BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

CHILDHOOD ROMANTICA

1235789

Comments

  • "Ya boleh," kata kakek kepadaku.

    "Yes!" kataku girang.

    "Pak Hasto masih mau kan nambah murid?" tanya kakek ke papa Arkan.

    "Ya malah senang tambah murid. Hehe," kata papa Arkan, "Nanti Alby mulai les hari Sabtu besok aja. Sekarang katanya mau ke toko buku? Lesnya dari jam 3 sore sampe jam 5"

    "Iya, Om!" jawabku.

    "Ya udah kalau gitu saya sama Alby pamit dulu. Mau ke toko buku, takut keburu sore. Terima kasih!" pamit kakek pada keluarga Arkan.

    "Ya, sama-sama!"
  • +++++

    Hari ini ada pelajaran kesukaanku. You know what? Bahasa Inggris. Tentu aja aku suka karena aku menguasai. Gak sia-sia deh selama ini papa - mama masukin aku ke les Bahasa Inggris dari kelas 1 SD.

    Nanti di kelas pokoknya aku harus tunjukkin kemampuanku di depan teman-teman.

    Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Aku aktif banget di jam ini.

    "Bu, itu kok to be-nya is? Kalau subjeknya Ann and Bella harusnya kan pakai are. Karena Ann and Bella itu kata gantinya they."
  • Begitu protesku saat melihat bu guru salah grammar di papan tulis.

    "Oh iya," kata Bu Guru yang lantas mengganti tulisannya.

    Aku tersenyum bangga. Banyak teman-teman yang melirikku. Senang rasanya!

    "Sok!!!" umpat Angga.

    Aku cuma ngelihat Angga sambil cemberut. Dasar orang kampung. Udah syukur aku benarkan bu guru. Kalau enggak, kan kalian yang sesat sendiri.

    "Bu, itu kan subjeknya mother. Harusnya kata kerjanya ditambah -s atau -es donk? Jadi harusnya watches," protesku lagi.
  • "Oh iya," lagi-lagi Bu Guru mengganti tulisannya yang salah.

    Aku tersenyum bangga lagi. Aku sadar Angga menatapku. Aku lihat Angga, ekspresi wajahnya nunjukkin kalau dia gak suka aku mengoreksi bu guru.

    "Sok!!!" katanya lagi.

    Aku kesal sama sikap Angga. Akhirnya aku menangis lagi.

    "Ada apa, pintar? Cakep? Kenapa nangis?" tanya Bu Guru yang udah mendekatiku.

    Aku menggeleng-gelengkan kepalaku. Aku gak mau bilang apa-apa. Aku takut salah ngomong lagi kayak waktu itu, yang bikin Angga harus dihukum.
  • Ya, waktu itu gak tahu kenapa ucapanku terdengar kayak ngadu. Padahal maksudku gak kayak gitu.

    "Itu, Bu! Si Angga!" seloroh salah seorang temanku yang duduk di belakang.

    "Kenapa lagi Angga?" tanya Bu Guru.

    "Bilang kalau Alby sok," katanya lagi.

    "Angga, belajar di luar kelas!"

    Aku mendapatkan sesuatu di sini. Aku ngerasa tangisan bisa melindungiku. Apalagi aku gak ada teman di sini. Mulai sekarang, aku harus menangis kalau aku tersakiti. Ya, aku harus menangis!
  • edited August 2011
    Jam istirahat, aku langsung dikerubungi teman-teman. Aku senang mengerubungiku lagi seperti waktu pertama kali aku masuk di sekolah itu.

    "Kamu hebat banget tadi Bahasa Inggrisnya," puji teman-temanku. Aku cuma tersenyum kecut.

    "Kok bisa sih kayak gitu?" tanya salah seorang dari mereka.

    "Aku les Bahasa Inggris dari kelas 1 SD. Biayanya mahal karena gurunya langsung dari Australia. Kalian gak bakal mampu," kataku.

    "Nanti PR-nya aku nyontek dari kamu ya, Alby?"
  • "Beres! Serahin aja sama Alby," kataku dengan sombong.

