It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kasep....jangan kebanyakan makan update nya. Hehehehehe....
Ntar deh dibilangin ke Agam, ada yang mau di goyang.
Dan banyak banget orang yang berlarian hanya pake celana dalam dan ada juga yang ngga pake apa-apa.
Pas jamnya mandi pagi.
Maaf ya....
Sebelumnya juga sudah di tulis, bahwa alurnya akan jauh lebih cepat dibanding sebelumnya.
Harusnya cerita ini sudah beres minggu lalu. Tapi diusahakan minggu ini selesai semuanya
Untung kalau ngga sampai merasakan. Bener-bener bikin panik...
Iya..iya... 1 menit lagi
Untuk part ini, alurnya benar-benar lambat. Tapi Author masih memegang janji loh. Akan meng update setiap hari...
Asli sekarang mah updatenya dari kota Jogja....
Wuuuaaaa......waas kata orang sunda mah.
Aku sangat shock sekali dengan apa yang baru saja terjadi. Baru kali ini aku merasakan gempa yang cukup dahsyat.
Apakah ini efek dari gunung Merapi yang akan meletus.
Kulihat bangunan sekitar rumahku, sepertinya tidak ada yang mengalami kerusakan yang cukup parah. Hanya ada retakan-retakan sedikit di beberapa bagian.
Aku bergegas menuju ke dalam rumah untuk mengambil ponselku.
Kucoba menghubungi Gilang, untuk memberikan berita terupdate bahwa di Jogja terjadi gempa yang cukup kencang.
“Halo Bang…”
“Tumben pagi-pagi telpon aku ?”
“Loe ngga tau ya kalau di Jogja barusan ada gempa dahsyat.”
“Haaa….”
“Terus ada yang rusak ngga ?”
“Ngga ada Dul…”
“Cuma retak-retak dikit aja.”
“Loe buruan nyalain tv, di mana pusat gempanya.”
“Ok Bang….Aku liat tv dulu ya.”
“Sipppp…”
“Ntar kabarin gue ya.”
“Sekalian kabarin nyokap sama bokap, gue baik-baik aja.”
“Mereka lagi ada di mana ?”
“Lagi duduk-duduk di teras, sambil minum the Bang.”
“Nanti aku kasih tahu ke mereka ya Bang.”
“Sipppp kalau begitu.”
Setelah selesai menguhubungi Gilang, aku coba menghubungi Reskha.
Sangat sulit sekali menghubunginya.
Hanya ada nada “tut..tut..tut..”
Beberapa kali aku mencoba menghubunginya. Akhirnya tersambung juga.
“Hal…”
“Nomor yang anda hubungi sedang tidak aktif, silahkan coba beberapa saat lagi.”
Kenapa suara Reskha berubah jadi tante-tante girang begini.
Mungkin ponselnya belum aktif, lebih baik aku coba menghubungi Andi.
Tut…..Tut….Tut….
Nada tunggu yang aku dengar, berarti ponselnya sedang aktif.
“Halo Gam…”
“Tumben kamu telpon pagi-pagi.”
“Pasti ada maunya ?”
"Loe tuh ya....."
"Gue mau tanya tentang Reskha."
“Dari tadi gue telpon Reskha, susah banget Di.”
“Dia lagi ada di mana ya ?”
“Pastinya kalau jam segini ada di kamarnya lah.”
“Ooohh…”
“Di…gue minta tolong loe datangin ke kamarnya.”
“Suruh dia hubungi gue ya…”
“Eh Gam….Aku lagi ngga di kos loh.”
“Haaa…”
“Memangnya loe lagi ada dimana ?” Tanyaku mulai panik.
“Baru aja nyampe Bandung.”
“Ini lagi sarapan bubur ayam di depan station Bandung.”
“Haaaa….”
“Gawat !!!”
“Kenapa Gam ?”
“Barusan ada gempa kencang sekali di Jogja.”
“Dari tadi gue susah banget menghubungi Reskha.”
“Gue sekarang harus kesana Di.”
