It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Kangen ma Item euy..
Kangen ma Item euy..
“item..item..” dan air mataku meleleh lagi. Aku dilanda rasa rindu yang sangat. Aku rindu bau tubuhnya, aku rindu dibonceng olehnya, aku rindu pujiannya yang menggantung, aku rindu kejutannya. Aku rindu kamu tem, aku rindu kamu..
“item..gua sayang elo tem, gua kangen sama elo..” aku terus saja menyebut namanya.
Suara adzan shubuh pun terdengar merdu sekali. Aku merasa kecil dan hina sekali. Aku merasa diri ini betul-betul berlumur dosa. Tapi apa yang harus aku lakukan tuhan? Apa selama ini aku hanya diam saja menerima ini semua? Tidak, aku lakukan ribuan cara agar aku terbebas dari sakit ini. Aku sengaja menjauhi teman-teman wanitaku agar sifat mereka tak menulariku. Dan aku menjain pertemanan dengan teman dari kaum adam. Tapi rasa ini semakin menggebu. Aku juga tak hentinya memohon pada-Nya, tapi aku tak bisa membendung rasa ini. Sekarang apa yang harus aku lakukan tuhan?
Kemudia aku mengambil air wudlu dan segera menghadap-Nya. Aku mencoba menahan tangis saat sholat karena aku tahu itu tak baik. Selesai sholat, aku mengadu pada tuhan, mengadu pada-Nya tentang semua sedihku. Aku mohonkan kekuatan dan aku mohon ampunan-Nya atas dosaku yang semakin banyak ini. Lalu aku mencoba mengambil mushap al-Quranku yang sekarang terlihat begitu berdebu tanda telah lama tak tersentuh. Kuusap debunya dengan kain lalu kubuka dan secara kebetulan yang kubuka adalah surat ar-Rohman.
Aku mulai membacanya meski aku memang tak begitu lancar seperti si item. Dulu ketika aku masih sering nginep di kost si item, setiap shubuh setelah sholat shubuh, dia melanjutkannya dengan membaca beberapa lembar al-Qur’an beserta terjemahannya. Aku yang tak begitu faham tajwid dan makhroj, merasa bacaan dan lagamnya terasa enak sekali di telingaku. Aku memandanganya lama ketika dia sedang membaca al-Quran. Wajahnya terlihat tenang sekali. Dan ketika dia membacakan terjemahannya aku merasa menjadi mahluk pendosa yang paling berdosa.
Dan surat ar-Rohman ini adalah surat yang dia bacakan ketika aku main ke kostnya dan aku mengeluhkan ini itu. Bahkan setelah sholat shubuhpun aku terus saja menggerutu tentang hidupku yang rasanya tak adil. Dia tak banyak komentar, hanya tersenyum.
Kemudia dia mengambil mushap al-Qur’an dan mulai membacanya. Aku sontak diam mendengarkan. Beberapa kali aku mendengar dia membaca ayat, “fabiayyi aalaa irobbikuma tukadzzibaan..” entahlah berapa belas kali dia membacanya dengan berulang-ulang, dan ketika dia membaca terjemahannya, dia berulang-ulang membaca,” maka nikmat tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” aku hanya terdiam mendengarnya. Aku merasa malu sekali mendengarnya.
Setelah dia menutup mushapnya, dia mendatangiku yang sedang tertunduk.
“kamu dengar, Alloh menyebutkan beberapa kali dalam surat ar-Rohman, ‘maka nikmat tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?’ Apakah kita masih terus-terusan menggerutu? Coba lo lihat orang-orang di sekitar lo. Apa masih pantas kita mengeluh?” katanya. Terdengar simpel tapi begitu dalam. Aku malu sekali.
Aku menatapnya kuyu. Sungguh aku malu sekali. Dan tak ada sedikitpun roman menceramahi. Dia menatapku sambil tersenyum. Aku lantas mencoba tersenyum lagi dan mulai saat itu aku tak pernah lagi mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya tak perlu aku besar-besarkan. Aku harus kuat. Apa yang terjadi padaku pasti tak ada apa-apanya dibandingkan apa yang terjadi pada orang-orang yang kurang beruntung yang mungkin sekarang sedang terlunta-lunta di jalanan.