    "Kamu cuma nguasain Bahasa Inggris?" celetuk salah seorang dari mereka.

    "Te... Tentu aja enggak!" kilahku, "Asal kalian tahu, aku selalu masuk 3 besar di sana!"

    Huft! Aku bohong lagi! Padahal terakhir aku ranking 7. Tapi, demi harga diriku.

    "Wah, saingannya Adhan donk?"

    "A.. Adhan? Siapa?" tanyaku.

    "Ranking satu di sini. Ini orangnya!" katanya sambil menunjuk seseorang.

    Wah, wajahnya menunjukkan kalau dia gak suka.
  • edited August 2011
    "Pernah ranking 1?" tanya Adhan sinis.

    "Pe... Pernah. Emang kenapa?"

    "Kalau gitu coba aku tes!"

    Deg... OMG! Aku belum belajar.

    "Kerajaan islam pertama di Indonesia apa?"

    Aduh apa ya, kemarin aku sempat buka buku yang dibelikan kakek, "Sa... Samudera... Samudera Pasai!" jawabku gugup.

    "Letaknya di mana?"

    "Di Aceh?"

    "Berdiri pada tahun?"

    "Ta... Tahun 12... 1276?" jawabku ragu.

    "Salah! 1267 yang benar!" katanya penuh kemenangan, "Kalau raja pertamanya???"

    Aduh siapa ya? Hwaaa!
  • "Gak bisa jawab?" tanyanya lagi.

    Aku diam saja, berusaha mencari jawaban di otakku. Tapi tetap saja aku gak nemu jawabannya.

    "Sultan Malik As-Saleh," kata Adhan. Wajahnya memandangku puas karena udah ngalahin aku. Aku dipermalukan.

    "Cuma segitu kemampuan kamu?"

    "A... Aku kan... Kan kita belum diajarin Bu Guru! Belum masuk bab itu?"

    "Kalau kamu emang ranking 1, pasti rajin baca!" Adhan meninggalkanku diikuti teman-teman yang lain.

    Awas kau Adhan! Aku udah kamu permalukan! Aku pasti nyalip ranking kamu!
  • ia sih bner, pnokohan dan krakter juga pemikiran si alby trlalu dwasa klo mnurut ku.
    Tp overall critana TOP MARKOTOP.
    LANJUT..

  • Section 03
    Let's Make A Friend
  • ARKAN Point of View

    Udah sebulan lebih sejak Alby mulai sekolah di sini. Aku, eh teman-teman sekelas juga, gak suka sama tingkahnya si Alby. Sombong, songong, dan nyebelin. Gak cocok deh sama wajahnya yang innocent. Udah gitu si Alby cengeng lagi. Sebentar-bentar nangis, dikerjain dikit nangis, kemauannya gak diturutin nangis, diledek dikit nangis. Gimana temen-temen gak enek? Si Alby bergantung sama guru. Kalau gak ada bu guru, siapa lagi yang mau bela si Alby?

    "Arkan, masuk kelas yuk!" ajak si Adhan, deskmate-ku, setelah jajananku dan Adhan habis.

    "Ayo!"

    Aku masuk ke dalam kelas dengan Adhan. Di dalam kelas cuma ada si songong Alby, Angga, dan "Genk Tinggal Kelas". Sementara teman-teman lain masih menikmati jam istirahat.

    Genk Tinggal Kelas? Itu lho! Genk yang berisi tiga anak yang sering gak naik kelas. Mereka adalah Danu, Putra, sama Rifki. Mereka anak-anak nakal di kelas.

    Aku dan Adhan duduk di barisan paling kiri. Sementara Alby dan Angga ada di barisan paling kanan.

    Aku lihat Genk Tinggal Kelas mendekati tempat duduk Alby dan Angga.

    "Balikin tasku!" teriak Angga. Seperti biasa, suaranya ngondek dan cempreng. Angga lagi-lagi jadi bahan bully the genk.

