BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Jika Cinta Itu Bukan Untuk Amir

edited January 2012 in BoyzStories
Tidak ada alasan untuk tidak percaya pada orang lain dan cinta yang dibawanya. Kata philosoph, cinta itu kadang datang terakhir setelah penderitaan hidup, jika cinta itu tidak pernah ada ?


***** INTRODUCTION

Ini cerita tentang seorang anak yang bernama Amirsyahreza Nuralam.
Dibilang cerita fiktif ya begitulah adanya. Kalau kebetulan mengalirnya seperti cerita sungguhan maka penulis mohon maaf ya untuk kesamaan nama orang dan lokasi kejadian.
Tak ada maksud apapun hanya sekedar bentuk partisipasi dari seorang adek setelah membaca cerita dari tiga orang Aa yang super hebat.
This I promise you Aa.


***** KEHIDUPAN ANAK KECIL ITU

Seorang Amir menjalani takdirnya yang terlahir dari keluarga sederhana dan hidup di pinggiran kota Pagar Alam, Sumatera Selatan. Sebuah kota di ketinggian Bukit Barisan Sumatera. Amir anak tunggal bersama Ibu single fighter. Sang Ibu berjuang membesarkan anak setelah suaminya meninggal saat Amir berusia dua tahun. Kedua orang tua Amir memiliki kulit yang putih dan bersih tentunya diturunkan pada Amir. Ditingkat nasional mereka masih dikategorikan sebagai orang Palembang dengan postur tubuh yang bagus. Pagar Alam cukup jauh dari Palembang.

Ibu itu bekerja sebagai buruh di pabrik pengolahan kulit manis dan hasil perkebunan lainnya. Kalau lagi tidak musim panen, sang Ibu bekerja sebagai tukang cuci pakaian di rumah penduduk yang kaya.

Perasaan jadi tenang dan damai saat melihat rumah peninggalan dari Sang Bapak berupa rumah kayu ada kolong di bawah lantainya dan tentunya ada tangga juga untuk naik menuju pintu rumah. Ada dua kamar dan Amir sekamar dengan sang Ibu. Pada masa itu Amir kecil membutuhkan perlindungan dari sang Ibu, karena masih berusia 5 tahun. Satu kamar yang lain berisi peralatan makan sederhana dengan jumlah yang tidak terlalu banyak.

Rumah-rumah di sebelah adalah rumah saudara Sang Ibu, tetapi Amir kecil tidak tahu harus memanggil mereka apa, karena mereka juga tidak pernah mengajak Amir bicara. Dari kumpulan keluarga besar ini hanya sang Ibu lah yang tidak beruntung dan mereka anggap tidak selevel dengan kehidupan mereka.

Sepupu Amir cukup banyak, ada yang seusia dengannya. Usia 5 tahun adalah usia dimana anak-anak di daerah itu sudah mengenyam pendidikan di TK. Tetapi ceritanya lain dengan Amir, sang Ibu tidak ada uang untuk biaya pendidikan di TK. Meski demikian sang Ibu membimbing Amir untuk belajar membaca dan menulis. Dalam keadaan seperti ini penulis yakin sekali Tuhan maha kuasa yang tidak membiarkan seorang anak kecil yang lemah terus dipandang sebelah mata. Terimakasih Tuhan karena telah memberi kecerdasan pada Amir.

Amir punya teman namanya Suryo kelas 1 SD, Topan TK, dan Pedro yang juga TK. Mereka adalah anak majikan dimana Ibu mencuci pakaian. Ibu selalu rutin mengajak Amir kalau Ibu lagi ada job cucian di hari Minggu. Amir adalah anak yang penurut, tidak banyak tingkah, dan punya belas kasihan melihat Ibu bekerja begitu keras. Mereka berangkat subuh-subuh saat teman-teman nya masih tidur.

Saat Ibu Amir lagi mencuci di ruangan yang disatukan dengan dapur, Amir mencoba untuk melihat-lihat sobekan surat kabar bekas yang jadi pembungkus cabe dan sayur di rumah itu (sangat ironis). Kita bandingkan sama anak-anak zaman sekarang buku dan majalah apa yang tidak ada di rumah mereka tetapi mereka lebih memilih main PS. Meski masih 5 tahun dan belom terlalu lancar membaca, Amir mencoba memahami gambar dan mengenali kata demi kata. Mama Pedro yang juga baik dan suka menjelaskan itu foto siapa yang ada di surat kabar, dan ada berita apa di Jakarta sana.

Kakak laki-laki Pedro berusia 13 tahun, waktu itu sudah bangun dan sedangi memutar lagu NSynk yang jadi favorit Amir hingga saat ini karena sangking seringnya mendengar di rumah Pedro hingga hafal. Itu group band USA yang top di generasi Amir. Meski tidak mengerti bahasa Inggris dan waktu itu juga dengan pengucapan yang tidak tepat karena masih kecil dan belum belajar English. Sambil duduk bersenandung, Amir melihat kakak Pedro keluar kamar dan memberi pujian “Duh suara Amir bagus ya dan bisa menyanyikan bagian reff dari This I Promise You”. Kalau sudah begitu bisa diprediksi Amir berhenti bersenandung karena malu.

