It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
oiia abby, u can call me taufik
Eh gapapa nih ngobrol OOT ?
Tenang aja gw bantu dgn dukun! #eh
Mw dong!
Wah kbetulan banget, tp klo mslah main2 ke jakarta itu yg susah ngatur wktunya -_- maklum pelajar.
Kok tega nyuekin si rega yang telah banyak menolong,,,dan klu hanya masalah takut ketahuan berteman ama rega yang notabene blm ada kesahehannya kegayannya,,dan lagian sifatnya kan normal2 aja,,enggak ada sifaf gay yg kelihatan....!!
Aku tak bisa bayangin perasaan rega kayak gimana?????*#galau ama sikap toni yg aku rasa terlalu EGOIS.
@aries77 perasaan toni sebenrnya takut balik kaya masa lalu SMPnya.. Dmana dy jdi bahan korpean *korban perasaan* nah SMA kan dy lbh di pandang jdi "mahluk sosial sekolahan" jdi ego segede apa pun, pasti di cari pembenarannya ma dy... Gitu ris.. Mdh2an gak bikin galau lagi yah.. Kasian sama pacar kmu, klo valentine galau gara2 toni.. Tar di talak loh!!
@ardiardianz @kurokuro tar malem aja kali yahh...
Mlm valentine bukannya aku mau bergalau ria tapi mau bergaya ria,,mas jockoni....!!
Klu masalah talak nggak mungkin,,,kayaknya kita udah sehidup semati dche???*#remaja labil yg udah nggak labil*#xixixixi
Ceritanya cepetan lanjutin....!!*#masih penasaran ama egonya si toni....
PERJALANAN AKHIR REPELAM
Ini adalah bulan kesepuluh di tahun 2003, sudah beberapa bulan ini hubungan aku dan Rega menjadi semakin aneh. Kami berteman, dan tetap bersahabat di mata teman-teman sekolah kami. Tapi saat istirahat, duduk di kelas, gak ada lagi obrolan yang dapat menghangatkan persahabatan kami. Sikap kami berdua menjadi dingin dan canggung. Aku sadar, aku yang telah memulai perang dingin ini, dan sekarang aku juga yang sekarang gak nyaman dengan keadaan ini.
Di bulan ini aku juga sibuk mempersiapkan perjalanan akhir Repelam yang tertunda karena sesuatu hal. Perjalanan yang harusnya sudah di lakukan sejak bulan Juli, mundur menjadi bulan ini. Dengan di lakukannya perjalanan ini berarti menandakan aku sudah di terima oleh ekskul itu, dan berikutnya akan dapat membina anggota baru. Ada yang spesial di perjalanan akhir Repelam kali ini, spesial karena di perjalanan ini, semua biaya yang di keluarkan oleh Repelam untuk melakukan perjalanan di tanggung pihak sekolah. Pencapaian ini adalah ide ku untuk mengajukan proposal pengajuan biaya penuh ke pihak sekolah , tentunya di bantu dengan usaha bersama. Di proposal itu aku menerangkan kalau di perjalanan akhir Repelam kali ini adalah untuk melestarikan alam yang mulai rusak dengan penanaman pohon kembali, dan memungut sampah yang di tinggalkan di gunung oleh pendaki lain, tentunya pihak sekolah dapat mempromosikan dirinya dengan cara mengutus Mario ikut pendakian, dan mereport kegiatan yang kami lakukan. Hasil reportase itu bukan hanya dapat di gunakan internal sekolah sebagai bahan mading, tapi juga akan di reportase oleh Mario saat menyiarkan acara DJ kamu di Prambors, sehingga otomatis memperluas area brand awareness sekolah kami.
“Yaaahhh.. gitu aja udah cape.. gimana tar kalo pendakian!!!” ledekku ke Mario saat latihan fisik terakhir untuk mempersiapkan pendakian
“ Gigi lu!!! Lu enak udah biasa, lah gw baru kali ini, langsung latihan bawa tas keril di isi batu, di bawa naik turun tangga pula!!!!...”,,,,”mending gw liput acara laen aja!!!!”