“Gam…kamu cepat kasih kabar ya.”
“Aku jadi ngga enak perasaan sekarang.”
“Bentar Di…Jangan ditutup telponnya.”
“Gue mau ambil kunci mobilku.”
“Iya Gam….”
Aku langsung mengambil kunci mobilku, dan kemudian bergegas menuju mobilku yang terparkir di garasi depan rumahku.
Geerrrr……..!!!!!!!!
“Aarrrgghhhh…”
“Kenapa Gam !!”
“Gempa susulan Di…”
Ada seseorang membunyikan alarm menggunakan TOA.
“PERHATIAN….PERHATIAN…”
“DIBERITAHUKAN KEPADA SELURUH WARGA, AGAR TIDAK BERADA DI DALAM RUMAH UNTUK SAAT INI. KARENA ADA GEMPA SUSULAN YANG CUKUP BESAR DALAM WAKTU LIMABELAS SAMPAI TIGAPULUH MENIT KEMUDIAN.”
“Gam….kayaknya aku harus balik lagi ke Jogja pagi ini.”
“Iya Di…Lebih baik loe balik lagi ke sini.”
“Gue nyetir dulu ya sekarang.”
“Ok Gam.”
“Kabarin aku terus ya...”
“Iya Di.”
Kulajukan mobilku menuju jalan Parangtritis.
Pada saat aku keluar komplek, sudah banyak motor dan mobil yang melaju dari arah utara menuju selatan. Ada beberapa orang pengendara motor yang berteriak.
“AWAS !!! AWAS !!!”
“MERAPI MAU MELETUS !!!!”
Akupun semakin panik. Namun aku harus berhati-hati dalam mengendarai mobilku ini. Karena terlalu banyak motor yang berseliweran di jalan Palagan.
Setelah melintas perempatan jalan Ring Road, aku mendengar suara kencang.
BRAKKKK !!!!!
Kulihat dari spionku, ada tabrakan sangat kencang antara motor yang melaju dari arah utara, dengan motor yang melaju dari arah selatan.
Tadinya aku hendak menolong orang yang saling bertabrakan, namun sudah ada beberapa orang yang langsung dengan sigap menolongnya.
Kembali aku berkonsentrasi mengemudikan mobil ini. Karena banyak sekali motor yang berjalan cukup kencang dari arah tugu Jogja menuju utara. Sedangkan aku berjalan menuju arah tugu Jogja.
Pada saat aku melewati jalan Brigjen Katamso, ada beberapa pengendara motor yang berteriak-teriak.
“TSUNAMI !!!! TSUNAMI !!!!”
Akupun semakin shock. Jalanan di kota ini sangat tidak terkendali. Benar-benar kacau. Ada beberapa rumah yang atapnya roboh.
Semakin aku mendekat dengan kosnya Reskha, aku semakin panik, karena memasuki jalan Parangtritis, banyak sekali bangunan yang rusak parah.
Kulihat sebelah kiriku, ada sebuah kampus STIE Kerjasama yang kedua bangunan tersebut saling menopang. Lebih tepatnya lagi, kedua bangunan ini runtuh dan saling menimpa satu dengan lainnya. Aku yakin, bangunan itu tidak mungkin di renovasi. Benar-benar harus dihancurkan.
“TSUNAMI !!!! TSUNAMI !!!!”
Kembali kudengar teriakan dari pengendara motor yang hanya mengenakan celana dalam saja.
Ada pula orang yang berlari dan tidak mengenakan sehelai benang pun.
Kepanikanku pun semakin menjadi, hanya satu yang harus kucari.
RESKHA !!!!
Setelah kuparkirkan mobilku di depan jalan yang menuju kosnya Reskha, aku berlari menuju ke kosnya.
Tidak ada bangunan yang sempurna di jalanan ini. Semuanya rusak parah. Banyak sekali suara orang yang mengaduh-aduh sambil mengucapkan
“Tolong….tolong…”
“ASTAGA !!!!!”
