It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@Adinu: thx yah, diusahakan bakal update terus kok..
@Adam08: hmm menurut lu ini dmn? Hehehe.. Udah jelas yah clue-nya? Thx ya, bakal dilanjut kok ceritanya..
“Eh, Hmm nggak tau.Mungkin mau ke base camp, ngerjain tugas ospek,” jawab gue asal. By the way, saat ospek semua maba yang berasal dari departemen yang sama harus memiliki satu base camp yang sama. Kita semua harus tidur, mandi, makan, main, ngerjain tugas, di situ. Esensi ada base camp adalah biar satu angkatan saling kenal dan solid.
“Ah ngapain ke base camp pagi-pagi, masih jam 10 nih, lagian jam 1 kan kita mau dikumpulin sama senior,” kata Raoul.
“Oh kalo gitu kita cari makan aja yuk,” ajak gue.
“Kantek?”
“Gak mungkinlah, jelas-jelas we can’t entrance there. Restricted area man. Hmm, guess what, let’s go to psiko. How?”
“Hah ngapain?”
“Cari makanlah, sekalian cari cewek,” gue tersenyum sumringah. Ya, alas an gue mau ke psikologi adalah buat duduk-duduk, makan, sambil ngeliatin anak-anak psikologi yang konon katanya cantik-cantik dan fresh, nggak kayak cewek teknik yang menurut gue boring.
“Ngapain cari cewek? Lu nggak bakal laku,” celetuk Raoul
“Yeee, kayak lu bakal laku aja,” balas gue
“Hahaha, gue mah banyak yang ngincer, tapi gue cuma suka sama satu orang. But, dia hasn’t looked at me yet,” jawab Raoul murung.
“Siapa Raoul????? Siapa?? Parah lu nggak cerita-cerita sama gue, lu anggep gue best friend nggak sih? Masak nggak cerita ke gue,” balas gue.Seriously, gue amat kepo dengan inceran Raoul.Selama ini dia nggak pernah cerita apa-apa soal cewek.
“Nanti lu juga tau kok,” jawabnya sambil tersenyum tipis.Lalu dia refleks menggandeng gue sambil keluar.
“Raoul lepas, malu tau diliatin sama anak-anak,” Refleks, gue melepaskan tangan gue, “Eh ajak anak-anak lain yuk,”
Akhirnya kita tiba di kantin fakultas psikologi.Gue melihat ada tulisan “KANCIL”.Gue diam sebentar dan mencoba menfasirkan arti kata Kancil.Hmm Kantin Cilik? Kantik Kecil? Atau Kantin Cikologi? Arrrgghh, I don’t care-lah, yang penting gue bisa makan sambil cuci mata di sini . Selain bersama Raoul gue juga mengajak 2 anak lain, yaitu Rio dan Frans.
“Wanjir penuh nih Drew,” kata seseorang berkemeja putih dan mengenakan fest hitam.
“Kita cari dululah, tuh kayaknya di deket lapangan basket ada yang kosong,” jawab gue. Akhirnya kita menuju ke meja yang terletak paling belakang di dekat lapangan basket. Sambil berjalan, gue melihat ke kiri ke kanan, clingak-clinguk, siapa tahu ada yang nyantol, and of course gue harus stay cool. Kemudian seseorang, mencolek gue,
“Heh, jalan yang bener. Nggak usah tepe-tepe deh,” kata Raoul sambil mencolek pinggang gue.
“Siapa yang tepe-tepe, justru gue lagi nyari-nyari tempat kosong,” bantah gue.
“Parah lu Drew, mau jadi PK ye?” kata cowok yang memakai fest tadi.
“Apaan sih Frans? Lu nggak usah ikut-ikut si homo ini deh,” kata gue sambil menunjuk Raoul.
“Wanjir, sialan lu Drew, gue bukan maho ye,” balas Raoul sambil memegang kepala gue.
“Woy, udahlah lu berdua kayak anak-anak labil aja. Sadar dong kita udah dewasa,” Seorang laki-laki berkacamata, dengan rambut spikey menengahi gue dan Raoul.
