BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Complicated Love Story ___ End Part (Coming Soon)

edited June 2012 in BoyzStories
>> SIDE RAFFA

Cahaya sang surya menerobos masuk ke kamarku melalui jendela kaca yang memang menghadap ke ufuk timur. Matahari pagi telah menyapa, berbarengan aroma segar embun pagi yang menyerbak,cerahnya pagi ini berbanding terbalik dengan suasana rumah,yang kini selalu terasa begitu suram, tak ada lagi kehangatan seperti beberapa waktu yang lalu. Duka, hingga kini masih menggerogoti seluruh isi rumah ini. Rasanya masih sulit mempercayai peristiwa yang baru terjadi ini.

Tak tertahankan airmataku kembali tumpah bila mengenang semua yang masih sempat kami nikmati, saat-saat kebersamaan yang indah bersamanya.masih segar dalam ingatan, sebulan yang lalu kami masih sempat jalan-jalan ke desa, ke perkebunan teh yang baru saja di beli papa, di sana kami bercengkrama bersama , menghabiskan waktu sambil menikmati suasana pedesaan yang begitu asri, bermain layang-layang, foto-foto bersama di pncak bukit, hingga makan jagung bakar bersama diiringi nyanyian sumbang berbalut petikan gitar dari penyanyi jalanan yang ada di sana.

Ku coba bangkit dari tidurku, dengan langkah gontai ku berjalan keluar dari kamarku. Langkahku terhenti di ruang tengah, pandanganku kini tertuju pada sosok seorang pria yang terduduk lesu di atas kursi roda, dengan tatapan kosong ia memandang datar keluar halaman rumah, tatapannya nanar tanpa ekspresi. Tubuhnya terlihat jauh lebih kurus kini, sejak peristiwa itu, hidupnya seolah kehilangan pijakan, ia bagaikan mayat hidup tiap harinya, tak lagi memiliki asa untuk melakukan apapun, ia kehilangan semangat hidupnya. Ialah orang yang palingterpukul dan kehilangan atas peristiwa itu, ia terus saja menyalahkan dirinya. Entah sampai kapan ia akan begini.
Kulangkahkan kakiku menuju padanya, ia tak bergeming mendengar langkah kakiku. Ku condongkan sedikit tubuhku kedepan seraya melingkarkan tanganku memeluknya.

“udah bangun pa ?...”
“eh, nak kamu juga..” papa menoleh sedikit sambil tersenyum, senyum yang sangat dipaksakan.
“udah sarapan pa ?”
“kamu duluan aja raf, papa belum lapar..” sahut papa tanpa menoleh.
“kita bareng ya pa, ayolah pa, raffa tau seharian kemarin papa nggak makan, makan ya pa yaa..., sekali ini aja, sama aku..”
“.....” ia tak menjawab.
“pa.....” ia akhirnya luluh.
“yasudah, kita sarapan sama-sama..”
“asik.. hari ini raffa yang masak ya pa..”
“hmm.. emang kamu bisa masak ? bik ina ajalah..”
“eh.. papa remehin raffa ya, belum tau aja.. yaudah papa liat yah..”
Hari ini aku ingin masak untuk bikin papa bahagia, walau susah, aku akan coba perlahan membangkitkan kembali suasana hangat di rumah ini, terlalu lama rasanya kami bergumul dalam kesedihan.
Selesai sudah, dua porsi besar nasi goreng lengkap dengan lauk beragam dan telur setengah matang, seperti biasa, terlurnya dua butir ku jadikan satu, seperti yang sering dilakukan papa rangga dulu, pikirku papa pasti suka.
“taraaa... nih pa, nasi goreng spesial buatan raffa, sekali coba pasti deh papa ketagihan, yuk makan gih pa..”
ku sendoki beberapa sendok besar nasi goreng ke piring papa, papa tersenyum lalu mulai mencicipinya.
“gimana pa, enak ?”
“enak nak, enak..” jawab papa singkat, kulihat matanya berkaca-kaca.
“papa kenapa, kok nangis?”
“nggak kok nak, papa hanya.. masakan kamu rasanay sangat mirip buatan rangga nak” papa tersenyum kecil sambil terus memakan nasinya, airmatanya menetes disela senyumannya, membuatku pun tak kuasa menahan tangis.
“i.. iya pa, papa rangga yang mengajarkanku membuat ini, semoga papa tenang disana ya pa ?”
“iya nak..”

================================================================================================================================================

Sebulan sudah semenjak meninggalnya papa rangga, duka memang masih menyelimuti keluarga kami, namun agaknya sudah tak separah beberapa waktu sebelumnya. Kini kami mulai bisa melakukan aktifitas seperti biasanya, aku kembali melanjutkan kuliahku yang sempat tertunda akibat kejadian itu, papa kini sudah mulai bisa berjalan tanpa kursi roda, meski tetap masih harus menggunakan tongkat, ia memutuskan untuk mengawasi langsung usaha perkebunan teh yang baru di rintisnya, urusan kantor untuk sementara ia serahkan pada om fadli selama ia mengurus perkebunan.

Praktis aku harus sendirian dirumah selama papa di desa. Untunglah ada aldo yang mau menemaniku,aku udah coba minta dia buat nginap di rumah selama papa di desa, dia si sebenarnya mau, tapi katanya harus minta izin dulu sama mamanya. Hari ini ia bakal datang kerumah, aku nggak sabar nunggu dia, semoga tante maria ngijinin dia, semoga.

** ** ** ** ** **

Terdengar suara motor memasuki pekarangan rumah, dengan semangat aku berlari ke pintu depan melihat siapa yang datang, dan benar saja, seperti yang ku harapkan, Aldo, dan dia datang dengan membawa sebuah koper besar di belakangnya, ahh.. syukurlah, tante maria mengijinkannya.

“dikasih yah sama tante maria, do ?” sambutku berseri-seri.
“nih..” ia menunjukan kopernya padaku.
“asyik ! makasih ya bro, kamu udah mau temenin aku..”
“iya nyantai aja raf, aku juga seneng kok nemenin kamu, lagian dengan begini aku bisa terbebas dari omelan mama tiap hari, bikin bengkak telinga aja, hehe..”
“haha, dasar kamu, yaudah sini aku bantu bawain kopernya..”
“yaudah nih..”

** ** ** ** ** **

“kamu disini aja yah, aku udah suruh bik ina siapin kamarnya, kamar ini dulunya dipake kak raffi”
“hmm oke, kalo kamar kamu yang mana ?”
“tuh yang di pojok, deket tangga ke lantai 2 sana..”
“oh, yaudah... wah enak disini raf, jendelanya langsung ngadep ke barat, bagus banget buat liat sunset”
“iya do, itulah kenapa kak raffi suka banget kamar ini, dia punya kebiasaan aneh tau nggak, dia selalu motret sunset disini tiap hari”
“wah gitu yah, ngomong-ngomong dia kayaknya terpukul banget sejak om rangga meninggal”
“iya do, dia salah satu yang paling terpukul dengan meninggalnya papa rangga, soalnya dia yang dulu paling nggak nerima hubungan papa sama papa rangga, semenjak dia mulai ngerti sama semuanya, plus ejekan dari temen-temen sekolah, dia jadi makin benci sama papa rangga”
“iya sih do, dia kayaknya yang paling gerah nanggepin gunjingan orang-orang soal hubungan papa-papa kalian”
“iya, tapi lama kelamaan papa rangga akhirnya bisa juga luluhin hati kak raffi do, beberapa tahun terakhir dia jadi deket banget sama papa rangga, dia jadi sayang banget sama papa, dan saat dapat kabar kalo papa meninggal akibat kecelakaan, hidupnya kayaknya ancur banget, dia mutusin untuk tinggal di rumah kakek buat nenangin diri, aku sendir nggak tau sampe kapan dia mau balik lagi kesini”
“hmm.. gitu yah, dia juga kayaknya jadi benci banget sama arga yah raf..”
“iya do, dia bahkan sempet hajar si arga pas selesai acara pemakaman papa rangga”
“buat aku itu agak berlebihan sih raf, soalnya biarpun om rangga meninggal karena kecelakaan saat dalam perjalanan ke acara ultahnya, dia juga nggak tau apa-apa kan”
“iya sih do, aku juga mikir gitu, awalnya aku juga agak marah sama arga, aku juga sempat nyalahin dia atas meninggalnya papa rangga, tapi lama kelamaan gua sadar kalo ini semua kecelakaan udah kehendak yang di atas, watak kak raffi yang tempramen juga salah satu yang bikin dia sulit maafin arga”
“...” aldo tak menjawab, ia termenung mendnegarkan penjelasanku.
“arga itu emang keponakan kesayangan papa do, karena emang ponakan satu-satunya, anak om fadli satu-satunya, soalnya kata papa dulu om fadli sempat divonis mandul sama dokter, dan setelah penanganan medis selama beberapa tahun, akhirnya tante santi bias mengandung juga, arga anak satu-satunya mereka , dia juga jadi golden boy buat satu keluarga”

==========================================================================================

“udah siap do ?”
“udah nih, kita berangkat sekarang ?”
“yaudah yuk..”

Aku dan aldo pun meninggalkan rumah, kami naik motor masing-masing menuju kampus. dari rumah ke kampus cuman butuh waktu 15 menit dan bisa lebih cepat kalo kita ngebut. 15 menit berlalu akhirnya kami tiba di lokasi kampus, setelah memarkir motor di areal parkir kampus, kami berdua langsung menuju kantin untuk sarapan, bik ina lagi pulang kampung karena ada kerabatnya yang meninggal, aku sama aldo nggak ada yang bisa masak, sudah seminggu ini kita sarapan di kampus terus, makan siang dan makan malam pun kita di luar terus. Untung aja jam kuliah kami rata-rata di atas jam 8 , jadi asal datatang lebih awal, kami punya cukup waktu untuk mengisi perut yang lapar.

“uwaahh... kenyang banget nih raf.. hehe..”
“iyalah kenyang, udah 2 mangkok bubur ayam, sepiring nasi goreng pula, ampun deh... hati-hati ketiduran di kelas entar, bisa kena penghapus pak herman aku entar.. hihihi..”
“ah, enggak kok, aku nggak bakal ngantuk... yaudah kita ke kelas sekarang, 10 menit lagi mulai nih”
“hehe... iya iya, cuci muka dulu sana..”
“ah dasar lu..”

** ** ** ** ** **

“setelah gaya reaksi dari kedua perletakan di dapat, sekarang kita akan mulai meninjau gaya-gaya dalam dari masing-masing beban, pertama momen gaya, kita tinjau dari perletakan a, gaya reaksinya sebesar, 5 kN dan jaraknya 5 meter dari perletakan, maka besar momennya adalah?, tuan rivaldo prayitna !?” seru pak herman begitu melihat aldo tertidur di meja.

“ya ampun, aldo ! aldo bangun do !” tapi terlambat.
‘PLAK !’...” aduhh..” mendarat sudah penghapus whiteboard pak herman di kepala aldo.
“ini apaan sih raf?” gerutu aldo bingung sambil memegang penghapus ditangannya.
“tuhh..” kataku sambil melirik pak herman yang sudah terlihat geram didepan.
“aduuhh..” desis aldo sambil melirik padaku, aku hanya bisa menunduk pasrah, tak bisa berbuat apa-apa.
“tolong bawakan penghapus saya kedepan?” kata pak herman sambil tersenyum sinis.

Aldo menunduk pasrah lalu berdiri dari tempat duduknya, sambil menggenggam penghapus ia melangkah dengan gugup menuju pak herman didepan, desis tawa tertahan dari teman-teman lain di kelas mengiringi langkahnya.
Aldo menunduk gugup saat menyodorkan penghapus ditangannya pada pak herman, pak herman tak mengambilnya, sesaat ia menatapi aldo makin sinis, aldo semakin mati kutu dibuatnya. Seisi kelas juga jadi hening saat itu, kami semua sudah tahu watak pak herman, hukuman darinya tidak ada yang ringan.

Pak herman malah menyodorkan spidol ditangannya pada aldo.
“coba kamu lanjutkan soal itu, bapak yakin kamu sudah mengerti sampai-sampai bisa tidur disaat teman-temanmu yang lain memperhatikan.”
“hah?!” aldo tersentak kaget mendengarnya, seisi kela masih hening.
“ayoo..!”
“i..iya pak..” sambil garuk-saruk kepala aldo maju menuju papan tulis.

Beberapa menit pertama dia hanya garuk-daruk kepal, terkadang menunduk bingung, aku kasihan melihatnya. Tapi sesaat kemudian ia mulai menulis, awalnya terkesan pelan, ia menulis beberapa rumus, lalu terhenti sejenak. Sepertinya berusaha memahami soal, tak lama kemudian ia mulai lancar mengerjakannya, aku terkagum-kagum melihatnya, dengan lancar ia meninjau gaya-gaya dalam srtuktur yang digambar pak herman didepan, momen gaya, gaya lintang, hingga gaya normal dari tiap-tiap beban di dapatkannya dengan mudah semuanya diuraikan secara terperinci dan sangat jelas, bahkan menurutku lebih jelas dari penjelasan pak herman yang terkesan klise. Mata kuliah fisika yang menjadi momok menakutkan bagi ami di buat seolah begitu mudah oleh aldo. Dalam waktu singkat ia bahkan sudah selesai menggambar diagram bidang gaya dari struktur yang di gambar pak herman, seluruh penghuni kelas terpanah dengan aksi aldo, tak terkecuali pak herman.

“sudah pak..” aldo menghadap ke pak herman masih dengan wajah gugup.
“ya sudah kamu duduk sana, jangan diulangi lagi perbuatan kamu”
“iya pak” aldo pun melangkah lega kembali ke tempat duduknya , langkahnya kini diiringi desis-desis kagum cewek-cewek sekelas yang menggunjinginya.
“haduuhh, kamu sih raf, banguninnya telat”
“hehe.. tapi kamu canggih loh do, aku aja yang merhatiin dari tadi belum bisa ngerjainnya..”
“ah, bisa aja kamu, itu kan udah diaarin pak herman minggu lalu, simpel gitu juga ah..”
“ckckck emang sahabat aku yang satu ini paling top deh..”
“hallahh.. udah ah dengerin pak herman aja, ntar kena timpuk penghapus lagi..”
“hehe.. iya ya..”

#_#_#_#_#_#_#_#_#_#
«13456713

Comments

  • haha, ngeborong ya gw ^^ :p whatever dah, publish masal arsip2 coretan gw ^^ smga sukaaa^^
  • edited February 2012
    ==========================================================================================

    Tak terasa sudah sebulan berlalu, papa masih belum pulang dari desa, kata om fadli masih ada 2 bulan papa akan berada disana , menangani langsung usaha perkebunan yang baru saja dirintisnya.

    Hari ini hari sabtu, aku dan aldo mau menghabiskan waktu dirumah, karena tak ada kuliah. Bik ina juga kemarin sudah kembali dari desa jadinya sudah ada yang memasak buat kita lagi, tak perlu lagi kita cari makan di luar, bik ina berjanji akan masak yang banyak hari ini, kami betul-betul sudah kangen masakannya.

    “iya deh den raffa, den aldo, hari ini bik ina akan masak yang banyak deh, buat ngobatin kangennya kalian sama masakan bibik, tapi mas aldo kok kangennya cuman sama masakan bibik sih, sama bibiknya enggak?”
    “ye si bibik , dasar ganjen!” sergahku kesal.
    “kangen kok bik, aku kangen juga sama bibik..” sahut aldo.
    Bau harum yang semerbak langsung memenuhi ruang makan begitu bik ina selesai menghidangkan masakan-masakannya di meja makan. Ada semur, gulai ikan patin, udang bakar balado, cumi goreng, kangkung cah, capcay dan perkedel jagung, semuanya kini tertata rapi di meja makan, bagaikan pemantik yang memicu selera makan kami.
    “waaahh... masaknya buat se-RT nih bik, jadi ngiler nih bik..” seru aldo.
    “hehe.. yaudah di makan gih, ini piringnya, buat den aldo, satu buat den raffa.. bibik ke belakang dulu ya..” bik ina membagika piring dan alat makan ke kami berdua lalu bermaksud kembali ke belakang.
    “eh mau kemana bik, kok ke belakang ? ini kan acara makan buat menyambut kedatangan bibik, ayolah bibik duduk sini makan sama kita!” sergah aldo.
    “iya bik, lagian masak kita berdua di paksa makan makanan segini banyak”
    “yaudah bibik ikutan makan..”

    Akhirnya kami bertiga pun makan bersama, selama makan kami terhanyut dalam keakraban yang tercipta, bik ina banyak bercerita soal kegiatannya di desa. Selesai makan obrolan kami masih berlanjut dan makin seru aja, menjelang sore terdengar suara mobil memasuki pekarangan, bik ina langsung dengan sigap menuju pintu depan menyambut siapa yang datang, bik ina kembali beberapa saat kemudian dengan membawa beberapa plastik besar yang entah berisi apa, di belakangnya ada kak raffi bersama sosok yang sudah lama sekali tidak kulihat.