Hanya tersisa puing-puing bangunan yang nyaris rata dengan tanah.
Akupun sangat panik sekali melihat kamarnya Reskha yang sudah tidak berbentuk.
“RESKHA…!!!!”
Aku melihat dia tergolek tanpa daya dengan setengah badan tertimpa lemari pakaiannya.
Dengan kekuatanku, aku mengangkat balok-balok kayu yang menimpa lemari bajunya. Kemudian aku mengangkat lemari pakaian ini.
“RESKHA !!!”
“Bangun sayang…”
Tidak ada respon sedikitpun. Aku cek pergelangan tangannya.
Hatiku agak sedikit tenang. Ada denyut nadi yang aku rasakan.
Dengan segenap jiwaku, aku mengangkat tubuh yang tak berdaya ini.
“Tahan ya sayang…”
“Errgggg….”
“Saa….saakit…”
“Iya sayang…sabar ya..”
Dengan susah payah aku membawanya menuju mobilku. Kutaruh tubuhnya di kursi belakang, agar dia bisa sedikit berbaring.
Kemudian aku lajukan mobilku menuju Rumah Sakit PKU Muhammadiyah, yang lokasinya tidak jauh dari kantor pos besar, tepatnya di jalan KHA Dahlan.
Sambil melajukan mobilku, aku coba menghubungi Andi. Harus beberapa kali aku mencoba menekan nomor ponselnya agar tersambung.
Setelah lebih dari sepuluh kali aku mencobanya, akhirnya tersambung juga.
“Halo Gam”
“Gimana Reskha.”
“Parah Di..”
“Harus op cito*”
*Urgent/dadakan/segera untuk dilakukan operasi
“Haa…..”
“Aku sudah ada di dalam kereta.”
“Bentar lagi kereta apinya berangkat.”
“Buruan ya Di…”
“Gue butuh loe banget.”
“Iya Gam…”
“Kamu urus segera Reskha ya.”
“Eh Di...”
"Loe punya nomor telpon rumah orang tuanya ?"
"Haaa...."
"Kamu memang ngga tau keluarganya Gam ?"
"Reskha cuma cerita kalau kedua orang tuanya ada di Aceh."
"Tapi gue ngga pernah menanyakan nomor telpon rumahnya."
"Ya ampun...."
"Orang tuanya sudah meninggal semua Gam."
"Makanya aku menganggap dia seperti adik sendiri."
"Masa Reskha ngga pernah cerita ?"
"Astaga...."
"Gue bener-bener baru tahu Di."
"Dia sama sekali ngga pernah menceritakan kesedihannya sama gue."
"Gam...tolong Reskha ya."
"Pasti Di."
"Gue panik banget sekarang."
"Loe buruan ya datang ke PKU."
"Di, udah dulu ya."
Tanpa menghiraukan suara Andi, aku memutuskan sabungan telpon ini.
Aku benar-benar semakin panik ketika mendengar suara Reskha yang menggeram.
“Errggghhh…”
“Sabar ya sayang…”
“Bentar lagi kita sampai rumah sakit.”
“Ma..mas Ag..Agam ya..”
“Udah kamu jangan bicara dulu.”
Ada tetesan darah yang keluar dari mulutnya.
“Ya Tuhan…..Tolong selamatkan nyawa Reskha.”
“Aku masih ingin bersamanya.”
Hanya kalimat itu yang bisa aku ucapkan.
Sesampainya di rs PKU Muhammadiyah, aku tidak bisa memasukkan mobilku menuju UGD. Sudah banyak sekali orang-orang yang luka parah, berjejer di jalan persis di depan rumah sakit ini.
Ada beberapa orang yang sibuk memasang tenda untuk pasien yang perlu perawatan.
Suasana rumah sakit ini benar-benar kacau.
“Kha…Tunggu sebentar ya…”
Aku segera menuju ke dalam rumah sakit untuk mengambil ranjang yang ada rodanya, untuk membawa Reskha dari mobil menuju ke dalam rumah sakit.