“Rio, gaya lu sok wise banget sih,” timpal Frans. Namun Rio hanya tesenyum dan menghiraukan perkataan Frans. Sosok Rio ini adalah seorang laki-laki yang tenang dan cenderung pendiam, tetapi selama gue mengenal dia sejak pertama kali orientasi di tingkat universitas, dia sangat ramah dan asyik diajak ngobrol. Dia lebih pendek sedikit dari gue, tetapi badannya lebih atletis dari gue. Banyak hal yang membuat gue kagum dengan Rio, dia sangat piawai bermain clarinet, ramah, dan yang pasti dia memiliki cara pikir yang dewasa. Perwakan Rio sangat menarik, dia tergolong laki-laki tipe cute nerd, gue jamin pasti bakal banyak cewek yang suka sama dia. Ayah Rio adalah orang Manado dan ibunya orang Jawa, percampuran dua ras tersebut menghasilkan seorang anak yang cute dan enak dipandang.
Berbeda dengan Rio, Frans adalah seseorang yang sangat heboh, rame, dan seru. Diantara kami bertiga, dialah yang paling tinggi. Pertama kali gue kenal Frans adalah sewaktu seluruh mahasiswa baru mengikuti kelas simulasi kegiatan belajar mahasiswa. Dia adalah teman sekelompok gue. Frans sangat baik, supel, dan mampu mencairkan suasana yang terlalu serius, sehingga semua orang yang berada di dekat dia bisa tertawa lepas. Badan Frans sangat besar dan atletis, mungkin hal ini dikarenakan sewaktu SMA Frans tergabung dalam tim basket. Selain itu Frans sangat piawai bermain cello. Gue pernah melihat dia perform saat acara pernikahan kakak sepupu gue sewaktu masih SMA, namun gue nggak pernah sekalipun berkenalan dengan dia.
Akhirnya kami sampai di meja yang dituju, kami semua duduk di situ. Saat kami baru duduk, gue merasa seperti ada yang memperhatikan gue dari tadi. Dan memang benar, saat gue menoleh ke belakang akhirnya mat ague bertemu dengan mata orang yang dari tadi memperhatikan gue. Gue hanya memberikan tatapan sepintas kepada laki-laki itu.
“Cie, yang lagi diperhatiin cowok,” sesaat suara Rio memecahkan pikiran gue.
“Apaan, sih?” jawab gue.
“Itu, cowok di meja belakang kayaknya demen banget ngeliatin lu,” kata Rio.
“Wah, si Raoul ada saingan nih,” celetuk Frans, sambil mendorong kepala Raoul.
“Apaan sih lu? Gue bukan maho yeeee,” balas gue yang tampak risih dengan pernyataan Frans tadi. Gue mengharapkan adanya reaksi yang sama dari Raoul, tetapi dia hanya tersenyum tipis dan tidak menghiraukan sama sekali perkataan Frans tadi. Huh, kok bisa-bisanya sih Raoul diam-diam saja dengan perkataan Frans. Jangan-jangan dia juga memang suka sama gue *What the hell am I thinking about*
kalau dari ceritanya menarik, dgn latar belakang kuliah dan musik juga. Bhkan baru ngeh pake istilah opus buat pengganti part/bagian. Sering dgr istilah itu di musik sastra/klasik tp ga ngerti.. Raoul kayana pny feeling ya sama Andrew?! Intinya, ceritanya menarik. Trims
hhmm Lanjjjuuutt dong..
@CoffeeBean : tau dong, banyak temen gue di jso, tdnya sempet pengen join, tapi gak bakal sempet buat rutin latihan..
@Adam08 : wah nonton yg di bi? Hehehe, anak orkes juga? Kecendereungan cowok yg main musik classic mungkin lebih ke arah orang yg melankolis kali ya.. Hahaha
“Raoul, tolong ambilin cutter dong,” pinta Neysa.
“Nih,” kata Raoul, seraya memberikan cutternya. Dengan cekatan Neysa memotong Styrofoam itu menjadi bentuk yang sangat bermacam-macam mengikuti bentuk plant pabrik yang ada pada gambar yang kami temukan di internet.