Barulah jam 6 pagi teman Amir yang bernama Pedro itu bangun. Sambil menarik tangan Amir ke ruang tamu, Pedro melihatkan mainan robot Megaloman yang bisa dilepas dan dipasang lagi setiap bagian tubuhnya. Pedro sangat baik, tapi ini TIDAK ADA sedikitpun berhubungan dengan asmara dikemudian hari ketika mereka dewasa, karena Amir tidak akan menjadikan sahabat sebagai objek sex.


Amir sedang duduk termenung, melambungkan asanya pada 16 TAHUN YANG SILAM :
...................................................................................................................................................................
Hari ini saya senang sekali bisa ikut Ibu dan juga bahagia ketemu sama teman-teman dan bermain. Kalau di rumah ditinggal sendirian terasa sepi ga ada teman. Sepupu itu tersa dilarang main sama sama saya mungkin karena saya miskin. Terus kalo di rumah yang ada hanya ndengar saudara Ibu dari rumah sebelah yang selalu bertengkar suami istri.

Sering Pedro membawakan roti dengan selai kacang yang dimakan pagi hari. Saya hanya ngucapin terima kasih karena saya telah makan nasi dan lauk hangat yang dimasak Ibu setiap pagi. Tidak pernah saya makan roti selai kacang karena itu adalah makanan untuk orang kaya. Tapi biasanya Pedro maksa karena mau ditemanin makan.

Setelah selesai nyuci di rumah orang tua Pedro, Ibu bergerak ke rumah yang lain yaitu rumah orang tua dari Suryo dan Topan. Karena tidak begitu jauh dari rumah Pedro, biasanya dia ikut dengan saya karena bisa bermain bersama. Semisal Suryo dan Topan lagi ada acara dengan Papanya, maka saya dan Pedro hanya lanjutin aktivitas kita di rumahnya.

Tapi hari Minggu ini terasa lain, anak sungai di depan rumah Suryo dan Topan lagi penuh dengan air karena beberapa hari hujan. Setelah dapat izin dari Ibu, saya dan ketiga teman langsung menuju kebon pisang bukan untuk berbuat mesum euy ... hihihi kan masih kecil, tapi mengambil beberapa batang pisang yang kecil dan dipadu dengan tali jadilah perahu-perahuan. Anak-anak zaman 1990 an kan masih sedikit tradisionil dibandingin anak-anak 2000. Tapi sedikit lebih moderen juga dari anak-anak zaman Aa Panji, Aa Argi, dan Aa Rainbow hihihi.

Anak sungai yang tidak dalam itu mengalir cukup deras sekitar 125 m turun ke area sawah. Kami mah tidak takut tenggelam tapi saya agak takut juga sama ular sawah. Karena kami berempat agak berisik moga ular sawah itu lari terbirit-birit hihihi dan tidak mengganggu kami. Ingat betul, karena tenaga anak kecil yg ga begitu kuat dalam mengikat batang anak pisang itu, maka perahu-perahuan itu suka lepas dan kami kecebur ke dalam air.

Sambil ketawa lepas, kami berusaha berenang mengejar batang-batang pisang yang lari lebih kencang karena terseret arus. Kenudian masing-masing anak membawa satu batang pisang untuk ulangi start lagi di depan rumah itu, Kali ini Papa Suryo dan Topan membantu mengikatkan batang pisang itu dengan tali. Berharap lebih padu ya, dan ga lepas diperjalanan.

Setelah Ibu selesai dengan job cuciannya, saya dan ketiga teman minta dimandiin dengan sabun kesehatan.

Badan saya dan ketiga teman bentol-bentol karena alergi oleh protein dan calsium phosphate dari batang pisang juga dari air sungai yang super kotor, hihihihi. Kata orang anak dari golongan ekonomi lemah lebih kuat dan tangguh dengan lingkungan, hmmm kalo kasus alergi dan infeksi ya saya nyerah juga .....

Mama Suryo dan Topan menaburi badan kami dengan bedak yang bauuu banget yaitu bedak anti gatal-gatal mereknya Herocyn hari gini udah ga diproduksi kali ya ?

Diperjalanan nuju rumah Pedro, kami asik menggaruk-garuk punggung yang masih gatal. Di rumah Pedro, mamanya dan Ibu hanya senyum dan menilai ini peristiwa yang biasa dilalui oleh anak-anak. Ibu dan saya kembali berjalan pulang dibawah rintik hujan.

Jam 3 siang kami sampai di rumah. Ibu mengambil Uduk untuk siap-siap sholat Ashar. Setelah sholat, Ibu memanasi nasi dan lauk, Saya yang telah berbaring di tempat tidur langsung tertidur. Perasaan baru mulai mimpi main perahu-perahuan Ibu sudah membangunkan. Tapi mata agak susah untuk dibuka.

“Amir, bangun nak” seru Ibu sambil menguncang-guncangkan badan saya.

“Wah keringatnya kok banyak sih nak ? dan badanmu panas” kata ibu yang mengelap keringat didahi saya.

Saat itulah saya berusaha membuka mata dan bangun dengan badan yang lemas.