    The Genk bermain-main dengan tas Angga di depan kelas. Tas itu dilempar Danu, terus dilempar lagi ke Putra, dilempar lagi ke Rifky, begitu seterusnya. Angga terus mengejar-ngejar tasnya sambil gak hentinya berteriak memohon tasnya dikembalikan. Aku gak mau ikut campur karena aku anggap itu cuma bercandaan aja. Aku berpura-pura sibuk dengan bukuku, Adhan juga melakukan hal yang sama.

    Sampai tas itu dilempar ke Danu, Danu menangkapnya. Danu sedikit lengah, makanya Alby berhasil menahan Danu melemparkan tas Angga lagi.

    Tunggu? Alby? Mau apa dia?

    "Woy, dasar, orang kampung! Iseng banget kalian! Balikin tasnya ke Angga!" teriak Alby sambil menahan tas Angga. Danu tetap gak mau ngelepasin tas itu, jadilah adegan tarik-menarik.

    Apa? Alby ngebelain si Angga? Gak salah dengar nih? Ah, ini bisa gawat! Aku langsung beranjak dari tempat dudukku.

    "Mau ke mana?" tanya Adhan, menahan tanganku.

    "Lapor Bu Tri," kataku panik.

    "Jangan ikut campur!" kata Adhan lagi.

    "Alby pasti nangis!" aku menarik tanganku dari tangan Adhan dan berlari ke ruang guru. Aku berlari secepat mungkin ke arah ruang guru.

    "Bu... Bu Tri, Alby dan Angga dikerjain sama Danu dan teman-temannya," kataku trerputus-putus karena ngos-ngosan. Bu Tri cepat tanggap, beliau langsung setengah berlari ke ruang kelas.
  • Sial! Lagi update cerita di warnet, si adminnya malah ngeblok BF! Hikz.
  • ADHAN Point of View



    "Mau ke mana?" tanyaku pada Arkan.



    "Lapor Bu Tri!"



    Aku khawatir Arkan bakalan berurusan sama Genk Tinggal Kelas, "Jangan ikut campur!"



    Arkan berusaha melepaskan tangannya dari genggamanku, "Alby pasti nangis!" Arkan langsung berlari cepat.



    Alby belakangan ini aneh. Kira-kira seminggu belakangan ini, Alby lebih suka menyendiri. Biasanya dia cari-cari perhatian ke anak-anak dengan cara yang songong.



    Terus ini lagi yang mengejutkan, Alby membela Angga yang lagi dikerjain sama Genk Tinggal Kelas. Setahuku, Alby sama Angga gak pernah akur. Tiap hari berantem sampai Alby nangis. Angga berkali-kali minta bertukar tempat duduk. Tapi, sayang gak ada yang mau.



    Kembali ke laaap... bot!!!



    Adegan tarik menarik itu terus terjadi. Yang ada makin ribet urusannya.



    "Eh, orang kota belagu! Gak usah ikut-ikutan! Lepas!" bentak Danu.



    "Kamu yang harus lepasin tas Angga! Kasihan Angga!"



    Angga mulai membantu Alby menarik tasnya sendiri. Putra dan Rifky gak tinggal diam. Waduh, mereka mau ngapain si Alby? Mau mukul? Wah, jangan donk! Sayang muka mulusnya Alby harus kena tinju dari mereka. (Oops! Kenapa aku jadi perhatian gini sama Alby.)



    Ternyata mereka berdua mendorong tubuh Alby sampai dia jatuh. Prediksi Arkan tepat, Alby nangis. Aku langsung menghampiri mereka. Bukannya aku mau membela Alby, tapi bercandaan Genk Tinggal Kelas udah keterlaluan.



    "Alby, kamu gak apa-apa?" tanyaku.



    Dia tidak menjawab, Alby cuma bisa terisak tangis. Aku mengecek kondisi Alby, mungkin ada yang terluka. Wow, tangannya berdarah karena tergores oleh titik sudut meja.