“Luar biasa nenek yang satu ini,” cetus gue “Kayaknya lu bakat deh masuk aristektur. Yakin nggak salah jurusan?” Semua anak-anak di kelompok kami tertawa dan mulai ngecengin Neysa.
“Iya nih, harusnya gue masuk arsitektur aja ya. Tapi gue ngelakuin ini semua karena kerja lu pada lelet banget. KESEL GUE!!” jawab Neysa. Neysa adalah orang yang sangat cantik, tinggi, dan badannya langsing. Rambutnya pendek sebahu, namun sayang orangnya sedikit nyablak dan kelewat heboh. But, that’s the point that make everyone likes her. Selain itu Neysa piawai dalam bermain flute. This girl is amazing-lah menurut gue.
Sambil membuat rangkaian listrik, *loh kok buat rangkaian listrik segala? Jadi ceritanya miniature plant pabrik ini harus dilengkapi dengan LED di setiap bagiannya yang menujukkan jalannya proses pembuatan ethabol*, gue memperhatikan sosok seorang perempuan berambut panjang keturunan Jawa-Belanda yang sedang mewarnai Styrofoam yang sudah dibentuk Neysa. Ia sangat piawai dalam mewarnai setiap Styrofoam tersebut. Namanya adalah Mesty. Rambut panjangnya begitu berkilau seperti Mesty Ariotedjo si gadis Sun*silk itu, tapi bedanya Mesty teman gue ini lebih cantik. Ia adalah anak seorang pengusaha terkenal di bidang petrokimia. Gue sudah kenal Mesty sejak di club orchestra lama yang pernah gue ikuti. Keahliannya dalam bermain harpa pasti membuat semua cowok bakal makin jatuh cinta sama dia. Dan dulu sekali, saat masih bergabung di orchestra itu, gue pernah jatuh cinta sama dia, tapi Cuma cinta sesaat. Saat gue sedang memperhatikan Mesty, tiba-tiba seseorang mengagetkan gue,
“Heh, ngapain ngeliatin Mesty mulu. Kerjain tuh listrik, ntar nggak kelar loh,” kata Frans sambil mentoel perut gue. Spontan gue kegilian dan berkata,
“Anjing *itu latah gue*, sialan lo Frans gue gelian tau,”
“Lagian bengong aja ngeliat si Mesty,” Rio menimpali perkataan Frans tadi. Mesty melihat kea rah gue dan berkata,
“Hah emang lo ngeliatin gue Drew? Kenapa emangnya,”
“Ah nggak kenapa-napa kok Mes, gue Cuma kagum aja, bisa-bisanya lu masih sempet ngewarnain tuh Styrofoam pake gradasi segala. Niat banget,” jawab gue asal.
“Biar kerenlah. Siapa tahu, maket kita bisa dipamerin di Tekim Expo,” kata Mesty.
“Mata lu jelalatan banget sih Drew,” suara Raoul tiba-tiba membisikan telinga gue.
“Sialan lu. Emang gue playboy kayak lu,” balas gue
“Cie, Raoul cemburu lagi nih sama Andrew,” Rio memecahkan suasana di kelompok kami.
“Oh jadi Raoul naksir Andrew. Hmm, ya ya ya.,.. pantesan kalo di kelas maunya nempel sama Andrew melulu. Cieee…” goda seorang wanita berambut ikal yang duduk di sebelah Frans. Dia adalah Metha, seorang perempuan keturunan Arab. FYI, dia merupakan orang Arab yang diimpor langsung ke Indonesia, maksud gue dia pure Arab dan nggak ada darah Indonesianya sama sekali. Kalau diliat sekilas mukanya mirip Queen Rania. Cantik, putih, hidungnya mancung, matanya bewarna biru tua, dan single lagi. Oh iya, Metha itu adalah seorang timpanist (pemain timpani), drummer, dan pemain gitar akustik. Nggak nyangka aja ada cewek yang main timpani sama drum, tapi itulah Metha.
“Heh, lu lagi Met, ngapain sih ikut-ikutan si Rio,” kata gue membantah omongan Metha tadi.
“Ih nggak ada salahnya kali kalo Raoul suka sama lu, iya nggak guys,” kata Metha. Semua mulai risuh dan mengiyakan perkataan Metha.
