BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

JOURNAL (end)

1333436383945

Comments

  • kiki_h_n wrote: »
    no komen untuk sesi ini.. :'(

    Kiki...lanjut ya...
  • bi_ngung wrote: »
    masih @bi_ngung karna gempa

    Jangan bingung dong. Heheheheh....
  • 4ndh0 wrote: »
    Semoga semuanya baik2 aja !!

    Ada firasat gak baik soalnya....

    Kok bisa tau ada firasat ngga baik ?
    Heheheheh....
    Lanjut ya
  • zea.mays wrote: »
    Bang, sedih banget part ini. :'(
    Reskha yang kuat ya!

    Semoga kondisi Reskha bisa kuat.
    Ada kok di part selanjutnya
  • bi_men wrote: »
    semoga reskha cepet sembuh ya...merinding gw baca part ini. gw bayangin kl seandainnya gw ada disana saat gempa itu....

    Lanjut ya sampai part ending nya...
  • 41

    Dengan tergesa-gesa aku berlari menuju loket penjualan tiket pesawat yang ada di terminal 2F Cengkareng.

    “Mba…saya minta tiket ke Jogja sekarang ya.”

    “Maaf Mas…”
    “Bandara Adisuciptonya tutup.”
    “Kami tidak melayani penerbangan menuju kota Jogjakarta hari ini.”

    “Kalau ke Solo ada ngga ?”

    “Ada Mas…20 menit lagi pesawatnya berangkat.”
    “Saya harus cek dulu, masih bisa terima penumpang atau tidak.”

    “Tolong saya ya Mba…”
    “Ini Urgent sekali.”

    “Iya Mas…”

    Kemudian wanita penjual tiket ini menghubungi seseorang yang entah siapa.

    “Ok Mas…”
    “Bisa…”

    “Terimakasih ya Mba…”

    Setelah melakukan pembayaran, aku langsung segera masuk ke dalam bandara, untuk melakukan proses cek in.

    Tepat pukul 9.35, pesawat yang aku gunakan tinggal landas menuju kota Solo. Hanya satu jam lebih lima menit aku telah tiba di bandara Adisumarmo.

    Kemudian aku mencari mobil carteran yang akan mengantarku menuju kota Jogja.
    Perjalanan dari Solo menuju kota Jogja ditempuh kurang lebih hampir dua jam. Selain kendaraan di jalanan yang cukup ramai, lampu merahnya pun sangat banyak sekali.

    Sepanjang jalan setelah melewati Klaten, banyak sekali bangunan-bangunan yang sudah menjadi puing-puing. Rupanya gempa ini sangat parah sekali.

    Memasuki kota Jogja, ada beberapa bangunan yang retak-retak dan ada beberapa yang nyaris rata dengan tanah. Tidak luput juga Ambarekmo Plaza yang baru saja di resmikan pada tanggal 5 Maret lalu, terkena efek dari gempa ini. Banyak terjadi retakan-retakan pada bangunan ini, bahkan tembok sebelah timur sampai bolong.

    Pun Saphir Square yang baru saja beroperasi terlihat nampak rapuh. Banyak sekali dinding yang bolong, kanopi yang menaungi lobby pun ikut roboh.

    Setelah melalui rs Bethesda, tidak banyak bangunan yang rusak. Mungkin efek dari gempa tidak merata ke semua gedung yang ada di kota Jogja.

    Aku tiba di PKU nyaris jam 12 siang.

    Astaga….

    Banyak sekali orang tergeletak di jalanan persis di depan rumah sakit ini. Kulihat juga ada beberapa orang yang sudah menjadi mayat, dan hanya tertutup kertas koran saja.

    Aku segera bergegas masuk ke dalam rumah sakit ini. Belum sempat aku menanyakan ke bagian informasi, kulihat Abangku sedang berbincang-bincang dengan dua orang temannya.

    “Bang Agam…”
    “Reskha gimana kab…”
    “Astaga…”
    “Reskha…!!!”

    “Dul…jangan diajak bicara dulu.”
    “Loe udah makan siang belum ?”