Dan sekarang aku kembali lagi ke surat ini. “fabiayyi aalaa irobbikuma tukadzzibaan..”, maka nikmat tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Ya, nikmat tuhanku yang manakah yang bisa kudustakan? Aku terlonjak. Tuhan telah mengirimkan seorang nabil untukku. Ya, tuhan telah menjawab keraguanku. Mungkin ini terdengar gila karena aku masih menyangkutkan ayat-Nya dengan sesuatu yang jelas-jelas melanggar kodrat-Nya. Tapi setidaknya untuk sat ini aku butuh jawaban atas perasaanku. Ya, aku akan memilih nabil bersamaku. Karena sebagaimana sayangnya aku sma si item, dia telah menjadi milik orang.
******
Selesai mandi aku langsung mematut diri. kulihat mataku di cermin, mataku terlihat merah. Ah, apa aku gak masuk kerja aja sekarang ya? Tapi gak enak juga sama yang lain. Ya, aku harus masuk kerja. Kalau ada yang nanya aku akan bilang kalau aku sedang sakit mata. Terserah mereka akan percaya ato enggak. Aku lantas mencoba memasang senyum di bibirku, kemudia bergegas keluar kamar kostku dan langsung menuju ke motorku untuk kembali bekerja di pabrik.
ditunggu updatenya .. kudu.. harus... dah ga sabar... dah males baca cerita yg laen
Pabrik, 09.30 wib
“sal, mata lo kenapa?” tanya Bayu.
Bayu adalah rekan kerjaku. Dia mekanik baru pindahan dari departemen lain. Kami memang belum begitu akrab karena memang aku dan dia jarang kerja bareng. Aku electric dan dia mekanik. Selain itu juga karena dia masih anak baru di engineering.
“mmm..gapapa. sakit mata kayaknya” jawabku berbohong.
“oh...” jawabnya singkat. Kulihat dia sepertinya tak percaya. Ya gimana mau percaya, mataku emang terlihat bengkak.
“katanya lo bentar lagi masuk shift ya?” tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“iya.” Jawabnya singkat. Kulihat dia sedikit merengut.
“kok keliatannya gak seneng?”
Dia hanya tersenyum kecut.
“dijalani aja dulu...” kataku mencoba mencairkan suasana.” Lagian juga kalo kena shift kan gak bete..terus kalo urus ini-itu lebih gampang”
“iya sih, tapi...” katanya lagi
“kenapa emang?”
“gapapa. Eh gua duluan ya. Mau emuin temen gua dulu” katanya lalu berdiri.
“eza?” tanyaku.
Dia hanya mengangguk pelan lalu berlalu meninggalkanku. Lalu tiba-tiba hapeku berbunyi. Ada panggilan masuk. Dengan ragu kuraih hapeku dan aku hanya diam. Si item. Apa aku harus menjawab panggilannya? Ya, aku harus jawab, aku harus bilang kedia kalo aku aakan memilih seseorang, bukan dia. Tapi orang yang perlahan mulai mengambil tempat dihatiku dan akan menggantikan posisinya.
“haloh..” kata suara dibalik telon itu.
“...” aku masih terdiam.
“sal..gua mau nanya sama lo..”
“a..apa tem?” kataku sedikit gelagapan.
“tadi pagi, lo nyebut-nyebut nama gua gak sal?” katanya lirih.
Deg, jantungku serasa berhenti berdetak. Aku kembali merinding. Bagaimana dia tahu kalo aku tadi shubuh menyebut-nyebut nama dia?
“sal..jawab yang jujur sal?”
“lo ngaco tem. “kataku berkilah. Mana mungkin aku bilang iya.
“oh..kirain”
“e..emangnya kenapa tem?” tanyaku penasaran.
“tadi shubuh gua ngerasa ada yang manggil-manggil gua sal. Tadi gua kira elo yang manggil. Tapi ternyata..” dia tak melanjutkan kata-katanya.
Aku hanya diam. Kepalaku terasa pusing. Apakah ini yang namanya kontak batin? Rasanya aku ingin berteriak di telepon.” Ya, gua tadi manggil-manggil nama lo tem. Gua sebut nama lo tem. Gua sayang sama elo. gua kangen sama elo, gua cinta sama elo tem..” tapi mulutku rasanya terkunci.
“ya udah sal, gua tutup ya”
“tem..”
“ya?”
“maaf ya”
“lo nggak salah sal. gua yang salah. Maafin gua sal..”katanya lirih.
“lo pasti tau gimana perasaan gua ke lo dulu. Tapi sekarang kondisinya udah beda tem. Gua gak mungkin terus-terusan nyimpen rasa sayang ke elo. dan sekarang...gua mau nyoba buka hati gua buat yang lain tem.”