“Astaga berapan kali sih gue bilang, kalo gue bukan maho?” tanya gue yang mulai cemberut dan capek digossipin sama Raoul.
“Hmm berapa ya? Kayaknya udah sering sih. Mungkin lu belum sadar aja kali ya,” cetus Neysa.
“Raoul lu ngomong dong,” pinta gue ke Raoul.
“Ngomong apaan Drew? Udahlah anak-anak Cuma lagi ngecengin kita doang. Stay cool aja kayak gue. Seriously, gue heran banget sama Raoul dia bener-bener nggak risih yah diceng-cengin sama gue. Tapi emang bener sih, better to stay cool-lah. Dan lanjutin kerjaan gue ngerangkai rangkaian listrik ini sama si…... Raoul…."Oh my, Raoul lagi.. Kenapa sih mesti sama dia lagi? Gimana mau nggak digossipin, sampe kerjaan kelompok aja masih sama Raoul juga," protes gue dalam hati. --__--
Kita terus ngelanjutin membuat miniature plant pabrik itu. Dan akhirnya setelah jam menunjukkan pukul setengah 8 malam, and WE DID IT. Nggak nyangka bisa kelar secepet itu, bahkan kelompok lain masih on progress. Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari bawah. Dan kalian tahu, senior-senior sadis itu datang. Gila mau ngapain lagi tuh mereka? Jangan bilang mau ngumpulin tugas. Jika memang benar mereka mau ngumpulin tugas, pasti bakal ada kejadian buruk yang akan menimpa gue. And I've realized it.
makin suka sama ceritanya, mengalir dan gak kaku. Trims lho udah di-update.
“Untung aja Cuma dicek,” bisik Neysa ke telinga Mesty.
“Dikumpulin juga nggak apa-apa sih,” balas Mesty
“Huss, jangan ngomong gitu kasian kelompok lain,” celetuk Raoul
“Iya, kita mesti support kelompok lain juga. Kita kan harus solid satu angkatan,” tambah gue.
“Cie, ngebelain Raoul,” sambung Frans. Dan anak-anak lain yang mendengar itu pun tetawa dan mulai ikut mengatai gue dan Raoul. Gue dan Raoul pun nggak menanggapi ejekan mereka. Tiba-tiba Raoul membisikan sesuatu ke gue.
“Ya udahlah nyantai aja kalau diejek, they only like to bully you.. hahaha,” kemudian Raoul tertawa kecil.
“Sial lu,” gue hanya bisa mengepalkan tangan ke arah Raoul, maksud hati mau meninju perutnya, tetapi nggak mungkinlah gue nonjok dia di depan anak-anak dan senior. Bisa dipenggal kepala gue. #lebay. Para senior yang sedang mondar-mandir mengecek pekerjaan kelompok kami tadi akhirnya kembali ke ruang tengah. Mereka berkomentar tentang pekerjaan anak-anak, dan as I wish, kelompok gue mendapat pujian dari mereka.
“Nah, kita semua udah ngeliat hasil kerjaan kalian. Tetapi, maksud kedatangan kami bukan cuma mau ngecek miniature, tapi kami mau ngumpulin tugas essay sepuluh halaman yang kemarin kita kasih,” kata seorang senior berjilbab yang mukanya sangat judes.
“Oke ka,” jawab anak-anak serempak. DAMN!!! Gue sama sekali belum buat tuh essay, gue bener-bener lupa kalau ada tugas itu. Arrggghhhh, gue nyesel tadi siang habis makan di kancil nggak ngerjain tugas esay sialan itu, malahan ngerjain tugas kalkulus dan ngajarin si Raoul. Shit!! Gimana ini?
Anak-anak lain mulai mengumpulkan tugas essay itu. Dan akhirnya gue memberanikan diri maju ke depan dan mengatakan kepada senior itu kalau gue bener-bener lupa. Rasa takut yang begitu besar menyelimuti perasaan gue. Bukannya gue takut diomelin, tapi gue nggak suka dibentak-bentak di depan umum. Benar-benar memalukan. Gue akan lebih menghargai, seandainya mereka membentak gue secara personal man to man. Menurut gue dmengumbar-umbar kesalahan di depan umum itu sesuatu yang nggak dewasa, such a childish thing.