    “kakek !” seruku seraya berhamburan memeluknya, aldo juga mengikutiku untuk sekedar memberi salam.
    “lama nggak ketemu nak, cucu kakek yang satu ini ternyata udah gede ya..”
    “hehe.. kan udah sama sebulan sama kak raffi, kita kan sama kek ?”
    “tetep beda lah, biarpun kalian kembar watak kalian beda, kakek kangen sama kamu, gimana keadaan kamu nak ? sehat ? kuliahnya lancar ?”
    “alhamdulillah sehat kek, kuliahnya juga lumayan lancar, kakek sendiri gimana ?”
    “kakek sehat kok, apalagi sebulan ini ada kakakmu raffi yang nemenin kakek disana, oh iya ini siapa?”
    “dia aldo kek, sahabat aku dari kecil, kakek sering kok ketemu dia pas masih kecil dulu”
    “ooo... kamu aldo anaknya suster maria itu yah?”
    “iya kek..” jawab aldo agak tersipu.
    “dia aku ajak nginap disini selama papa di desa kek”
    “begitu yah.. wahwah, sudah besar kamu juag sekarang nak, dulu kamu yang paing bandel itu yah?”
    “hehe, kakek tau aja..”
    “iya kek, tapi selain bandel dia termasuk paling pinter loh di kampus..”
    “ah raffa lu lebay ah.. nggak juga kok kek..”
    “iya kakek juga tahu, mama kamu seing kok cerita sama kakek kalo silahturahmi..”
    “iya kek, selain pinter pacarnya juga paling banyak lo di kampus” tambah kak raffi sambil tersenyum jaim.
    “ah, elu juga fi, jadi mati kutu nih gue..”
    “hahahaha...”
    Saat itu bik ina datang membawakan minuman untuk kami berempat di ruang tengah, karena sudah sore bik ina membuatkan teh manis beserta kue lapis legit yang di buatnya tadi pagi.
    “weleh-weleh seru banget ngobrolnya, ini minuman sama ada kue buatan bibik, di minum tuan tehnya, aden-aden juga”
    “iya bik” sahut kami hampir bersamaan.

    ** ** ** ** ** **

    Seminggu sudah kakek menginap di rumah, rencananya kemarin dia sudah mau pulang tapi ia tunda begitu mendengar kalo hari ini om fadli sekeluarga akan datang, katanya dia kangen juga sama cucunya satu lagi, yang tak lain tak bukan adalah arga. Ia sangat ingin bertemu dengan arga. Semua baik-baik aja, hanya ada satu yang kami khawatirkan, kak raffi. Sejak kemarin dia terlihat gusar ketika mendengar arga akan datang ke rumah, kami kawatir kejadian di pemakaman papa dulu terulang kembali. Ia sepertinya masih sangat membenci arga.

    Pukul 9 pagi rombongan keluarga besar om fadli tiba, ada om fadli, tante santi, dan tentu saja arga. Om fadli sekeluarga memasuki rumah, langsung saja di sapa oleh kakek dengan hangat, terlebih arga, kakek sepertinya sangat merindukan cucunya yang satu itu, terlihat dari caranya meluapkan rasa kangennya yang lyar biasa. Kami mengobrol dengan hangat di ruang tengah saat itu, semua bercengkrama dengan hangat, tentu saja kecuali kak raffi, sejak awal kedatangan om fadli, ia hanya banyak diam, hanya menjawab sekenanya jika ditanya. Arga juga terlihat agak gelisah melihat tingkah kak raffi dari tadi, sepertinya ada yang ingin dia katakan.

    “makan siang sudah siap tuan, nyonya, silahkan..” seru bik ina.
    “ya sudah semuanya, kita makan sekarang, papa sengaja suruh bibik masak banyak hari ini karena ada kalian” kakek bangkit dari tempat duduknya , menginstruksikan kami untuk menuju meja makan.

    Di meja makan panjang itu, kakek, om fadli, tante santi, arga, aku, kak raffi duduk mengitarinya. Makanan sudah tersaji di meja makan, beraneka ragam.

    “wah , sepertinya lezat sekali, sudah kangen aku sama masakan bik ina”kata om fadli membuat bik ina sedikit tersipu.
    “yasudah kita makan sekarang, kakek juga sudah lapar”

    kami pun mulai makan, seperti biasa, kami sudah tahu kebiasaan kakek, dia sangat tidak suka ada yang bicara saat tengah melahap makanan. Keheningan menyelimuti acara makan siang kami hari itu, hanya suara sendok, garpu, dan piring yang beradu yang mengisi heningnya suasana. Heningnya suasana sepertinya terasa paling mencekam bagi arga dan kak raffi, keduanya tak konsentrasi menikmati makanan mereka masing-masing, sering sekali mata mereka bertemu, tapi langsung di alihkan ke arah lain membuat keduanya salah tingkah sendiri, terlebih posisi mereka berdua yang berhadapan.

    Keheningan akhirnya berakhir begitu semua telah selesai makan.
    “hmm... raffi, arga, apa masalah kalian berdua belum selesai juga” kakek membuka pembicaraan begitu ia selesai meneguk segelas air putih seusai makan, agaknya kalimatnya itu membuat seisi rumah tercengang.
    Raffi hanya bisa terdiam membisu setelah kaget setengah mati mendengar perkataan kakek itu, yang mengejutkan adalah pernyataan arga selanjutnya.

    “aku.. aku ingin minta maaf sama kak raffi kek”
    kak raffi sepertinya sudah tak tahan dengan atmosfir ruangan yang semakin gerah, dengan geram keluar meninggalkan ruang makan, arga bangkit mengejarnya ke halaman belakang, keadaan ruangan sontak menjadi tegang.

    “raffi udah nggak..” om fadli di cegat kakek.
    “biarkan mereka fadli, mereka sudah dewasa, biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri”
    “tapi pah..”
    “sudahlah...”

    ** ** ** ** ** **

    “kak raffi, arga harus gimana supaya kakak bisa maafin aku kak..” suara percakapan mereka terdegar olehku yang menguping di balik pintu.
    “sudahlah pergi sana, kamu orang yang paling nggak ingin aku temui saat ini !” bentak kak raffi tanpa perasaan.
    “kak, aku juga nggak pernah tahu kejadian itu.. aku.. aku juga menyesali semuanya, aku mengutuki diriku atas meninggalnya om rangga kak, aku.. ak.. aku kangen kita bisa kayak dulu lagi kak, aku udah anggap kak raffi sebagai kakakku sendiri, sejak dulu aku sangat ingin punya kakak, ato setidaknya adik untuk jadi temanku.. menemukan sosok kakak itu di diri kak raffi, katakan apa yang harus aku laukian supaya kak raffi bisa maafin aku?” arga mulai menitikan airmata.
    “kamu !!! aku bilang pergi ! kamu mau aku hajar kayak waktu itu hah !” tiba-tiba kak raffi mencengkram kerah baju arga seraya mengarahkan bogem mentahnya ke wajah arga.
    “lakukan aja kak, lakukan lagi semuanya, kalo dengan ini kak raffi bisa maafin aku..”
    “arrrggghhhh....!” kak raffi melepas cengkramannya dengan kasar, arga tersungkur ke lantai sambil terisak, kak raffi meninggalkannya, aku langsung menyingkir dari tempatku menguping saat kak raffi bergegas kembali memasuki rumah, terlihat ia menuju garasi mengambil motornya lalu meninggalkan rumah, aku langsung menghampiri arga.
    “udahlah ga, mungkin kak raffi masih butuh waktu..”
    “tapi kak, aku sangat tersiksa dengan sikap kak raffi yang seperti ini, dulu kak raffi baik sama aku kak...”
    “yaudah, kita kedalam dulu yuk”

    ** ** ** ** ** **

    “fi, kenapa sih lu jadi dingin gini sama arga ? kasian dia fi, dia nggak tau apa-apa soal itu, kita semua juga nggak ada yang harepin semua ini terjadi kan , ini udah takdir yang diatas ”
    “entahlah raf, hati gua selalu sakit kalo lihat dia sejak papa rangga meninggal, rasanya nggak mungkin lagi kita bisa akrab kayak dulu lagi”
    “gua paham lu butuh waktu buat menerima semuanya fi, lu kakak gua , gua paling paham lu sejak dulu, gua tau lu bukan tipe orang yang bisa mendendam, jaga jarak sedikit dari arga rasanya emang lu butuhin fi, tapi nggak sampe harus se-kontra ini kamu sama dia fi...” aku merogoh sebungkus rokok dari saku celanaku, mengambil satu, menyalakannya, lalu langsung menghisapnya.
    “sejak kapan kamu ngerokok ?!” tanya kak raffi tercengang.
    “udah lama.. nih..” aku menyodorkan satu lagi kepadanya, aku tau dia juga perokok, dia pun mengambil satu lalu menghisapnya juga.
    “hmmm.. shhh...” bunyi desisannya menghisap rokok.
    “argghh... in apaa sih, siniin !” gelagapan ia mengambil rokokku lalu di lemparnya besamaan kelantai kemudian di injak-injak hingga hancur.
    “hahahaha, kenapa kak ?”
    “ah lu parah ah!”
    “hehehe, gua cuman nyairin suasana aja kak raffi sayang, lagian muka lu dari tadi asem banget”
    “ah tau ah lu, dasar, udah yuk kita pulang”
    “yaudah..”

    ** ** ** ** ** **

    Sudah 3 hari sejak kakek pulang, berbarengan juga dengan kepulangan om fadli sekeluarga, keadaan rumah kembali sepi, hanya ada aku , aldo dan kak raffi, walaupun sekarang udah bertiga, tapi tetap saja masih terasa sepi, papa masih sebulan lagi di desa.
    Hari ini aldo sedang nggak di rumah, tadi katanya di suruh ibunya buat dianter ke butik langganannya, praktis aku dan kak raffi hanya berdua di rumah.

    “dorrr !!! hahahaha..”
    “ah sialan lu raf, ngagetin aja..”
    “abisnya gua perhatiin lu bengong aja dari tadi, nyadar lu udah jam berapa sekarang, tuh liat matahari, udah jam 3 lewat nih, udah ada 3 am lu bengong disini, lagi mikirin apaan sih?”
    “wah lama juga yah, ah.. nggak kok, lagi males aja..”
    “hmm.. pake rahasia-rahasiaan juga sama gua, yaudah kita nonton yuk ?”
    “hah ? enggak ah, gua males nih..”
    “ayolah, ada film bagus mau diputar di XXI nih? ayolah kaaakk pliiis”
    “ish kayak banci lu gitu tau, yaudah gua ikut, tapi mau mandi dulu, gerah nih..”
    “haha asik asik.. aku juga mau mandi nih..”

    ** ** ** ** ** ** **

    “raffa gua pinjam parfum lu dong... uuupps.. sorry gua kira lu udah selesai” kak raffi terlonjak kaget melihat aku yang masih bercelana dalam di depan cermin.
    “hehe , biasa aja kali kak, emang kenapa kak ? badan aku bagus yak ? kakak suka ?” godaku membuat ia geram.
    “ah setres lu , sarap !” gerutunya sambil dengan cepat menyemprotkan parfum ke tubuhnya lalu lari gelagapan keluar kamar.
    “hahahaha...”

    ** ** ** ** ** ** **

    “udah siap ?”
    “udah nih, yuk berangkat sekarang...”
    “eh.. tunggu-tunggu, lu kok pake kaosnya samaan sih ama gua, jaketnya juga !?”
    “emang kenapa kak ? ini kaos favorit aku kok, kalo jaket kan ini emang selalu aku pake kalo keluar fi, gimana sih..”
    “ah udahlah yuk berangkat”
    “ckckck, aneh aneh aja”

    Tiba di XXI kami langsung aja menonton film yang aku maksud, aku nggak bilang ke kak raffi kalo film yang kita nonton tuh film horor, kuntinalak pula, karena aku tau, mana mau kak raffi ikut kalo tau filmnya begituan. Kak raffi sebenarnya bukan tipe penakut sih, dia takut sama kuntilanak cuman karena trauma aja. Soalnya pas smp pernah di kerjain pas ultahnya, di takutin kuntilanak sampe pingsan. Alhasil tadi selama film berlangsung dia cuman nutupin wajahnya pake topi jaketnya, terus sempet histeris kerena dengar suara setannya sampe kena tegur sama penonton-penonton yang lain.

    “ah lu resek ah raf ! kalo tahu filmnya ginian ga bakal deh gua ikut lu..”
    “hahaha.. justru itu, karena gua tau lu nggak bakal mau, ya nggak gua bilang lah hoho...”
    “ah sialan lu..”
    “eh kita ke KFC yuk, gua laper nih..”
    “yaudah, gua juga nih...”
    “eh kak, tau nggak muka lu lucu banget tadi, pucet kayak bakpau mang fahmi, itu lo yang sering lewat di depan rumah.. hahaha..”
    “ah kampret lu nyet, huh.. awas aja.. besok-besok kena lu ama gua !”
    “yang penting lu udah kena duluan, hehehe...”

    +_+_+_+_+_+_+_+_+_+
  • @renlyRain: Salah 1 cerita yg sangat menyentuh. Kompleks bgt mulai dari masa lalu ayahnya, hingga hubungan asmara dgn sepupu sendiri.
  • Adam08 wrote:
    @renlyRain: Salah 1 cerita yg sangat menyentuh. Kompleks bgt mulai dari masa lalu ayahnya, hingga hubungan asmara dgn sepupu sendiri.

    wah si mas tau toh ceritanya, hehe^^ saya lgsg mulai dari sini mas, emg brasa yah rancuhnya ????
  • @renlyRain
    Rancu kalo di mulai dari sini, gak jelas asal-usul mereka. Kenapa ga publish dari awal sampe akhir? Udah bereskan kalo gak salah? :\
  • >>RAFFI SIDE

    Ahh.. ada apa dengan diriku ini, seminggu sudah aku sendiri dirumah ini, sejak seminggu yang lalu raffa dan aldo tidak di rumah, mereka sedang mengikuti praktek kuliah lapangan di luar kota, ku telepon raffa tadi pagi sepertinya ia sedang sibuk dan hanya berkata bahwa pkl akan selesai sekitar 1 atau 2 minggu lagi. Praktis aku sendiri di rumah sudah seminggu ini, tiap hari hanya bisa ku temui bik ina yang tengah memasak, membersihkan rumah, mencuci, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya, hanya diateman ngobrolku sudah seminggu ini, agaknya ia juga jengah aku ajak mengobrol tiap hari, sudah habis rasanya topik bagi kami untuk di bicarakan.

    Di saat seperti ini aku sendiri tak percaya dengan apa yang terus singgah di pikiranku. Arga.. ahh.. kenapa aku ini, apa aku merindukannya ? sepertinya begitu.. aku merasakan ada sesuatu yang hiang semenjak dinding kebencian ini memisahkan kami berdua, jujur ku akui aku juga sangat rindu kami bisa seperti dulu lagi, arga adalah satu-satunya sepupuku dan raffa, kami sangat akrab di masa kecil kami hingga menjelang remaja, bermain bersama, tidur bersama, bahkan mandi bersama, semua kami lakukan dengan hangat sampai hari jahanam itu tiba, hari yang merenggut seseorang yang paling ku sayangi sekaligus membangun bernteng kebencian di antara aku dan sepupuku itu. Aku sadar arga pun tak mungkin menginginkan ini semua terjadi, dia tak tau apa-apa, bahkan saat paparangga berencana menghadiri hari ulang tahunnya pun ia tak pernah di kabari.

    Hatiku bagai tersayat sembilu tiap melihat anak itu menangis di hadapanku, 2 minggu yang lalu saat ia minta maaf padaku, amarahku seketika bangkit membuatku mencengkram lehernya hingga hendak memukulnya seperti yang kulakukan seusai pemakaman papa dulu. Tapi seketika nyali itu runtuh begitu airmata itu kembali mengalir di kedua sudut matanya, aku tak sanggup melihat tangisan itu lebih lama, aku menyesali semuanya.

    Sore ini kuputuskan jalan-jalan keluar, entah kemana aku tak yakin yang peting aku bisa melihat suasana lain dari rumah. Pikiranku yang lesu membawaku mengarahkan motor menuju pantai, pantai di mana papa rangga sering membawa kami sekeluarga jalan-jalan dulu, kata papa tempat ini adalah tempat di mana papa pertama kali membawa papa rangga.

    Tiba sudah aku di pantai itu, matahari sudah condong ke barat, untung saja aku selalu membawa kamera, jadi snset hari ini pasti tak akan luput dari potretanku. Ku parkir motorku di bawah rerimbunan pohon kelapa, ku lepas helmku lalu mulai berjalan ke arah pantai. Aku duduk di salah satu batu besar di pinggir pantai itu, sambil sibuk memotret setiap sisi pantai itu yang bagus untuk di potret,aku tertegun sejenak sembari pikiranku mengembara ke momen 2 bulan yang lalu, jari itu aku juga ke tempat ini, tapi bersama arga.

    Hari itu ulang tahunnya, aku membuat pesta kecil hanya berdua untuk kami, kami bermain di pantai hingga letih lalu duduk bersama di batu inimenikmati indahnya matahari terbenam sambil bernyanyi. Tanpa kusadari airmataku jatuh, tak dapat ku pungkiri aku sangat menyayangi arga, aku rindu asa-masa dulu bia kembali.
    Ku rogoh kantung celanaku mengambil sebungkus rokok beserta pemantiknya, kuambil sebatang lalu kunyalakan. ‘srekk’, ‘srekk’ , ah ada apa dengan pemantik ini, kenapa tak mau menyala, dan sekali lagi ‘srekk’.

    ahh..! pikiranku yang sedang kalut membuatku melemparkan pemantik sialan itu ke air pantai, rokok masih bersarang di sela-sela bibirku, sampai sebuah pemantik menyala di ujungnya, pemantik itu di pegang oleh seseorang, aku menoleh dan hampir saja terlonjak kaget melihat siapa yang menyalakan rokokku itu.