“Besok-besok jangan berenang dan main perahu-perahuan lagi ya nak” kata ibu yang menasehati dengan lembut.

Lalu Ibu mengambilkan sepiring nasi dan lauk yang hangat dan dibawakan beliau ke kamar dimana saya tersandar lemas.

Mungkin karena rekasi alergi aja, terus juga gerimis-gerimis nuju rumah. Ibu berusaha nyuapin nasi dan saya menolak denga halus karena saya akan berusaha sendiri. Lalu Ibu kembali ke dapur untuk membersihkan setelah selesai masak. Lalu Ibu juga bersistirahat.

Saya tumbuh menjadi anak yang menyaksikan banyak sandiwara hidup manusia. Kalau Ibu lagi bekerja di pabrik pengolahan kulit manis saya juga diajak. Ada ratusan karyawan disana dengan berbagai tingkah-laku nya. Saya nilai mereka cukup senang melihat saya yang sabar duduk menunggu Ibu yang lagi bekerja. Ada beberapa diantara mereka mengajak duduk dengan mereka yang lagi mengobrolin masalah politik yang terimbas reformasi besar-besaran waktu itu, bagaimana situasi Palembang dan Jakarta.

Jika Ibu telah selesai bekerja, kami pulang jalan kaki. Begitu panjang dan banyak langkah yang telah saya lakukan untuk anak sekecil saya, tapi saya tidak pernah mengeluh selama ada Ibu mendampingi langkah saya tersebut. Saya bahagia sekali sambil senyum tertidur melepas penat seharian tadi mengikuti aktivitas Ibu.




Cerita berikutnya ditujukan pada sebuah kota besar Eropha, yaitu Berlin merupakan Ibu Kota negara Jerman. Sebagai perbandingan dari kehidupan Amir yang dulu dengan sekarang.
......................................................................................................................................

WEIHNACHTSMARKT BERLIN

Setelah menulis pesan penuh semangat dan do’a untuk seorang Pacar di Facebook saya bergegas ke luar appartment menuju stopan Strassenbhan di kawasan Hermanplatz Berlin untuk bekerja partime di tenda Indonesia pada pasar malam jelang natal dan tahun baru Berlin, Jerman.

Pasar jenis ini sangat populer di seluruh Eropha, terutama di kota besar seperti Berlin. Mereka butuh pernak pernik untuk natal dan tahun baru serta makanan dan minuman saat mereka bernostagia ketemuan sama teman-teman lama.

Tahun ini mahasiswa dan warga Indonesia patungan buka tenda juga disni untuk sekedar exis dan kalo dapat untung berupa pundi-pundi mata uang Euro. Seraya saya dengar suara Aldi anak Tanggerang yang juga lagi kuliah di Berlin masuk dikerumunan orang-orang yang lagi makan dan minum hidangan Indonesia.

“Halo Amir, sibuk ya ?” sapa Aldi dan saya balas dengan senyuman. Lalu Aldi mendekat ke meja pesanan dimana saya berdiri. Sambil memesan bandrek dan goreng ubi dia melanjutkan pembicaraanya. Bandrek dan goreng ubi adalah menu favorit di tenda Indonesia dan itu jadi menu sangat dan super istimewa di tengah rintik salju kota Berlin.

“Amir, ada tawaran manggung nih di Caffe Sonnenberge ! saya pengenya loe bisa bareng sama Tareq anak Maroco yang kamu cuekin. Saya biar sama Agus saja bisa gantiin Tareq di Seventh Club Alexander Platz” kata Aldi

“Oh benar ‘ldi ? hmm bilang aja loe pengen dampingi Agus. Gw sih seneng aja karena pengunjungnya lebih cakep-cakep dibandngin club, bukan karena Tareq” kata saya dengan artian bercanda. Aldi hanya senyum. Itu benar sekali penonton yang rame dan cakep-cakep bisa menaikkan adrenalin kita yang lagi perform.

Main gitar dan nyanyi sejak tiga bulan terakhir ini menjadi sumber rezeki bagi saya yang mengharapkan uang Euro dari manggung untuk studi saya di Berlin. Tapi setahun yang lalu saya kerja di resto jadi tukang cuci piring ya Alhamdulillah ya Allah meski kerja diresto juga kuliah bisa jalan dan pernah sekali ngajak Ibunda saya libur ke Berlin, ngasih tambahan sedikit modal untuk usaha Ibu yang sudah pindah ke Jakarta.

“Ya bener lah Amir, nih loe bisa latihan songs yang di request orang-orag Caffe tentunya” kata Aldi

“Dengan seneng hati ‘ldi, makasih ya dan karena loe lebih familiar dengan songs ini maka kita ketemu di appartment loe ya malam ini habis jam kerja ini” balas saya pada Aldi. Asiknya Aldi menyanggupi permintaan saya.

Aldi pun selesai dengan makanannya dan pamit sama saya. Saya tetap sibuk dengan para pembeli yang datang ke tenda kami. Makin malam makin rame dan kami tutup jam 23.00.


«13456710

Comments

  • bagus,tapi agak kaku ya bahasanya.
    keep writting,brother.
    hehe....