“Ka, maaf saya belum buat essay-nya,” kata gue dengan berani ke senior itu.
“Apa kamu belum buat? Kok bisa?” nada bicara senior itu mulai meninggi.
“Saya lupa ka, karena saya malah mengerjakan tugas kalkulus,” balas gue.
“LUPA??? KOK CUMA KAMU DOANG YANG LUPA??” teriak seorang senior lain dari belakang gue. Kemudian terdengar salah satu anak lain berbicara dan maju mendekati gue,
“Saya juga nggak buat ka,” kata anak itu. Dan sekilas gue menengok ke samping, dan gue melihat Raoul. Hah Raoul? Kok dia bisa nggak buat juga. Zzzzzz kenapa mesti Raoul yang nggak buat? Gila bisa makin diejek anak-anak nih gue. Lalu gue beranikan diri gue menengok ke arah teman sekelompok, dan gue milhat mereka senyum-senyum nggak jelas ke arah gue. “Ah sial,” teriak gue dalam hati.
“KENAPA KALIAN BERDUA BISA LUPA NGERJAIN ESSAY?” teriak seorang senior perempuan dengan nada yang tinngi.
Gue dan Raoul terdiam.
“JAWAB DEK!! PUNYA MULUT NGGAK?” teriak cewek itu. Lalu senior-senior lain mulai melolong *kayak serigala*
“Saya lupa ka, karena saya ngerjain tugas kalkulus,” jawab gue.
“OH JADI TUGAS KALKULUS LEBIH PENTING?” tanyanya. Dalam hati gue ketawa super kenceng, ya iyalah tugas kalkulus lebih penting. Menurut lu aja kak. Emang tugas essay menentukan nilai kuliah gue?
“Keduanya sama penting kak, tapi saya hanya manusia biasa yang mempunyai kekurangan, makanya saya bisa lupa untuk ngerjain tugas essay,” jawab gue diplomatis.
“OOHHHH, ADA YANG MULAI CERAMAH NIH KAK,” teriak seorang senior lain di ujung pintu,
“ITU NAMANYA KAMU NGGAK BISA BAGI-BAGI WAKTU BUAT NGERJAIN TUGAS,” teriak senior berjilbab itu, “NAMA KAMU SIAPA?”
“Andrew kak,” cetus gue.
“Heh, yang di sebelah Andrew, ngapain diem aja dari tadi,” kata senior itu sewot, “Kamu kenapa nggak ngerjain tugas?”
“Lupa kak,” jawab Raoul.
“LUPA?? KOK BISA??” kata senior berjilbab itu.
“Ya lupa aja kak, saya ngak inget kalau ada tugas essay,”
“WAH-WAH, NGEJAWABNYA GAMPANG BANGET YA,” sindir seorang senior laki-laki yang duduk di tangga.
“KAMU PIKIR TUGAS ESSAY ITU NGGAK PENTING?” tanya senior berjilbab itu dengan nada emosi.
“Nggak kak. Bener-bener nggak penting, dan just wasting time,” jawab Raoul datar.
“OOOOOHHHH, ADA YANG NGELUNJAK NIH,” seorang senior teriak dan mulai berdiri, dan maju ke depan. Namun saat ia mau menuju kea rah Raoul, senior-senior lain menghalanginya. Dalam hati gue hanya bergumam, “luar biasa jawaban Raoul, tapi tetep aja itu tolol banget, cari mati”
“SIAPA NAMA KAMU?” tanya senior berjilbab itu yang nampaknya adalah ketua panitia ospek ini.