    “kamu !”
    arga coba bersikap tenang menghadapi sikapku yang masih saja dingin padanya.
    “udah lama di sini kak ?”
    “bukan urusan kamu !” urung sudah niatku untuk menghisap rokok yang sudah menyala itu.
    “aku juga sering ke sini kak, ini tempat favorit kita kan kak sejak sd dulu..” ia bahkan menatapku dengan senyum simpulnya yang semakin membuatku geram.
    “hmmmpsss..pergilah aku sedang nggak mau melihatmu” dengusku kesal dan geram.
    “aku ingat 2 bulan yang lalu kak, keadaannya persis seperti hari ini kan ? memandangi langit senja, di atas batu ini juga !”

    Cukup sudah, amarahku memuncak ! ku raih kerah bajunya ku cengkram sekar ku bisa lalu “buuggg!” satu lagi bogem mentahku mendarat di sudut kiri bibirnya, ia terjerembab ke pasir, aku semakin beringas, emosi kini menguasaiku. Ku tindih tubuh tak berdayanya di atas pasir sambil terus ku hujani pukulan bertubi-tubi, terus... terus.. dan terus.. pukulan demi pukulanku terus menghujam wajah mulusnya, hingga ku sadari sejak awal ia sama sekali tak melawan.

    Seperti tersadar aku menghentikan semuanya, aku menyingkir dari atas tubuhnya bagai baru melihat setan, seketikan penyesalan dan ketakutan menyeruak dalam pikiranku, telingaku terasa panas karena nafsu benci membuncah yang baru saja ku tahan, aku bisa merasakan airmata keluar dari kedua sudut mataku, aku tertegun memandangi tubuh tak berdosa yang telah kulukai di hadapanku ini, ingin rasanya aku memluknya kala itu, namun dinding kebencian ini masih terlampau tinggi untuk ku panjat.

    Ku lihat ia mulai berdiri, dengan susah payah kedua tangannya menopang tubuhnya untuk bangkit, ia lalu duduk bersandar di batu lain di situ, menghadap laut sambil menyunggingkan senyuman di sela-sela wajahnya yang penuh lebam, senyum yang terasa sangat menakutkan bagiku kala itu. Ia meraih pemantiknya yang terjatuh di pasir tadi, lalu mengambil rokok dari celananya dan meyalakannya.

    “sshhh.. aku nggak akan menyerah kak, kak raffi boleh lakukan ini terus padaku setiap aku meminta maaf dari kakak, tapi aku nggak akan berhenti, nggak kak..”
    aku tertegun menatap wajahnya yang entah mengapa terasa menyeramkan kala itu, ia tersenyum nanar sambil sesekali menatapiku, ia juga menghisap rokok, baru sekali ini ku lihat ia melakukannya, pikiranku makin kalut saat itu.
    “kak udah mau sunset tuh, di potret gih kak langit senjanya” ujarnya seolah-olah tadi tidak terjadi apa-apa.
    “kak raffiii... ayo... ntar sunsetnya keburu abis, sini deh aku potretin.” Ia lalu tanpa sungkan mengambil kameraku di atas batu, lalu memotret matahari terbenam beberapa kali.

    Aku masih saja tertegun memandanginya, tak ada sepatah katapun terucap dari bibirku, rasanya lidahku kelu untuk berucap.

    “hmm, bagus kak , sunset hari ini.. aku pengen lihat juga foto kita waktu itu, masih ada kan kak?, sebentar.. mana yah.. oh iya, ini dia , masih disimpan ternyata... waaahh.. indah kak, indah banget, kakak emang berbakat kalo soal foto-foto deh,ckckck.. eh.. eh.. eh.. ini kok? Kok aku di potret kayak gini sih kak, jelek banget sih mukaku.. jelek..” ia tersenyum-senyum melihat foto-foto dari kameraku, sesaat kemudian aku terhenyak melihat ekspresinya, airmata kembali mengalit di kedua ujung matanya yang membengkak.

    Airmata itu, aku paling tak bisa melihat airmata itu, rasanya hatiku bagai teriris-iris melihat airmata itu menetes. Aku semakin kalut, ia terus saja menatap-foto foto dari layar kameraku, ia masih tersenyum, tapi airmata terus saja mengalir di kedua sudut matanya, aku tak kuat lagi, segera aku bangkit dan berlari menuju arga, tembok kebencian itu kini telah runtuh olehnya, ku rengkuh tubuhnya itu, kupeluk erat seerat yang kubisa, aku masih berusaha untuk tak menangis, semakin kuat aku berusaha, semakin mataku berat untuk menahannya, hingga akhirnya tangis itu tumpah, airmataku mengalir begitu derasnya, aku menangis sejadi-jadinya, lepas sudah semuanya, kebencian yang telah menyiksaku begitu lama kini sirna oleh rasa rindu yang membuncah. Dapat ku rasanya tangan kanannya membelai lembut punggungku dan rambutku, sambil tangannya yang lain memelukku dengan erat, tangisku semakin menjadi.

    “ma.. maafin aku ga, maafin aku.. aku buta dengan kebencian ini ga, aku mohon maafin aku ga..” tangisku dalam pelukannya.
    “arga senang kak, sangat senang, tidak ada yang perlu di maafkan, kalaupun ada harusnya itu aku, aku paham bagaimana perasaan kak raffi, aku juga mungkin akan melakukan hal yang sama jika semua itu terjadi padaku, terima kasih kak, terima kasih untuk maaf yang sudah kau berikan ini, rasanya satu lagi hari bahagia dalam hidupku bertambah lagi, aku sayang sama kak raffi..” ujarnya,
    aku hanya bisa menangis di pelukannya saat itu, langit senja pun seolah terharu menyaksikan kami berdua. Sesaat ia mengangkat daguku, menatap mataku lekat, rona kebahagiaan terpancar di wajahnya saat itu, perlahan ia mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku, dekat.. dan semakin dekat, hingga akhirnya bibir kami bertemu, ia melumat lembut bibirku dengan penuh perasaan. Ciuman ini, ciuman yang sangat kurindukan sekian lama, ciuman ini bagaikan siraman air surga yang menyegarkan jiwaku, menyapu besih seluruh kebencian yang talah menggerogoti hatiku. Aku mencintaimu arga, sepupuku... kekasihku...

    =FLASHBACK=

    2 bulan yang lalu, Di tempat yang sama...

    “happy birthday sayang, i wish all the best for you honey..”

    “thank you very much honey, satu lagi hari paling bahagia dalam hidupku bertambah, i love you so much sayang”

    “love you too babe..” bibir kami kembali bertemu, lidah kami beradu dalam hangatnya ciuman mesra di antara kami, hanya langit yang menjadi saksi, kisah dua hati yang kembali terperangkap dalam cinta terlarang ini, bagaikan dosa terindah yang kami tak kuasa untuk lepas darinya.

    “terima kasih sayang, terima kasih sudah menjadi bagian terindah dalam hidupku”

    Kami mengabadikan momen-momen indah kala itu dengan kameraku, momen-momen mesra kami di hari spesial, ulang tahun arga yang ke 18. Kami duduk bersenderan di batu besar di tepi pantai, batu yang selalu menjadi saksi romansa cinta terlarang kami, langit senja kala itu terlihat begitu indah di pandangan kami. cahaya sang surya yang kian temaram, terbias sempurna di permukaan air laut, menhasilkan warna hitam keemasan yang begitu sempurna. Segerombol burung-burung berwarna putih bertebangan di atas permukaan air laut, seolah mengejar matahari yang hampir tertelan sempurna ke peraduannya.

    =END FLASHBACK=
  • @renlyRain: sudah. Kalau bisa nanti diposting juga yg kisah ayah mereka biar lbh paham yg belum baca.
  • Adam08 wrote:
    @renlyRain: sudah. Kalau bisa nanti diposting juga yg kisah ayah mereka biar lbh paham yg belum baca.

    sippp^^
  • edited February 2012
    SIDE STORY : The Past

    ##############################################################################################################################################################################


    2 tahun yang lalu ........

    “aduh sialan ! eh kalo jalan liat-liat dong, lu punya mata ga sih, udah empat juga ga di pake, dasar !!” bentak rangga pada seorang pemuda berkacamata di hadapannya yang baru saja menabraknya
    “ma..maaf mas, saya ga sengaja..” sahut pemuda itu panik.
    “hallah, yaudah...” sahut rangga lalu berbalik meninggalkan pemuda itu, pemuda itu berusaha mengejar rangga, namun terhenti saat rangga mengobrol dengan temannya.
    “mas.. maaf mas..” pemuda itu akhirnya berani bicara saat teman-temannya sudah pergi.
    “haduh lo lagi lo lagi, ngikutin gua lo ya? Kenapa sih, gua punya utang apa hah ?” bentak rangga lagi, entah kenapa hari itu ia sedang bad mood.
    “anu mas... itu...” sahut pemuda itu sambil menunjuk sesuatu di celana jeans rangga.
    “apaa ???, oh lu mau duit... bilang dong dari tadi.. nih..” kata rangga sembari merogoh dompetnya mengambil sejumlah uang.
    “bukan mas, bukan itu..!” sahut pemuda itu.
    “trus apaan ???, lu bikin ribet gua aja tau !” cetus rangga.
    “i..itu mas, kunci motor saya nyangkut di celana mas..” ujar pemuda itu .
    “oh ini.. kirain apaan.. nih.. sorry..” kata rangga embari memberi seuntai gantungan kunci ke pemuda itu, lalu berbalik meninggalkannya.
    “mas.. mas tunggu..” pemuda itu menghalangi rangga lagi.
    “ampuuunn... apa lagi sih lo ???, ga ada bosen-bosennya gangguin gua, udah ah gue buruburu nih” tanpa menghiraukan pemuda itu rangga langsung mnecegat taksi dan melaju entah ke mana.

    Pemuda itu merogoh sakunya, mengambil sebuah arloji dan selembar kartu nama. Ya , keduanya milik rangga, maksud hati ingin mengembalikannya namun rangga tak mau menggubrisnya.
    Beberapa hari kemudian..........

    ‘ting tong, ting tong..’bunyi bel rumah rangga. Tak lama pintu rumah terbuka, namun perlahan, terlihat rangga mengintip kecil dari balik daun pintu.

    “aduh, lo ternyata, ngapain sih.. yaudah sini masuk..” kata rangga lalu tanpa mendengar jawaban pemuda itu menarik tangannya hingga pemuda itu masuk ke dalam, sebelum pintu ia tutup, diperhatikan sesaat keadaan sekitar, pemuda itu hanya mengernyit heran dan bingung memperhatikan rangga.

    “ada apa sih mas?” tanya pemuda itu bingung.

    “eh, lu kan dah ngerepotin gua nih 2 hari yang lalu, kali ini gua minta bantuan lu dong, ayo lah tolongin gua, mepet banget nih, untung ada lo, cuman lo yang bisa tolong gua sekarang, bantuin gua yah ?”ujar rangga.

    “hah?, emang ada apa sih mas?” tanya pemuda itu bingung.

    “jadi gini, orang tua gua bakal jodohin gua, sama anak temen bapak gua, gila aja, kalo aja cantik, la yang ini bodynya aja kayak karung beras, dia udah on the way nih, dari bandara langsung mau ke sini, bantuin gua yah” kata rangga dengan nada memohon.

    “hihi.. iya iya trus saya bantunya gi mana?” pemuda itu tertawa kecil.

    “huh, ketawa lagi lo, jadi gini, ntar kalo dia udah nyampe, lu akting yah jadi pacar gua, nah kan kalo dia liat gua maho, langsung deh kan dia illfill, ga jadi deh gua di jodohin.. yah yahh bantuin gua yah...?” melas rangga.

    “hah, pura-pura jadi pacar mas ???”ekspresi pemuda itu mendadak berubah, gugup.

    “iya...jadi entar kamu...” belum selesai rangga berbicara.

    ‘ting tong, ting tong..” bel rumah rangga kembali berbunyi, di susul....
    “rangga sayaaaaanng... yuhuuuu... u’re honey’s home.. where are u...” suara itu terdengar di depan pintu.

    “nah, tuh kan dia datang, ayo dong lu bantuin gua yah.. bukain pintunya gih sana.” Kata rangga dengan wajah panik.

    “kok aku sih..?” pemuda itu ikutan panik.

    “udah kamu buka dulu nanti selanjutnya aku arahin, ayooo...” kata rangga sambil mendorong pemuda itu ke arah pintu depan.

    Pemuda itu pun membuka pintunya, “hah akhirnya kamu buka juga pintunya, rang...... ga.., eh kamu siapa?” tanya seorang cewek gemuk berkacamata di depannya.

    “eh, pretty.. udah nyampe yah, ajak masuk sayang..” kata rangga yang terlihat sedang menyiapkan minuman sambil melirik ke pemuda itu.
    Pemuda itu terdiam sesaat mendengar rangga menyebutnya dengan sayang, ia langsung mengerti, tersenyum sejenak lalu melanjutkan permainan itu.

    “iya sayang, yaudah pretty, yuk masuk..” ajak pemuda itu.

    Seperti kucing tersiram air es, si gendut pretty yang sangat shock hanya bisa terdiam mengamati rangga dan pemuda tadi yang begitu terlihat mesra.

    “duh sayang ada kotoran nih di pipi kamu, aku bersihin ya yank...” kata rangga lau tiba-tiba mecium pipi pemuda itu.

    Sontak pemuda itu kaget , ia terdiam sesaat , si pretty lebih parah , mulutnya menganga lebar , matanya melotot. Pemuda itu berhasil megendalikan situasi.

    “ihh sayang apaan sih, kan malu...” kata pemuda itu dengan wajah tersipu mau, entaah akting atau sungguh-sungguh.

    “biarin, kan pacar aku...” rangga lebih parah, ia rangkul pemuda itu dari belakang sambil membelai rambutnya.

    “HHAAAHH ??? PACAR ??? haaaaaaa..... mamaaaaaaa.....” si pretty pun lari terbirit meninggalkan rangga dan pemuda itu.

    “hahahahahahaha.....” rangga dan pemuda itu terbahak-bahak memperhatikan si pretty.

    Tak lama mereka tertawa, tiba-tiba hening.

    “hahaha.. lucu banget tu anak, baguslah ga bakal balik lagi dia pasti, makasih yah... eh iya, nama lo siapa sih, ribet banget gua manggil lo,yaudah kita kenalan, gua rangga, rangga hermanto, lu ???”

    “a.. aku alvin, alvino prasetya.” Jawab alvin.

    “alvin yah, ok.. sekali lagi makasih yah, oh iya, tadi sebenarnya lu mau ngapain sih, trus kok bisa tau rumah gua?”

    “saya tau dari kartu nama mas yang jatuh waktu kita tabrakan 2 hari yang lalu, aku ke sini mau ngembaliin ini mas” kata alvin sembari mengeluarkan sebuah arloji perak berbentuk hati ke rangga.

    Air muka rangga berubah drastis melihat liontin itu,”kok bisa di lu sih, ya tuhan, aku kira hilang, makasih yah”

    “iya sama-sama, aku emang yakin benda itu pasti berarti banget buat kamu, maaf yah aku lancang liat isinya, foto keluarga yah?”

    “iya, ini foto terakhir saat ayah dan ibu gua masih bersama, pemberian terakhir ibu gua sebelum dia meninggal” ujar rangga sambil menatapi liontin itu.

    “aduh maaf yah saya jadi ngingetin mas.” Sahut alvin.

    “hmmm ga papa kok, sekali lagi mkasih yah gua udah ngerepotin lu banyak hari ini” jawab rangga.

    “i..iya mas..ga apa apa kok” jawab alvin.

    “eh dan satu lagi, jangan panggil gua mas dong, kita kayaknya seumuran deh, risih gua tau.. panggil rangga ja”

    “hehe, ia mas, eh rangga...”

    “hahahaha” rangga dan alvin tertawa bersama.

    ###

    “eh vin , lu ga lagi ada urusan kan ?” tanya rangga.

    “mmm, ga sih, blum ada rencana mau ke mana abis ini, emang kenapa ?”

    “temenin gua ke pantai yuk, gua lagi pengen motret nih, yah ?”

    “ke pantai , yaudah yuk...”

    Tiba di pantai...

    “gua suka banget tempat ini vin, di sini gua selalu bisa ngerasa tenang”

    “iya ga, tempat ini emang cocok buat relax, kok aku ga pernah tau yah masih ada tempat kayak gini di kota ini.” Jawab alvin sambil terus menikmati keindahan tempat itu.

    Jam sudah menunjukan pukul 18.00 , sengaja rangga nunggu buat motret sunset.

    “eh vin dah mau sunset nih sekarang kamu yang fotoin aku yah, nih”

    “oh, yaudah sini kameranya.. ok.. siap yah.. 1.. 2.. 3.. yah.. hehe maaf yah kalo hasil fotonya ga sebagus potretan kamu.”

    “udah ga papa, sekarang kamu..”

    “aku ? apa ?”

    “iya kamu, sekarang kamu yang aku foto..”

    “hah, tapi aku...”

    “udah ga usah bawel, siniin kameranya, sekarang kamu berdiri di sini, ya, ok disitu, siap yah.. 1.. 2.. yah.. hmmm, ganteng juga kamu yah, hehe.. .”

    “hah ? hehe..” alvin tersipu mendengar perkataan rangga barusan
    “eh, kita foto bareng yuk, mumpung sunsetnya belum abis nih...”

    “hah ?!! foto bareng???” alvin kaget.

    “iya, ayo dong banyak banget hah-nya sih kamu, ayo ntar keburu abis sunsetnya, ayoo” rangga menarik tangan alvin lalu merangkulnya di bahu dari belakang, lalu di potretlah mereka.

    18.30 petang, rangga dan alvin bergegas pulang..