“....” dia hanya diam mendengar keterusteranganku.
“maafin gua tem..”
“gua ngerti kok sal.., ini konsekuensi dari sikap gua yang naif dulu. Gua mesti kehilangan orang yang gua sayang.”
“...”
“oke sal, gua tutup ya. Tapi satu hal yang mesti lo inget, lo mesti jaga diri lo. Jaga hal terindah yang lo punya. Dan ... lo tau siapa orang pertama yang harus lo hubungin kalo lo lagi sedih..”
“...” aku diam mendengar kata-katanya.
“gua tutup sal. Jaga diri lo sal..klik”
Dia menutup telponnya. Aku masih menempelkan hapeku di telingaku, berharap masih bisa dengar suaranya yang berat itu. Suara yang sangat aku rindukan dan suara yang bisa membuatku merasa tenang dan nyaman.
Aku merasa kuyu sekali. Mataku terasa perih. Tapi aku masih mencoba menahan agar air mataku tak jatuh lagi. Stop crying. Tapi kenapa hati kami masih terpaut? Kenapa dia merasakan ketika aku menyebut namanya? Kenapa dia tahu setiap aku merasa sedih?
Aku masih mencerna pesan-pesannya barusan. Ya, aku memang harus menjaga diri. Aku sadar di dunia pelangi kesetiaan itu adalah hal yang absurd. Kebanyakan hanya mengejar pertemuan alat kelamin. Aku mungkin memang naif, aku mengharap cinta yang yang satu. Aku juga masih belum siap untuk menyerahkan hal terindah itu. Ya, hal terindah itu hanya akan aku beri buat orang-yang benar-benar kusayang dan menyayangku. Tapi apakah nabil memang menyayangku dengan tulus? Bodoh, tentu saja. Kenapa aku meragukannya setelah apa yang dia lakukan untukku? Lalu, kalau suatu hari dia meminta hal terindah itu, apa aku akan kasih? Ah..ntahlah, aku masih belum bisa bilang iya atau tidak. Yang pasti saat ini aku sayang dia dan aku yakin dia juga sayang sama aku.
Kemudian aku kembali teringat nabil. Kenapa sampai saat ini nabil belum juga menghubungiku? Apa aku harus menelponnya sekkarang? Sekarang masih jam kerja, aku takut mengganggunya. Mungkin nanti setelah istirahat saja aku telpon dia. Daripada aku ganggu dia.
“isal monitor isal..” suara HT itu mengagetkanku.
“masuk pak..”
“mesin printing no.5 trouble sal..”
“oke pak. Ditunggu pak. 46”
(46, kode untuk merapat atau segera menuju TKP)
*****
Aku masih merapikan tool setelah melakukan perbaikan di mesin printing tadi. Lalu aku merasa saku celanaku bergetar. Kuambil hapeku dan ternyata sms dari nabil. Syukurlah, akhirnya dia sms juga. aku tersenyum lalu kubuka isi pesannya.
“maboy..aku tunggu di depan y..”
Hah, dia udah ada di depan? Dia memang selalu memberikan kejutan tak terduga untukku.
“mang mau kemana?” balasku.
“kita makan diluar, gimn?”
“boleh.”
“yadah, buruan jangan bengong mulu. Ituh, malah senyum-senyum sendiri. Udah buruan...”
Dasar. Orang satu ini emang paling bisa buat aku tersenyum. Ya, aku tau aku gak salah memilih. Dia dan segala sikapnya yang tak terduga itu telah meluluhlantahkan hatiku. Sekarang aku mulai menerka-nerka, style apalagi yang akan kulihat nanti. Apakah setelan go green? Atau hip hop lagi? Atau jangan-jangan punk rock lagi? Ckckck..tapi apapun kemasannya, isinya selalu spesial untukku.
Aku senyum-senyum sendiri sambil memeluk erat pinggangnya. Betapa tidak, dia mengenakan kemeja yang dibalut sweeter tanpa lengan juga mengenakan kacamata. Dia tidak menggunakan helm karena jalur yang akan dilalui tak ada polisi. Sungguh warga negara yang taat hukum. Tapi sumpah, dia terlihat sangat keren sekali. Dan aku suka sekali parfum yang dia pakai. Entahlah wangi apa, yang pasti tercium segar sekali.
