BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

ANTOLOGI - THIS MOMENT

1464749515256

Comments

  • apa ini happy ending??? hahahha tapi tetep aja ya bikin mata berkaca2 selama membacanya :)
  • Wah om Abi lama banget euy ga posting cerita, maaf baru sempet baca sekarang padahal uda dimention dari kapan hari gitu yaa.. ^^V
    Lee dari Hongkong ya? tumben.. biasanya karakternya bule bule gitu, tapi tetep bagus lah ceritanya~ :)
  • maaf sebelumnya...klo boleh sedikit kasih permintaan...cerpennya di bikin jangan pakai aku ...biar kelihatan ceritanya ...kalo pake alu kesannya seperti curhat jadinya...semua cerita kamu bagus n mengena...tapi ya itu tokoh utamanya jangan apkai aku jadi lebih bagus lagi
    ....contoh karya splusr ...itu penggambaraanya pakai karakter ricky sama ruben...benar benar membuat feel kita ikut menyelami karakter dan latar belakang cerita....ok d tunggu ceritanya yang pakai karakter ya mas yang bukan "aku".thanks...salam teman dr jogja 087887954241
  • 059.gif,

    Menanggapi komen2 kalian :D

    @Adamx : Sama-sama, semoga suka :)

    @tialawliet : Nah, other story-nya ini yang lagi belum ada :) Hopefully, bulan puasa nanti. Doakan saja :)

    @3ll0 : Thank you :)

    @Kanemuraben : Hahaha, masak? Taiwan-nya mana? Taipe? Aku juga ada temen tinggal di sana :)

    @arieat : Thank you :)

    @rarasipau : Doakan saja puasa nanti ada :)

    @totalfreak : Nggak tahu, kalau amsih mau pada vote, silakan. lagi berjuang menulis ini, udah berminggu2 nggak nulis. Butuh pemicu :)

    @kiki_h_n : Hahahaha, berlebihan ah :)

    @zackattack : Sebenenrya sih ini karena memang lagi kena gospi sama cowok dari Asia timur sana :) Makanya dituangin ke tulisan, hahaha

    @BB3117 : Maaf lama nggak di-mention:)

    @Zhar12 : Gak papa kok kalau nggak ngerti #loh, hehehe. Nggak tahu juga kalau di Google translate jadinya gimana, tapi, sebenernya bahasa Inggris yang aku pakai masih cukup simple kok :)

    @jamesfernand084 : Hahaha, maaf. Emang belakangan lagi jarang banget nulis.

    @DM_0607 : Hehehe, orang aslinya yang jadi inspirasi juga baik kok #e

    @ananda1 : Thank you :)

    @firkhafie : Jangan salahin ceritanya, salahin kondisi kamu pas lagi baca #iyakalee #becanda :D Mungkin, kamu udah bosen kali baca cerita2ku :p

    @chandisch : Hahaha, ada kok :p

    @sascha : Kayakanya ngak ada sedih2nya deh :p Kok tetep berkaca2?

    @WinteRose :Iya, lagi kena rumor sama orang dari Asia timur sana :D

    @habibi : Aku udah pernah nyoba pakai POV lain dan jatuhnya jadi nggak dapet feel-nya. AKu lebih bisa dapet feel-nya kalau pakai 1st POV. Maaf kalau memang cerita2ku yang pakai POV 'aku' jatuhnya kayak curhat buat kamu. Terima kasih buat masukannya :)


    Semoga, bisa cepet posting cerita panjang. Doakan saya :D


    967339c1.gif,
    ABI
  • amiiin....semoga sukses
  • amiiiiiinnnn ....
  • berlebihan yah? ga kok, eh dikit aja deng lebihnya, hihi. :p
    tp bener kok komen kiki itu dari lubuk hati paling dalam #eeaa, hehe.
    didoakan sama kiki semoga diposting cerita yang panjang, klo perlu sampe season 8 kayak sinetron sinetron indo. :-D
  • @Abiyasha‌ Hahaha, gak tau Taiwannya sebelah mana.. sekarang sih masih jadi housemate :) ntar tanya ah, siapa tau bisa berkunjung ke sana. haha, Amin
  • sukses ya bli. :3
  • As always, cerita Mas Abi selalu bikin aku speechless. Astaga, tokoh Lee it sosok yg totally adorable. Nyarinya di mana ya? Hehehe. Ditunggu karya hebat berikutnya Mas Abi :)
  • semangatt mas abi
  • GIARDINO IBLEO