    Aku kaget, tiba-tiba ada suara amarah Bu Tri, ‎"Adhan, obatin luka Alby! Danu, Putra, Rifky, ikut Bu Guru!" perintah bu guru tegas. Bu Guru dan The Genk of Tinggal Kelas meninggalkan kelas.



    "Angga, cuci dulu luka Alby! Aku mau ambil obat luka," aku langsung berlari ke UKS, mencari obat luka. Setelah dapat, aku langsung kembali ke kelas.



    Ku lihat Alby dan Angga udah nungguin aku di tempat duduknya. Alby masih nangis. Aku pegang tangan mulusnya dan mulai meneteskan obat ke bagian yang luka. Alby memejamkan matanya menahan perih. Tapi wajah imutnya tetap gak bisa disembunyikan.

    Udah beres! Tinggal balikin obat luka ke UKS.



    Waktu aku mau jalan ke UKS, "A... Angga, maafin aku ya? Bukannya aku ngelindungin kamu malah aku yang nangis," kata Alby. Aku kaget dan berhenti berjalan. Kok Alby bisa ngomong semanis itu?



    "Iya gak apa-apa. Seenggaknya gara-gara kamu nangis, bu guru datang," kata Angga sambil tersenyum.



    "Angga... maafin aku ya? Selama ini aku nyebelin, suka buat kamu kesel," sekarang Angga juga mulai kelihatan kaget.



    "I... iya! Aku juga minta maaf,"



    Alby mulai bisa mengendalikan tangisannya dan tersenyum, "Mulai sekarang kita berteman ya?"



    "Oh, iya! Kita berteman!"



    Tiba-tiba Angga menatapku aneh, "Adhan, ngapain kamu diam berdiri di situ? Kembaliin gih obatnya ke UKS!"



    "Eh, oh... iya ini mau," aku mulai berjalan lagi ke UKS.



    Aku pasti kelihatan kikuk di depan Angga dan Alby tadi. Habis, barusan itu emang kejadian langka. Benar-benar keajaiban dunia. Apa emang kiamat udah dekat ya? Nyebut ah, "Buuut... Buuut..."



    Pas aku lagi jalan ke UKS, eh ketemu sama Arkan. "Ke mana aja?" tanyaku.



    "Habis jadi saksi," katanya.



    Aku manggut-manggut aja, "Mereka di hukum apa?"



    "Disuruh motong rumput di halaman sekolah,"



    "Haha, kasihan! Eh tunggu aku ya? Ke kelasnya bareng! Aku mau taruh obat luka dulu!"



    "Oke!" kata Arkan sambil mengedipkan sebelah mata. Sekilas aku jadi ingat sama Pak Jaja Miharja.



    +++++
  • -Sepulang Sekolah-



    "Alby, tunggu!"



    Aku menahan Alby sebelum dia keluar dari gerbang sekolah.



    "Ada apa?" katanya sambil tersenyum.



    Aku menarik tangan Alby masuk lagi ke dalam lingkungan sekolah, karena di gerbang kondisinya padat merayap oleh arus pulang sekolah.



    "Euuu, itu! Tugas kliping! Aku mau kita kerjain sekarang," kataku pada Alby.



    "Lho, kan dikasih waktu seminggu, besok juga hari Minggu."



    "Aku mau cepat selesai. Minggu, aku ada acara keluarga. Please, Alby!" kataku sedikit memelas.



    "Hmmmm..." Alby berpikir. "Oke deh! Ayo! Aku cari Arkan dulu ya?"



    "Yesss!" aku senang keinginanku dipenuhi.



    Aku dan Alby berjalan keluar lingkungan sekolah. Alby agak kesusahan mencari Arkan. Maklum, jam pulang sekolah. Di depan sekolah banyak pedagang jajanan yang mangkal dan selalu ramai dikerubungi anak-anak sekolah kami.



    Akhirnya, Alby melihat Arkan. Dia ada di dekat tukang siomay. Kami langsung menghampiri Arkan. Arkan memegang sebungkus siomay sambil sibuk merogoh-rogoh semua kantong seragamnya.