  • Hehe makasih Bro chi_lung, sengaja sih Bro biar kelihatan dewasa dg bahasa yang kaku
  • edited January 2012

    Dari hingar-bingarnya kehidupan kota Berlin, ada kerinduan tersendiri pada kehidupan masa-masa sekolah dasar yang dijalani Amir dahulunya. Seandainya waktu dapat diputar ulang tentunya akan bahagia sekali. Tidak seperti saat ini Amir sangat menderita hidup di negara orang. Sekarang Amir merenung dan terjebak dalam lamunan panjang akan kisah hidupnya yang damai di kampung halaman bersama Ibunda
    .................................................................................................

    MASA-MASA SEKOLAH DASAR

    Umur 6 tahun, Saya dimasukan Ibu pada SD negeri yang jaraknya sekitar 1 Km dari rumah melewati rel kereta api dan kebon tebu dan pastinya sawah sistem sengkedan. Satu lokal jumlah anak barunya sekitar 28 orang. Topan dan Pedro masuk SD Pertiwi di tengah kota Pagar Alam sebuah SD swasta yang keren dan mewah untuk ukuran orang kaya di kota saya. Hihi jika dibandingkan sama Jakarta dan Bandung ya jauh kalah dong. Di SD saya anak nya sederhana semua hanya sebagian nya saja yang menempuh pendidikan TK.

    “Anak Ibu masih 6 tahun dan tidak TK, apa dia sudah bisa menulis dan dan membaca Ibu” tanya Ibu guru kepala yang mengetes setiap anak yang mau masuk SD negeri itu. Saya terbilang lancar aja menjalani tes itu. Kalau tidak salah beliau suruh nulis kalimat “bersih itu sehat” dan membaca beberapa kalimat pada buku bacaan untuk anak kelas 1 di SDN itu.

    TK bukanlah tempat untuk melatih membaca dan menulis tapi lebih kepada mensosialisasikan anak pada dunia pendidikan dan pergaulan sesama anak, komentar seorang Ibu yang menanggapi anaknya masih gagap membaca dan tidak bisa menulis meski sudah selesai TK. Ada juga benernya sih tapi berefek pada guru yang ngajar jadi agak pelan dan sabar karena kemampuan kami juga tidak merata.

    Dua tahun saya lalui masa SD dengan kesan datar, dua tahun itu terasa untuk melatih memahami bacaan dan dasar berhitung yang terbilang tidak terlalu sulit saya pahami. Sistem rengking juga belum seutuhnya saya pahami, yang teringat hanya setiap acara pembagian rapor dengan seremonialnya saya selalu disuruh nyanyi dan lalu diumumkan saya juara satu di kelas saya. Kelas dua juga begitu, dalam pertemuan akhir tahun ajaran dan pembagian rapor saya juga disuruh nyanyi lalu dengan pengumuman saya juara satu lagi.

    14 Juni 1999, pada akhir tahun ajaran kelas tiga baru terasa ada kesan, disamping saya telah mendapat pelajaran IPA da IPS kekompakkan kelas juga terasa beda. Dikarenakan sudah bukan anak kecil lagi mungkin juga. Ada yang lain pada pesta pembagian rapor dan perpisahan dengan anak kelas VI kali ini, ada Bang Petrus pacar Ibu Reni wali kelas V yang ngiringi pakai gitar saat saya bernyanyi.

    Lagu yang saya bawakan adalah Selamat Jalan Kekasih dari Chrisye yang sangat populer jika anak kelas VI mau meninggalkan sekolah. Untuk nada tinggi dan mengalunnya khas Chrisye bisa saya bawakan dengan baik meski baru kali pertama diiringi Bang Petrus. Penonton ada yang terkesima, ada yang merenung, tapi terlihat Ibu saya menangis. Mungkin Ibu teringat Bapak dan melihat saya sudah agak tumbuh menjadi anak yang berkharakter selalu juara kelas dan menuruti kata orang tua.


    Sejak saat itu, bakat musikal saya mulai tampak. Sekolah mendaulat saya sebagai utusan sekolah dalam lomba bakat antar sekolah Pagar Alam dalam rangka merayakan 17 Agustus. Bang petrus melatih saya dengan baik. Dia juga mengajarkan kunci-kunci dasar dalam bermain gitar. Tidak sulit bekerja sama dengan bang Petrus karena orangnya baik dan saya juga penurut dan cepat mengerti.

    Rumah Dinas Bang Petrus tidak jauh dari sekolah. Dibelakang rumah itu ada sungai besar dan rata-rata mereka MCK di sungai. Baru kali ini saya melihat alat kelamin laki-laki ketika melihat Bang Petrus mandi sore bersama saya seusai latihan. Bang Petrus tidak tampak cangggung membuka celana karena tidak ada yang melihat. Saya pun tidak berfikir lebih jauh karena belon mengerti.

    Bang Petrus bekerja di Perusahaan Perkebunan milik Negara. Dia berasal dari Pematang Siantar. Masa liburan ini saya habiskan untuk latihan nyanyi dan belajar gitar. Karena bang Petrus lah bakat saya tambah terasah dan mengerti bermain musik dengan baik.