Satu hal yang kusadari, wangi parfumnya selalu berbeda di setiap setelan yang dia pakai. Dan aku selalu suka wanginya. Wanginya itu menciptakan suasana dan bahkan semakin mengesankan pesonanya. Dia selalu tercium segar di siang hari dan kalau mengajakku jalan-jalan malam, wanginya hangat sekali, membuat aku begitu betah berlama-lama memeluknya.
Dia masih membawaku dengan ninjanya. Entahlah kemana dia akan mengajakku menghabiskan jam makan siangku. Tapi kalaupun ke warteg, aku tak masalah asalkan dengan dia. Kalau orang sedang jatuh cinta, diajak makan siang di WC pun pasti gak bakal nolak.
“my man. Semalem ada apa?” tanyaku mencoba membuka percakapan.
“gapapa” jawabnya singkat.
“tapi kok arif..?”
“udah pernah nyobain sop citarik?” tanya nabil mengalihkan pembicaraan
“sop citarik? Kambing?” tanyaku. Mungkin sekarang emang waktunya kurang tepat buat bicaraain masalah semalam. Toh dia menjemputku karena emang mau ngajakin makan, bukan ngomongin masalah semalem.
“hahah. Sop kambing mah kurang cocok kalo jam segini. Sop kambing mah buat malem-malem.” Jawabnya dengan senyum nakal.
Aku hanya tersipu. Itulah yang sering membuat aku begitu merindukannya. Dia kadang ‘nakal’ dan sering mengolok-olokku. Tapi aku suka sekali cara dia memperlakukanku.
“emang kenapa?” tanyaku pura-pura tak tau.
“gua sih, kalo abis makan sop kambing tuh bawaannya lain”
“lain gimana?”
“bawaannya tuh gak tenang. Si dede gak bisa diajak kompormie”
“hahah. Kompromi kaleee..”
“heheh. Yadah, kita cobain sop sapi citarik ya”
Dan ketika aku melepas helm half face-ku, ternyata sekarang kami sedang berada di depan sebuah rumah makan.
Kami berdua lantas masuk. Kulihat ada cukup banyak pengunjung rumah makan ini yang kebanyakan berbaju PNS. Busyet, berarti emang disini rasanya dan harganya lumayan, toh yang makan kebanyakan PNS. Sekilas tak ada kesan kesan restoran disini. Bahkan terkesan seperti garasi yang digunakan sebagai rumah makan karena ada dua buah mobil dan bberapa mobil didalamnya. Sedang mobil-mobil pengunjung diparkir diluar.
Desainnya pun sederhana sekali. Tak ada musik, tak ada hiasan-hiasan, tak ada vas bung. Yang ada hanya kursi panjang, dan satu buah TV layar cembung, itupun hanya 14”. Terkesan biasa-biasa saja. tapi kenapa orang rela antri ya? Aku mulai penasaran.
“kang, sopna dua nya” kata nabil ke seseorang yang sedang sibuk membungkus sop.
Dia lantas mengambil dua buah piring, sendok serta garpu.
“sal, ngambil ndiri nasinya..” aku lantas berjalan ke arahnya dan langsung mengambil piringku. Dia memang memanggil namaku kalau di tempat umum. Tentu saja, gak mungkin kan kami terlihat mesra dengan panggilan sayang?
Aku melihatnya mengambil nasi cukup banyak sekali. Dasar, tapi tak apa-apa lah. Dia memang harus makan banyak karena dia kan harus melindungiku. Gimana mau ngelindungin aku kalo dia gak punya tenaga? Tapi yang kuheran, makannya banyak, tapi badannya gak bisa dibilang gemuk, gak kurus juga. yang pasti enak sekali dilihat. Tingginya sekitar 175-an dan mungkin beratnya tak lebih dari 65-70-an.
Sekarang aku mengambil beberapa centong nasi. Sedikit sebenarnya. Nasinya nasi dingin dan agak sedikit bear (tidak leket atau pulen, nasi untuk masakan berkuah memang lebih nikmat kalau dingin dan tidak leket). Lalu aku mendekatinya yang sedang mengambil tahu tempe, aku hanya mengambil perkedel dan rempeyek udang lalu kami berdua duduk. Dia lantas mengambil dua buah teh botol dan menyimpannya disamping piringku.
Ketika aku sedang menunggu sopku datang, dia mengangkat piringnya dan dengan sendoknya memindahkan nasinya ke piringku. Aku hanya melongo.
“bil, kok?”
“sssttt..lo mesti makan banyak...”katanya datar.
Aku hanya cemberut. Porsi segini mana abis..