    “hmmm, sekali lagi thank yah vin, gua baru kenal lo tapi udah ngerepotin lu sampe segininya...” ujar rangga saat sedang berjalan menuju mobil.

    “sama sama ga, aku nga ngerrasa di repotin kok.”

    Tiba-tiba rangga tersungkur, tangan kanannya memegang kepalanya., tak lama kemudian ia jatuh pingsan.

    “rangga ??? rangga kamu kenapa??” sontak alvin panik lalu membopoh tubuh rangga ke mobil, dibaringkannya tubuh rangga di jok belakang lalu dengan cepat melajukan mobil ke rumah sakit.

    ###

    Perlahan mata rangga terbuka, di perhatikan sekitarnya, ia berada di sebuah ruang serba putih,ia memakai baju pasien dengan selang infus terpasang di tangan kanannya, di sampingnya ada seorang wanita berbaju serba putih dengan topi suster di kepalanya, tak lama kemudian datang pula seorang pria paruh baya berkcamata dengan jubah panjang berwana putih, ia kenal betul wajah pria itu.

    “rangga, akhirnya kamu sadar juga..” kata dokter itu, iapun memeriksa tubuh rangga.

    “gua di mana kak ?”tanya rangga.

    “lu di rumah sakit kakak sekarang, udah seminggu lu ga sadar, temen lu si alvin yang bawa lu ke sini seminggu yang lalu” ujar dokter tersebut.

    “alvin ?, oh iya di mana dia sekarang?”

    “baru aja tadi pagi, gua suruh pulang, gua suruh isirahat, kasihan udah seminggu penuh dia temenin lu, tapi katanya entar sore dia balik lagi, baik banget yah dia, siapa sih ?”

    “gitu yah, dia temen gua..” jawab rangga singkat.

    Ia lalu terdiam sesaat, dalam benaknya, 'kok mau yah dia jagain orang yang baru dia kenal'

    ###

    7 jam kemudian...

    “selamat sore mas rangga ? saya periksa infusnya yah ?” kata seorang suster.

    “alah elu mar, kayak sama siapa aja” wajah rangga terlihat kecewa karena yang datang bukan yang ia tunggu.

    “duh gitu banget sih ekspresinya, kok lemes, lagi nunggu seseorang ya? Siapa sih ?”cetus si suster sambil mengutak-atik selang infus rangga.

    Tak lama kemudian, pintu kamar rangga di ketuk, dengan semangat rangga menyuruh si pengetuk tersebut masuk.

    “masuuuk!” kata rangga, suster mengernyit aneh melihat eksspresi rangga.

    “eh rangga udah sadar yah , syukurlah..” kata alvin.

    “ohh.. ini toh yang di tunggu-tunggu.. ckckck” kata suster sambil geleng kepala dan mengernyit aneh ke rangga.

    “ah apaan sih loh, udah siapin makanan gua sana.” Kata rangga.

    “duh aku di usir, galak banget sih, yaudah selamat berduaan yah.”

    Sindir si suster, sepertinya sudah begitu akrab dengan rangga. Si suster akhirnya pergi, alvin hanya bisa senyum-senyum sendiri melihat rangga yang sepertnya terlihat kesal dengan suster itu.

    “lucu banget yah susternya ?” kata alvin saat suster telah menutup pintu.

    “namanya suster maria, iya orangnya emang gitu.” Jawab rangga sambil tersenyum.

    “sebenarnya kamu sakit apa ga ?”

    “ah, gua ga sakit kok, paling juga kecapean.. “

    “tapi ngga kok mereka panik banget waktu...” belum selesai alvin bicara..

    “udah yah vin ga usah di bahas ya..”kata rangga sambil tersenyum kecil ke alvin.

    “makasih ya vin, lagi-lagi gua ngerepotin lo” lanjutnya.

    “udah ga papa kali”

    ##################################################################################################################

    Sejak saat itu rangga dan alvin semakin akrab, selain jam kuliah alvin lebih banyak berada di rumah sakit menemani rangga daripada di rumahnya sendiri. Belum genap 1 bulan mereka saling mengenal namun sudah begitu dekat. Rangga , sebenarnya sejak awal memang telah menyimpan rasa suka terhadap alvin, namun tak pernah berani di ungkapkannya, sampai suatu hari.

    Saat itu hari ulang tahun alvin, masih lengkap dengan tiang infus di sampingnya rangga membawakan kue ulang tahun untuk alvin yang sedang bersantai di taman rumah sakit.

    “happy birthday to you.. happy birthday to you..” rangga menyanyikan lagu itu, suster maria di sampingnya memegang tiang infusnya.

    “ya ampun rangga...” alvin refleks akhirnya membantu suster maria mendudukan rangga di kursi taman.

    “ayo make a wish dulu trus tiup lilinnya.” Kata rangga.

    Alvinpun melakukannya,”thanks ya ga, gua aja lupa kalo ini ulang tahun gua, tau dari mana sih ?”

    “ada lah, gua liat dompet lu, hehe..”

    “hah ? lu ya !!!”

    Rangga melirik ke suster maria,”mar, gua pengen ngomong berdua sama alvin.”

    Suster maria pun pergi,” kok di suruh pergi sih?” tanya alvin.

    “aku pengen ngomong sesuatu sama kamu”
    “ngomng aja, serius amat”

    “gua , gua suka sama lo vin, gua sayang sama lo, gua tau ini emang salah, gua cuman mau lo tau, gua pasrah lo mau marah sama gua sekarang, tapi gua ngga bisa lagi pendem ini lebih lama, ini jujur dan tulus dari hati gue.” Kalimat-kalimat itu keluar begitu saja dari mulut rangga, ia tertunduk , pasrah menerima reaksi rangga yang pasti tak akan ia sukai.

    Benar saja, setelah tersentak kaget bukan main, tatapan alvin berubah drastis, rona kekecewaan terlukis jelas di wajahnya, airmata pun perlahan menetes di pipinya, ia tertunduk, di letakkannya kue ditangannya itu di kursi taman lalu beranjak meninggalkan rangga, rangga menengadah ke atas, tangisan itu mulai menguasainya, ia tak bisa berbuat apa-apa, cukup lama ia mempersiapkan mentalnya untuk menerima reaksi alvin saat ia mengungkapkan semuanya, namun tetap saja terasa begitu menyakitkan saat harus benar benar mengalaminya.

    “alvin..” hanya itu yang bisa keluar dari mulut rangga, alvin berhenti sejenak, lalu kemudian kembali berjalan , makin cepat dan maikn cepat lalu ia berlari, semakin jauh dan semakin jauh, rangga hanya bisa tertunduk dalam tangisannya.

    2 bulan kemudian...

    Sejak kejadian itu alvin tak pernah lagi menemui rangga, kecewa, ya hanya itu yang menguasai benaknya, namun ada yang hialng sejak perpisahan itu. Alvin kembali pada alvin yang sebelumnya, seorang pria pendiam yang yang selalu meutup diri dari dunia luar, senyum yang sempat menghiasi wajahnya sejak 2 bulan yang lalu kini tak terlihat lagi. Hari-harinya kini ia lalui bagaikan seorang tahanan yang menunggu eksekusi mati. Rindu , ya.. itulah yang ia rasakan kini, ia sangat ingin kembali bertemu rangga. Namun ego itu masih terlalu kuat mengikat hatinya.

    “alvin?” terdengar suara pria memecah keheningan pagi di perpustakaan kampus kala itu, ia menoleh.

    “kak bram..” jawab alvin pelan lalu beranjak meninggalkan dokter bram, kakak rangga.

    “tolong vin, aku mohon kamu mau temuin rangga, dia sekarat sekarang vin, Cuma kamu yang bisa bantu dia” ujar dokter bram sambil terus menangis.

    Alvin terdiam, ia terhenyak mendengar perkataan bram tadi, airmatapun mengalir di sudut-sudut matanya.
    ia pun bersedia ikut dengan bram.

    ###

    Tiba di rumah sakit, alvin tersentak memandangi sahabatnya tergeletak tak berdaya di tempat tidur dengan selang infus dan darah terpasang di kedua tangannya. Ia pun berlari dan tersungkur disamping rangga.
    “rangga, maafin aku ga, maafin aku..” tangis alvin semakin menjadi.
    Sia-sia, rangga tak menunjukan reaksi apapun, alvin terus menangis di samping rangga, dokter bram pun tak tahan berlama-lama di ruang tersebut, ia memilih meninggalkan rangga dan alvin berdua di ruangan tersebut.

    19.30 malam, masih di rumah sakit. Perlahan alvin coba membuka matanya, ia menengadah ke atas, rangga ternyata sudah siuman, memandanginya sambil tersenyum. Tangisnya kembali pecah...

    “rangga maafin aku ngga aku salah, udah nyakitin kamu.. maaf..”

    “udahlah vin, ga usah nangis, ga ada yang perlu di maafin, aku senang kamu datang..” jawab rangga singkat.

    Sejak saat itu alvin pasrah dengan hatinya, meresapi cinta terlarang itu, perasaan yang mati-matian ia tolak, rasa yang terus menyiksanya dalam rindu yang membunuh. Kini ia pasrah, membiarkan cinta itu meguasainya. Alvin dan rangga kini sepasang kekasih, kini semua kembali seperti dulu, bahkan lebih lagi. Senyum itu kembali menghiasai hari-hari keduanya. Namun 1 hal yang masih mengganjal di benak alvin, rangga masih belum bisa jujur dengan penyakitnya, dokter bram juga enggan memberitahunya, sampai suatu hari.

    “bagaimana bram, dia takkan bertahan lebih lama lagi dengan kondisi ginjal seperti itu!” tanpa sengaja alvin mendengar percakapan di dalam ruang dokter.

    “iya dok, satu-satunya jalan adalah donor ginjal, namun hingga kini kami belum mendapatkannya” suara dokter bram terisak.
    Bagai tersambar petir, alvin terhenyak sejenak lalu tersungkur di depan ruang tersebut, ia lalu bangkit dan berlari sekuat yang ia bisa, ia kaget, takut ,sedih, dan bingung apa yang harus ia lakukan, ia tak bisa bayangkan kalau nanti terjadi sesuatu yang buruk pada rangga.
    Seminggu kemudian.

    Diruangan dokter bram...

    “Tolong periksa ginjalku mas bram, aku mohon...”
    “tapi..”
    “aku mohon mas, aku tak tau lagi harus melakukan apa, aku takut kehilangan dia mas.. tolong mas..”
    “baiklah.. kalau itu mau kamu”

    ###

    Beberapa hari kemudian...

    “rangga sayang !!!, aku ada berita gembira buat kamu!” seru alvin girang sembari memeluk tubuh ekasihnya yang saat itu sedang bersantai di bangku taman.

    “apa sih vin, semangat banget”

    “kata mas bram kamu udah dapat donor ginjal !!!”

    “serius kamu sayang, wah terima kasih tuhan, i love you sayang, muuahh” saking girangnya tanpa segan rangga mencium pipi alvin di depan banyak orang.

    “ihh apaan sih sayang, banyak orang tau..”

    “hehe..”

    Alvin tersenyum melihat ekspresi kekasihnya itu, senyum itu, senyum yang bisa membuat ia tenang berlama-lama melihatnya, hanya ini yang bisa ia lakukan kini.

    Hari operasi...

    Alvin bersama beberapa suster mengantar rangga ke ruang operasi.

    “kamu siap sayang?”

    “iya aku siap sayang, tunggu aku yah..”

    Alvin mengecup kening rangga, para suster lalu memasukan rangga ke ruang operasi,pintu dikunci, tirai ditutup, lampu di depan ruang operasipun menyala, pertanda operasi di mulai. Dengan perasaan cemas. Alvin duduk tertunduk di kursi tunggu samping ruangan tersebut, ia terus saja berdoa, berharap semua berjalan baik-baik saja...
    hampir 2jam berlalu, lampu itu akhirnya padam, pintu ruang operasi terbuka, dokter bram keluar lalu langsung memeluk alvin.

    “operasi berhasil vin, sebentar lagi dia siuman.. terima kasih alvin, aku nggak tau apa jadinya kalo ngga ada kamu..” ujar bram terisak.


    “aku cinta sama rangga mas, hidupku adalah hidupnya, aku akan lakukan apapun untuknya. tapi tolong rahasiakan ini dari rangga mas, jangan sampai ia tau”

    “tapi... baiklah...”

    2 bulan berlalu, rangga kini tak lagi dirawat di rumah sakit, ia kini bisa menjalani hidupnya layaknya pemuda sebayanya, hari ulang tahun alvin, rangga yang memang merencanakan sureprise party untuk alvin, sedari tadi terus saja membuat alvin kesal.

    “haii rangga..” seru cewek cewek di trotoar seberang.

    “hai juga cantik..”

    “uhh gitu yah, mulai ngelirik-lirik cewek sekarang hah !” ketus alvin.

    “kalo ia emang kenapa ?” tanya rangga.

    “eerrrggghhh...” alvin melangkah cepat meninggalkan rangga di belakang.

    Rangga lalu mengejar alvin, merangkulnya lalu mencium pipinya, terlihat ekspresi cewek-cewek tersebut langsung berubah drastis.

    “hahahaha....” alvin dan rangga tertawa berasa melihatnya.

    Tanpa malu, sepanjang jalan rangga terus memamerkan kemesraannya dengan alvin, ia begitu bahagia kini tak lagi harus terkurung dalam rumah sakit, menjalani hari-hari yang menyiksa dan membosankan di sana. Ia terlihat begitu bahagia, tanpa tau siapakah penyelamat yang telah membuat ia bisa seperti sekarang ini. Alvin hanya bisa tersenyum melihat ekspresi bahagia kekasihnya itu, ia betul-betul tak memikirkan hal lain lagi selain kebahagiaan kekasihnya itu, ia rela melakukan apapun untuknya, kini ia betul-betu terperangkap dalam arus cinta rangga, namun ia tak berusaha untuk terlepas darinya, ia membiarkan cinta itu menguasainya, ia begitu menikmatinya.


    ###

    2 TAHUN BERLALU............

    2 tahun sudah berlalu, entah mengapa rangga menjadi jauh berbeda pada alvin, tak lagi manis seperti dulu, ia cenderung semakin tawar pada alvin, bahkan cenderung kasar pada kekasihnya itu. Bahkan saat meminta berhubungan pun kini rangga tak pernah mau tau lagi apakah alvin sedang capek atau bahkan sakit, entah apa yang membuat ia berubah. Alvin hanya bisa pasrah dan sabar menghadapi perubahan kekasihnya itu, ia terus menghadapinya dengan dingin, ia begitu mencintai rangga, jangankan untuk marah untuk menghindar saat rangga memukulinya pun ia enggan. Mungkin itu efek dari meninggalnya dokter bram yang notabene satu-satunya keluarga rangga yang beduli betul padanya, ya setahun yang lalu dokter bram meninggal akibat sakit, rangga sangat terpukul hingga membuat ia berubah seperti ini.

    Suatu hari, tepat jam setengah 8 malam alvin baru tiba di apartemennya, sejak semester lalu ia banyak mendapat jadwal kuliah malam, bahkan tugas-tugas praktikum ada yang harus ia lakukan malam hari. Alhasil hari itu ia sangat lelah. Saat tiba di apartemen seperti biasa rangga sudah menunggunya, tanpa di katakan alvin sudah tahu maksud rangga apa, biasanya walau capek alvin mau melayaninya, namun sepertinya hari itu sudah mencapai puncaknya.
    Baru beberapa menit berada di kamar, bau alkohol sudah tercium jelas di kamar itu, alvin belum berkomentar. Ia duduk di sofa, melepas sepatunya, meletakkan pada tempatnya. Lalu mengambil handuk menuju kamar mandi. Rangga bertelanjang dada hanya menggunakan celana jeans panjang sedang berbaring di kasur sambil merokok.
    “aku mandi dulu sayang” kata alvin.

    rangga hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. 15 menit kemudian alvin keluar hanya dengan boxer hitam, bertelanjang dada ia menuju kasur sambil mengeringkan rambut. Ia duduk di sudut kasur membelakangi rangga, rangga langsung bergerak mendekatinya, ia bersimpuh di belakang alvin dan mulai menggerayangi tubuh kekasihnya itu.

    “mmmmhhh kamu wangi banget sayang, aku pengen....” terus saja ia mencumbu alvin.

    Alvin menghindar, ia lepaskan pelukan rangga dengan lembut. Kini ia berbaring di paha rangga, membujuk untuk tak melakukannya malam itu.

    “jangan hari ini yah sayang, aku capek yank, boleh yah” kata alvin memelas.

    Reaksi rangga tak diduga, ia menarik tubuh alvin lalu dengan kasar membantingnya ke tengah kasur.

    “aku mau sekarang sayang..!” dengan kasar ia menindih tubuh alvin, lalu mulai menggerayanginya, alvin berontak namun tubuh rangga terlalu besar, ia tak berdaya , pasrah menghadapi nafsu beringas kekasihnya itu.

    Terpuaskan , kini ia duduk di sisi kiri kasur berbalutkan selimut. Alvin disisi lain, membelakangi rangga. Rangga kini menyamping, menghadap alvin sambil membelai punggungnya. Alvin diam, namun sepertinya emosinya sudah memuncak.

    “sayang...” rangga menciumi punggung rangga.

    Secepat kilat alvin berbalik dan melayangkan tamparan keras ke pipi rangga. Tanpa ekspresi rangga kembali duduk pada posisinya semula, di ambil lagi rokoknya di asbak yang masih menyala, hanya 1 hisapan di kembalikan lagi , lalu ia turun dari kasur, di pakainya lagi seluruh pakaiannya. Alvin sepertinya kaget sendiri dengan apa yang ia lakukan barusan, itu kali pertama ia menampar rangga.