    Pada perlombaan itu saya melihat Pedro dan Topan serta mama dan papa nya sebagai utusan dari sekolah dan mereka ambil bagian dalam senam kesegaran jasmani. Waktu itu senam-senam seperti sangat populer setiap pagi sebelum sekolah dimulai.

    Sekolah saya hanya ambil bagian pada Lomba nyanyi. Lagunya sudah familiar juga dengan tipe suara saya. Ya lagi sebuah lagu dari Chrisye Lilin Lilin Kecil. Saya telah belajar dari Bang Petrus bagaimana menggemakan suara pada saar reff engkau liiiiilin lilin keciiilllll, hmmm baru tahu juga tuh saat mana kita ngambil nafas dan bagaimana menyalurkan ke dada sehingga bunyi yang keluar padat dan kesan bergema khas nya sebuah perlombaan nyanyi.

    Alhasil pada saat tampil, saya melihat Pedro, Topan dan mama papa nya, serta Bu Reni memberi semangat. Saya ingat Bang Petrus main gitarnya juga mantap ga ada kesan canggung sedikitpun berkat darah tapanulinya dan pekerja lapangan PT Perkebunan, hahaha bukan itu lah karena Bang Petrus emang mahir dibidang petik memetik gitar. Mengalunlah lilin lilin kecil aransment spesial dari Bang Petrus serta suara khas dari saya. Kali ini tepuk tangan penonton yang mengiringi penyerahan piala pada saya dan sekolah setelah dinyatakan menang, terasa seperti energi untuk saya biar terus berlatih dan memberikan nyanyian yang menghibur.

    Pertengahan tahun kelas IV, Bang Petrus mengajak saya ke rumah dinasnya. Setelah selesai bernyanyi untuknya, bang Petrus mengatakan bahwa dia akan pindah dinas ke daerah Lampung. Bu Reni masih dibutuhkan di SDN ini dan tidak ikut pindah. Lalu dia menitipkan gitarnya dan buku cara bermain gitar dengan pesan agar saya rajin berlatih secara otodidak. SELAMAT JALAN BANG PETRUS !!!!

  • edited January 2012


    Kemudian Amir bangkit dari lamunannya dan kembali menjalani sisa takdirnya hidup di negara orang. Cerita ini mengalir begitu saja dan Amir berusaha menyikapi dengan baik. Meskipun perannya tidak begitu besar, setidaknya perbuatan baik yang dia berikan pada orang-orang terdekatnya akan dikenang bahwa Amir pernah ada dalam kehidupan mereka. Inilah kisah Amir selama kuliah di Jerman
    ......................................................................................................

    SIBUKNYA JELANG TUKAR KADO NATAL DAN TAHUN BARU

    “Amiiiirrrrrrr ... akhirnya kau datang juga, anjriiittttt mana bawa bungkusan lagi” sergah Mr Situmorang pada bungkusan goreng Ubi dan Bandrek yang tersisa dari penjualan di tenda Indonesia malam ini.

    Saya cukup kaget, melihat ada orang lain di appartment Aldi. Kami memanggil teman dengan nama khas masing-masing daerah dengan embel-embel Mr. Kalau grup cewek mereka menambah embel-embel Madame. Hmmm cara gaul anak Berlin lah.

    Saya langsung ke kamar Aldi ternyata dia lagi tidur. Dengan meningkatkan volume suara TV dari chanel RTL akhirnya Aldi terbangun.

    “Oh Amir sarifudin sarif saraf, udah datang loe ? Rame ya hingga tutup tenda ?” tanya Aldi

    “Ya Rame, ‘ldi ! Alhamdulillah” saya menjawab pertanyaan Aldi.

    Kami langsung membahas lagu apa saja yang harus saya persiapkan, dan biasanya ada cara tertentu dalam mengalunkan musik terlepas dari notasi standar yang ada di booklet yang saya pegang.

    Tak sampe satu jam diskusi itu selesai, saya mohon pamit dengan alasan belon mandi. Oh ya pembaca, mandi di Berlin ini selalu dilakukan setelah selesai seharian beraktivitas biasanya malam hari. Saya lakukan sekali dua hari. Malah teman-teman yang lain ada yang tidak mandi selama satu minggu terutama di musim winter seperti ini.

    Hmmm ga khawatir pada bau badan, ya betul ! keringat kita ga bau kok di negara sub tropis yang setelah diteliti tidak memfasilitasi kuman penyebab bau badan berkembang biak seprti di negara tropis. Maka di Jakarta jangan coba-coba tidak mandi satu hari saja, bisa pusing yang didekat kita ...

    Jauh di lubuk hati saya, ada rasa segan mengganggu kebahagian Aldi dengan si Mr Situmorang malam ini makanya saya bergegas pulang.

    Berjalan 3 menit dari appartment Aldi di daerah Weding, saya segera menemui Bus richtung ke Zoo, dari dua Haltestele saya mendapati lorong menuju subway yang dikenal dengan U6 richtung Hermanplazt kediaman saya.

    Di appartment itu ada satu anak asal Jatinegara yaitu Septo. Kamarnya adalah berhadapan dengan pintu masuk, jadi istilahnya Septo selalu memata-matai saya pulang dan pergi, hihihi karena pasti ketemu dengan kamarnya. Seperti malam ini meski hampir jam satu malam kamarnya masih terbuka dan rame sekali anak-anak ngumpul.