“Raoul kak,”
“Andrew, Raoul, karena cuma kalian berdua yang nggak buat essay, there will be a punishment for both of you,” kata senior itu dengan muka yang jutek dan tatapan yang garang, “kalian nggak boleh tidur di base camp ini. Kalian harus tidur di luar sambil menjaga base camp. Tapi seblumnya, ada treatment khusus untuk kalian,”
****
Malam semakin larut, setelah semua anak-anak tidur gue dan Raoul mulai menjalani treatment khusus. Menurut gue nggak ada yang khusus sih, Cuma disuruh sit up 50 kali dan push up 50 kali, dan pakai acara ditahan-tahan, nah inilah yang ngebuat seluruh badan gue pegel. Sejak SMA gue sudah terbiasa melakukan sit up dan push up, begitupula Raoul, sehingga treatment ini berjalan dengan mulus. Akhirnya, setelah treatment khusus itu selesai, gue dan Raoul menuju ke pos jaga yang ada di depan base camp. Sesampainya di sana, Raoul menyuruh gue untuk istirahat dan dia yang akan menjaga base camp.
“Drew, lu keliatan capek banget, istirahat gih,”
“Nggaklah, biasa aja. Kita jaga bareng aja,”
“Nanti kalo lu sakit gimana? Gue bakalan repot deh,”
“Hahaha, nggak mungkinlah. Lu piker gue selemah itu?”
“Lu kok nggak ambil jaket?”
“Di kosan, gue nggak bawa jaket ke base camp. Lagian… shooo” gue bersin beberapa kali. Sial, kayaknya gue kena flu.
“Tuh kan lu kena flu,” tiba-tiba Raoul ngelepasin jaketnya dan memasangkannya ke gue, “nih pake, jangan sampe lu lepas ye,”
“Nggak usah Raoul, ntar lu malah sakit. Lagian kan di sini kan bukan daerah dingin, cuma pebatasan Jakarta doang” gue berusaha ngelepasin jaket yang sedan ia pasangkan.
“Drew, lu tuh ngeyel banget sih, ntar lu sakit. Tetep aja yang namanya angin malem, mau di Jakarta kek atau di Depok bakal bikin lu sakit,” gue hanya bisa terdiam mendengar perkataan Raoul. Kalau dipikir-pikir perkataan Raoul ada benarnya, karena gue memang sedang nggak enak badan.
“Raoul, thanks yah,”
“Beres bos, apa sih yang nggak buat lu?”
“Lu emang babu gue yang paling baik,” kemudia tawa pecah dari mulutku.
“Sialan lu Drew,” dan dia mulai memukul kepala gue, dan gue menghindar, dan ingin membalasnya. Jujur gue merasa lebih nyaman kalau bercanda dengan Raoul, mungkin gue ngerasa bahwa dia adalah sahabat gue yang selalu bisa menenangkan gue dan membuat gue tersenyum. Atau mungkin, apakah gue suka sama dia? Ah mustahil, I’m a man, dan Raoul ngak lebih dari seorang sahabat.
“By the way Drew,” tiba-tiba dia berhenti memukul gue, “lu jadi daftar orkes?”
“Jadilah Raoul, emang kenapa?”
“Gue juga pengen daftar deh, tapi gue cuma bisa main piano,”
“Daftar aja lagi, siapa tau mereka butuh pianis juga,”
“Tapi permainan gue cupu Drew,”
“Gila apa, lu tuh udah lulus Royal Grade 8, master class grade 3 Yamaha, sering recital dan juara lomba piano. Dan lu masih bilang permainan lu cupu. Kill me Raoul!”
“Hahaha lebay lu Drew, maksud gue kan di orkes kan jarang make piano, palingan buat concerto aja. Makanya gue ragu buat daftar, takutnya mereka lagi nggak butuh,”
“Udahlah, gue yakin mereka bakal kicep waktu dengerin lu main. Dan lu pasti keterima,”
“Ah, gue kangen main piano. Udah sebulan lebih nggak main,”
“Me too, walaupun gue bawa biola ke kosan, gue juga nggak pernah main. Nggak nyangka aja kegiatan kita padat banget.. shooo” gue bersin lagi. Dan kali ini gue Nampak mengigil kedinginan. Kondisi badan gue memang lagi nggak fit, ditambah lagi tadi harus melakukan push up sit up, dan sekarang kena angin malam.
“Drew lu kenapa? Lu kedinginan ya?”
“Nggak kok,”
“Bohong! Udahlah lu masuk ke dalam aja. Sini gue anterin,”
“Nggak usah Raoul, ntar kita malah makin dihukum senior,”
“WTH, lu masih mikirin senior-senior sialan itu?”