    Duduk di bangku yang terbuat dari batu dan mengamati orang-orang yang lewat, baik tua maupun muda, membuatku cukup terhibur, terlepas dari alasan utama aku datang ke Giardino Ibleo. Kumpulan awan kelabu rupanya masih bertahan di atas Ragusa, membuat cuaca agak sejuk. Beberapa hari terakhir, Sardinia dan juga Sisilia, terasa begitu panas. Aku hanya diam di sana dan memperhatikan sekelilingku tanpa punya tujuan. Hanya berada di taman ini cukup membuatku bahagia dengan kenangan-kenangan. Aku memang pantas mendapatkan ini. Namun, aku jauh lebih lega setelah menceritakan kepada Fabio tentang Ronan dan status hubunganku dengannya. Fabio terlalu baik dan perasaanku terhadapnya juga semakin kuat. Aku tidak ingin membiarkan perasaan Fabio terlalu dalam kepadaku, meskipun mungkin, sudah sedikit terlambat. Butuh keberanian cukup besar untuk menyebut nama Ronan di hadapan Fabio, karena jika aku menuruti egoku, nama Ronan tidak perlu keluar sama sekali dan aku bisa menikmati apa yang aku miliki bersama Fabio. Namun, aku terlalu takut membayangkan Fabio mengetahui tentang Ronan dari orang lain atau ketika hubungan kami nanti, menjadi semakin kuat. Jika memang hubungan kami yang tak bernama ini harus berakhir, aku tidak akan menyalahkan Fabio. Fabio memang pernah mengungkapkan perasaannya kepadaku tapi hanya itu. Aku bahkan tidak pernah menuntutnya untuk menjadikan hubungan kami eksklusif, Fabio pun tidak pernah membahasnya. Jadi, kalaupun hubungan kami memang selesai, tidak akan ada kata putus. Yang ada hanya siksaan akan begitu banyaknya kenangan, hanya dalam kurun waktu enam bulan. Aku akan sedih tapi aku lebih merasa lega karena tidak harus menyembunyikan apa pun dari Fabio lagi.

    Tepat ketika aku mengangkat wajah dan tak sengaja mengarahkan pandangan ke arah pintu masuk Giardino Ibleo, aku tertegun. Ketika langkahnya semakin mendekat, aku tidak bisa menyembunyikan keterkejutanku melihat Fabio. Bagaimana dia bisa tahu aku ada di sini? Jantungku berdegup lebih kencang ketika Fabio hanya berjarak beberapa inci dariku. Mengenalnya sekian bulan masih belum bisa membuatku mengendalikan diri setiap melihatnya.

    Bagi sebagian besar orang, fisiknya memang tipikal pria Italia. Rambutnya yang hitam dan agak sedikit bergelombang, kulitnya yang sedikit gelap seperti pria Latin pada umumnya, serta posturnya yang tinggi. Jika dibandingkan dengan pria Italia lain, dia mungkin kalah menarik. Apa yang ada di dalam otaknya yang membuatnya jauh lebih menarik bagiku daripada pria-pria Italia yang pernah aku temui. Fabio bahkan benci jika ada orang yang menyamakan dirinya dengan pria-pria Italia lainnya, terutama jika itu menyangkut stigma soal pria Italia sebagai pria player. Aku tidak pernah berharap akan menemukan cinta di Italia tapi Fabio datang sebagai sebuah kejutan. A very very lovely surprise.

    Ketika Fabio sudah berdiri di dekatku, pandangan kami bertemu dan dia memberikan senyum tipisnya, sebelum akhirnya duduk di sampingku.