    “Belum Bang…”
    "Tadi nyokap sama bokap titip salam"
    "Selamat ulang tahun katanya."
    "Mereka susah banget menghubungi Bang Agam"

    "Makasih ya Dul.."
    "Tadi loe dari Jakarta jam berapa ?"

    "Jam 9.35 Bang..."
    “Tadi aku terbang lewat Solo.”
    “Bandara Jogja tutup.”

    “Iya…katanya landasan pacunya retak.”
    “Bangunannya juga runtuh Dul.”

    “Ini adikmu itu ya wuk…”

    “Eh kenalin dulu…”
    “Ini Indra, yang ini Gerald.”

    “Saya Gilang Mas…”

    “Ternyata kakaknya ngga ada apa-apanya dibanding adiknya.”

    “Huss…”
    “Dia ngga kayak loe dodol.”
    “Awas ya, kalau sampe godain adik gue…”

    “Heheheheh…”
    “Iya Gam…”

    “Bang…Reskha kenapa bisa kayak begini.”

    “Loe kalau liat kosnya Reskha, parah banget Dul.”

    “Eh…kok Bang Agam bisa tau kosnya Reskha dimana ?”
    “Memangnya Reskha yang hubungi Bang Agam ?”
    “Darimana tau nomor telpon Bang Agam ?”

    “Udah ceritanya panjang.”
    “Loe cari makan siang dulu sana.”
    “Sekalian buat Indra dan Gerald ya…”

    “Iya Bang…”
    “Aku cari seadanya saja ya Bang.”

    “Iya Dul…”
    “Loe pegang uang kan ?”

    “Ada Bang…”

    Akupun berlalu dari hadapan mereka untuk mencari makan siang. Tetapi ada beberapa pertanyaan yang mengganjal hatiku. Kenapa Bang Agam bisa tau Reskha ya ?

    Ahh…lebih baik nanti saja aku tanyakan langsung kepada Reskha. Agak susah juga menemukan jawaban dari Bang Agam.

    Setelah aku keluar dari rumah sakit, aku hendak mencari makanan di jalan Bhayangkara yang berada di samping kanan rumah sakit ini.

    Astaga….

    Aku sangat terkejut sekali.

    Sudah banyak mayat yang terbungkus kain kafan tergelar di jalanan ini. Jumlahnya bukan satu atau dua atau sepuluh. Ada puluhan mayat yang tergelar di sini. Aku merinding untuk melewatinya.

    Aku kembali menuju jalan KH Dahlan, kemudian aku mencari becak untuk mengantarkanku ke jalan Wijilan. Semoga saja warung gudeg tetap buka walaupun kondisi seperti ini.

    Dan sesuai dengan dugaanku, ternyata ada beberapa penjual gudeg yang sedang menjajakan dagangannya.

    “Bu…saya pesan 4 bungkus gudeg komplit untuk di bawa pulang.”

    “Iya Mas…tunggu sebentar ya.”

    Selang beberapa saat, ada seorang bapak-bapak yang akan memesan gudeg juga.

    “Bu, saya pesan gudeg candil 2 ya…”

    “Maaf Pak….Hari ini kami tidak melayani pembelian untuk oleh-oleh.”
    “Kami hanya melayani untuk korban gempa saja.”

    “Oooo…ya sudah kalau begitu.”

    Bapak itupun berlalu dari warung gudeg ini.

    Setelah membayar sejumlah uang, akupun kembali menuju rumah sakit dengan menggunakan becak yang sama.

    ***
  • 42

    "Ma...Mas Agam..."
    "Sa..saya haus banget."

    "Tunggu bentar ya sayang..."
    "Aku ambilkan air minum dulu."

    Aku benar-benar merasa haus sekali.
    Aku tidak tahu bagian mana yang terluka, tapi aku hanya merasakan sakit yang luar biasa.
    Mas Agam membantuku memberikan air mineral dengan menggunakan sedotan.
    Hanya beberapa tetes air yang dapat mengalir melalui tenggorokanku, tiba-tiba kurasakan ada sesuatu yang akan keluar dari dalam tubuhku.

    "Ma..makasih ya Mas Agam..."
    "Perut saya mual Mas..."