    “Bang Amir, apa kabar ? ayo sini bang gabung sama kita rame-rame Bang” kata Septo.

    Dari pada kikuk saya ikut aja pura-pura gaul dengan mereka takut aja dibilang sombong.

    Septo dan gank itu anak studient Kolege = Studkol, artinya tahap persiapan sebelum masuk program Bachelor di Jerman. Mereka baru lulus SMA di tanah air. Hal ini mengingatkan saya masa-masa awal menginjak Berlin tiga tahun silam.

    “Bang Amir jadi panitia pertukaran Kado ya ?” tanya Septo dan kawan-kawannya

    “Iya betul betul... dah tahukan syarat kadonya dari harga 5 Eur hingga 10 Eur, ga kurang ga lebih” penjelasan saya.

    “Ada syarat yang lain Bang ? salah satu anak bertanya, saya baru pertama lihat dia hari ini.

    “Ya kalo bisa kadonya berupa barang yang lucu dan berkesan. Masukan nama kalian yang berminat ikut di FB group warga indonesia Berlin. Dari situ dapat nomor peserta. Hadiah akan diundi dengan sistem lempar dadu” penjelasan saya selanjutnya.

    Sambil berlalu saya berucap “Abang tunggu besok di aula audimax Technische Universitat Berlin ya”

    “Ya bang Amir .....” jawab mereka kompak.




  • agak bingung sama gaya bahasanya.
    ini gaya bahasa indonesia di sumatra ato gimana y..???
    tapi unik,seru aja ada gaya bahasa indonesia yg tercampur2 gini.hehehe.....(jangan diambil hati y..!!!
    aq tetap setia membaca cerita anda.hahaha...(bhsa gwe..???)
  • chi_lung wrote:
    agak bingung sama gaya bahasanya.
    ini gaya bahasa indonesia di sumatra ato gimana y..???
    tapi unik,seru aja ada gaya bahasa indonesia yg tercampur2 gini.hehehe.....(jangan diambil hati y..!!!
    aq tetap setia membaca cerita anda.hahaha...(bhsa gwe..???)

    Haahaha Bro chi-lung .... bisa aja. Hmmm OK minimal di sesi awal itu pure bertutur ala Sumatra ya biar terasa deskripsi bermain di sungai dan kondisi alamnya. Terus .... karena lagi liburan natal dan tahun baru ada dua orang teman anak Tanggerang dan JT negara membatu saya ngasih ide jadinya sedikit terimbas gaya bahasa mereka hahahha.........

    Terus akan ada lebih dari 100 sesi lanjutan (sabar ya pasti akan diupload). Itu cerita di Berlin jadi akan banyak English dan Deutsch.

    Karena ada pesan moral, semangat pantang menyerah, dan jujur pada hati nurani terpadu dalam cerita ini, jadi dilema tersendiri dalam bertutur Bro chi-lung. Sehingga bahasa Indonesia yang baik dan benar akan membantu dalam hal ini.

    Makasih ya Bro chi_lung.





  • Ditunggu ya comment dari Aa Argi dan Aa Panji ! Nih nasib Amir Kecil lebih tragis ya dari Aa Panji. Meski Aa Panji jualan kue di Jogja tapi masih ada Bapak yang mendampingi hidup Aa


  • bagus bagus
    berhubung baru awal jadi semangat bacanya !!!!!!!
    Amir mengerti love kapan itu ?
  • zorozero wrote:
    bagus bagus
    berhubung baru awal jadi semangat bacanya !!!!!!!
    Amir mengerti love kapan itu ?

    Baru = awal kali mas ... hihihi
    Love dalam artian apa ?


  • edited January 2012

    ***** KEJARLAH KEIINGINAN MU, SELAGI MASIH ADA WAKTU

    Saya merebahkan diri di kasur, mengingat perkataan Aldi. “Tareq yang kamu cuekin”. Dari pada memberikan harapan kosong pada orang lain, lebih baik rasanya untuk tidak menanggapi apapun.

    Tareq yang labil, tidak konsisten dengan feeling, bermulut manis, juga berhati mesum. Selalu minta dibawakan kue dari dapur Bistro juga minta nyanyian dan petikan gitar dari saya. Tetapi dii belakang saya, dia asik bermesraan dengan cewek.

    Ada seorang cowok yang setipe dengan Tareq yang merupakan tragedi dalam hidup saya tiga bulan yang lalu.

    “Dek Amir kerjanya rapi dan cepat ya” puji seorang Mas pengelola restoran makanan mesir. Pemodal dari restoran ini berdomisili di mesir. Mas itu bernama Handoko dan saya memanggilnya mas Hans. Restoran ini berlokasi di Tempel ya ini daerah pemungkinan penduduk juga di Berlin. Appartemen mas Hans sekitar 500 meter dari restoran.

    Mas Hans pernah juga bekerja di cairo dan akhirnya dipercaya mengelola restoran cabang di kota Berlin ini.

    “Kalo kerja ga rapi dan lambat ntar ga dapat gaji dong mas” balas saya dengan datar.

