"Alby gak mau tinggal sama kakek - nenek. Alby pengen sama papa - mama. Biar aja Alby gak akan minta mainan, gak bakal banyak jajan. Alby bakalan nurut sama kata Mama - Papa," tangisku sambil memeluk tangan mama.
Mama hanya tersenyum, kemudian memangku dan memeluk tubuh mungilku.
"Papa janji, kalau bisnis papa udah bangkit lagi, papa akan jemput kamu. Sekarang, Alby harus tinggal sama kakek dan nenek di kampung," kata papaku sambil menghapus air mata di pipiku kemudian mengusap-usap rambutku dengan tangannya.
"Berapa lama Alby harus menunggu?" tanyaku sambil memasang muka memelas.
"Tiga tahun, mudah-mudahan."
Aku menatap wajah papa, ia tersenyum padaku.
"Ya sudah. Tapi janji ya sama Alby?"
Aku berusaha menahan tangisanku lalu mengulurkan jari kelingkingku kepada papa. Papa mengerti maksudku dan menyambut jari kelingkingku dengan jari kelingkingnya.
"Sekarang Alby bobo. Besok keretanya berangkat pagi-pagi. Jangan sampai telat!" kata mama sambil mencium keningku.
Aku bangkit dari pangkuan mama dan berjalan menuju kamarku untuk segera tidur.
Comments
New Student
"Alby, mau minum gak?" tanya kakek padaku.
Pandanganku gak sedikitpun beralih dari balik jendela kereta api, asyik melihat-lihat pemandangan di luar sana. "Gak usah, Kek!" kataku sekenanya.
"Enggak katanya, nanti saja!" kata kakekku kepada seorang pedagang asongan yang menjajakkan minuman segar. Dari jendela terlihat bayangan pedagang itu beranjak dari tempat duduk kami.
Namaku Albiansyah Permana, biasa dipanggil Alby. Aku sedang berada di dalam perjalanan sebuah kereta api kelas bisnis menuju rumah kakek - nenekku di kampung. Ah, panas! Gak ada AC! Itulah sedari tadi yang mengganggu pikiranku. Biasanya kalau naik kereta, minimal pilih kelas eksekutif. Bete berat!
Perusahaan papaku bangkrut dan mengharuskanku untuk tinggal dengan kakek dan nenek. Aku bakal bersekolah di sana, melanjutkan pendidikanku yang baru menginjak kelas 4 SD.
Tinggal di kampung? So, what? Tapi buatku, entah mengapa hatiku gundah gulana memikirkan kehidupanku di kampung nanti (lebay mode on). Aku emang sering liburan ke tempat kakek dan nenek, dan itu semya gak ada masalah, aku cukup betah. Tapi, buat bergaul sama anak-anak kampung??? Jangankan sama yang gak selevel, sama yang latar belakangnya sepertiku aja aku kesulitanbuat akrab sama mereka. Di kota metropolitan sana, temanku bisa dihitung dengan jari. Teman sejati? Gak ada deh kayaknya. Saat mereka tahu papaku bangkrut aja, mereka terkesan menjauh dariku. Aku cuek aja dan gak peduli! Aku gak butuh teman kayak mereka.
Aku menghela nafas sesaat. Mau menangis juga udah capek. Sejak perpisahanku dengan mama - papa di stasiun tadi, aku terus aja menangis. Gak tahu deh sampai berapa jam lamanya aku nangos. Kakek - nenek sih membiarkanku menangis. Mungkin mereka ngerti perasaanku.
Tidaaak!!! Berapa lama lagi sih aku harus duduk di atas kereta busuk ini? Kesal bertubi-tubi!
Akhirnya aku bisa juga terlelap dalam mimpi buruk! Tak apalah mimpi buruk. Toh dunia nyata pun sama buruknya dengan mimpi.
Besokmya, aku dibangunin nenek jam lima pagi. Nyesek banget rasanya. Mana pernah aku bangun jam segini. Tega amat sih nenek? Apalagi tubuhku masih lelah sehabis perjalanan yang menyebalkan kemarin.
Kemarin, aku sampai di rumah kakek hampir pukul tujuh malam. What? Hampir sepuluh jam perjalanan? Oh my God!
Aku langsung mencuci muka kemudian bersiap untuk sarapan. Jangan protes! Aku memang biasa sarapan dulu, baru mandi. Kenapa semua orang protes sih? Padahal maksudku supaya di sekolah, gigiku bersih sih sih... #cliiing (shiny)
Aku meraih meja makan dan..... AYAM GOLEEEEENG!!!!! My favorite food, yes you're rite! Seenggaknya menu sarapan ini mengobati rasa kesalku sedari kemarin.
Selesai sarapan, aku langsung mengguyur seluruh tubuhku dengan air yang begitu menyegarkan (mandi aja ribet banget bilangnya?). Kemudian bersiap-siap dengan seragam sekolah dan berbagai macam perlengkapan sekolah.