    Kulihat Mas Agam sibuk mengeluarkan botol air mineral dari dalam plastik, dan plastiknya di dekatkan ke mulutku.

    "Emmm....wuuuuekkkk."

    Ada cairan yang amis keluar dari dalam tubuhku melalui mulutku.

    "RESKHA !!!!" Terdengar suara Mas Gerald memanggilku.

    "Ke...kenapa Mas...?"

    "Sssttt..." Ucap Mas Agam, seolah mengisyaratkan agar Mas Gerald tidak membalas pertanyaanku.

    "Ke...kenapa Mas Agam ?"

    "Emmm...."
    "Ng...ngga apa-apa sayang..."
    "Kamu istirahat aja dulu ya..." Ucap Mas Agam yang terdengar sangat mengkuatirkan diriku.

    Dari tadi aku tidak melihat Gilang. Sepertinya Gilang sangat marah kepadaku karena tahu kalau aku sedang berhubungan dengan Mas Agam.

    "Ma...Mas Agam.."

    "Kenapa sayang..."

    "Gilang ada di mana Mas ?"

    "Tadi udah datang ke sini kok."
    "Tapi kamu kan masih tidur."

    "Emmm..."
    "Gilang marah sama saya ya Mas ?"

    "Marah kenapa sayang ?"
    "Dia cuma aku suruh beli makan siang aja."

    "Kha...Bentar lagi Gilang sampai sini kok."

    "Iy...iya Mas Ger.."
    "Errrghhh..." Erangku karena aku merasa bagian perut dan punggungku terasa sangat sakit sekali.

    "Tidur lagi aja Kha..."
    "Supaya cepet sembuh lukanya."

    "Iy...iya Mas Ger..."
    "Ta..tapi sa..saya mau bicara sama Gilang."

    "Iya sayang..." ucapku sambil mengelus keningnya.

    Aku kembali memejamkan mataku untuk menghalau rasa sakit yang aku derita.

    "Sayang...tuh Gilang baru aja datang."

    "Ma..mana Mas ?"

    "Kamu udah sadar Kha ?"
    "Apanya yang sakit ?"

    "Dul...jangan terlalu banyak diajak bicara dulu."

    "Iya Bang..."
    "Aku bawa nasi gudeg."
    "Warungnya banyak yang tutup Bang."

    "Lang...Sa..saya mau men..menjelaskan se...sesuatu."

    "Kamu istirahat aja dulu Kha.."
    "Jangan banyak gerak."

    "Ta..tapi ini penting sekali."

    "Ya udah kalau begitu."
    "Bang...bisa tinggalin kami berdua dulu ngga ?"
    "Bang Agam makan aja dulu."

    "Iya Dul..."
    "Gue makan di situ ya..."
    "Ger...Dra...yuk."

    "Mau menjelaskan apa Kha ?"

    "Ma..maafkan sa...saya ya Lang."

    "Memangnya kamu salah apa ?"

    "Emmm....."
    "Sa..saya malu sama kamu Lang."
    "Harus dari mana saya menjelaskannya..."

    "Lebih baik kamu istirahat aja dulu Kha."
    "Nanti kalau sudah sembuh, kamu baru jelaskan apa yang kamu mau."

    "Eemmmm..."
    "Sa...saya sekarang jalan sama Mas Agam."

    "Haaa....."
    "Maksudnya ?"

    "Gilang jangan marah sama saya..."ucapku. Aku benar-benar takut sekali melanjutkan ucapanku.

    "Kamu pacaran dengan Bang Agam ?"
    "Sejak kapan Kha ?"
    "Pasti Bang Agam yang menjerumuskan kamu."

    "Bang Agam !!! Sini !!!"

    "Gilang...jangan marah sama Mas Agam."
    "Sa..saya yang salah."

    "Kenapa Dul..?"
    "Kok tiba-tiba kamu ketus gitu ?"

    "Dulu aku udah bilang, kalau Bang Agam ngga boleh deketin Reskha !!"
    "Kenapa sekarang udah pacaran sama dia !!!"

    "Sssttt...."
    "Suara loe bisa dikecilkan ngga ?"
    "Ini kan rumah sakit."