“Suster…tolong saya.”
“Teman saya luka parah sekali.”
“Di mana sekarang pasiennya ?”
“Ada di mobil saya.”
“Kamu tunggu dulu sebentar di sini.”
“Saya bawakan ranjangnya.”
Kemudian suster itu bergegas masuk ke dalam rumah sakit. Beberapa saat kemudian, dia keluar bersama seorang perawat lelaki sambil membawa ranjang beroda.
Kami bertiga setengah berlari menuju mobilku yang terparkir di samping rumah sakit ini.
Kemudian dengan perlahan, aku mengangkat tubuhnya Reskha.
“Tahan ya Kha….”
“Aarrrghhhhh…saa…saakkitt Mas…”
“Iya…yang kuat ya”
Setelah tubuhnya Reskha terlentang sempurna di atas ranjang tersebut, kami langsung berlari kembali menuju rumah sakit.
Aku bersyukur karena Reskha langsung ditangani tanpa ada hambatan sedikitpun.
10 menit berlalu
20 menit berlalu
Aku hanya bisa menunggu tanpa ada yang bisa kukerjakan sedikitpun.
Sudah bisa dibayangkan, semakin banyak orang yang datang ke rumah sakit ini untuk meminta pertolongan. Rata-rata patah tulang bahkan ada yang benar-benar hilang salah satu bagian tubuh.
Tidak beberapa lama, seorang suster keluar dari kamar operasi.
“Ade temannya pasien yang di dalam situ.”
“Iya Sus…gimana keadaannya ?”
“Operasinya telah selesai dilakukan.”
“Tetapi tidak ada kamar yang tersedia saat ini.”
“Bagaimana jika dirawat sementara di lorong ini.”
“Ngga apa-apa sus…”
“Oke kalau begitu.”
“Saya masih banyak yang harus dikerjakan.”
“Saya keluarkan dulu pasien dari dalam ruang operasi.”
Kemudian suster tersebut masuk kembali ke ruang operasi.
Tidak beberapa lama kemudian, ada seorang lelaki mendorong kasur keluar dari kamar operasi. Rupanya Reskha yang ada di tempat tidur tersebut.
“Mas…biar saya aja yang dorong.”
“Oke Dek…”
“Hati-hati ya…”
Akupun mendorong kasur ini untuk mencari tempat yang agak sedikit lega.
Kulihat ada beberapa orang yang menangis karena rekannya tidak sempat tertolong.
Reskha masih terbaring tanpa daya, namun tubuhnya sudah dibersihkan. Ada beberapa perban yang membalut tubuhnya. Dan tentunya selang infus untuk memberikan nutrisi bagi tubuhnya.
Setengah jam kemudian
“Errrgghhh…”
“Ma…Maass….”
Hatiku sangat lega sekali. Rupanya Reskha sudah sadar.
“Iya sayang….”
“Jangan banyak bergerak dulu ya…”
“Sa…sayya…ad..ada di..mana ?”
“Kita lagi ada di PKU sayang.”
“Istirahat aja dulu ya.”
“Iy..iya Mas Agam.”
“Aargghhh…..”
“Sak…sakitt…”
“Iya sayang…Tahan ya…”
“Yang penting kamu harus semangat untuk sembuh.”
“Ma…mas..Ag..Agam..”
“Sa..saya bo..boleh minta tolong.”
“Kenapa sayang.”
“Errgghhh…..”
“Tolong panggilkan Gilang.”
“Sa..saya mau bertemu dengannya.”
“Bentar lagi Gilang kesini.”
“Kamu istirahat aja dulu ya.”
“Iya Mas…”
“Makasih ya Mas Agam…”
Sambil mengusap-usap keningnya, aku coba menghubungi Gilang.
Kenapa hari ini aku sangat sulit sekali menghubungi siapapun. Harus berpuluh-puluh kali mencobanya agar bisa tersambung.
“Halo Bang…”
“Dari tadi aku hubungi ponsel Bang Agam, tapi susah nyambungnya.”