Beres!!! Aku tarik tas koperku (waktu itu lagi musim tas sekolah yang bisa ditarik seperti travel bag) menuju mobil kakekku. Sebuah mobil Suzuki Katana tahun 1989, OMG zadul sekali! -_-"
#Perasaan ngeluh mulu deh dari tadi
"Alby, berangkatnya nanti aja jam delapan. Kan murid baru, jadi harus nunggu kepala sekolahnya dulu," kata kakekku.
Aku melirik jam dinding, menunjukkan jam enam. My ghost, lelucon apa lagi ini? Percuma tadi bangun jam lima.
Akhirnya dengan gontai aku menuju ruang yang ada TV nya. Dibilang ruang keluarga juga bingung. Habisnya dapur, ruang makan, dan ruang keluarga, tumplek jadi satu. Yah, namanya juga RSSSSSSSSSSS (Rumah Sangat Sempit Sekali Sehingga Saya Sangat Sulit Sekali Selonjor Sedikit Saja). Yah, rumahnya sih, not too bad lah. Seenggaknya lantai keramik, cat putih bersih, perabot lengkap. Akunya aja kali yang kurang bersyukur.
Ku nyalakan televisi. Pagi-pagi kayak gini, apalagi kalau bukan kartun? Duduk, sambil menyeruput kopi (kayak bapak-bapak aja). Hey, nooooo! It's not a cup of coffee, but a glass of milk.
Jam delapan pun tiba, aku masuk ke dalam mobil kakek kemudian berangkat menuju sekolah. Aaarghhh, mobil ini ada per-nya gak sih? Gak enak banget. Ajruttt Ajruttt!!!
Well- okay. Orientation udah bagus, setting jelas, alur dah kentara, penokohan terlihat strukturnya. Namun, menurutku, pemikiran si Alby apa nggak terlalu sophisticated untuk anak seumuran kelas 4 SD? Misalnya, menonton berita?
C.m.i.i.w ya^^
"Terima kasih, Pak. Saya titip cucu saya ya?" kata kakek kepada kepala sekolah.
"Iya sama-sama, Pak. Terima kasih juga telah mempercayakan cucu Bapak ke sekolah kami," ucap kepala sekolah itu sambil berjabat tangan dengan kakek.
Ah akhirnya selesai juga percakapan antara kakek dengan kepala sekolah. Aku udah dengerin mereka mengobral obrol selama hampir tiga puluh menit. Biasa, orang Indonesia kan ramah tamah.
Aku diantar kepala sekolah menuju ruang kelasku, ruang kelas empat.
"Bu Tri, maaf ini ada siswa baru," kata kepala sekolah sambil memasuki ruang kelas, aku mengikutinya dari belakang.
Kepala sekolah undur diri dari ruang kelas empat dan aku disuruh memperkenalkan diri oleh Bu Guru.
"Namaku Albiansyah Permana. Panggil aja Alby. Aku tinggal di Perumahan RSS. Pindahan dari SD Patriot di sebuah kota metropolitan," kataku dengan ekspresi yang datar-datar aja. Sementara kelas agak sedikit riuh setelah aku menyebutkan kota metropolitan. Gak tau deh apa yang ada di pikiran mereka. Heran? Sungkan? Kagum?
"Kalau begitu, Alby duduk di bangku kosong sana ya?"
"Ya, Bu."
Aku langsung menuju bangku kosong yang dimaksud oleh guru. Aku lihat teman sebangkuku, dia mengulurkan tangannya kepadaku. Yah, seperti biasa; ORANG KAMPUNG, pikirku. Potongannya ya seperti itu.
"Angga," katanya dengan suara yang cempreng dan ngondek.
"Alby"
+++++
Jam istirahat pun tiba, teman-teman sekelasku langsung mengerubungi tempat dudukku. Mereka memperkenalkan nama mereka masing-masing. Padahal aku tidak langsung ingat semuanya.
Mereka meminta ceritaku bagaimana rasanya tinggal di kota metropolitan. Ini waktu yang tepat buat nunjukin bahwa orang kota jauh lebih keren daripada orang kampung.
"Tinggal di kota besar, tentu aja enak! Di kiri - kanan jalan, banyak gedung-gedung tinggi. Mobil-mobil yang keren-keren. Terus ada mall juga. Di sini mana ada mall? Kalian tau mall?" jelasku pada mereka.
"Gak tahu," kata beberapa dari mereka.
"Payah! Mall itu pusat perbelanjaan masyarakat kota. Gedungnya bertingkat-tingkat. Barang-barang yang tersedia bermerk dan berkualitas. Tentu aja mahal. Tempatnya enak, ber-AC. Kalau mau naik ke lantai atas atau turun ke lantai bawah, ga usah capek-capek! Berdiri aja, lift atau eskalator akan membawa kalian menuju lantai yang kalian mau. Di hari-hari tertentu, ada konser atau acara-acara tertentu. Yang pasti mall adalah tempat yang hebat," jelasku dan ku lihat mereka menganggukkan kepala.
"Papaku itu orang kaya, dia pengusaha. Aku main ke mall paling enggak sekali seminggu. Apapun yang aku minta pasti dibelikan. Aku beli baju mahal, terus main game di Timezone," lanjutku lagi.