    "Kenapa, Arkan?" tanya Alby.



    "Aku kayaknya kehilangan uang," jawab Arkan.



    "Segitu berapa?" tanya Alby lagi sambil menunjuk bungkus siomay yang dipegang oleh Arkan.



    "Seribu"



    Alby merogoh sakunya dan menyerahkan uang seribu rupiah ke penjual siomay itu, "Pak, ini bayar siomay teman saya."



    What? Aku gak salah nih? Apa aku masih di alam mimpi ya? Aku diam-diam mencubit tanganku sendiri, "Awwwh!!" aku memekik.



    "Ada apa, Han?" tanya Arkan khawatir.



    "Eh, eng.. Enggak kenapa-kenapa!" Alby dan Arkan menatapku aneh.



    Kenapa Alby hari ini beda banget? Atau Alby belum minum obat hari ini?



    "Alby, makasih ya? Besok aku ganti" kata Arkan.



    "Ga usah diganti juga gak apa-apa," Alby tersenyum dengan tulus.



    "Oh ya, Arkan! Aku titip pesan sama Pak Tio. Aku mau ngerjain tugas, jadi aku pulang sore. Nanti aku dijemput sama kakek," kata Alby panjang kali lebar kali tinggi.



    "Brebes!" seloroh si Arkan sambil mengedipkan sebelah matanya. Lagi-lagi aku teringat pada sosok Jaja Miharja. Arghhh! Kok Jaja Miharja mampir terus di otakku?



    "Jadi sekarang mau ke rumah Adhan?" tanya si Jaja Miharja, eh? Arkan maksudku.



    "Iya! Ya udah, aku duluan ya, Kan?"



    "Sip!"



    +++++



    Rumahku dari sekolah sangat dekat. Jalan kaki gak berasa apa-apa karena masih di jalan yang sama dengan sekolah.



    Tadi Bu Tri ngasih tugas PKn. Kami disuruh membuat kliping tentang budaya Indonesia. Satu kelompok berisi dua anak. Sistem pembagian kelompok dengan pengundian. Nomor urut 1 s/d 21 maju ke depan untuk mengambil kertas undian. Aku nomor urut ke-dua mengambil satu kertas, ternyata tulisannya angka 42. Nomor urut 42 adalah Albiansyah Permana. I thought it’s so bad. -_-"



    Rumahku masih dikunci, berarti orang-orang belum pada pulang. Aku mengambil kunci rumah di *tempat rahasia*. Aku mempersilakan Alby masuk.



    "Adhan, eeeng.. Aku boleh pinjam telepon gak? Aku mau mengabari kakek," kata Alby.



    Aku mengangguk dan mengantar Alby ke tempat telepon rumah berada.



    "Aku ambil minum dulu, ya?" kataku, Alby mengangguk dan langsung meraih gagang telepon. Aku langsung ke dapur yang gak jauh dari tempat telepon.



    "Halo, kakek. Alby ada tugas. Jadi pulangnya sore," kata Alby di telepon.



    "Gak tahu, Kek. Nanti kalau Alby udah beres, Alby hubungi lagi deh. Nanti Kakek jemput Alby ya?" kata Alby lagi.



    "Makasih, Kek," Alby meletakkan gagang teleponnya.



    "Nih sirupnya diminum," tawarku pada Alby. Alby mengangguk dan meminumnya sedikit.



    "Ayo langsung mulai aja," ajak Alby. Itu kata yang aku tunggu-tunggu. Hehe



    "Kira-kira kita mau angkat topik apa?" tanya Alby lagi.



    "Yang lagi hangat aja. Pengklaiman budaya Indonesia oleh negara tetangga. Kan lagi diberitakan banyak di Koran. Jado gampang nyari artikelnya," kataku.



    ‎"Aduh, jangan itu Adhan! Aku berani taruh deh, hampir semua kelompok bakal membahas topik itu," kata Alby dengan mantap.



    "Terus apa donk?"



    Si Alby berpikir keras, "Hmmm..."