    “rangga, maafin aku” alvin berdiri.

    Rangga mengacuhkannya, ia terus saja berpakaian. Saat sudah selesai, diambilnya dompet handphone, dan kunci mobil di atas meja lalu jaket di gantungan dan bergerak menuju pintu.

    “rangga, tolong maafin aku..” alvin menggenggam tangan rangga, namun dengan kasar di lepaskan.

    Tak mampu alvin tahan, rangga meninggalkan apartemen alvin.
    Alvin hanya bisa menyesali kejadian barusan. Ia duduk di sofa sambil terisak, ia sudah lelah dengan perubahan rangga yang sangat drastis, ia taak mengerti kenapa rangga jadi seperti ini. Namun malam itu ia terlalu lelah untuk berlarut-larut dalam kesedihan itu. Karena letihnya, tanpa sadar alvin terlelap di sofanya.

    “alvin sayang... bangun pemalas udah pagi” suara itu membangunkan alvin dari tidurnya.

    Matanya masih buram, terlebih ia baru saja bangun, diraihnya kacamata di mejanya. Ia tersentak kaget melihat sosok yang barusan membangunkannya.

    “bang fadli..!” mungkin sangat kangen alvin memeluk tubuh kakaknya itu.

    “kok tidurnya di sofa sih dek, nggak pake selimut pula, di sini kan dingin.

    “iya bang, semalam alvin ketiduran, he..”

    “kenapa sih kamu, matanya sayu gitu, banyak masalah yah?”

    “iya bang, tugas kampus gak pernah habis”

    “sabar dek, sebentar lagi juga kamu lulus, kamu juga harus jaga kesehatan, liat tuh badan kamu makin kurus aja”

    “kapan nyampe bang, kok ngga nelpon ato paling ngga sms dulu, kan al bisa siap-siap”

    “kalo abang telpon juga mana kamu mau angkat, abang datang aja kamu masih di alam mimpi, apalagi Cuma di sms, kemarin capek banget yah, jam 10 gini baru bangun?”

    “iya bang, ada praktikum sampe setengah 8”

    “hmm gitu yah, oke kamu pasti belum sarapan, mandi gih sana, abis itu kita cari makan”

    “yaudah al mandi dulu”

    Jam sebelas kurang, alvin sudah siap, mereka pun mencari restoran untuk sarapan. Sebuah restoran chinese di daerah boulevard menjadi pilihan kami, beberapa menu menjadi pilihan mereka. Alvin begitu senang akhirnya bisa bertemu lagi dengan kakak kandungnya setelah sekitar 4 tahun tak bertemu, sepanjang makan tak habis-habis topik pembicaraan mereka, sebagian besar tentang kenangan mereka saat masih di makassar dulu. Kebiasaan bang faldi sejak dulu pun belum juga hilang, acara suap-suapan tak pernah terlewatkan jika mereka sudah makan bersama.

    “alvin !!!” suara yang lebih bisa di katakn bentakan terdengar dari belakang mereka berdua.

    Alvin dan bang faldi menoleh,” rangga ?” alvin panik.

    Tanpa tau yang sebenarnya rangga berlari meninggalkan alvin dan bang fadli, alvin langsung bergegas mengejar rangga, bang fadli yang tak tau apa-apa pun jadi ikut-ikutan mengejar mereka.

    “rangga tolong dengarkan aku dulu, aku bisa jelasin semuanya, rangga !” seru alvin sambil terus mengejarnya.

    Rangga berhenti di tengah jalan tanpa memperhatikan sekitarnya, “apa lagi yang mau di jelaskan hah ? bagiku semuanya sudah terlalu jelas, kau ternyata nggak sebaik yang ku bayangkan.”

    Tiba-tiba sebuah mobil avanza hitam melaju dengan kecepatan tinggi ke arah rangga. “ rangga awaaaaaaassss !!!” secepat mungkin alvin berlari mendorong rangga ke sisi lain jalan dan “BRRUUUKK !!!” tubuh alvin terpental sekitar 10 meter akibat hantaman mobil tadi, si penabrak melarikan diri. “alviiiin !!!” bang fadli berlari secepat mungkin menuju alvin, rangga juga terlihat panik lalu mengiringi bang fadli.

    Sangat parah, darah segar mengalir di sekujur tubuh alvin, kepala, hidung, wajah, siku kanan dan lutut, alvin tak sadarkan diri. Bang fadli terlihat bingung, ia berusaha menyadarkan alvin. Bang fadli terlihat gelagapan menelepon ambulance.Rangga mulai menangis di belakangnya,saat rangga berusaha mendekati alvin, bang faisal menghalanginya, di tariknya tangan rangga lalu di hujaninya wajah rangga dengan bogem-bogem mentahnya.

    “apa salah adikku padamu hah ! anjing ! aaarrrgghh“ bang fadli tak lagi memukuli rangga, ia tertunduk menangis.

    “maaf mas, saya tidak tahu ..” kata rangga terisak.

    “lagipula apa hubunganmu dengannya ! ah sial !” satu lagi bogem mentah bersarang di wajah rangga, ia tak menghindar apalagi melawan. Ia tak mampu berkata apa-apa, mulutnya terkatup, bahkan untuk menjawab pertanyaan bang fadli tadi.

    Tak lama kemudian, ambulance datang, seorang dokter dan 3 orang suster turun untuk menangani alvin. Salah satu dari ketiga suster itu berlari mendahului dokter.
    “ya Tuhan alvin, kamu kenapa sampai begini”matanya melihat sekitarnya, lalu pandangannya terhenti pada rangga.

    “kamu lagi !!!, jahat banget kamu ngga !, kenapa sih kamu selalu buat alvin menderita, nggak punya hati kamu, kalau saja kamu tahu pengorbanan dia ke kamu, pasti... “

    “suster maria !, kenapa kamu ini, tugas kamu disini menangani pasien, jangan campuri kerjaanmu dengan urusan pribadi cepat kemari “ seru sang dokter yang sibuk menangani alvin.

    Rangga terdiam, tanpa berkata apa-apa suster berlari meninggalkannya , kembali menangani alvin. Tanda tanya besar muncul di benak rangga, apa maksud perkataan suster maria tadi?


    ###


    semua menunggu di depan ugd dengan wajah panik,bang fadli dan kedua orang tua mereka duduk di kursi tunggu, rangga duduk di lantai di sudut koridor rumah sakit itu, ia terus saja menangis. Jam-jam yang mencekam pun berlalu, lampu di atas pintu ruang operasi akhirnya padam. Semua langsung bangkit menyambut siapapun yang keluar dari ruangan itu, dua orang dokter beserta beberapa suster keluar dari ruangan itu, termasuk suster maria.

    “bagaimana keadaan adik saya dok, dia baik-baik aja kan ?” seru bang fadli menghadang dokter tersebut.

    “iya dok, anak saya baik-baik aja kan, papa ....” sambung ibu alvin sembari memeluk ayahnya.

    “sabar ma, tenang dulu...” ayah alvin menenangkan ibu itu.

    “pasien belum melewati masa kritis, kami telah melakukan penanganan yang seharusnya secara maksimal, yang bisa kita lakukan sekarang hanya menunggu sambil terus berdoa, saya turut prihatin”

    “ya tuhan pa...” tangis ibu alvin kembali pecah, ia memeluk ayah alvin dengan erat.

    “kami sudah boleh menjenguknya dok?”

    “silahkan pak, tapi tolong tenang, pasien masih kritis, tolong jaga emosi kalian”

    Mendengar perkataan dokter itu, bang fadli terlihat geram. kalap,ia berlari menuju rangga lalu kembali menghujaninya dengan pukulan-pukulan membabi buta.

    “anjing !!! liat apa yang lu lakuin ke adik gua ha ! bangsat lo, sialan” fadli mengamuk.

    Rangga hanya bisa terus menangis, bu ambar datang menenangkan bang fadli.

    “fadli, sudah nak... tenangkan diri kamu, rangga juga pasti nggak menginginkan itu semua terjadi, sudah nak... ayo kita lihat alvin..” ujar bu ambar.

    “fadli takut bu...” kali ini bang fadli yang terisak.

    Akhirnya bu ambar berhasil menenangkan fadli, mereka bertiga masuk ke ruangan. Rangga tak berani melihat ke dalam, ia duduk di kursi tunggu sambil terus menyesali semuanya.

    “mungkin sudah saatnya kamu tau semuanya..” suara wanita di sampingnya, suster maria.

    “apa yang harus gua tau ?” kata rangga parau.

    “kamu mau tau siapa yang mendonorkan ginjal buat kamu saat itu ?”

    “siapa maria ? katakan, jangan bilang kalo...” rangga semakin panik.

    “ini di tulis kakak kamu saat ia sedang sakit, harusnya saya kasih ke kamu begitu beliau meninggal, tapi diam-diam alvin mengetahui niat kakakmu ini, dia mati-matian memohon agar kamu jangan sampai mengetahui ini..” suster maria melunak, matanya berkaca-kaca saat menyerahkan sebuah amplop ke rangga.


    ###

    To : Rangga

    adikku rangga, mungkin saat kamu baca surat ini kakak sudah tenang di alam sana. Maaf kakak nggak pernah kasih tau kamu penyakit kakak ini, kakak nggakmau kuliah kamu terganggu karena kakak. Kakak senang sekarang kamu sudah sehat lagi.
    Ini tentang alvin, kekasihmu itu. Jaga dia baik-baik rangga, sebab karena dialah kamu bisa menghirup nafas sampai saat ini. Dialah yang mendonorkan ginjalnya untuk kamu. Kakak sebenarnya berniat merahasiakan ini dari kamu, itu pesan alvin ke kakak, namun saat kondisi kakak seperti ini kakak semakin tersiksa dan terbeban kalau kamu takkan pernah tahu ini. Jaga dia rangga, sayangi dia seperti kakak menyayangimu.

    Kakakmu

    Bram

    ###

    Tangis rangga kembali pecah, “kenapa kamu baru bilang sekarang maria, aku.. ya tuhan, apa yang sudah ku lakukan?”

    “maafin aku rangga, ini salah aku” tangis maria ikut pecah.

    “sudahlah rangga, kamu masih punya kesempatan, mulai sekarang jangan sia-siakan itu, sekarang kamu masuk,,,” sambungnya.

    Ranggapun memberanikan diri masuk ke ruangan itu, begitu masuk ia langsung berlutut di depan ibu alvin.

    “bu, maafin rangga bu, semua ini salah rangga pun, rangga menyesal bu...”

    “sudahlah nak rangga, ibu sudah ikhlas akan semua ini” bu ambar mengangkat rangga, langsung di peluknya kekasih anaknya itu.
    “kamu sudah ibu anggap sebagai anak sendiri, berkat kehadiran kamu alvin jadi periang, kamu betul-betul merubah alvin nak, ibu nggak pernah liat alvin sebahagia saat bersama kamu. Walaupun cinta kalian memang salah, tapi itulah cinta yang sebenarnya, tak dapat kita nilai dengan logika, ibu ikhlas nak, ibu memaafkan kamu, sekarang kamu masih punya kesempatan nak, bahagiakan dia...” ujar bu ambar bijak.
    fadli yang baru menyadari semuanya terlihat emosi, pak harlan menghentikannya.

    “nak, sudahlah..” pak harlan menahan pundak fadli.
    Rangga mendekati alvin yang masih terbaring lemah, ia genggam tangan alvin, ia terus saja menangis.

    “pa, fadli, kita tinggalkan mereka di sini, mereka butuh waktu berdua” ujar bu ambar, mereka pun keluar meninggalkan rangga dan alvin.

    Di tengah keheningan, tangis rangga tertahan. Airmata enggan lagi keluar lagi dari matanya, rasanya semua telah terkuras sejak tadi.

    Penyesalan terdalam, itulah yang menyeruak dalam benaknya. Tiba-tiba terasa belaian di kepalanya, alvin ternyata sudah sadar.

    “rangga..” suara alvin masih lemah.

    Rangga tak mampu menjawab, lagi, tangislah yang menggambarkan ekspresinya.

    “itu bang fadli ga, dia kakak aku..”ujar alvin pelan.

    “sudahlah vin, aku sudah tau, maafin aku vin... aku menyesal... aku memang ngga berguna...”

    “jangan bilang begitu sayang, bagiku kamu segalanya, jangan berubah lagi yah.. tetap seperti ini, rangga yang dulu ku kenal, rangga yang selalu tertawa, lelaki pertama yang mengenalkan cinta padaku.. aku cinta kamu sayang...”

    “aku juga cinta kamu sayang...” rangga terisak.

    “rangga, kamu inget nggak, waktu kita kerjain si pretty...” alvin menengadah ke atas sambil tersenyum.

    “iya vin, aku inget...” rangga berusaha tertawa di tengah tangisnya.
    “rangga tau nggak, aku lakuin itu sungguh-sungguh, aku nggak mikir itu sandiwara..”

    “aku juga sayang..” rangga mengecup kening alvin.

    Bu ambar dan pak harlan hanya bisa menangis terharu mengamati alvin dan rangga dari jendela kaca, fadli berusaha masuk namun di larang ibunya.

    “ma, fadli pengen masuk..”

    “sabar nak, sebentar lagi yah... mereka butuh waktu berdua”


    ####################################################################################################################


    Amsterdam , 28 april 20**

    “selamat pagi istriku, happy birthday sayang...”

    “enak aja aku di panggil istri..”alvin mencubit pinggang rangga.
    “aduh aduh sakit sayang, hehe.. make a wish dulu, trus tiup lilinnya..”

    “hmm.. aku harap sampai akhir hayat kita tetap seperti ini, i love you sayang..” padam sudah lilin itu, rangga mengecup kening kekasihnya itu, airmata menetes di pipi rangga.

    “kok nangis yang..” alvin mengusap wajah rangga.

    “terima kasih sayang, terima kasih buat semuanya, aku nggak bisa bayangkan hidupku tanpa kamu” di peluknya alvin sekali lagi, haru tak bisa disembunyikan dari wajahnya.

    Tahun-tahun telah berlalu, semua sudah mereka lewati, cinta mereka kini sudah teruji. Belanda , sepertinya akan menjadi pelabuhan cinta terakhir di sana, biarlah semua berakhir di sini, biarkan kisah mereka berlalu bersama angin, melayang ke segala arah tanpa ada yang menghalangi.

    Matahari terbit begitu indah terlihat dari villa mereka ini, alvin duduk di kurdi taman yang tepat menghadap kebukit yang menjulang tinggi di hadapannya, sang surya perlahan mulai menampakkan wajahnya, memberikan kehangatan di pagi yang dingin saat itu.

    ‘maafkan aku yang selalu menyakitimu, mengecewakanmu, dan meragukanmu...
    ‘tersadar aku bila kamu yang terbaik, terima aku mencintaiku, apa adanya...
    ‘di antara beribu bintang, hanya kaulah yang paling terang...
    ‘di antara beribu cinta, pilihanku hanya kau sayang...
    ‘takkan ada selain kamu, dalam sgala ke adaanku...
    ‘Cuma kamu ya, hanya kamu yang salalu ada untukku...

    Rangga melantunkan syair lagu itu di temani petikan lembut gitar di tangannya, alvin menatap kekasihnya itu dengan wajah haru.di peluknya rangga dengan eratnya, kecupan lembut di berikan rangga ke dahi alvin, rasanya waktu tak perlu berjalan lagi, biarlah terhenti saat itu juga, asal merkea bersama.

    “i love you alvino prasetya...”
    “i love you too rangga hermanto...”

    =-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=
    =-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=
  • Kyak udah baca deh ini.. Yg di blog Tommy ya, Renly?
  • idans_true wrote:
    Kyak udah baca deh ini.. Yg di blog Tommy ya, Renly?

    yeyyy mister idans juga eksis disini yahhh ^^ hehe, iya ini LS 3 dans, sbnrnya mau post LS 3 aja tapi krn satu dan lain hal LS 1 & 2 jga saya turunkan sbg side storynya ^^ hmm smoga laris disini yahhh, itung2 cari inspirasi buat selesain end part season 3 ^^ jgn bosen komenin ini yah dans haha :*
  • ##############################################################################################################################################################################

    >> SIDE RAFFI
    Hari-hariku semenjak berdamai dengan arga kini semakin indah, semua berjalan seperti dulu lagi.

    Momen-momen indah kembali mewarnai perjalanan cintaku dengannya. Arga , entah sejak kapan rasa ini tumbuh, tapi ia betul-betul menaklukanku, aku ingat dulu, saat pertama kali ia mengungkapkan rasa padaku, aku sempat merasa jijik padanya, menghindarinya, aku sempat kecewa karena merasa telah di manfaatkan olehnya, tapi waktu menjawab semuanya. Berartinya dia di hidupku kian terasa saat kami semakin menjauh, ada yang hilang dari diriku begitu aku menjauh darinya, aku seperti kehilangan tempat berpijak dalam hidupku. Aku sendiri bingung dengan rasa itu, semakin ku tepis rasa itu semakin kuat menyeruak, hingga akhirnya aku pasrah, tenggelam dalam rasa itu, aku sadar aku juga tak bisa hidup tanpanya kebersamaan kami sejak kecil ternyata telah menumbuhkan benih-benih cinta di hati-hati kami. kini masa lalu seolah menertawaiku, bagaimana dulunya aku sangat benci pada papa dan papa rangga begitu aku dewasa dan mengerti bagaimana sebenarnya hubungan mereka, bagaimana dulu aku sempat menentang keras mereka. Kini aku sendiri ditaklukan oleh cinta semacam itu. Tapi , dari kesemua itu, aku bersyukur di berikan seorang arga, sepupuku yang telah dengan tulus mencintaiku.