“Aku mau ngabarin kalau pusat gempanya ada di Bantul Bang.”
“Dul….sekarang juga loe balik ke jogja.”
“Memangnya kenapa Bang ?”
“Reskha mau ketemu sama loe.”
“Haaaa….”
“Dia baik-baik aja kan ?”
“Gue juga berharap begitu.”
“Tapi dia baru saja menjalani operasi.”
“Buruan loe kesini ya.”
“Iya Bang…Aku langsung ke bandara sekarang.”
Walau bagaimanapun, aku harus berada di sisi reskha. Tetapi aku butuh air minum, terasa sangat dahaga tenggorokanku ini.
Aku coba menghubungi Indra, semoga dia baik-baik saja.
“Halo Wuk…”
“Kamu baik-baik aja kan ?”
“Dra, gue butuh bantuan loe.”
“Bisa datang ke PKU ngga ?”
“Haaa….kamu kenapa Wuk ?”
“Reskha baru saja di operasi.”
“Lukanya cukup parah.”
“Gue sih ngga apa-apa.”
“Iya…iya Wuk.”
“Aku segera kesana.”
“Bawain gue air ya.”
“Haus banget.”
“Ok Wuk…”
Aku perkirakan Andi datang kesini sore hari, sedangkan Gilang bisa lebih cepat. Semoga saja dia langsung dapat pesawat.
Selang dua puluh menit, Indra dan Gerald datang ke PKU.
“Wuk….baru aja aku mau tanya ruangannya dimana.”
“Tapi susah banget telpon kamu.”
“Duh Reskha kok bisa kayak gini Gam ?”
“Moga-moga aja cepet sembuh.”
“Makasih ya Ger, mau datang kesini.”
“Kosnya dia hancur lebur.”
“Parah banget Gam ?”
“Daerah selatan kayaknya paling parah, semakin selatan semakin hancur sepertinya.”
“Aku ngga nyangka bakal separah ini.”
“Wuk…aku bawain makanan juga, pasti kamu belum makan kan dari pagi.”
“Makasih ya Dra…”
“Gue ngga ada selara makan sedikitpun.”
“Gam…kamu harus makan, jangan sampai sakit.”
“Nanti yang ngurus Reskha siapa ?”
“Iya Ger…”
“Tapi gue bener-bener ngga selera makan.”
“Ayolah wuk…paksain ya.”
“Demi Reskha juga kok wuk…”
“Ok deh….”
“Gue makan ya.”
“Kalian udah pada makan belum ?”
“Udah dari tadi wuk…”
Kemudian aku menyantap beberapa suap nasi yang dibawa oleh Indra. Jika dalam kondisi biasa, mungkin akan terasa sangat nikmat. Tetapi saat ini aku tidak merasakan sedikitpun rasa itu. Aku hanya terpaksa memasukan nasi sedikit demi sedikit agar perutku tidak kosong sama sekali.
“Ma..Mas Agam…”
“Iya sayang…”
“Jangan banyak bicara dulu ya..”
“Gilang sudah datang belum ?”
“Bentar ya sayang…”
“Dia lagi dalam perjalanan menuju kesini.”
“Sekarang ada Indra dan Gerald.”
“Kha…kamu jangan banyak bicara dulu ya…”
“Aku doain semoga kamu cepet sembuh.”
“Ma..makasih ya Mas Gerlad.”
“Errrghhhh…”
“Tuh kan sakit lagi….”
“Istirahat aja dulu ya…”
“Ba…badan saya sakit semua Mas…”
“Iya Kha…Sabar ya.”
“Nanti juga sembuh.”
Aku hanya bisa mengusap-usap keningnya saja agar dia lebih tenang dan mau tertidur kembali.
***
Ada firasat gak baik soalnya....
Reskha yang kuat ya!
Penerbangan dari Bandung ke Jogja hanya ada pesawat Deraya, dan itupun tidak setiap hari terbang.
Gilang ada di jakarta. Di rumahnya sendiri.