    “You should’ve told me you’re here, Akar.”

    Aku masih gagal memahami kenapa Fabio terlihat begitu santai, seperti menemukanku di sini bukanlah hal yang sulit. Apakah dia memang sengaja mencariku ke sini atau memang kebetulan dia datang ke sini, mungkin untuk alasan yang sama denganku?

    Aku menghela napas.

    “Why are you here?”

    Fabio hanya tersenyum.

    Aku sama sekali tidak mengerti kenapa dia datang ketika kami sama-sama tahu, aku telah berbohong begitu banyak kepadanya. Entah dia bodoh atau memang apa yang dikatakannya setiap kali kami bangun di tempat tidur yang sama, kalau dia mencintaiku, telah membutakannya. Bahkan, orang yang buta karena cinta akan bisa kembali melihat jika dia dikecewakan. Aku jelas telah mengecewakannya. Sejak Ragusa menjadi tempat pelarianku jika pikiranku begitu penuh, Giardino Ibleo ini menjadi satu-satunya tempat yang selalu aku kunjungi jika berada di Ragusa. Fabio tahu itu. Namun, aku masih tidak mengerti bagaimana dia tahu aku di sini dan kenapa dia ada di sampingku sekarang, ketika seharusnya dia ada di Roma. Tidak melihatnya selama satu minggu memang sebuah siksaan dan aku masih tidak tahu bagaimana aku melewatinya. But, he’s here now.

    Aku menghela napas dan meluruskan kakiku.

    “Aku hanya tidak ingin menyesal.”

    Aku mengalihkan pandanganku ke arah Fabio.

    “Kamu tidak seharusnya menyesal, Fabio. Kamu harusnya marah dan kecewa dan memutuskan untuk tidak mau berhubungan denganku lagi, apalagi melihat wajahku.”

    “Apakah itu yang ada di pikiranmu selama seminggu ini?”

    Aku diam.

    Aku tidak punya alasan selain berpikir bahwa Fabio memang berniat untuk tidak mau berurusan denganku lagi. Jika dia langsung pergi begitu aku menceritakan semuanya, tidak ada hal lain yang bisa aku pikirkan. Orang Italia terkenal dengan emosinya yang meledak-ledak dan Fabio pun bukan sebuah pengecualian. Reaksi Fabio memang tidak berlebihan dan aku sudah menduganya. Komunikasi kami benar-benar putus selama seminggu, sesuatu yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Kepergianku ke Ragusa memang akan jadi yang terakhir, karena minggu depan, aku harus kembali ke Indonesia. Aku dan Fabio tidak pernah melewatkan tempat ini jika kebetulan, kami sedang berdua. Tidak mengherankan jika aku ingin berada di sini.

    “Aku yakin, jika kamu ada di posisiku, kamu akan memikirkan hal yang sama.”

    “Mungkin. Tapi aku sedang tidak berada di posisimu sekarang, jadi pikiranku tidak sampai ke sana.”

    “Bagaimana kamu tahu aku di sini?”

    Bibir Fabio membentuk senyuman yang sangat lebar, hingga aku tidak tahu bagaimana dia bisa tersenyum mengingat situasi kami yang seperti ini.

    “Kamu harusnya tahu untuk tidak mengajukan pertanyaan sepele seperti itu, Akar.”

    Terkadang, ucapan Fabio yang seperti meledek itu terdengar seperti gurauan yang tidak jarang, membuatku terkikik. Dia selalu tahu kapan meluncurkan gurauan-gurauan itu, bahkan ketika kami sedang membahas sesuatu yang cukup serius. Namun, aku lebih sering terbawa oleh ucapan-ucapannya daripada merasa dia tidak menganggap serius pembahasan kami. Mungkin, itu yang membuat kami cocok. Aku yang terlalu serius menanggapi hampir semua hal, sedangkan Fabio, lebih sering terlihat santai tapi memperhatikan semua hal. Perbedaan dalam cara pandang itu, seperti dua kutub magnet yang saling tertarik begitu kuat hingga tidak ada alasan lain untuk tidak saling tertarik. Fabio hanya tertawa ketika aku menganalogikan sifat kami seperti magnet.