    "Ahaaa!" seru Alby tiba-tiba, aku tersentak kaget.



    "Apa?"



    "Aku pengen kita mengangkat topik usaha pelestarian budaya Indonesia," usul Alby, "Nanti kita cari artikel tentang pengajaran budaya di sanggar atau sekolah lewat ekstrakurikuler. Terus kita cari juga artikel tentang ritual yang masih dilaksanakan di Indonesia."



    Aku ternganga mendengar ide dari Alby ini. Benar-benar ide yang brilian. Pemikirannya kayak anak SMA aja. Kok bisa ya? Wah, ini anak gak bisa aku remehin. Bisa-bisa rankingku dikalahin sama dia.



    “Hey! Malah bengong! Gimana?” kata Alby menyadarkanku yang sedang bengong.

    "Tapi nyarinya kan susah. Kalau tentang pengklaiman budaya kan gampang nyari di Koran."



    "Sekarang kan zaman internet. Komputer kamu bisa dipakai internetan gak?"



    "Enggak"



    "Ya udah kita ke warnet aja! Ada flash disk?"



    "Aku gak punya!"



    Alby langsung kelihatan lemas. Eh tunggu dulu! Aku lihat flash disk menggantung di dinding dekat komputer, "Eh, itu ada flash disk kakakku! Wah tumben ditinggal."



    Dan itu bisa mengubah ekspresi Alby yang tadinya lemas menjadi bersemangat lagi. Alby girang dan tiba-tiba memelukku. Oops!



    Deg Deg...!!!



    "Eh, maaf!" kata Alby tertunduk dan melepaskan pelukannya.



    "Ya udah, kita ke warnet sekarang!"



    Di warnet, Alby sangat lihai menggunakan internet. Aku benar-benar terkesima. Yah aku sadar, namanya anak kota, internet pasti bukan mainan baru. Tapi tetap aja aku terkesima sama Alby. Aku suka Alby.



    Tiga puluh menit, cukup buat Alby untuk menyalin artikel koran online berikut gambar-gambarnya dari internet. Setelah itu, kami beli selembar kertas foto, tiga lembar kertas buram, dan selotif bolak-balik. Semua, termasuk biaya warnet, dibayar dari hasil patungan.



    -Di Rumah-

    "Adhan, kamu yang gunting foto ya? Aku orangnya gak rapi," kata Alby setelah mencetak foto pada kertas dop menggunakan printerku.



    Aku gak mau kalah kreatif dari Alby. Aku gunting foto itu seartistik mungkin. Aku akan tempelkan foto-foto itu di atas kertas HVS dengan layout yang menarik dan gak biasa. Mungkin sedikit dimiring-miringkan. Aku akan bubuhkan keterangan-keterangan gambar dengan tulisan yang artistik. Sementara aku mengerjakan layout kliping, Alby menyunting artikelnya di komputerku.



    Tiga artikel udah diprint pakai kertas buram oleh Alby! Alby membuatnya menjadi beberapa kolom, seperti koran sungguhan. Pokoknya mirip koran deh.



    Aku masih gak mau kalah dari Alby. Setelah aku tempel artikel ini, aku akan bubuhkan keterangan sumber artikel. Selain itu aku tuliskan komentar-komentarku dan Alby terhadap isi artikel tersebut. Terakhir aku masukkan kata-kata mutiara, seperti "Experience is the best teacher" dan "Practice makes perfect". (Perasaan kayak nyontek dari buku deh. Wkwkwk)



    Sementara aku menyunting kliping ini, Alby membuat cover. Sekitar jam satu siang, semuanya beres. Berarti ngerjainnya dua jam lebih. Di rumah masih sepi. Papa dan mama guru SMA, kakakku murid SMA. Kalau hari Sabtu mereka pulang jam dua siang.



    Alby masih bermain dengan komputerku. Dia melihat isi flash disk kakakku. Banyak gambar-gambar film kartun. Kakakku emang maniak anime. Aku pandang wajah Alby. Aku belum pernah lihat wajah Alby seceria dan secerah gini.