    Takdir pahit hari aku hadapi saat peristiwa jahanam itu terjadi, tragedi pahit yang merenggut satu lagi orang yang kami sayangi, meninggalnya papa rangga agaknya menjadi tamparan keras pada diriku, papa rangga pergi di saat aku baru mulai memahami hubungannya dengan papa, disaat papa rangga telah berhasil membuatku sangat menyayanginya. Dapat kukatakan kalau aku adalah yang palinhg terpukul dengan kepergiannya, rasa beralah yang besar berhasil membangun tembok kebencian yang begitu tinggi dan tebal di antara aku dan arga. Aku sempat sangat membencinya, menyalahkannya atas semua yang menimpa papa rangga, kebencian itu kembali membuat aku jauh darinya. Namun pada akhirnya, kembali waktu yang berbicara, aku kembali takluk oleh kegigihan arga mendapatkan maafku, semangatnya untuk terus memperjuangkan cinta kami. aku tak peduli apa-apa lagi, yang aku tau aku mencintainya, dan akan ku lakukan apapun untuk mendapatkan cintanya.

    ** ** ** ** ** ** **

    “ciyee..ciyee.. yang udah baikan, gimana ? kita ganggu nggak acara pacaran kalian ? hehe...” suara aldo mengagetkan aku yang tengah asyik ngobrol sama arga.

    “iya nih, udah seminggu perasaan mesra amat, ciye-cye yang baru jadian...” tambah raffa.

    “ah kampret lu bedua...”

    “hahahaha..., gitu dong fi, ga, kalo adem ayem gini enakkan...”

    “hehe.. eh kita nonton yuk, udah lama kan kita nggak keluar bareng ?”

    “iya kak, katanya hari ini ada film bagus di XXI...”

    “iya, gimana fi?”

    “tapi bukan horor kan ? awas lu padakalo ada kuntinlanak lagi, abis lu semua ama gua entar...”

    “hahahaha... nggak kok kak, kali ini nggak.. hihihi...”

    “kak raffi emang takut sama kuntilanak..”

    “hah ? eh.. oh.. enggaaakkk, nggak juga kok..” aku tersipu, dasar sial si raffa.

    “hahaha... kamu tahu nggak ga, sebulan yang lalu gua ajak dia nonton premier ‘kuntilanak kesurupan’ di XXI, sepanjang nonton mukanya ditutupi jaket mulu, trus tiap ada usara setannya dia teriak-teriak ketakutan, ampe ditegor tuh sama penonton yang lain, hahaha.... semalaman dia nggak bisa tidur lo...”

    “ah.. ngarang lu raf, dasar.. nggak kok ga , nggak gitu..”

    “hallah ngelak lagi lu, semua udah tau kali, kunti tuh kelemahan lu sejak smp, benerkan?”
    ‘ah dasar sial dua orang ini, jadi mati kutu gua di depan arga’ gumamku.

    “emang gitu kak ?” arga menatapku dengan senyuman.

    “ah.. enggak kok, nggak gitu ga..”

    “hehe, nggak pa-pa kok kak, film hari ini tuh lanjutannya transformers jadi pastinya nggak ada kuntilanak kok” ujar arga.

    “ya , kali aja si megan fox mati trs gentayangan kan, hahahaha...”semprot aldo.

    “ahh sialan lu bedua, yaudah jadi nonton nggak nih ?”

    “widiihh udah berani nih, yuk berangkat, studio 2 kan, judulnya ‘kuntilanak mencari cinta’ hahahaha” sambung raffa.

    “SIALAAAAANNN!!!”

    ** ** ** ** ** **

    Selesai nonton, kami singgah ke food court untuk mengisi perut yang sudah lapar. Rasanya tak kuat lagi kalo harus balik ke rumah. Sehabis makan kami ke timezone untuk bermain sejenak sebelum pulang, selanjutnya kami ke taman ria dan mencoba beberapa wahana di sana, komedi putar, roller coaster, dan terakhir bianglala. Aldo dan raffa akan naik bersama dengan bilik berbeda dengan aku dan arga, asyiknya , dengan begini aku bisa lebih leluasa bersama arga, tapi sepertinya arga takut ketinggian tapi dia menyembunyikannya.

    “kamu takut ?” tanyaku.

    “hah ? enak aja ! nggak kok..”jawab arga tak bisa menyembunyikan
    keguguannya.

    “haha.. gengsi-gensian juga sama pacarnya, liat aja entar, pasti deh, aku banyak dapet pelukan..”

    “huu.. maunya ! nggak bakal !”sergahnya.

    Akhirnya tiba giliran kamu berempat naik, setelah aku dan arga naik, setelahnya aldo dan raffa yang naik, dari jarak yang masih dekat, kami bisa melihat kelucuan yang terjadi di antara mereka.

    “raf, aduh.. gua kebelet nih, pengen ke toilet bentaar aja..”

    “hallah nggak ada ! mau kabur pasti lu kan ? lagian kita nggak bisa
    nunggu nih, yang naik banyak, udah sini... susah amat sih, nak bianglala doang kok..”

    “haduuuh.. raf.. gua nggak usah dooong, ya raf yaa... apapun kecuali yang ini deh..” aldo terlihat berusaha berpegang pada pagar pembatas, raffa terus menariknya.

    “udah nggak ada ! nggak apa-apa kok aldo sayang, ntar aku jagain.. ayoook !” akhirnya masuk sudah mereka ke dalam bilik, pintu di tutup dan bianglala pun mulai berputar.
    Sejak awal naik, arga diam saja, tak mengeluarkan sepatah katapun, wajah pucat pasi dan berkeringat, tangannya sangat dingin. Kami duduk saling berhadapan, aku menhadap ke timur sedang, arga menghadap ke barat. Bias cahaya mentari senja memantul di wajah mulusnya yang pucat karena takut, aku pun berinisiatif pindah duduk di sampingnya.

    “eh, raffi kamu mau ngapain !” katanya gugup karena bilik sedikit bergoyang. Aku pun duduk di sampingnya sambil tanganku merangkul pundaknya.

    “sayang takut ?” tanyaku halus, dia tak menjawab, hanya menunduk tersipu, aku rangkul dia makin erat untuk membuatnya merasa aman, ku cium mesra pipinya lalu ku bisikan;

    “kamu nggak perlu takut sama apapun sayang, aku akan selalu ngelindungi kamu, walaupun taruhannya itu nyawaku”

    “ih.. kamu kok ngomongnya gitu..” sergahnya, tak ku jawab, ku raih tengguknya lalu ku tarik dekatkan wajahnya ke wajahku.
    Kami memejamkan mata, bibir kami bertemu, lidah kami beradu, aku cium mesra kekasihku yang paling ku cintai ini, kami terus saling berpagut mesra di senja yang hangat kala itu, bilik itu menjadi saksi bisu satu lagi momen mesra romansa cinta kami berdua, dan kalimat yang selalu ia ucapkan di akhir-akhir momen seperti ini selalu membatku bahagia.

    “thanks sayang, satu lagi saat paling bahagia dalam hidupku bertambah hari ini, i love you, honey”

    “love you too sayang”

    ==============================================
    ============================================================================================

    >> SIDE ARGA
    Hari ini satu lagi saat bahagia dalam hidupku bertambah, ya. Kak raffi betul betul membuatku menjadi pemuda paling bahagia di dunia saat ini. Aku bersyukur dia kini bisa menerimaku lagi. Sungguh, batinku begitu tersiksa saat ia menjauhiku karena meninggalnya ayahnya. Aku memang merasa bersalah dengan meninggalnya om rangga, tapi aku juga tak bisa kalau konsekuensi dari semua itu, kak raffi harus meninggalkanku. Aku terus berjuang untuk mendapatkan kembali cintanya, walaupun sulit akhirnya aku bisa juga meluluhkan hatinya. Di sebuah momen indah yang terjadi di pantai itu, walau harus babak belur dahulu aku di hajarnya, tapi tak apa, tanpa ku sangka hari itu juga ia memaafkanku, ia kembali menjadi raffi yang ku cintai dulu, hari itu juga menjadi salah satu saat paling bahagia dalam hidupku, terima kasih tuhan, untuk seorang raffi yang kau berikan untukku.

    ** ** ** ** ** **

    Sore ini setelah puas bermain di taman ria, kak raffi mengantarku pulang sampai kerumah, sedangkan kak aldo di bonceng, kak raffa kembali ke rumahnya. Jarak taman ria ke rumah memang cukup lumayan, ada sekitar 30 menit kami baru tiba di rumah, aku memang tadi hanya berencana main ke rumah kak raffi tapi dia mengajakku keluar hingga ketemu kak raffa dan aldo di sana. Kak raffi memacu motornya dengan cepat karena langit yang memang sudah agak mendung, namun yang menjengkelkan ia sering menginjak gas tiba-tiba membuatku tersentak.

    “aduh kak bilang aja mau dipeluk dasar... ! bahaya tau nge-gas nge-gas kayak gitu !”

    “hehehe... makanya sayang peluk yang keras dong..”

    “huu.. dasar!” aku pun memeluknya makin erat sambil kepalaku bersandar di punggungnya.
    Langit sudah gelap, dan mulai terasa titik-titik air menyentuh punggung tanganku yang memeluk kak raffi, membuatku sedikit gemetar menahan dingin yang mulai menerpa, di tambah angin yang begitu keras.

    “masukin ke dalam kaos aku aja yang,supaya nggak dingin” serunya setengah berteriak karena suaranya yang agak di terpa angin.

    “i..iya!” jawabku agak gugup.

    Perlahan tanganku menelusup ke balik jaket kulit yang ia pakai, lalu
    masuk ke balik kaosnya, di situ aku bisa merasakan lekuk perut sixpacknya,jantung berdegup kencang ketika menyentuh bagian itu, kurangkaikan jari jemariku saling mengait di atas lekukan perutnya itu, dan sepertinya berhasil,rasa dingin akibat terpaan angin dan rintik air hujan yang mulai jatuh perahan mulai hilang, semua terasa hangat sekarang.

    “pegangnya di perut, jangan turun-turun ke bawah dong, nanti ada yang kebangun !” teriaknya lagi.

    “hah ? enggak kok, aku peluknya di perut kok, ihh jail banget sih.. nih rasain” ku pelintir sedikit perutnya.

    “auww.. sakit sayang, ampun dong, kan cuman becanda..” serunya memaleas.

    “tau ah !”
    ** ** ** ** ** **
    >> SIDE RAFFI
    Kira-kira jam 7 malam, kami tiba di rumah om fadli. masih 100 meter dari rumah, hujan deras sudah mencegat kami, alhasil kami setengah basah kuyup sampe ke rumah.

    “aduuh ya ampun, arga, raffi, kok bisa basah gini sih... yaudah cepetan mandi gih sana kalian berdua, raffi juga, habis mandi kita makan malam sama-sama” ujar tante santi khawatir, terlihat sekali perhatian ekstranya pada arga, hingga menghanduki kepala arga yang basah, bahkan aku pun tak luput dari handukan tante santi.

    “ihh mama aku kan bisa sendiri, malu uga di liatin kak raffi”

    “ih ngapain malu, raffi juga sini nih..” tante santi mulai menghanduki kepalaku, awalnya aku mengelak tapi ia terus memaksa mengeringkan kepalaku dari air hujan, au agak terenyuh dengan perhatiannya itu kepadaku.

    “yaudah mandi gih kalian sana, kamu di kamar mandi kamar tamu aja raf, biar nggak perlu nunggu raffi selesai, entar masuk angin” ujar tante santi penuh perhatian.

    “iya tan..” jawabku sambil tersenyum.

    “yuk kak” arga menggenggam tanganku.

    *** *** ***

    “mandi bareng aja yang, kaya dulu..” bisikku ke arga saat sudah agak jauh dari tante santi.

    “yee.. maunya.. nggak ada ! nih handuknya, kamar mandi tamu tau kan, di pojok sana tuh.. cepetan sana, aku mau mandi ! wek “ cetus arga, sembari menutup pintu kamarnya.

    “huu pelit..”

    Akupun menuju kamar tamu untuk mandi, selesai mandi aku ganti baju pake baju arga. Setelahnya kami berdua turun ke ruang makan di lantai satu untuk makan malam bersama tante santi. Dingin seusai mandi di tambah cuaca di luar yang hujan deras menyulut nafsu makan kami semakin menjadi. Aneka makanan tersaji di meja, si bibik juga masih membawakan beberappa masakan dari dapur.

    “yaudah silahkan makan, kalian pasti lapar, habis dingin-dingin kena hujan”

    “iya mah, yuk kak”

    “i..iya” sahutku agak risih.

    “makan yang banyak nak, tante perhatikan belakangan badan kamu tuh makin kurus, tante emang tahu papa kau sekarang di desa, mama kamu juga sudah nggak ada, tapi kan masih ada bik ina yang mengurusi keperluan kalian di rumah, sebisa mungkin di jaga kesehatanmu nak, makannya harus teratur, ya nak ya..”

    “i..iya mah.. eh.. tante..” aku sampai salah menyebut namanya saking terharu melihat perhatiannya padaku.

    “nggak apa-apa kok raffi, kalau kamu mau kamu bisa panggil tante mama, tante sudah menganggap kamu dan adikmu raffa sebagai anak tante, sayang tante sama kalian nggak kalah dengan sayang tante sama arga anak tante” ujar tante santi penuh perasaan, aku terenyuh hingga tanpa sadar meneteskan airmata.

    “kamu nangis nak ?” tanya tante santi.

    “raffi hanya.. raffi hanya terharu tan, andai saja mama masih ada, pasti dia secantik tante ya?”

    “hmm.. mama kamu memang cantik nak, dia juga wanita yang baik”

    “gitu yah tan, tapi sayang mama harus pergi sebelum aku sempat menikmati kasih sayangnya tan..” aku tertunduk menahan airmata.

    “tapi tante yakin kok nak, mama kamu pasti sudah tenang dan bahagia di atas sana, kamu harus berusaha jadi orang yang berguna supaya bisa bikin mama kamu makin bangga di sana”

    “iya tante.. itu pasti”

    “yasudah sekarang kita makan, adri tadi hanya ngobrol saja”

    ** ** ** ** ** ** **

    Acara makan pun berlanjut, seperti yang sudah di biasakan kakek, kami makan hingga selesai dalam keadaan hening, tak ada kata keluar dari mulut kami. selesai makan, kami menuju ruang tengah menonton tivi, sementara bik lastri pembantu mereka merapikan meja makan.

    “oh iya tan, om fadli kemana ? lagi lembur ya ?”

    “iya raff, om kamu jadi sering lembur semenjak papa kamu nyepi ke desa, om fadli harus ngehandle beberapa proyek papa kamu yang belum selesai, biasanya paling lambat jam 10 dia sudah di rumah, mungkin kali ini akan sedikit larut karena hujannya deras”

    “gitu yah tan, wah papa jadi betul-betul ngerepotin om fadli nih tan”

    “ah nggak juga kok fi, kami sama sekali nggak merasa direpoti, kami paham kondisi papa kamu sekarang, dia masih butuh waktu untuk menyesuaikan dirinya semenjak kepergian rangga, kami senang kok bisa membantu”

    “iya tan, saya atas nama keluarga sangat berterimakasih atas semuanya, beberapa hari yang lalu aku teleponan sama papa tan, kata papa mungkin seminggu atas 2 minggu ke depan papa akan balik dari desa”

    “iya, tante udah tau kok, papa kamu juga sudah ngabarin kita, eh.. malam ini kamu nginap di sini aja nak, hujan sepertinya akan lama redanya, kamu temenin arga aja”

    “hmm.. iya deh tan..” jawab raffi agak tersipu, terlihat arga menahan tawanya.

    “kenapa nak, cengengesan gitu..”tanya tante santi heran.

    “hah, hehe.. nggak kok mah..”

    “huh dasar..” gumamku dalam hati.

    Aku dan arga menemani tante santi menonton dvd, berbeda dengan ibu-ibu jaman sekarang yang sebagian besar keranjingan sinetron, ia malah sangat anti dengan serial tivi yang sangat banyak mempertontonkan adegan menagis itu, ia pernah berkomentar, acara tivi semacam itu sangat tidak mendidik. Ia malah menuykai film-film suspense dan thriller yang membutuhkan nalar untuk memahami alurnya. Hal itu menguntungkan aku dan arga yang memang sangat memfavoritkan film-film bergenre seperti itu.
    Jam dinding sudah menunjukan pukul setengah 10 malam, kuperhatikan beberapa kali arga sudah menguap, sepertinya ia sudah sangat mengantuk, mataku juga sebenarnya sudah terasa sangat berat, namun aku agak sungkan mengatakannya pada tante santi yang masih terlihat serius mengikuti jalan cerita film.

    “udah ngantuk kamu nak ?”

    “iya nih ma, udah berat banget mataku” jawab arga sambil mengucek-ngucek mata.

    “kamu juga pasti udah ngantuk kan, tante tau kalian berdua udah ngantuk, maaf yah tante keasyikan nonton, yaudah kalian tidur gih sana, mama masih mau selesain flmnya, papa juga belum datang kan..”

    “yaudah mah, yuk kak..” sahut arga sambil menggandeng tanganku.
    Aku agak curiga dengan arga, ekspresinya sontak berubah begitu mamanya menyilahkan kami tidur, rona kantuk dari wajahnya tiba-tiba hilang, wajahnya tersenyum sumringah sambil menatapku dengan aneh, ada apa dengannya ?. ia menuntunku ke kamarnya, ia menaiki anak tangga menuju lantai dua,saat kami telah masuk di kamarnya ia langsung mengunci pintu kamar.