    “Aku akan kembali ke Indonesia minggu depan.”

    Aku memang memutuskan untuk tidak memberitahunya karena aku berpikir, Fabio tidak akan peduli. Dia memang pernah bilang kalau ingin aku tetap ada di Italia, dia bahkan berjanji untuk melakukan apa pun agar aku tidak harus kembali ke Indonesia. Ketika malam itu aku membuka semua kebohongan yang aku simpan darinya, ucapan Fabio tidak punya arti apa-apa lagi. Aku memang berniat untuk memberitahunya, tapi begitu tahu Fabio pergi begitu saja, niat untuk memberitahunya tentang kepulanganku, tidak penting lagi. Ada banyak begitu hal yang mengisi pikiranku hingga aku berniat untuk tidak memberitahunya sama sekali, hingga aku kembali ke Indonesia.

    “I know. I asked Lucia about it. That’s why I’m here, to ask you to come back to Italy, once you…deal with everything you have in Indonesia. I want you to be with me, here in Italy.”

    Aku tidak akan menyangkal bahwa aku terkejut dengan apa yang dikatakannya. Fabio hanya menunjukkan wajah tanpa ekspresinya sebelum menatapku. Aku gemetar, sama ketika pertama kali Fabio menciumku. Bukan hanya karena aku tidak menduganya, tapi cara dia melakukannya. Sama seperti saat ini. Ekspresi wajahnya datar dan aku masih tetap tidak bisa menebak, apa yang ada di pikirannya.

    “Kenapa?”

    Fabio menggelengkan kepalanya. “Tidak ada jawaban untuk pertanyaan itu, Akar. Aku ingin kamu ada di sini, bersamaku. Apa yang ada di hatiku jauh lebih kuat dan besar daripada apa yang aku dengar malam itu. Aku memang kecewa, bukan karena kamu mengatakan yang sebenarnya, tapi karena kamu harus menunggu selama itu untuk jujur kepadaku. Aku tidak tahu apakah perasaan kamu terhadap Ronan masih kuat, tapi, aku juga tahu, apa yang kamu rasakan terhadapku, bukan sesuatu yang kecil. Kita bisa punya apa yang selalu kita inginkan setiap hari tanpa ada ketakutan bahwa suatu saat, kamu harus kembali ke Indonesia.”

    Aku terdiam.

    “Orang lain akan memilih untuk membenciku.”

    “Aku bukan orang lain, Akar. Aku memilih untuk tidak menyesal nanti.”

    “Aku tidak pantas untuk menjadi penyesalan, Fabio.”

    “To me, you worth it, Akar.”

    Fabio bukan tipikal pria Italia yang suka melancarkan rayuan-rayuan maut hingga membuat siapa pun akan jatuh dalam pelukannya. Dia lebih suka menunjukkan perasaannya daripada mengatakannya. Mendengarnya mengucapkan kalimat seperti itu, membuatku merasa bahwa perasaan Fabio terhadapku, lebih dalam dari yang aku kira.

    “Aku berbohong soal Ronan, Fabio. Dan itu bukan kebohongan kecil. Aku bilang bahwa aku sedang tidak menjalin hubungan dengan siapa-siapa dan bersikap seolah tidak ada Ronan dalam hidupku, tidak peduli bagaimana hubungan kami sekarang. I’m still with him.

    Fabio menggelengkan kepalanya. “Apakah kamu mencoba untuk bilang kalau kamu masih mencintai Ronan?”

    Aku tidak menjawab pertanyaannya.

    “Aku tidak akan pernah bisa meminta kamu untuk melupakan Ronan atau menghapus perasaan kamu terhadapnya. Tapi, kita sama-sama tahu kalau apa yang kita miliki sejak kita bertemu, bukan sesuatu yang biasa. It’s special, Akar.