“Pssstt,” jari gue menyentuh bibir Raoul “ga enak kalo lu terus memaki-maki senior terus. Gue di sini aja,”
“As you wish Drew,” dia mendekatkan badannya ke gue, “sini lu. Duduknya deket gue. You need warmth,”
“Apaan sih Raoul?” gue malah menjauh.
“Drew lu lagi kedinginan, jaket nggak bakal bisa menghangatkan lu,” dia mendekati gue, dan merangkul gue dengan erat. Kemudian dia membekap tubuh gue, dan sekarang gue berada di badannya. Dia memeluk gue dengan erat. Sesaat dia membetulkan posisi duduknya, kemudian dia menyandarkan kepala gue ke bahunya. Kali ini gue nggak bisa menolak, karena kehangatan inilah yang sekarang gue butuhkan untuk menaikan suhu badan gue.
“Drew,”
“iya?”
“Lu tidur aja ya, biar gue yang jaga malem,”
“Nggak Raoul, gue juga mau jaga bareng lu,” kemudian gue menghadap Raoul, dan kemudian dia mengecup kening gue.
CUP
“Udah sekarang lu tidur, gue nggak mau lu sakit,” gue terdiam saat Raoul mengecup gue. “Apa maksudnya? What the hell barusan kening gue dicium Raoul. Seriously, si Raoul udah gila apa?” gumam gue dalam hati. Yang jelas gue shock, gue mau ngomel, gue mau nonjok Raoul, tapi gue juga merasa senang dan nyaman, mungkin karena gue lagi sakit kali ya. Gue bener-bener ngerasa bahwa Raoul itu adalah seorang sahabat terbaik yang pernah gue punya. Tiba-tiba suara Raoul memecahkan segala lamunan gue,
“Drew, kok belum tidur? Malah ngelamun lagi,”
“Siapa yang ngelamun? Gue cuma belum bisa merem aja,”
“Ya udah, kalo gitu lu merem lagi gih, siapa tau bisa tidur,”
“Bakal susah sih,” kemudian gue tertawa kecil, “biasanya gue tidur sambil dengerin lagu dari iPod,”
“Mau gue ambilin iPodnya?”
“Nggak usah Drew, ini gue coba tidur aja dulu,” gue berusaha untuk merem, dengan posisi tubuh gue yang masih berada dalam rangkulan Raoul, dan kepala gue masih bersender di dekat lehernya.
“Ya udah deh, daripada lu susah tidur, gue bakal nyanyi khusus buat lu,” kata Raoul.
“Ah nggak usah deh, nanti gue makin sakit,”
“Kacrut lu Drew, udah dengerin dulu. Palingan lu bakal nagih,” tanpa banyak basi-basi lagi akhirnya Raoul menyanyikan satu buah lagu, lagu yang dipopulerkan oleh Richard Marx di akhir era 80-an, yang merupakan salah satu lagu kesukaan gue.
Oceans apart day after day
And I slowly go insane
I hear your voice on the line
But it doesn't stop the pain
If I see you next to never
How can we say forever
Wherever you go
Whatever you do
I will be right here waiting for you
Whatever it takes
Or how my heart breaks
I will be right here waiting for you
I took for granted, all the times
That I thought would last somehow
I hear the laughter, I taste the tears
But I can't get near you now
Oh, can't you see it baby
You've got me going crazy
Wherever you go
Whatever you do
I will be right here waiting for you
Whatever it takes
Or how my heart breaks
I will be right here waiting for you
I wonder how we can survive
This romance
But in the end if I'm with you
I'll take the chance
Wherever you go
Whatever you do
I will be right here waiting for you
Whatever it takes
Or how my heart breaks
I will be right here waiting for you
Waiting for you
Suaranya begitu indah, begitu nikmat untuk didengar. Gue pun terbuai dengan nyanyiannya. Gue nggak nyangka kalau Raoul bisa bernyanyi sekeren itu. I’m speechless, I can’t say anything. Thanks my best friend. Dan akhirnya gue pun terlelap.
****