    "Kamu suka anime?" tanyaku pada Alby.



    "Beberapa. Aku paling suka Detective Conan." Oh, pantas aja gambar Detective Conan dia pandangi lebih lama daripada yang lain.



    Dia berpindah ke folder yang lain. Aku gak lihat nama foldernya apa. Beberapa saat komputer me-load thumbnail. Oh, ternyata ini video. Ada tiga video, semua thumbnailnya kurang jelas (cuma hitam aja).



    Alby sepertinya kurang tertarik dan mau berpindah ke folder yang lain.



    "Tunggu!" kataku sambil dengan sigap menahan mouse itu digerakan oleh Alby. Ya, aku menyentuh punggung tangannya yang halus itu. Dadaku berdebar lagi.



    "Aku mau nonton video itu," kataku. Aku penasaran film apa sih itu?



    ‎"Oke!" Alby tersenyum padaku dan menarik tangannya dari mouse, mempersilakanku menguasai si tikus.



    Aku pilih salah satu dari tiga video. Adegan dimulai dari seorang cewek yang tidur-tiduran di atas ranjang menggunakan pakaian minim sambil memegang-megang dadanya. Aku gak ngerti apa yang dia lakukan. Alby juga kelihatan gak ngerti. Beberapa detik, adegan itu gak berganti. Bosan, akhirnya aku skip sedikit. Sampailah pada adegan di mana ada seorang cowok duduk di tepi ranjang.



    Cowok itu mengenakan handuk dan bertelanjang dada. Aku gak tahu kenapa ini, yang jelas aku lebih suka memperhatikan si cowok daripada si cewek. Aku suka melihat wajah tampannya, aku suka lihat badannya yang berotot.



    Si cewek mendekati si cowok dan langsung menyambar bibir si cowok. Aku tahu itu adalah ciuman (cipok-cipok). Aku agak bosan, jadi aku percepat video itu jadi dua kali dari aslinya. Si cowok mencium sambil meraba-raba seluruh tubuh si cewek sambil perlahan-lahan melepaskan dasternya. Ternyata si cewek gak pake daleman lagi. Langsung bugil. Si Alby langsung menutup matanya dengan kedua tangannya.



    "Haha, payah ah Alby!" ledekku pada Alby.



    Yah, mungkin bagi Alby ini pengalaman yang baru. Kalau aku sih udah biasa lihat cewek telanjang bulat. Soalnya sampai kelas tiga kemarin aku masih sering mandi bareng sama mama. Hehehe! Oooops! Jangan jangan bilang siapa-siapa ya?



    "Alby, buka ah matanya! Gak ada apa-apa kok! Gak serem ini!" rayuku. Tapi Alby tetap menutup mata.



    Aku bosan juga, pengen cepat masuk ke inti ceritanya. (emang ada ya?) Aku skip sampai! Ooops! Aku langsung menutup mataku kali ini. Gara-gara si cowok udah gak pake apa-apa lagi. Ada suatu perasaan yang aneh di sini.



    Tapi aku masih penasaran sama film ini. Sedikit demi sedikit ku buka mataku. Film itu udah sampai adegan di mana si cowok nindih si cewek di atas ranjang.



    "Adhan, udah ah! Jangan nonton ini!" rengek si Alby. Tapi aku gak menggubrisnya.



    Aku ngerasa kok garing ya? Nggak ada suaranya sih. Maka aku nyalakan speakernya. Dan... muncullah suara-suara aneh.



    Aaah... Ohhh... No!!! Yessss! Hmmmm...



    Paduan suara antara cowok dan cewek yang gak sinkron tapi bikin aku merasakan sesuatu yang mengganjal. Aku gelisah tapi menikmatinya.



    Aku pandang Alby, dia masih tutup mata dengan tangannya. Tapi aku tahu, dia sebenarnya sering ngintip-ngintip. Hehehe



    Aku raih tangan Alby dan berusaha melepaskannya dari matanya. "Adhaaan!" protesnya dengan nada agak sedikit ngambek.