“gak abis awas lo. Kalo gak abis lo yang bayar.” Ancamnya. Huh dasar. Emangnya aku gak bisa bayar? Mendingan aku yang bayar daripada aku mesti ngabisin nasi sebekong gini.
Tak lama dua mangkok sop datang dan si pelayan menaruhnya di depan kami. Nabil lantas tersenyum dan mulai menyendok sambal cabe dan mengaduknya ke sopnya. Setelah itu dia mencicipinya dan kembali tersenyum. Aku geli sekali melihatnya. Dia terlihat lucu kalau sedang lapar. Dan yang aku suka, dia gak terlalu menjaga table manner. Orangnya cenderung cuek tapi gak norak atau malu-maluin.
Aku lantas mencicipi kuah sopnya yang sudah kuberi sambal cabe. Rasanya memang gurih-pedas. Apalagi terasa segar dengan potongan daun bawang. Kucicipi dagingnya. Tekturnya lembut sekali dan bumbunya terasa sampai kedalam.
“enak bil..” kataku sambil tersenyum ke arahnya.
“pasti lah. Ini kan tempat favorit gua..” kok nyebutnya gua sih..T_T
“oh...AKU kayaknya bakal minta sering diajakin kesini deh..” kataku sambil senyum dan menekankan kata AKU agar dia ngerti kalo aku gak suka panggilan gua elo.
“ya..kalo lo mau bayarin gua ya gapapa..” Hah, masih gua elo?
“my man...” kataku setengah berbisik.
Dia langsung melotot kearahku. Aku hanya cekikikan kecil. Dia memang suka marah kalau aku memanggilnya my man di tempat umum. Tapi biasanya trik itu cukup ampuh untuk kembali ke aku-kamu. Dia lalu melanjutkan makannya. Dan aku kaget karena makannya cepat sekali. Sedang aku belum juga setengahnya.
“lo mesti makan banyak..” katanya sambil melap mulutnya dengan tissue.
Aku merengut.
“kok manggilnya elo?” kataku sambil manyun.
“jeelah...iya deh..kamu mesti makan yang banyak...”
“kenapa emangnya?” tanyaku sambil menyuapkan lagi nasiku.
Lalu dia mendekatkan bibirnya ke kupingku.
“kamu kan masih dalam pertumbuhan titit” katanya menggodaku.
Aku hampir saja menyemburkan nasi dalam mulutku. Dia tertawa cekikikan melihatnya. Uh...dasar...
“lagian juga produksi kecebong besok-besok harus mulai banyak..” katanya lagi.
Rasanya wajahku merah sekali sekarang. arghht..aku jadi salting nih..kecebong? aih, jangan-jangan? Oh no..kenapa pikiranku jadi ngeres sekarang?
Aku kembali mencoba makan tapi kayaknya kok gak habis-habis?
“sal, udah jam segini. Buruan..” katanya sambil melihat jam tangannya.
“kamu sih ngasihnya kebanyakan. Aku kan gak biasa makan segini banyaknya...”
“yeh..kumaha sih. Yadah, aku bantuin ya..”
Lalu dia menggeser mangkokku dan mulai makan lagi. Hadeh, dia kayaknya masih lapar...katanya mau bantuin malah lebih rakus dari aku. Dasar cowok ganteng nyebelin yang rakus.
“idih...porsi sebekong masih kurang aja” cemoohku.
“sepiring bedua kan romantis..” katanya berkilah.
Aku hanya tertawa melihatnya yang makan seperti masih kelaparan. Tapi aku memang senang sekali sekarang. Rasanya seperti di tipi-tipi. Sepasang kekasih makan sepiring berdua, meskipun yang satu lebih rakus.
*****
Aku tersenyum. Lumayan juga. Rasanya buatku gak ngecewain. Tapi yang lebih gak ngecewain kan karena aku makannya sama dia. Kalo aku makan sama artis yang mukanya (sensor, maaf, tidak diizinkan ) aku mah ogah dah.
“ntar-ntar mah aku ajak makan sop torpedo kambing ato domba, mau yah?” katanya sambil mengedipkan satu matanya dan gerakan bibir yang dibuat nakal. Nakal tapi mendebarkan.
“hahaha”
“tapi malem-malem..” katanya lagi menggodaaku.
Aku kembali tersipu. Hmm...gimana ntar deh. Aku gak tahu apa aku sudah siap atau belum ntuk ‘itu’. Aku lalu memeluknya erat dan diboncengnya untuk kembali ke pabrikku.
*****