    “kok di kunci yang.. kenapa ?” ia tak menjawabku, reaksinya sungguh
    mengagetkanku.

    ** ** ** ** ** ** **

    >> SIDE ARGA

    “aku lagi pengen sayang !” ku banting tubuhnya yang tak siap itu langsung ke atas ranjang, ku mulai bergreliya di atas tubuhnya.

    “ahhh... sayang.. kita nggak boleh... awww.. kamu ngapain?” racaunya saat lidahku mulai menari di atas kedua putingnya.

    “nggak apa apa sayang, mama nggak bakal denger, lagipula di luar hujan, mmmhhh...” nafsuku sudah membuncah, lidah nakalku terus bergreliya diatas puting kecoklatannya, ia terus menggelinjang menahan nikmat.
    Akhirnya keengganannya takluk juga olehku, ia kini mengambil alih permainan. Ia banting tubuhku dengan keras, hingga posisi kami berubah, ia menindihku, dengan beringas mulai melepas satu persatu benda-benda yang melapisi tubuhku. Lidahnya menari-nari di atas putingku, melumatnya, memelintirnya, menjilatinya, dan yang paling kusukai, gigitan-gigitan kecil yang membuatku bagai melayang ke langit ke-7.”aaahhh...”

    Raffi semakin beringas, ciuman-ciuman mautnya semakin menggila, terus bergreliya di sekujur tubuhku, tak sesenti pun di lewati olehnya. Kini kami berdua hampir sepenuhnya telanjang, hanya berbalut celana dalam ketat yang kami kenakan, sambil lidahnya terus bermain di atas putingku, tangan nakalnya mulai meremas-remas tonjolan di balik celana dalamku yang sudah mengeras, aku semakin menggelinjang tak karuan, remasannya itu benar-benar membuatku gila. Aku tak tahan lagi, kubalikan lagi keadaan, aku dengan sigap berbalik menindihnya, kulumat habis bibir merahnya dengan ganas, ciumanku dengan nakal mulai turun ke dadanya, perutnya, pusarnya, dan semakin turun lagi, hingga daguku menyentuh gundukan besar di balik celana dalam hitamnya yang agak longgar, daguku terasa basah pertanda pre-cum raffi telah membasahinya. Ku remas-remas gundukan itu seperti yang ia lakukan tadi kepadaku. Ia terus mendesah tak karu-karuan menikmati permainanku.

    Namun reaksinya setelahnya benar-benar membuatku kaget setengah mati dan agaknya aku juga kecewa dengan itu.

    “arrrrrrgggghhhhhh.....” serunya tiba-tiba saat aku sudah mulai menurunkan celana dalamnya, aku mematung bingung melihat tingkahnya.

    Ia dengan sigap turun dari kasur lalu memunguti pakaiannya yang berjatuhan di lantai, gelagapan ia mengenakan kembali semua pakaiannya itu, lalu berlari menuju kamr mandi, menguncinya. Dengan kecewa ku kenakan pula kembali seluruh pakaianku. Aku kecewa, sangat kecewa dengan reaksi kak raffi kali ini, apa sebenarnya yang ada di pikirannya ? apa sudah ada orang lain yang mengisi hatinya ? hingga kini ia enggan untuk ku sentuh ? ah.. kenapa lagi dengannya ? hatiku bagai di tarik ulur seperti ini. Lagipula, ini kan bukan pertama kali kami melakukannya, hal seperti ini sudah sering terjadi semenjak kami jadian dulu.

    Aarrrgghh..

    Aku terlalu pusing memikirkannya, aku kini bersandar di sudut ranjang dengan bantal menopang punggungku, ku buka laci bufet di sisi kiri kasur lalu mengambil sebatang rokok beserta pemantiknya, ku ambil pula asbak yang ku simpan dalam laci, semuanya ku simpan dalam laci agar bik lastri tidak pernah menemukannya. Kunyalakan sebatang rokok lalu mulai menghisapnya, 15 menit berlalu roko itu sudah terbakar hingga pangkalnya, bahkan hampir membakar filternya, segera ku matikan bara yang masih tersisa lalu merapikan semuanya lagi ke dalam laci. Aku kini berbaring tidur di kasurku, dengan kesal aku coba memejamkan mata, tap aku tesadar sesuatu, sudah hampir 20 menit kak raffi tak keluar dari kamar mandi, ah, apa dia coli di dalam ? ahh terserahlah, di sangat aneh malam ini.

    Ku coba rubah posisi tidurku agar lebih nyaman, dan mulai mengatur pikiranku untuk membawaku tidur, tapi nihil, tak bisa juga, sampai ku dengar samar-samar suara isakan dari dalam kamar mandi. Penasaran aku pun bangkit dari kasur dan mendekati kamar mandi. Dan ternyata dugaanku benar, itu suara tangisan, sepertinya kak raffi menangis di dalam sana.

    “kak ? kok nangis sih ? kenapa kak ? aku masuk yah ?” kataku khawatir, perlahan ku putar knop gagang pintu lalu ku buka pintu kamr mandi dengan perlahan.

    Aku termenung menatapi dirinya yang terjongkok di sudut kamar mandi
    sambil memeluk kedua lututnya.aku jadi tertegun memandanginya , apa yang terjadi ? apa aku berbuat kesalahan padanya ?

    “kak..? kenapa ?” kataku sambil berlutut menghampirinya.

    “kita.. nggak seharusnya ngelakuin ini ga, ini salah ga, aku sadar sudah berdosa?”

    “aku tahu kak, tapi kenapa ? toh ini bukan kali pertama kita kan kak?”

    “iya ga, tapi aku sangat merasa bersalah pada tante santi, beliau sangat menyayangiku, ia sangat mempercayakan kamu padaku, tapi aku mengkhianatinya seperti ini”
    Aku tertegun mendengar penjelasannya yang terisak isak, aku sendiri pun merasa bersalah dengan semuanya, aku sadar ini hanya akan mengecewakan mama lebih lagi.

    “maafin aku kak, aku khilaf..” kataku sambil memeluknya.

    “aku juga salah ga, kita harus janji, cinta kita tak boleh di nodai oleh nafsu sesaat seperti ini..”

    “iya kak, aku janji, yaudah kita tidur sekarang kak, udah larut”

    Kami pun kembali ke tempat tidur, kak raffi begitu cepat terlelap begitu kami berbaring, dari mukanya yang terlihat sangat letih, tersirat gundah yang begitu mendalam, rasanya dia sangat terbeban dengan mama, mama sudah menganggapnya seperti anak sendiri, tapi aku malah membuatnya merasa sangat bersalaha atas semuanya, aku memang salah, nafsu kali ini betul-betul menaklukanku, hingga aku tak bisa ber-akal sehat lagi. Maafkan aku kak, aku janji akan berusaha membuat kau nyaman.

    ** ** ** ** ** **

    Dingin udara pagi terasa mulai menjilati permukaan kulit tubuhku, gerimis tipis masih terdengar sayup-sayup di telingaku, walau mata ini tertutup, telingaku masih sangat jelas mendengar rintik-rintik kecilnya yang jatuh terbentur riakan air di tanah. Tapi.... apa ini, masa air hujan jatuh ti telingaku, rasanya dingin, dingin, dan geli sekali.. aww...

    “hahaha, bangun pemalas, udah jam 8 nih !” seru kak raffi.

    “ihh apaan sih kak, geli ahh, udah dong kak, aku masih ngantuk niiihh...”

    “hallah, nggak ada ! bangun nggak ? kalo nggak nih rasaiiin... hahaha” dia semakin beringas menggelitikiku.

    “aduh kak.. adu adu... iya-iya kak.. ampuuuuun! Aaaaaaaa... !”

    “masih nggak mau bangun hah ?”

    “oke-oke kak, aku bangun, aku bangun !” aku pun bangkit dari kasur.

    “nah, gitu dong, cuci muka sana, sikat tu gigi yang bersih...” perintahnya.

    “ahhh... masih ngantuk kak, bentaaaar kak, yah..” aku sandarkan kepalaku di pangkuannya, memelas dengan muka melas tebaik yang ku bisa.

    “hmm... kamu nih, kapan sih kakak bisa nolak permintaanmu” katanya
    sambil bersandar pada sudut ranjang dan membelai rambutku.

    “kapan ? semalam aja ? aku di tolak kan ?” sahutku cemberut.

    “heh ! kamu tuh ya ! nih rasain lagi, ahahaha...” digelitikinya tubuhku lagi.

    “ahh... kak udah dong, udah.. aduh geli nih... muach...” aku bangkit dari
    tidurku setelah mendaratkan ciuman kecil ke pipinya.

    “huu dasar, udah mandi gih sana !”

    “mandi bareng yuk kak, asik kayanya , hehe...”

    “mandi bareng aja kamu tuh ! sama bik lastri sana !”

    “yee.. nggak doyan ! hahaha...”

    ** ** ** ** ** ** **

    >> RAFFI SIDE

    Seusai kami mandi, aku dan arga turun ke lantai bawah, menuju ruang makan, di sana sudah ada om fadli dan tante santi yang sedang minum teh.

    “hey raffi ! udah bangun kalian nak !?” seru om fadli begitu aku dan arga tiba di bawah.

    “udah dong om, cuman si arga nih om, di banguninnya susah banget”

    “yee.. bukannya kak raffi yang bangunnya susah tadi, mengkambing-hitamkan, hahaha...”

    “eh ? ng..nggak kok om, arga nih fitnah tau..”

    “kamu tuh ga.. papa juga tahu gimana susahnya ngebangunin kamu, beberapa bulan yang lalu aja, waktu ada gempa di kota ini kamu tahu kan raf ? semua udah panik berhamburan keluar, ini anak masih ngorok di kasurnya, ckckck..”

    “hahaha.. emang bener om ? waduh parah lu ga !”

    “ihh papa nih, bongkar-bongkar aib aja !”

    “haha... eh, papa kamu udah kasih tahu kamu belum fi ?”

    “kasih tahu apa om ?”

    “oh belum ya, kemarin sepulang kerja papa kamu nelpon om, katanya 2 hari lagi dia udah mau balik kemari, dia udah ngerasa mantap dengan manajemen usaha perkebunannya di sana”

    “wah begitu ya om, baguslah, jadi nggak harus ngerepotin om fadli lagi, saya terima kasih ya om atas nama papa”

    “ah berlebihan kamu fi, kayak sama siapa aja.. gimana nak, kuliahmu lancar ?”

    “lancar dong om, hehe...”

    “baguslah, eh arga kan sebentar lagi uan nih, dikit lagi dia lulus, om berencana masukin dia ke fakultas yang sama sama kamu”

    “wah, yang bener om ? kok arganya nggak pernah cerita sama aku ? tapi dianya mau nggak ?”

    “hehe.. ini juga salah satu usulnya fi.. dia mau ngasih sureprise ama kamu kali fi”

    “haha.. arga lu emang yah..” cecarku tak mampu menyembunyikan rona bahagia.

    Membayangkan arga akan kuliah se-fakultas denganku rasanya hati ini bahagia sekali, aku akan leluasa dekat dengan dia nantinya. Tak sabar rasanya aku menantikan saat saat itu.

    ** ** ** ** ** ** **

    “yaudah kalo gitu, om, tante, ga, aku permisi dulu yah”

    “yaudah nak, hati-hati di jalan yah.. jangan ngebut bawa motornya” sahut tante santi saat motorku muli merayap perlahan keluar dari pekarangan rumah mereka.

    “eh.. eh.. tunggu bentar deh fi, tante hampir lupa!” cegah tante santi lagi, ia lalu berlari ke dalam, sepertinya mengmbil sesuatu, tak lama kemudian ia membawa bungkusan plastik berisi sebuah rantang.

    “ini tadi pagi tante bikin bika ambon fi, tante tahu ini kesukaan adik kamu raffa, sampein salam tante ke raffa ya kan” tante santi mencium lembut kedua pipiku, tentu membuatku sangat terenyuh.

    “makasih tante, pasti salamnya aku sampein..” jawabku serak.

    “om juga fi, sampein salam kami sama dia,bilang om nagih janji dia buat main catur sama om lagi yah”

    “iya om, pasti aku sampein, aku permisi sekarang semua, assalamualaikum”

    “waalaikum salam..” jawab mereka semua bersamaan, aku tersenyum kecil pada arga lalu berlalu dari perakarangan rumah mereka.

    ########################################################################################################################################################################################################################################
  • SIDE STORY : The Past (End)

    BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN. . . . . . . . .

    “selamat pagi sayangku.. lagi masak apa nih... mmmhh harum banget..” kata rangga sambil memeluk mesra alvin dari belakang.

    “udah bangun yang, iya ini alvin masak nasi goreng spesial buat kamu, mandi dulu gih sana, trus kita sarapan..

    “ciuuuumm” melas rangga.

    “ihhh ogah ah, bau.. udah deh ga usah bawel, ambil tuh handuk trus masuk kamar mandi siram siram dikit susah amat sih..” alvin mendorong rangga balik ke kamar.

    “duuh pelit amat sih, mmmuuah.. ye dapet, week..” rangga mencium pipi alvin lalu berlari ke kamar.

    “ihh.. awas yah..”

    ###

    “sayang, di twitter aku denger ibu kamu sakit yah.. kok nggak kamu kasih tau sih..” rangga membuka pembicaraan di tengah sarapan mereka.

    “iya maaf yah yang, aku Cuma ga mau ganggu kerjaan kamu, lagian kata bang fadli mama udah ke handle kok” jawab alvin dengan wajah sayu.

    “ya ampun nggak bole gitu dong sayang, biarpun gitu setidaknya kita harus ada dis amping mama saat dia sakit,kerjaan kan bisa di cari sayang, udah ah jangan gitu, lusa kita balik ke indonesia yah..” ujar rangga dengan dingin.

    “tapi ga..”

    “udah nggak usah bawel deh, aku pesen tiketnya sebentar yah.. itu kewajiban kita sayang..” rangga tersenyum lalu melanjutkan sarapannya dengan lahap.

    Alvin tak menjawab, matanya terlihat sedih memandangi rangga pagi itu, kalau saja dia tau alasan kenapa alvin enggan kembali ke indonesia.

    “kok bengong sayang, nanti nasinya keburu dingin..”

    “iya sayang..”

    2 hari berlalu, rangga betul-betul mantap niatnya untuk pulang ke indonesia.

    “udah siap sayang?”

    “iya sayang”

    “kok mukanya sayu gitu sih, sayang mikirin apa sih ? ato alvin nggak enak badan ?”

    “nggak kok sayang, yaudah kita berangkat sekarang..”

    “iya..” rangga menatap kekasihnya itu, seperti ada yang di sembunyikan.

    ###

    12 jam kemudian...

    Setelah tiba ke indonesia, mereka ke hotel memesan kamar disana lalu segera menuju rumah sakit tempat bu ambar dirawat.

    “assalamualaikum, bu,bapak, kak” rangga memberi salam pada semua keluarga alvin.

    “waalaikum salam nak, gimana perjalanannya ? lancar ?” jawab bu ambar dengar suara yang masih lemah.

    “alhamdulillah lancar bu, ibu gimana, udah mendingan ? maafin kita ya bu, baru bisa datang sekarang.” Rangga duduk di samping ranjang bu ambar.

    “udah nggak papa kok, mama juga udah mendingan sekarang, yang penting kalian datang mama udah seneng kok, alvin sayang, kok ngak nyalamin mama nak ?” bu ambar melirik alvin yang dari tadi diam.
    alvin tak menjawab, tiba-tiba dia berlutut memeluk ibunya sambil menangis.

    “kenapa nak, kok nangis, udah-udah nggak usah nangis.. mama nggak apa-apa kok..” bu ambar membelai rambut anaknya itu sembari menghapus airmatanya.

    Malam pun tiba, setelah seharian menjenguk bu ambar, rangga berniat untuk pamit kembali ke hotel, namun alvin tak terlihat, ia baru ingat kalau tadi alvin di panggil kak fadli bicara. Rangga mencari alvin, ia susuri koridor rumah sakit, lorong-lorong rumah sakit namun alvin tak kunjung terlihat. Saat ia berniat kembali ke ruangan bu ambar, samar samar ia mendengar suara 2 pria yang tengah bercakap-cakap, sepertinya suara keduanya terisak menahan tangis. Diperhatikan seksama dua orang itu, ternyata benar itu kak fadli dan alvin. Rangga mengurungkan niatnya menemui alvin, ia duduk di kursi tunggu yabg terletak di sudut lorong rumah sakit itu sambil menyalakan rokok menunggu mereka selesai bicara, awalnya pembicaraan mereka tak menarik perhatiannya, sampai....

    “kamu tega vin, membiarkan mama menderita... mama kena kanker vin, leukimia stadium 3..!”

    “apa kak ? nggak mungkin bang..! kenapa nggak bilang sama alvin bang?” alvin kaget dan tak percaya apa yang di katakann kakaknya itu, rangga yang mendengar itu sontak termenung lalu menajamkan pendengarannya pada dialog alvin dan kak fadli.

    “kakak sedih vin, tiap kali tantemu mirna datang menjenguk mama, dia selalu bersama laras menantunya, tante mirna selalu membawa satria, bayi kecil hasil pernikahan mas anton dan laras, kakak sedih vin , melihat mama menggendong satria dengan penuh kasih sayang dan setiap tante mirna pamit, mama selalu terlihat berat melepas satria vin, mama sangat ingin seorang cucu vin, tolonglah kamu mengerti” ujar fadli berurai air mata.