    "Gi...Gilang..."
    "Maaf ya.....Sa..saya sudah bohong sama kamu."

    "Kha..yang salah abangku kok."
    "Kamu ngga salah."
    "Udah ya...jangan nangis."
    "Bang, pergi sana !!!"

    "Dul....Jangan marah gitu dong."
    "Entar aja marahnya di rumah ya..."

    "Aku ngga suka dengan kelakuan Bang Agam."

    "Ya udah, gue yang salah."
    "Tapi marahnya jangan disini ya Dul..."
    "Nanti gue jelasin di rumah."

    "Kha....kamu sudah berapa lama pacaran dengan abangku ?"

    "Eemmm....Gilang jangan usir Mas Agam."

    "Iya Kha..."
    "Dia lagi makan di situ kok." ucap Gilang sambil menunjuk ke arah belakang kasurku.

    "Ta..tapi Gilang jangan marah ya..."
    "Sa..saya yang ngga jujur sama kamu."

    "Iya Kha...Aku ngga akan marah sama kamu."
    "Tapi kamu udah berapa lama pacaran dengan Bang Agam ?"

    "Ud..udah 3 bulan Lang..."

    "Duh...pasti kamu udah dirusak sama dia."
    "Kenapa sih dia ngga cari orang lain aja."
    "Kan masih banyak orang lain selain kamu."

    "Sa..saya juga suka sama Mas Agam Lang."
    "Gilang mau memaafkan saya kan ?"

    "Iya Kha...Kamu ngga salah apa-apa kok."

    Kembali ada cairan yang akan keluar dari tubuhku.

    "Lang...sa...saya mau muntah lagi."
    "Errrghh...."

    Gilang mendekatkan kantong keresek ke mulutku. Dengan rasa sakit yang luar biasa, akupun mengeluarkan cairan amis ini melalui mulutku.

    "Reskha...!!!"
    "BANG AGAM !!!"

    "Ke..kenapa Lang ?" Tanyaku kepada Gilang yang sedang membersihkan mulutku dengan menggunakan tissue.

    "Ng...ng...."

    "Kenapa Dul..."

    "Kha...kamu tidur lagi ya..."
    "Jangan banyak bicara dulu."

    "Iy...iya Mas Indra."

    "Sayang....tidur aja dulu ya..." Ucap Mas Agam sambil mengusap-usap keningku.

    Aku merasa sangat nyaman sekali. Seolah rasa sakit yang kuderita sirna. Aku sangat bahagia sekali Gilang tidak marah kepadaku.
    Aku mencoba untuk tertidur agar luka-lukaku bisa segera sembuh. Aku tidak ingin membuat Mas Agam susah karena merawat luka-lukaku.

    ***
  • edited June 2012
    43


    Perjalanan ini benar-benar tidak bisa aku nikmati sama sekali. Perasaanku sangat kalut sekali. Aku hanya bisa berdoa agar Reskha segera sembuh. Aku janji jika Reskha sudah sembuh, akan mengajaknya ke Bandung dengan menggunakan kereta api.

    Tetapi perasaanku semakin kalut ketika Agam menghubungiku melalui ponselku tadi.

    "Di...loe udah sampai mana ?"

    "Tadi sudah lewat station Gombong"
    "Reskha gimana Gam ?"

    "Sepertinya ada luka dalam Di..."
    "Barusan juga muntahnya bercampur darah."
    "Gue ngga ngerti harus berbuat apa Di..."

    "Astaga...."
    "Kamu cepat hubungi Internis Gam..."

    "Gue tadi udah hubungi dokter internis, tapi sekarang kondisinya kacau banget."
    "Tadinya gue mau pindahkan ke rumah sakit Solo."
    "Tapi kondisi Reskha masih belum memungkinkan gue bawa kesana."

    "Dia ngga boleh banyak gerak dulu Gam."

    "Iya Di...."
    "Loe buruan dong sampai sini."
    "Gue bener-bener butuh loe."

    Aku coba menenangkan pikiranku, namun semakin aku coba, semakin kalut hatiku.
    Aku sangat merasa bersalah sekali pada diriku sendiri, karena tidak mengajak Reskha ke Bandung saat ini. Andaikata aku ajak, mungkin dia tidak akan seperti ini.