“Yeehh..di kasih berita buat siaran malah gak terima”...”kaya ada berita yang lebih menarik aja dari pelestarian alam yang dilakuin anak SMA” kata ku sambil nyengir bangga..
“Ouuuuwwhhhh... jangan bangga!!! Masih ada yang menarikkkk!!!” kata Mario
“apa coba???” tanya ku menantang
“tentang anak tetangga gw yang di sunat JIN!!!!” kata Mario, lalu mengambil handuk kecil dan berlalu ke toilet sekolah untuk mandi.
Selesai membersihkan diri, kami beranjak pulang ke rumah masing-masing, hari itu gak ada acara mampir ke tempat nongkrong untuk sekedar makan dan ngobrol. Badan kami sama-sama sudah lelah, walaupun kadar lelah kami berbeda, kerena sudah beberapa kali Mario ribut pegel pundak dan kaki. Besok sudah gak ada latihan fisik lagi, hanya persiapan untuk mempersiapkan alat-alat dan perlengkapan yang akan di bawa minggu depan saat pendakian. Tapi disarankan untuk kami semua agar melakukan pemanasan tiap hari minimal push up dan teman-temannya, sebanyak 3 seri atau 30 kali sehari untuk mencegah otot kami kaget saat pendakian. Besok juga Mario minta di antar untuk membooking alat yang akan di sewa olehnya untuk pendakian.
Kamis pagi yang sejuk di sambut dengan suara burung berkicau memberi warna tersendiri di hari ini. Hari ini adalah hari terakhir ku di minggu ini berada di Jakarta, karena besok sampai empat hari ke depan, aku akan melakukan pendakian ke Gunung Ceremai, Kuningan, Jawa Barat. Semua barang-barang yang akan aku bawa sudah siap untuk di masukkan dan di cek ulang, kecuali Mario, hari ini dia baru akan mengambil perlengkapan yang dia telah sewa empat hari yang lalu. Jadi setelah pulang sekolah aku akan memberinya semacam les singkat untuk mengenalkan perlengkapan pendakian dan cara penggunaannya.
“Gimana?? Gampang kan nyalain kompor parafin??” tanyaku ke Mario
“gampanglah kalo kaya gini doank... yang susah kayanya bawa keril sambil daki gunung Ton...” Mario berkata sambil menghela nafasnya
“Udah santai aja... tar kita disana pelan-pelan kok dakinya”
“Pokoknya lu jangan tinggalin gw yaah!!!!”
“Iyaaahh”
Sore itu aku kembali mengecek list barang yang harus di bawa Mario, dari mulai senter sampai baterai cadangan semua gak luput dari perhatianku, karena jika ada yang tertinggal, tidak mungkin Mario membelinya di gunung. Aku gak terlalu memikirkan perlengkapan Lydia, karena dia pasti lebih paham akan barang yang harus dibawa nanti. Malam ini aku memutuskan untuk menginap di rumah Mario, agar besok kami bisa berangkat ke sekolah bersama untuk keberangkatan perjalanan kami. Besok paginya saat kami berkumpul di sekolah, aku melihat Rega sedang menatap kami dari atas. Dengan sorot matanya yang tajam dia memandang kami berdua, entah apa yang ada di fikirannya, kini aku mulai gak perduli. Semua itu bukan karena semata aku mengetahui rahasianya, tapi juga karena keegoisan dia. Dia menjauhi Mario, sahabatnya sendiri, saat cintanya yang terlarang di tolak oleh Mario. Hal itu aku rasa tidak perlu di perjelas oleh keterangan langsung dari Mario, satu puisi dan pengakuan Mario tempo hari tentang hubungannya dengan Rega sudah dapat mengantarkan logikaku ke suatu gerbang kenyataan yang dulu pernah mereka berdua lewati. Bukankah seseorang yang mengharapkan dapat terbang harus mempunyai sayap?? Begitupun dengan Rega, dia harusnya mengerti, untuk bisa terbang bebas bersama cintanya, harus dapat menemukan seseorang yang tulus menjadi sayapnya.