    “Digaji pasti, tapi sebelum dikasihkan tuh amplop akan ada ceramah tentang peningkatan kinerja” katanya dengan senyum yang dibuat sexy.

    Ketika jam tutup restoran tiba, mas Hans membawakan bungkusan berisi bahan masakan seperti ayam, daging, dan saos serta seperti biasa satu kotak makan malam untuk saya.

    “Mas ga enak sama teman-teman sini, saya dikasih satu kotak makan malam saja seperti teman-teman lain juga Alhamdulillah Mas” penolakan saya dengan halus.

    Biasanya setelah sampai di appartment, bahan masakan itu saya masukkan dalam kulkas. Keesokan harinya saya masak bareng Septo. Karena teman-temanya banyak jadi rezki jugalah untuk mereka. Mereka juga belum dapat student card jadi ga bisa makan siang murah di Mensa. Allah emang maha mengetahui.

    Demikianlah selanjutnya perlakukan mas Hans yang agak berlebihan pada saya. Jika saya dapat giliran kerja malam hari Sabtu, pulangnya bareng sama dia. Padahal jarak Hermanplatz dan Tempel bukanlah terbilang dekat.

    Setelah dapat gaji bulanan, saya dengar mas Hans mengusulkan sesuatu.
    “Mir, bosen juga ya makanan diresto ini tiap hari” kata mas Hans.

    “Terus mau gimana lagi mas ?” tanya saya.

    “Saya sudah mempersiapkan bahan masakan daging halal fresh dari arabic shop” kata mas Hans.

    “Mas Hans bisa masak apa ?” tanya saya dengan polos.

    “Ya itu Mir, kamu kan koki yang baik. Misal kamu ada waktu besok siang kita buat luch bareng” pinta mas Hans.

    “Belum pasti mas, biasanya jadwal diskusi dengan Betroier besok. Tapi saya masih menunggu konfirmasi darinya hingga besok pagi” jawab saya.

    “Ok gini aja, misalnya jadwalnya tidak ada, kamu hubungi saja HP saya” kata mas Hans.

    Mas Hans mendrop saya di depan appartment dan selanjutnya dia meluncur ke arah broadway Hermanplatz yang berakhir sekitar 10 KM sebelum bandara. Baru kali ini saya bertemu orang dengan senyum aneh. Apa itu senyum tulus atau senyum dibuat-buat. Saya selalu berusaha untuk berfikiran positve.

    Hingga jam 09.00 tidak ada SMS dari Betroier. Ini mungkin keberuntungan mas Hans dan saya percaya : menyenangkan orang lain adalah pahala yang besar. Saya tidak pernah menginvite mas Hans dalam hidup saya dan juga tidak pernah meminta untuk diperhatikan.

    Saya memasakan gulai ayam yang lezat dan sedikit pedas khas Sumatra untuk mas Hans. Bumbu masakan Indonesia di Berlin tergolong lengkap dibandingkan kota-kota lain di Jerman. Sayurnya yang gampang saja yaitu acar timun.

    “Nih timun siapa ya, bengkok, gede, dan panjang” canda dia sambil menggosokan timun ke pantat saya.

    “Mas ini saya lagi mengaduk gulai loh ntar tumpah” protes dari saya.

    “Oh takut tumpah ya ? sini mas bantu pegang ya” balasnya. Satu tangan dia yang memegang timun diletakkan di pinggang saya, dan satu tangannya yang lain meegang tangan saya yang mengaduk gulai.

    Menit selanjutnya canda mas Hans mulai tidak baik, timun itu digesek-gesekkanya ke celana saya yang berisi burung pusaka, hihihi

    Sambil menggeser posisi berdiri, saya protes
    “Mas mau masak atau mau ngajak berantem “ canda saya. Mas Hans melepaskan pelukannya.

    “Duh ada yang bercelana gembung” sindir dia melihat burung saya yang hidup dalam celana.

    “Bilang aja mas Hans pengen” komentar saya

    “Hmmm OK, tapi kita makan dulu ya” pintanya.

    “Ngupas timun aja ga selesai ! malah mau acar timun” saya menambahkan komentar yang lain.

    Dalam bilangan menit acar timun pun beres karena membuatnya sangat gampang (dibandingkan membuat gulai ayam). Mas Hans makan dengan lahap. Saya menyanggupi saja permintaan mas Hans untuk nginap di appartment nya.

    Tidak terlewatkan sedikitpun oleh nya untuk memperhatikan saya dengan SMS dan call, dengan tumpangan pulang kerja, dan dengan masak bareng setiap hari minggu.

    Di kesempatan sholat, kami bergantian jadi imam. Tapi karena umurnya lebih tua maka saya lebih nyaman kalau dia yang jadi imam, ditambah lagi dia jjuga fasih berbahasa arab jadi pengucapan ayat nya lebih benar.

    Ketika sholat Jum’at saja dia tidak jadi imam, karena kita sholat biasanya di mesjid Indonesia KBRI di Berlin.

    Pada acara pengajian masyarakat Indoensia di Berlin dia menyemprotkan parfum nya pada saya. Moga aja tidak ada yang curiga tentang kebersamaan kami hingga ke parfum juga sama.