    Aku tidak akan berusaha untuk menyanggah apa yang Fabio katakan.

    Terlalu muluk-muluk mengatakan bahwa aku masih mencintai Ronan seperti dulu. Mungkin iya, tapi bukan jenis cinta yang sama. Aku bahkan tidak tahu apakah Ronan akan tetap ada di Bali ketika aku kembali nanti. Sedangkan Fabio, mengatakan bahwa aku sangat mencintainya juga terlalu berlebihan. Namun aku memang memiliki perasaan itu. Aku tidak pernah berharap akan bersama pria Italia, karena aku tahu, mereka terlalu tinggi untuk diraih. Fabio mengubah persepsi itu. Apa yang kami miliki memang bukan sesuatu yang biasa. It is, indeed, special. Aku bahkan sempat mengutuki diriku sendiri karena membandingkan Ronan dan Fabio. Mereka sama sekali tidak bisa dibandingkan.

    “Hubunganku dengan Ronan hanya tinggal menunggu waktu, Fabio. Apa yang dulu menyatukan kami, sudah berubah. Aku bahkan tidak tahu apakah dia masih menganggapku punya tempat dalam hatinya atau tidak. Italia datang di saat yang tepat dalam hubungan kami. Kepergianku ke Italia adalah alasan yang dibutuhkan Ronan untuk berpisah dariku. It won’t take too long for us to officially separate. Aku tidak bisa berjanji apa pun karena aku tidak ingin kamu kecewa.”

    Apa yang aku miliki bersama Ronan memang bisa dibilang hanya sebuah status, aku berhak untuk menerima Fabio sepenuhnya. Namun, sebelum Ronan mengucapkan kalimat bahwa kami berpisah, aku tidak berani menerima apa yang Fabio tawarkan. Panggillah aku penakut, karena memang aku terlalu takut untuk memberikan janji kepada Fabio untuk kembali ke Italia nanti.

    “Aku bisa menunggu.”

    Aku tersenyum tipis. Tidak percaya mendengar Fabio mengucapkan itu.

    “Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kamu tunggu, Fabio.”
    Fabio mengulurkan tangannya untuk meraih tanganku dan menggenggamnya. Tatapan kami bertemu.

    “Aku akan merindukan menggenggam tangan ini, Akar. Mungkin, orang akan bilang kalau aku bodoh, menunggu sesuatu yang belum pasti. Tapi, aku jauh lebih bodoh kalau tidak meminta kamu untuk kembali. I’ve been wanting all my life to love someone deeply and I’m lucky that you’re that person.

    “Apakah semua orang Italia sekeras kepala kamu?”

    Fabio menggeleng. “Aku akan keras kepala untuk satu hal ini.”

    Aku bisa menangkap senyum dibalik kalimatnya itu, meskipun Fabio sama sekali tidak menunjukannya. Jika menuruti ego, aku tidak akan repot menolak apa yang Fabio minta. Namun, ada begitu banyak hal yang belum selesai di Bali dan aku tidak mau meninggalkannya begitu saja, selain itu, ada beberapa hal yang harus aku pertimbangkan. Pindah ke Italia adalah hal besar dan aku tidak mau menyesali apa pun jika memang aku memutuskan untuk mengiyakan permintaan Fabio. Aku tidak ingin ada ganjalan jika aku bersama Fabio nanti.

    “Apakah kamu akan tetap menunggu meskipun aku tidak akan pernah kembali ke Italia?”

    “Aku percaya, aku tidak harus tersiksa selama itu, Akar. Aku tahu, kamu pasti kembali.”

    Aku menghela napas. “Kenapa kamu begitu yakin?”

    Fabio memberikan senyum tipisnya. “Karena ini,” ucap Fabio sambil mengangkat tanganku yang masih dalam genggamannya dan mengecupnya. “Aku yakin, cintaku cukup kuat untuk membuatmu kembali ke sini.”