“Are you ready??” tanya Mario
“Yahh... I’m ready” jawabku yakin
Lebih dari lima jam ke depan kami akan melakukan perjalanan dari Jakarta menuju daerah Kuningan, Jawa Barat. Bus yang membawa kami kini sedang membawa kami ke daerah Linggarjati, suatu daerah di mana titik pendakian kami akan di mulai. Selama perjalanan sudah terbayang dalam anganku untuk melihat matahari terbit dari puncak gunung yang mempunyai ketinggian 3.078 Mdpl itu. Bukan hanya keindahannya yang sedang ada di fikiranku saat ini, namun cerita-cerita dibalik keindahannya juga, yang sempat membuat buluku bergidik jika membayangkannya. Lain dengan Mario, selama perjalanan dia sibuk untuk membuat serangkaian pertanyaan yang akan di ajukannya ke penanggung jawab Taman Nasional tersebut. Esok siangnya, sekitar 2 siang kami siap untuk berangkat menuju puncak. Saat ini kami sedang mendengarkan arahan dari penanggung jawab Taman Nasional di pos pendaftaran, tentu saja Mario sibuk dengan recorder miliknya untuk merekam setiap jawaban yang dia ajukan.
Setelah berbagai pengarahan, kami di lepaskan untuk memulai pendakian kami. Selepas pos pendaftaran kami menuju area camp pertama yang bernama Cibuenar. Disini sangat melimpah air, beda dengan pos selanjutnya yang akan kami lalui yang kering tidak ada sumber air sama sekali. Itu artinya mulai dari pos ini, barang bawaan kami akan bertambah berat. Pendakian kali ini sepertinya memang lebih berat dari tahun sebelumnya bagi Repelam. Ini karena ideku untuk mengumpulkan sampah, dan menanam pohon di area yang kurang pohon. Ideku ini selain membuat kami bersepuluh melakukan perjalanan akhir secara gratis, juga membuat beban kami sedikit bertambah dengan pembagian tugas. Aku dan Mario kebagian tugas memungut sampah dan mengumpulkannya di kantong sampah besar berwarna hitam. Awalnya perjalanan kami mulus-mulus saja, kami bersepuluh tetap berjalan beriringan. Jika ada satu yang lelah, maka kami semua berhenti untuk beristirahat. Mariopun masih asik dengan memotret suasana yang menjadi kekhasan dari tiap pos yang kami singgahi, mecatat keadaan tiap pos, dari mulai kelayakan bangunan, fasilitas, kebersihan, sampai mengukur tingkat kepedulian dengan mencatat banyaknya sampah yang telah di temukan dan di angkut oleh kami. Sampai akhirnya kami sadar bahwa kami berdua sudah tertinggal jauh oleh rombongan yang lain, walaupun begitu aku berusaha agar tidak terlihat panik. Jam 7 malam saat ini, tapi daerah yang kami singgahi sekarang tidak memberikan kesempatan sinar bulan untuk masuk, agar dapat menerangi area ini.
“Ton... kayanya kita udah ketinggalan jauh... mana gelap pula” kata Mario memulai
“iyahh gw tau... yodah, kita bangun tenda aja dulu disini”
“Yaahh... tar kita malah ketinggalan jauh Ton..”