    Setelah acara pengajian kita lansung belanja daging halal dan bumbunya. Toko halal ini terletak di lantai satu, sedangkan lokasi pengajian terletak di lantai enam

    Cara memanggil nama saya juga terasa beda kali ini, Amiir dengan nada tersendiri dengan kata tambahan how r u. Artinya dia selalu perhatian sama saya. Sehingga untuk menghormati perhatiannya, maka saat berdua dengannya saya memanggilnya Habib. Saya berharap awal ini dia membuat batasan jangan panggil Habib, tapi dia setuju-setuju saja tuh sepertinya. Karena kata HABIB inilah jadi alasan penyebab pertanyaan yang mendalam dari saya tentang dirinya dan kenapa ada orang yang tidak berpesaan seperti dia.

    Dia pernah satu kali melepaskan hasratnya di atas tubuh saya. Tapi tidak sampai menusuk lobang pusaka. Sehingga lobang saya masih abadi nan jaya. Belum robek oleh benda tumpul.

    Disaat saya telah percaya sama dirinya, hal yang tidak diinginkan pun terjadi. Pemodal restoran ini datang ke Berlin. Dia adalah seorang wanita mesir.

    Pertama, dia sudah tidak mau membalas SMS. Tapi Alhamdulillah masih mau menerima telpon. Hari selanjutnya telpon 1 dan 2 tidak diangkat, setelah panggilan yang ke tiga baru diangkat secara basa basi dengan seribu alasan.

    Hari selanjutnya telpon saya sudah tidak diangkat langsung tapi dibarkannya sekitar dua jam dibalasnya dia tidak mau lagi ngasih alasan.

    Selama mengobrol dia marah-marah, bila keceplos saya manggilnya Habib karena biasanya juga begitu.

    “Jangan panggil saya Habib, saya akan malu sekali bila orang lain mendengar kamu manggil saya Habib” kata kasarnya.

    Saya pun tidak menelponya lagi. Setelah dua hari diam berharap dia mau menelpon atau SMS, tetapi itu tidak dilakukannya.

    Ya mas Hans, kamu yang menyeret saya ke puncak bahagia, kamu juga yang membenamkan saya pada jurang kekecewaan. Terima kasih banyak.

    Malam itu semua tamu yang hadir kebanyakan turunan arab, tapi pasangan mereka kebanyakan bule. Saya melihat Tareq juga datang bersama teman ceweknya yang keturunan arab.

    “Hi Amir, give us ur best voice tonight” kata Tareq.

    Saya juga telah mempersiapkan diri dengan latihan gitar dan menerjemahkan lagu Pergilah Kasih ke dalam bahasa Jerman.

    Dengan harapan mas Hans agak tersindir telah mencampakkan apa yang dimilikinya, demi sebuah hayalan yang tidak nyata bersama wanita mesir itu.

    Pada sesi santai dan minum-minum, saya hadir dengan lagu yang telah saya persiapkan itu. Di bait terakhir kejarlah keiinginanmu selagi masih ada waktu, saya tidak mampu membendung air mata yang menitik pada jari-jari tangan saya yang memetik gitar.

    Tareq terharu dan menyalami saya dengan tanganya yang terasa dingin, katanya suara saya mengiris-ngiris perasaannya terutama saat nada tinggi di bagian reff.

    Mas Hans senyum-senyum puas sambil menggandeng wanita mesir itu. Di berlin kita ada istilah onta dan mas Hans telah mengkategorikan diri sebagai onta juga. Semoga keiinginanmu tercapai mas Hans, Jika nanti kamu dicampakkan oleh si Cleopatra itu maka tidak akan ada yang menghiburmu dengan masakan dan nyanyian yang tulus.

  • Ya mas Hans, kamu yang menyeret saya ke puncak bahagia, kamu juga yang membenamkan saya pada jurang kekecewaan. Terima kasih banyak.

    OHHH PAGI2 BARU BANGUN DAPAT KATA2 PISAU ... Mas Aderahmat yang tabah ya
  • zorozero wrote:

    OHHH PAGI2 BARU BANGUN DAPAT KATA2 PISAU ... Mas Aderahmat yang tabah ya


    Ehhh bukan saya loh, seseorang yang sangat menderita di Jerman sana mas. Udah nyiapin tissue belon ? akan ada yang menyayat nyata hati mas Zero selanjutnya

  • Gue dah dapat profilmu di FB. Elu studen American University of Dubai ?Terus
    Kirim ya kelanjutan cerita. Kalimat mu rapi NARASI, sedikit banget dialog. Gue lihat mas Blue is blue teman elo di FB. Si Kecilku sudah besar ya ?



  • awalnya susah banget cari elu di FB, setelah ketemu gue lihat wall mu berbalas kalimat dg Biru is blue sori tadi salah !
    ternyata ternyata ternyata ... cerita elu banyak juga ya di GIF


  • Thanxs mas zorozero di add saja FB nya nanti saya accept. Karena saya tidak tahu account mas.
    Tanya tentang cerita ini saja ya mas bukan yang lain, untuk kedepan biar ceritanya bermanfaat

Sign In or Register to comment.