    Kereta ini telah melewati station Wates, beberapa saat lagi kereta ini akan tiba di station Tugu Jogja.

    Setibanya di station Jogja, aku segera mencari taksi. Hanya membutuhkan waktu 10menit aku telah tiba di rumah sakit PKU Muhammadiyah.

    Suasana di sini benar-benar sangat kacau. Banyak sekali pasien yang luka parah, tergelar di jalanan dan halaman rumah sakit. Sudah ada beberapa diantara mereka yang nyawanya tidak tertolong. Operasi pun dilakukan bukan di ruang operasi, melainkan di halaman rumah sakit.

    Pada saat aku masuk ke dalam rumah sakit, kulihat Agam sedang berada di lorong ini.

    "Gam..."
    "Reskha ada dimana ?"

    "Ahhh...akhirnya loe datang juga."
    "Di..Reskha lagi istirahat."
    "Ditemeni adik gue."

    Agam mengajakku masuk lebih dalam. Kulihat Reskha tergolek lemas di lorong ini dengan ditemani seseorang.

    "Di....kenalin ini adik gue Gilang."

    "Andi...."ucapku sambil menjabat tangannya Gilang.

    "Gilang..."ucapnya

    Kulihat Reskha yang sedang tertidur di ranjang ini. Miris sekali melihat keadaannya, sesekali aku mengusap kepala dan keningnya.

    Ada beberapa perban di tubuhnya yang menutupi luka-lukanya.

    "Errgghhh..."erang Reskha masih dalam kondisi menutup mata.

    "Kha...istirahat aja lagi."

    Perlahan-lahan Reskha membuka matanya. Agak lama dia memandang wajahku.

    "An..Andi..." Ucap Reskha sambil berusaha untuk tersenyum kepadaku.
    "Errgghh..."

    "Tidur lagi ya Kha..."
    "Kamu harus cepat sembuh ya..."

    "Iy..iya Andi.."
    "Mas Agam ada dimana ?"

    "Iya sayang...."
    "Aku dari tadi ada disini kok." ucap Agam sambil mendekat ke arah Reskha.

    "Gam....kamu istirahat aja dulu."
    "Aku aja yang menjaga Reskha sekarang."

    "Gue ngga cape kok Di..."

    "Gam...gue mau cek mobil ambulance untuk membawa Reskha ke rumah sakit Solo."

    "An..Andi jangan tinggalin sa..saya sekarang."

    "Iya Kha..."
    "Tapi kamu harus dibawa ke Solo."

    "Di....gue coba tanya lagi ke bagian administrasi."
    "Loe jagain Reskha ya.."
    "Dul...ikut gue bentar."

    "Iya Bang..."

    "Andi...."
    "Ergghh......"

    "Iya Kha..."
    "Jangan banyak gerak dulu ya..."
    "Supaya lukanya cepat sembuh."

    "Sa..saya ngga apa-apa kok Di..."
    "Saya ngga mau merepotkan Mas Agam."

    "Iya Kha..."
    "Tapi kamu harus sembuh dulu."
    “Nanti kalau kamu sudah sembuh, aku janji ajak kamu jalan-jalan ke Bandung pake kereta ya…”

    "Andi..."
    "Saya minta tolong..."
    "Ergghhh....."

    "Iya Kha...Pasti aku tolongin."
    "Kamu mau minta apa ?"

    "Kadonya Mas Agam saya taro di lemari."
    "Tolong berikan ke Mas Agam ya."
    "Bilang juga ke Mas Agam kalau saya sayang banget sama Mas Agam."

    "Iya Kha..."
    "Nanti aku ambil ya..."
    "Kamu jangan banyak bicara dulu..."
    "Tambah sakit kan badannya."

    "Emmmm...."
    "Sa..saya sudah ngga merasa sakit lagi Andi."
    "Errghhhh...."
    "Andi...."bisik Reskha

    "Kenapa Kha...."ucapku sambil mendekatkan mukaku ke mukanya.