    "Ayo lihat! Gak ada apa-apa kok! Gak seru ah kalau kamu gak ikut nonton!"



    "Itu jorok, tau!" protes Alby.



    Aku gak jawab apa-apa lagi. Aku bingung! Sesuatu yang jorok itu kan gak bisa dinikmati. Misalnya di WC umum yang bau. Itu disebut jorok karena baunya gak bisa dinikmati. Tapi film ini? Aku menikmatinya. Kenapa disebut jorok?



    Aku masih menggenggam tangan Alby. Dan si cowok itu bangkit dari menindih cewek. Di situ kelihatanlah alat pipisnya yang sangat besar. Ada suatu perasaan yang aku gak bisa mengerti. Aku merasakan ada yang menegang di bawah sana.



    Aku lihat mereka berganti posisi. Si cewek nungging dan si cowok ada di belakangnya. Si cowok mulai memasukan tit*tnya lagi ke suatu lubang pada tubuh cewek itu. Aku menggigit bibir bawahku.



    "Awww!" jerit Alby. Aku baru sadar kalau aku sudah meremas-remas tangan Alby terlalu kencang.



    "Ma... Maaf!" kataku grogi.



    Aku masih menggenggam tangan Alby. Aku butuh pegangan karena aku benar-benar gelisah. Aku memandang wajah manis Alby. Alby juga menatap wajahku dengan seribu makna yang gak bisa aku artikan. Diiringi suara erangan yang ada pada film, muncul hasrat yang mendalam. Aku ingin mencium Alby. Ya, aku ingin sekali mencium bibir merahnya.



    Aku mendekati wajahnya, terus dan semakin dekat. Satu centimeter lagi…..



    "Adhan, aku mau pulang," kata Alby mengagetkanku. Aku mengurungkan niatku mencium Alby. Aku segera mematikan komputer sialan ini.



    "Kamu mau telepon kakekmu?" tanyaku. Dia menganggukkan kepalanya.



    "Pakai aja teleponnya!"



    Dia berjalan mendekati telepon dan menekan tombol telepon.



    "Halo, Kek! Alby udah pulang nih. Kakek jemput ya?" kata Alby.



    "Kakek ke arah sekolah Alby aja. Rumah teman Alby masih di jalan itu. Alby tunggu di teras rumah teman Alby,"



    "Makasih, Kek!" Alby menutup teleponnya.



    Selama Alby telepon kakeknya, aku mengingat-ingat lagi apa yang tadi udah aku lakukan kepada Alby. Waduh, aku udah banyak memaksa Alby untuk ini-itu. Alby bisa marah sama aku nih. Gawat!



    "Alby, kamu gak marah kan sama aku?" tanyaku padanya. Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Aku jadi lega.



    Aku dan Alby berjalan ke teras, kemudian Alby memakai sepatunya.



    "Alby, kalau ada tugas kelompok lagi, kamu harus sama aku ya?"

    ‎"Lho, kenapa emangnya?"



    "Aku suka sama kamu. Aku mau kamu jadi teman kerja kelompokku terus. Kalau ada kamu, aku makin semangat belajarnya. Kayak tadi, aku jadi semangat ngerjainnya. Itu semua karena ada kamu."



    "Iya deh. Tapi kalau misalnya bu guru yang nentuin kelompoknya, gimana?"



    "Itu bisa diatur!" kataku sambil mengancungkan jempol. Alby tertawa kecil.



    "Oh ya, nanti klipingnya aku aja yang jilid ya? Kamu gak usah khawatir!"



    "Makasih ya?"



    Aku dan Alby menunggu kakek Alby di depan rumahku. Aku mau ngobrol tapi bingung mau ngomong apa. Jadi aku cuma curi-curi pandang aja. Sikap Alby seharian ini manis banget. Kenapa Alby bisa tiba-tiba berubah? Apa dia udah sadar kalau sikapny...a selama ini gak bagus?



    Akhirnya kakek Alby datang. Alby pulang ke rumahnya.



    +++++
Sign In or Register to comment.