“Udah,,, kita ikutin aja arahan pas di bawah tadi,,,” ...”katanya kan kalo kita terpisah dan gak tau jalan, jangan kemana-mana, tapi bangun tenda aja, soalnya jalur yang kita lewatin kan daerah pendakian, jadi mungkin besok ada yang turun atau naik, kita bisa minta bantuan mereka” jelas ku mendetail
“maksud lu......”.,,,,,”kita lagi nyasaaaarrr???” kata Mario memperjelas
“hahahaa.., sepertinya sih Yo,,,”
Belum sempat kami mendirikan tenda, hujan tiba-tiba datang dengan derasnya, di perburuk dengan badai yang menerpa. Entah apa yang ada di fikiran rombongan yang lain, saat sadar aku dan Mario sudah tidak ada lagi di dalam rombongan. Aku berharap mereka semua tidak terlalu mengkhawatirkan keadaan kami, karena kami di sini baik-baik saja. Udara yang dingin, baju yang basah karena tidak sempat mencari tempat untuk meneduh di kegelapan ini, cukup untuk membuat alergi udara dingin ku kambuh. Tubuhku mulai bergetar hebat, gigiku bergeretak kedinginan. Sebisa mungkin aku menyembunyikan keadaanku, agar semuanya terlihat baik-baik saja, tapi itu mustahil, bunyi gigi ku terlalu keras untuk di sembunyikan.
“Ton.... Lu kedinginan??”
“gakk,, gw masih bisa kok” kataku sambil membantu Mario menyelesaikan tenda kami
“Udaahhh... lu diem aja,,, biar gw kerjain ini”
Aku hanya dapat menurut saat Mario mendorongku ke arah pohon yangrindang untuk berteduh. Aku dapat mengawasinya dengan jelas, dia memasang tenda dengan lincahnya. Beruntung aku sudah mengajarinya kemarin, sekarang dia sudah dapat memasang tenda dengan cepat dan benar. Tenda jenis Dumb berwarna biru tua kini sudah dengan sempurna terpasang di atas tanah. Mario segera menyuruhku masuk ke dalamnya. Didalam tenda dia sibuk membongkar isi tasku untuk mencarikan pakaian ganti dan mengeluarkan sleeping bag yang akan aku gunakan nanti untuk tidur. Setelah mendapatkan semua yang aku butuhkan, Mario yang masih basah menuju luar tenda, dengan membawa alat masak dan bahan makanan untuk kami makan.
“Lu disini aja... biar gw yang buatin makanannya” Kata Mario
“iii,...ii..iyaaa...aa Yoooo”
Sekarang tubuhku mulai menghangat!!! Mungkin ini efek teh hangat dan makanan yang Mario buat untukku. Mario sudah siap tidur dengan mengganti kaosnya yang basah dengan sweeter. Itu adalah pakaian kering terakhirnya, pakaian yang lainnya basah, akibat tas Mario yang tidak terlalu tahan dengan air. Kami berdua ada di dalam tenda yang kecil, tapi ukurannya pas untuk kami berdua. Untung kami sleeping bag yang kami bawa tidak ikut basah. Badai di luar kembali membesar, hal itu membuat tubuh ku kedinginan, ketakutanku akan gelap kembali muncul, padahal sejak Mario pertama kali menginap di rumah ku dulu dan mematikan lampu, sejak saat itu ketakutanku sedikit demi sedikit sudah berkurang, tapi kenapa kini kembali lagi?? Bahkan kali ini sepertinya ketakutanku mulai merasuki fikiranku, sehingga membuat otak ini berfikir tentang hal mengerikan yang selama ini memang aku takutkan dalam gelap. Tubuh ku diam-diam mengeluarkan keringatnya, padahal yang aku rasakan adalah dingin karena angin dari badai di luar perlahan masuk lewat celah tenda yang ada.
“Ton... besok kita lanjut perjalanan atau tunggu yang lain disini??” Mario memulai percakapan
“Hmmm... Kita tunggu di sini aja Yoo” Kataku dengan suara parau
“Lu kenapa Ton?? Gak apa-apa kan???” Kata Mario sambil keluar dari sleeping bagnya dan memeriksa keadaanku.
“Astagaaaa!!! Lu ngompoll??”.....”kenapa basah begini sleeping bagnya...” baju lu kaya abis di rendam air Toonnn!!!” Mario mulai panik.
“gak apa-apa Yo.. ini cuma keringat biasa kok... lu tidur aja...”