    “tapi kan masih ada bang fadli, abang kan sudah menikah, apa mba santi belum bisa memberi abang anak ?”

    “bukan santi yang belum bisa vin, tapi abangmu ini yang nggak berguna”

    “maksud abang ?”

    “iya vin, seminggu yang lalu abang check-up ke dokter, kata dokter abang nggak bakal bisa punya anak vin, abang mandul vin, abang malu sama semuanya vin, abang nggak berguna” tangis fadli tiba-tiba membesar, alvin terhenyak mendengar pengakuan kakaknya, sedangkan rangga langsung berbalik saat mendengar itu, tibatiba perasaan takut menyeruak di benaknya.

    “kak.. jadi alvin harus bagaimana kak?” alvin tertunduk pasrah menerima semuanya, kini ia tak mungkin menolak lagi, pertaruhannya adalah ibunya sendiri.

    “kamu harus nikah vin, kamu harus memberikan cucu buat mama, sebelum semuanya terlambat vin..” ujar fadli terisak.

    alvin masih saja tertunduk sambil menangis tertahan, ia tak mampu berkata apa-apa. Rangga pun tak kalah kaget mendengar semua itu, ia tertunduk meratapi semuanya, ia tak bisa bayangkan bagaimana nantinya ia akan kehilangan alvin, semangat hidupnya. ia kemudian tersadar inilah jawaban dari kegelisahan alvin selama ini. Namun ian juga tak boleh egois, semua ini untuk bu ambar, juga untuk kebaikan alvin.
    Tak lama kemudian alvin dan bang fadli datang, dengan cepat rangga sedikit menjauh dari tempatnya semula, di sekanya airmatanya, lalu memasang muka tersenyum menyambut alvin dan bang fadli.

    “wah disini rupanya, udah selesai ngobrolnya kak ?” seru rangga senetral mungkin.

    “sudah kok, kalian udah mau pamit yah?” sahut bang fadli.

    “iya kak, nggak enak sama mama, mama kan harus istirahat..” jawab rangga sambil tersenyum.

    “yaudah, besok kesini lagi kan ?”

    “iya kak, yuk sayang , kita pamit dulu sama mama dan papa” rangga menggandeng tangan alvin, bang fadli menatap dingin dua pria didepannya itu.

    “ma, alvin dan rangga pamit yah, besok kami kesini lagi yah..”

    “iya-iya, kalian pulang trus istirahat yah, kalian pasti kecapean..”
    alvin lalu memeluk ibuya itu, menyalami ayahnya lalu kak fadli, demikian juga di lakukan rangga.

    Tiba di hotel...

    “aku mandi dulu sayang..” alvin meninggalkan rangga menuju kamar mandi, rangga yang menonton tv hanya mengangguk sambil memaksakan senyuman kecil dari wajahnya.

    Selesai mandi alvin langsung mnuju kasur, di situ terlihat rangga menyamping ke arah sisi kiri kasur, ia hanya melepas kaosnya dan tidur bertelanjang dada.

    “nggak mandi dulu sayang?”

    “nggak sayang,aku capek, pengen langsung tidur aja” jawab rangga tanpa menoleh.

    “yaudah..”

    sangking letihnya, alvin pun terlelap dalam tidurnya tanpa tahu rangga yang tak bisa tidur. entah jam berapa itu, alvin terbangun akibat mendengar suara tangisan yang entah berasal dari mana. Diperhatikan dengan baik ternyata rangga sudah tak di sampingnya, di carinya asal suara itu, dan di dapatinya pintu kecil menuju balkon kecil kamar hotel mereka terbuka....

    “rangga..”

    rangga tak menjawab, sekeras mungkin ia tahan asanya untuk menangis namun sia-sia, tak terelakkan tangis itu pecah saat mendengar suara kekasihnya itu. Alvin yang melihatnya pun mengerti kalau rangga sudah tau semuanya. Ia berlari memeluk rangga dari belakang.

    “bawa aku pergi rangga, aku nggak peduli lagi semuanya, aku nggak mau kita berpisah, tolong rangga” tangis alvin.

    “nggak sayang, aku juga nggak mau kita berpisah, tapi bukan begini caranya, ini taruhannya mama sayang, kita sama-sama nggak mau kan mama kenapa-napa”

    “jadi kita harus bagaimana sayang, aku takut ngga...”

    “maafin aku sayang, aku tau ini akan sangat berat, tapi ini yang terbaik kita semua, aku merelakan kamu untuk menikah vin, ini demi mama vin..”

    “apa ? kamu tega ngga, kamu tega sama aku, apa kamu udah nggak sayang sama aku ngga ?”

    “ayolah sayang jangan begitu, kesini, tatap mata aku, aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu, Cuma kamu sayang, satu-satunya yang akan mengisi hatiku, percaya sama aku vin, cinta aku nggak akan berubah, hanya status kita yang akan berbeda...”

    Alvin tak menjawab, ia tak percaya rangga akan merelakannya untuk orang lain, ia tak mengerti jalan pikiran rangga, hatinya terlanjur sakit. Ia berlari kluar dari apartemen meninggalkan rangga sendirian, rangga hanya bisa termenung meratapi semua yang akan terjadi. Keesokan harinya rangga dan alvin datang ke rumah sakit dan membicarakan semuanya pada orang tua alvin. Fadli terlihat sangat bahagia mendengar keputusan yang mereka buat, bu ambar dan pak harlan sangat kaget mendengar itu.

    ###

    “kalian yakin nak dengan keputusan kalian ini, ibu nggak mau kalau sampai ini akibat tekanan atau paksaan dari siapapun?”

    “nggak kok ma, kami memang sudah membicarakan ini matang matang, kami sadar kami nggak bisa terus-terusan seperti ini, aku ikhlas kalo suatu saat alvin akan punya isteri dan keluarga sendiri, karena memang begitu seharusnya, toh aku dan alvin juga tetap bisa jadi sahabat nantinya, iya kan vin ?”

    “i..iya mah..”

    bu ambar terharu mendengar semua itu, tanpa sadar airmata menetes dipipinya.

    “terima kasih sayang, mama bangga sama kalian”

    “iya nak papa juga bangga sama kalian, kalian sudah bisa berpikir dewasa sekarang”

    Rangga terus saja melapisi wajahnya dengan senyuman terbaik yang bisa ia berikan untuk menutupi hancurnya hatinya. Alvin hanya bisa tertunduk tranpa ekspresi sambil sesekali memaksakan senyum keluar dari wajahnya saat orangtuanya menatapnya.

    ###

    “assalamualaiku pak panji, wahwah lama kita nggak jumpa yah, silahkan masuk silahkan masuk...”

    “waalaikum salam pak harlan, wah ini pasti alvin yah, udah gede koa yah, makin tampan aja..”

    “oh iya, si andita mana ?”

    “papa, kok aku ditinggal sih, aduh ya ampun... assalamualaikum om, ih papa nih...”

    “kalian ini, bapak sama anak kok nggak pernah akur yah ?, weleh weleh, ini nak andita toh, makin cantik aja kamu..”

    “ini alvin ya om , wah ganteng banget, hai vin...”

    “he.. hai dit..” alvin mengernyit ke rangga yang tengah nonton tv di ruang tengah, rangga hanya bisa tersenyum dan terus menyemangati alvin. Andita melihat rangga.

    “om, yang di ruang tengah itu siapa?” tanya andita

    “oh, eh.. yang itu namanya rangga, sahabatnya alvin” jawab pak harlan gugup sambil mengernyit ke rangga, rangga berusaha tersenyum ramah pada mereka semua.

    “alvin permisi sebentar ke belakang pa, om”

    “oh iya nak silahkan” sahut pak panji.

    Alvin menuju kolamrenang di teras belakang rumah itu , ia terlihat merokok di sana, sesuatu yang sangat jarang di lakukannya, rangga mengikutinya dari belakang.

    “vin..?”

    “kamu yakin sama keputusan kamu ini ngga..” jawab alvin dengan nada datar, tanpa menoleh ke rangga.

    “sejak kapan kamu merokok vin?”rangga mengalihkan pembicaraan.

    “emang kamu masih peduli?, aku dinikahkan sama orang lain bahkan kamu rela...” suara alvin mulai terisak.

    “alvin ayolah, kamu harus mengerti situasi ini..”

    “kenapa Cuma aku yang harus terus mengerti, kenapa nggak ada yang mau mengerti, bahkan kamu ngga..” tangisnya tak terbendung lagi, rafleks, rangga memeluknya untuk menenangkannya.

    “percayalah vin, ini hanya masalah status, percaya sama aku.. cinta aku sama kamu nggak akan pernah berubah” satu kecupan mesra di sarangkan rangga ke kening alvin, mungkin akan menjadi ciuman terakhir rangga untuknya.

    2 bulan berlalu...

    Hari yang paling tak diharapkan pun datang, setelah berbagai bagai prosesi dijalannya, tiba saatnya hari pernikahan alvin dan andita. Akat nikah sudah terlaksana, janur kuning telah melengkung, dua insan tak sehati telah menyatu, dan mimpi buruk itu akhirnya terjadi, perpisahan.. sebentar lagi akan menghampiri mereka.
    Rangga sedang duduk di teras belakang rumah itu, menghadap ke pantai, ditemani dinginnya malam dan deru ombak yang berlomba di pantai, sambil memetik gitar, ia menyanyikan sebuah lagu, lagu yang tak asing bagi mereka berdua, lagu yang menyimpan kenangan manis kebersamaan mereka.

    ‘di antara beribu bintang , hanya kaulah yang paling terang..

    ‘di antara beribu cinta , pilihanku hanya kau sayang..

    ‘takkan ada selain kamu, dalam sgala keadaanku..

    ‘Cuma kamu, ya hanya kamu, yang slalu ada untukku..

    ###

    “pengecut !” suara alvin serak.
    rangga diam, rasanya kata itu memang pantas untuknya

    “aku sudah lakukan kemauan kamu, menikahi orang yang tak aku cintai, he.. ini kan kemauan kamu.. hehe.. lucu yah, perjuangan kita selama ini harus berakhir seperti ini..”

    “alvin.. sudahlah..” suara rangga parau.

    “ia, sudah, semua memang sudh selesai, mulai sekarang aku minta kamu jangan pernah muncul lagi di kehidupan aku, aku mau melupakanmu..”

    “apa ?” sahut rangga kaget, ia tak percaya alvin akan sampai seperti itu membencinya.

    ia tertunduk, air mata tak mampu lagi ditahannya.

    “baiklah kalau itu memang mau kamu, aku akan pergi. Terimakasih sudah mau menjadi bagian dalam hidup aku..” kata-kata terakhir rangga lalu ia meninggalkan alvin, alvin tak mengikutinya, menoleh pun ia enggan.

    Dengan langkah gontai rangga meninggalkan keramaian pesta itu, ia tak peduli apapun lagi sekarang. Pergi, ia akan pergi sejauh mungkin dari alvin, dari kehidupannya, dari semua kenangan tentang kisah cinta mereka yang singkat. Malam itu juga ia langsung meninggalkan indonesia, ia kembali ke belanda, ia melanjutkan usahanya yang sudah sempat ia rintis, ia betul betul ingin menyibukkan dirinya agar bisa melupakan semuanya.

    6 TAHUN KEMUDIAN...

    Rangga memasuki halaman rumah alvin, masih tak berubah, semua masih tertata seperti dulu. Kenangan kenangan masa lalu mereka seolah terproyeksi jelas di setiap sudut rumah itu. Pengamatannya akhirnya terhenti pada dua orang anak kembar yang tengah asyik bermain di lantai.

    “om cyapa..” serus salah satu dari mereka.

    “kamu pasti raffa ya ?” jawab rangga.

    “iya om..”

    “kalo kamu raffi kan ?”

    “iya om, tyus om capa ?” tanya raffi dengan suara cadelnya.

    “om namanya rangga, papa kalian ada ?”

    “tuh papanya?” tunjuk si kecil raffa.

    Entah sudah berapa lama alvin mengamati mereka dari ruang tengah, tatapannya datar, tak menunjukan ekspresi apapun.

    “alvin..” seru rangga, alvin tak menghiraukannya ia berbalik menuju halaman belakang.

    “alvin tunggu aku vin, tolonglah jangan siksa aku seperti ini..”

    “ngapain lagi kamu muncul di kehidupanku, bukankah kamu sudah berjanji untuk pergi dari kehidupanku”

    “aku tau vin, tapi tolong lah izinkan aku memperbaiki semuanya” rangga memeluk alvin dari belakang.

    “rangga, lepasin.. kamu..”alvin berusaha berontak, namun rangga semakin mempererat pelukkannya.

    “rangga lepasin..”

    “aku kangen kamu vin, aku mohon jangan tolak aku kali ini..”
    alvin akhirnya menyerah, ia tak mampu menutupi perasaan senangnya itu, ia berbalik dan membalas pelukan rangga, melepas kerinduan yang telah ia retas bertahun-tahun.

    “aku juga kangen kamu sayang, aku cinta sama kamu, jangan pernah tinggalkan aku lagi, jadilah yang terakhir dihidup aku..”

    “pasti sayang, aku kangen pelukan kamu ini..” diciumnya bibir alvin dengan mesra, ciuman yang sangat ia rindukan selama 8 tahun.

    “duhh yang baru reunian 8 tahunan mesra amat, awas loh kegrebek raffa-raffi..” suara dari pintu belakang, suster maria.

    “kamu maria, ngangetin aja” sahut alvin.

    “maria, ini kamu.. wahwah..’

    “iya dong ngga, gimana ? tambah seksi yah ? tambah bohai yah ?” semprot maria.

    “yee.. tambah bongsor ia !” ketus rangga.

    “ihh gitu amat sih.. udah yuk kita kedepan liat anak-anak, ni juga bapak-bapak hobbynya ga berubah-berubah, mojoook aja kerjaannya”

    “ah elu juga, tu congor makin cerewet aja perasaan”

    -FLASHBACK-

    Amsterdam, Juli 20**

    “excuse me sir?” terdengar suara dari pagar rumah rangga.

    “yes sir, come in please..”

    “you have a gift from indonesia, please give your handmark here, ya
    there.. okay thankyou sir.. have a nice day” tukang pos itu pun meninggalkan rangga.

    Rangga masuk kerumah lalu membuka paket tersebut, ia begitu kaget saat menemukan album foto yang dibuatnya untuk hadiah ulang tahun alvin beberapa tahun yang lalu, juga selembar surat.

    Untuk rangga...

    Aku menulis surat ini saat aku menyadari kesalahan terbesar yang telah aku buat. Aku minta maaf telah menjadi perusak hubungan kalian, aku memang bodoh, menerima perjodohan ini tanpa berpikir panjang. Selama 2 tahun pernikahananku dengan alvin kini, semua terasa hambar, aku tahu alvin berusaha keras membuat aku nyaman sebagai istrinya, namun sepertinya sangat sulit. Sampai suatu hari dia atuh sakit, dia mengigau memanggil-manggil nama kamu rangga, dan aku menyadari semuanya saat aku menemukan buku ini dalam pelukannya, buku yang berisi semua kenangan manis kalian yang telah aku rusak, aku menyesal kenapa aku tak pernah tahu rahasia kalian ini, maafin aku sudah memisahkan kalian. Rangga aku sekarang menderita kanker rahim, kata dokter hidupku tak lama lagi. Aku mohon kamu balik ke indonesia, temani alvin dan anak-anak kami. Anak kami kembar ngga, mana mereka raffa dan raffi, aku harap kamu mau menggantikan posisi aku merawat mereka.

    Andita

    ########################################################################################################################################################################################################################################

    “eh lafa , lafi.. aku punya mama punya papa, kalian nggak punya wee..” sindir aldo, anak suster maria.

    “heh aldo, ngomongnya kok gitu sih, mama sentil mau ?” seru suster maria tak enak hati.

    “bialin, kan kata papa alvin mama sudah sama tuhan di sulga, dia juga selalu jagain laffa sama laffi..”

    “kamu tau dali mana” sahut aldo tak mau kalah.

    “aku ngomong lansung dong sama tuhan, kata tuhan, mama itu selalu ada di sana buat ngejagain kita..”

    “mama mama, kok tuhan nggak mau ngomong sama aldo..” aldo mengernyit ke ibunya.

    “ya karena kamu itu bandel, kalo bandel mana mau tuhan ngobrol sama kamu”

    “lagian kan, papa kamu cuman catu, yiat aku sama laffi ada papa alvin ada juga papa rangga, kamu Cuma punya satu, weeee” sindir raffa ke aldo.

    “mamaaaa... aldo minta papa satu lagi yah, nanti aldo janji nggak nakal lagi deh, ga bandel lagi.. ya mah yah..”

    “haahh” suster maria melotot mendengar permintaan anaknya ini.

    “cari aja satu lagi mar, kan lumayan nambah penghasilan, hahaha..” cetus rangga.

    “hueeh gila aja loe, lu kata gua apaan”

    Sontak gelak tawa kembali pecah di ruangan itu.

    ###

    Hari demi hari berlalu. Rangga dan Alvin membesarkan anak-anak itu dengan penuh kasih sayang. sulit memang, menjalani hidup dengan status semacam itu, ditentang dari segala arah. Tapi mereka berdua betul-betul membuktikan kalau mereka bisa.

    ===END SIDE STORY===

  • udah tamat nie?
  • @nino_nano belooom, jauh bgt malah ^^ ini ceritanya baru beggining + plus side story asa-usul cerita ini ^^
Sign In or Register to comment.