    “Mereka semua sudah menunggu saya…”

    “Siapa Kha…”
    “Kamu jangan ngelantur gitu…”

    “Errrggghhhhh……”
    "Te..terimakasih ya..."
    "Sa...saya mau pamit."

    "Kha...jangan ngomong gitu ya."
    "Kamu harus sembuh."

    "Iy...iya Andi.."
    "Ta..tapi sa..saya udah ngga kuat lagi."

    "Reskha...."
    "Kamu harus tetap semangat ya..."
    "Ya Tuhan.....Aku mohon jangan panggil Reskha sekarang..."

    "Sampaikan maafku kepada Gilang dan Mas Agam."
    "Sa..saya...ngga mau mereka sedih Andi."
    "Andi juga ngga boleh sedih ya.."
    "Errggghhhhh..."

    Reskha terlihat menarik nafas panjang, dan akhirnya menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya.
    Dengan kepanikanku aku hanya bisa menggunjang-gunjang tubuhnya sambil merancu.

    "Rekha....bangun…..."
    "Jangan pergi sekarang.." lirihku, karena aku sangat sulit sekali untuk bernafas.

    Sesak sekali dada ini kurasakan, semakin aku berusahan untuk bernafas semakin sia-sia, hanya menghasilkan butiran-butiran air yang mulai menetes melalui sudut mataku.

    "Andi..."
    "Gue udah dapat ambulance dari rumah sakit Solo."
    "2 jam lagi mereka akan datang ke Jogja."
    "Jadwalnya padat banget."

    "Ngga perlu Gam..."
    "Reskha sudah damai sekarang."

    "Haaa...."
    "Sayang...sayang..."
    "Bangun sayang.."

    "Ayo sayang...kamu pasti bisa." Ucap Agam sambil mengguncang-guncang tubuhnya.
    “Bentar lagi ambulancenya datang.”
    “Bangun ya sayang…”

    Gilang hanya bisa terpana melihat keadaan seperti ini. Tidak ada kata sedikitpun yang terucap dari mulutnya.

    End.


    Epilog

    Kubaca surat terkahir dari Reskha.

    Sabtu 27 Mei 2006

    ===SELAMAT ULANG TAHUN===

    Semoga Mas Agam selalu di beri kebahagiaan oleh Yang Maha Kuasa.

    Oh iya...
    Saya hanya bisa membelikan hadiah yang ngga terlalu berarti untuk Mas Agam.
    Tetapi saya harap Mas Agam mau menerimanya ya...

    Mas Agam...

    Tau Ngga....?

    Hehehehe....

    Saya sayang banget loh sama Mas Agam.

    Tapi sampai sekarang saya belum bisa membahagiakan Mas Agam.
    Maafkan saya ya Mas...


    Cium....cium...cium dari saya.


    Mareskha Rahman.

    Aku hanya bisa menghelaikan nafasku.
    Kulipat kembali surat ini dan kemudian menyelipkan di buku coklat coklat kesayangan Reskha yang dia beri nama Journal.

    Reskha memang bukan bagian dari masa depanku, tetapi terlalu manis untuk kulupakan.
    Namanya akan selalu aku simpan di dalama hatiku.

    ***
  • Cerita ini author dedikasikan untuk Mareskha Rahman a.k.a F I.

    Semoga jiwamu tenang disana. Amin….
  • kang, kisah nyata ya? Mengharu-biru
  • Amien...
    @Chocolate010185 terinspirasi dari pengalaman ya? walaupun ada beberapa kekurangan (hampir setiap agam ketemu dengan reskha, pasti nanyain udah makan, terus jawabannya belum), tapi gak mengurangi bagusnya cerita lu. Mengalir dengan indah. I like it.
    Thanks ya!
    Semoga FI tenang di sana.
  • Yaah . . kok gini. Gak bisa komen deh kalo kisah nyata.
    Berarti mas Agam tuh author ya. Wah . . player dong.

    BTW kemarin maen ke Jogja, sekarang panasnya minta ampun. Ampe banjir kringet.
  • RIP semoga tenang bersama keluarga d sana.
    @Chocolate010185 terimakasih atas cerita indahnya, semoga sukses n d tunggu next story dah.
Sign In or Register to comment.