“apanya yang gak apa-apa... keringat lu ampe banjir gini...”... “lu pake sleeping bag gw, trus ganti bajunya”
“Gak apa-apa Yo... lagian baju gw basah semua”...”gw beneran gak apa-apa kok” kataku mencoba menenangkan
“Udahh Ton!!! Jangan bantah omongan gw!!!...”sekarang lu ganti pake sleeping bag gw... trus ini lu pake sweeter gw” Kata Mario sambil menyeretku keluar dari tempatku dan membantu membuka kaos yang aku pakai.
Sekarang aku mengenakan sweeter dan sleeping bag milik Mario, sedang dia tidur bertelanjang dada, dan menggunakan sleeping bag aku yang basah karena keringat sebagai selimutnya saja. Terus terang aku merasa tidak enak hati dengan Mario, aku yang membuatnya bisa sampai di sini, tapi saat ini aku malah membuatnya makin menderita. Badai di luar sudah berhenti, ini membuat keadaan di dalam tenda sedikit lebih nyaman. Tapi keadaan yang sedikit lebih nyaman ini, tidak serta merta membuat kami dapat tertidur.
“Ton... tadi lu kenapa sih??”...”keringat lu ampe banjir gitu??”
“Ketakutan gw ama gelap tadi tiba-tiba muncul lagi Yoo...”...”tiba-tiba pikiran gw maksa gw untuk mikir tentang hal yang paling gw takutin kalo gelap”
“emang apa yang lu paling takutin dari gelap???” Tanya Mario
“Entah kenapa Yoo....”....”dari kecil tiap gw harus tidur dalam keadaan gelap, gw selalu berpikir seolah-olah ada di tempat di mana gw gak bisa melihat apapun”....”gw seperti ada di dunia yang berbeda dan gak akan bisa kembali pulang kesini....”
“Oo... bahaya juga yah pikiran lu, bisa ampe bikin lu mandi keringat...hehehee” Mario mencoba menghiburku
“Hmmm.. bentar... kayanya gw ada cara, supaya lu bisa tidur malam ini...”
“Gimana caranya??”
“Nihh” kata Mario sambil meletakkan sepatunya yang bau tepat di sampingku
“Ihh.. apa-apaan niih.. bau tauuu!!!”
“bau kann??”...”jadi.. kalo pas tidur tiba-tiba lu kepikiran itu lagi... coba lu nafas dalam-dalam”..... ”kalo lu nyium bau sepatu gw, itu artinya gw ada di samping lu...”....”jadi jangan takut, karna gw selalu nemenin lu!!!”
Perbuatan Mario yang sedikit konyol itu membuat aku jauh lebih tenang menghadapi gelap. Jiwa ini menjadi sangat nyaman, mataku tiba-tiba menjadi sangat berat. Sepertinya malam ini aku akan tidur dengan sangat nyenyak. Esoknya aku bangun lebih dulu dari Mario, hari ini kondisiku jauh lebih baik. Hal ini aku manfaatkan untuk membuatkan sarapan dan teh hangat untuk Mario. Kami gak melanjutkan perjalanan untuk ke puncak gunung, hari ini kami hanya menunggu rombongan yang turun dari gunung agar dapat mengikutinya untuk pulang. Beruntungnya sekitar pukul 12 siang rombongan yang kami jumpai adalah rombongan dari sekolah kami, setelah itu kami semua turun. Rupanya mereka semua sangat mengkhawatirkan kami berdua, mereka sudah melaporkan terpisahnya kami ke pos pemantau melalui telpon satelit. Walaupun aku gak bisa melihat matahari terbit di pagi hari dari puncak ceremai, aku sama sekali gak menyesal. Karena aku sudah melihat hal yang lebih indah dari sekedar terbitnya Matahari. Ketulusan dari seorang sahabat memang lebih indah dari hal apapun di dunia ini, dan aku telah mendapatkannya.
Bersambung....