lanjutin San!!!
lg pula ini crtaku yg pertama,,, mohon dimaklumi ya, and mohon bantuan semangatnya!
salam kenal ya semuanya!
di tamatin ya jangan stuck