    Aku menelan ludah. Fabio memang kadang membuatku kehilangan kata-kata. Di awal perkenalan kami, aku dibuat tercengang olehnya yang tahu begitu banyak tentang buku-buku dengan tema sejarah serta pengetahuannya yang melebihi millikku mengenai sejarah Indonesia. Dia bilang, sejak dulu, dia selalu ingin datang ke Indonesia sejak ayahnya menunjukkannya foto Danau Kelimutu. Di Italia ini, tidak banyak orang yang tahu tentang Indonesia, bukan hanya soal letak geografis, tapi juga nama Indonesia itu sendiri, yang terdengar asing di telinga mereka. Mengetahui ada orang yang begitu tahu Indonesia, membuatku terkejut, sekaligus kagum. Fabio adalah pria istimewa. Pikiranku sempat menggemakan alasan-alasan kenapa Fabio bisa tertarik dengan pria sepertiku, yang sama sekali jauh dari kesan menarik, apalagi dibandingkan dengan pria-pria Italia. Aku mengucapkan alasan-alasan itu ke Fabio dan dia hanya bilang, bahwa setiap orang punya hal yang menarik dan mengenai diriku, terlalu banyak hal untuk disebutkan. Ronan bahkan tidak pernah mengatakan hal seperti itu. Diluar perbedaan kami yang cukup besar, aku selalu menikmati waktu yang aku habiskan bersama Fabio. Beberapa kali, aku menginap di rumahnya dan kami berdua seperti sedang menjalin hubungan. Aku dan Fabio sama-sama tidak pernah membahas mengenai jenis hubungan apa yang kami miliki. Kami hanya tahu kalau kami saling tertarik dan saling tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersama lagi, jika kami harus berpisah. Dia suka mengejutkanku dengan kedatangannya di Cagliari dan dua kali sebulan, dia menjemputku di bandara di Trapani setiap kali aku memberitahunya bahwa aku akan ke Ragusa. Kami akan ke rumahnya di Palermo sebelum melakukan perjalanan ke Ragusa dengan mobil.

    “Kamu akan langsung kembali ke Cagliari?”

    Aku mengangguk. “Aku sudah melihat cukup banyak melihat Sisilia. Tidak ada alasan untuk ada di sini lebih lama.”

    “Meskipun jika aku meminta kamu untuk tinggal di Palermo?”

    Menemukan Fabio di sini merupakan kejutan, tapi mendengarnya mengajukan pertanyaan itu? Aku sama sekali tidak menyangkanya.

    “Aku…”

    Fabio kembali mengangkat tangannya yang masih menggenggamku, dan mengecupnya.

    “I’m sorry for walking out just like that, Akar. I let my anger control me and I couldn’t find a way to talk to you. Until yesterday, when I realized that it was unbearable. I can’t do this anymore. So I called Lucia and she told me that you’re in Sicily. It only means one place. And I was right. You’re here”

    Fabio memang suka menggenggam tanganku, setiap kali dia punya kesempatan melakukannya. Namun mengecupnya? Baru kali ini. Dua kali. Seolah itu belum cukup untuk membuatku kelu, dia mengucapkan kalimat itu. Memintaku untuk kembali ke Italia dan agar aku tinggal di Palermo malam ini. Semuanya terlalu…banyak hingga aku berpikir bahwa ini tidak mungkin terjadi. Too good to be true. Namun, embusan angin yang menerpa, kumpulan awan yang masih menggantung di atas serta suara teriakan anak-anak kecil yang sayup-sayup terdengar, meyakinkanku bahwa ini memang terjadi.

    “Please say yes…”

    Tatapan kami saling terkunci. Fabio tahu apa yang akan didengarnya dan aku juga yakin dengan apa yang akan aku katakan.



  • Abi... Sepertinya kali ini arie ngerasa biasa ∂αη datar ye bi.
    Arie ga dapet feelnye abi.
    Tapi arie tetep menikmatinya.
  • Lagi,cerita yg Romantis.


    Bli mention aku ya klo update cerita lagi.
Sign In or Register to comment.