"Di sana banyak artis ya? Kamu pernah ketemu, donk!" kata salah seorang yang namanya aku sudah lupa.
"Tentu aja! Malah di lingkungan perumahanku, ada banyak artis. Kalian tau Tasya? Itu lho penyanyi cilik yang terkenal. Aku berteman sama dia. Dia orangnya pintar banget," kataku berbohong.
"Enaknyaaa!!!"
"Apa lagi yang ingin kalian tahu?" tanyaku pada mereka, tetapi tak ada seorang pun yang menjawabnya.
"Aku mau ke kantin ah!" kata seorang dari mereka. Satu per satu dari mereka pun beranjak meninggalkanku. Aku diam saja di kelas, sebab aku pikir kantinnya gak higienis.
hohoho iya iya nanti diperbaiki deh... ^^
kenapa? pikirannya terlalu dewasa atau bagaimana? hehehe
mungkin dibuatnya semanja2nya aj gitu
annoying kids gitu
belum saatnya, kan masih malu-malu. kalau penjabaran cerita (narasinya) susah ah. ini aja udah mati-matian dichildishin. tp akan berusaha lbh keras lg, utk skrg cukup sekian. hehe ^^
menarik ni terusannya
jgn lama2 nya
Setuju bgt ma @pokemon. Ditunggu lanjutannya^^b
Cmungud!^^
Annoying Boy
Waktu aku menuju ke meja makan, terlihat kakek dan nenek udah ada di sana. Aku duduk, lalu tersenyum kecut kepada mereka berdua.
"Mulai hari ini, kakek gak antar-jemput Alby. Nanti Alby ikut mobil angkutan antar-jemput anak sekolah Pak Tio. Alby ngerti?" kata kakek.
Aku menatap wajah kakek, "mobilnya bagus gak, Kek?"
Kakek dan nenek tersenyum tetapi tidak menjawab pertanyaanku. Nenek mendekatiku dan mengusap kepalaku. Aku tahu, jawabannya pasti mobilnya jelek. Tapi sejelek apa ya? Aku gak bisa membayangkannya.
Menu sarapan pagi ini, UNTITLED. Karena aku gak tahu namanya apa. Karena gak ada yang lain, dengan susah payah makanan itu aku telan hidup-hidup. Padahal aku ambil sedikit aja, tapi durasinya kayaknya sih lebih lama dari biasanya.
Jam 06.15, mobil jemputan sudah datang. Dan aku langsung mengucek-ngucek mata melihat mobil jemputan itu. Ternyata.....
JAUH LEBIH BURUK DARI MOBIL KAKEK..... T-T
Toyota Kijang Kotak tahun 60-an, mungkin. Seburuk ini kah?
Aku mencium tangan kakek dan nenekku. Dengan tubuh lemas aku mendekati mobil antar-jemput itu. Aku menunggu pintu tengah terbuka. Aku kaget tiba-tiba melihat sebuah tangan muncul dari dalam mobil dan memegang handle pintu mobil. Pintu pun terbuka. Mulutku ternganga (mungkin kalau dilihat orang ekspresiku aneh dan garing). Sekilas aku langsung ngerti kalau pintu tengah gak bisa dibuka dari dalam. -_-"
Good things. Anything else?
"Selamat pagi, dek!" kata seorang bapak-bapak berusia tanggung kepadaku setelah aku duduk. Itu pasti yang namanya Pak Tio.
"Pagi," ucapku sekenanya.
Di dalam mobil, penuh sesak. Ada delapan anak sekolah dari usia TK sampai SD. Hal itu terlihat dari seragam yang mereka kenakan. Untung hari masih pagi, jadi tidak terlalu sumpek. Aku gak bisa bayangin gimana sumpeknya nanti siang saat mobil ini mengantarku pulang dari sekolah.
Sampai juga di sekolahku. Sekolahku adalah tujuan keempat. Artinya sebelum menurunkan penumpang di sekolahku, ada tiga sekolah yang dikunjungi terlebih dahulu.
Aku menunggu seorang teman seangkutanku membukakan pintu. Ku lihat cara membukanya emang unik, tapi aku gak peduli. Aku langsung turun bersama seorang anak kecil. Mungkin dia adik kelasku.
"Nanti tunggu Pak Tio ya? Tunggu aja bareng sama Arkan," kata Pak Tio.
Arkan? Oke nama itu akan ku ingat. "Iya, Pak Tio!" jawabku.
Masuk gerbang and back to school.
Jam istirahat pun tiba. Aku ngerasa laper, mau gak mau aku tergerak ke kantin.
Di kantin kondisinya penuh sesak. Mereka berteriak meminta pesanan mereka, "Bik, lontong, Bik!" atau "Bik, nasi rames, Bik!". Aku terobos aja kumpulan anak-anak itu. Dengan tubuhku yang berisi, mampu mengalahkan mereka yang bertubuh cungkring.
Akhirnya aku sampai di barisan terdepan. Jelas aja aku mendapat protes dari mulut mereka yang tersisihkan dari antrian. Tapi, toh, mereka gak bisa berbuat apa-apa.
Wow, hebat! Kantin apa ini? Rasanya kayak memesan makanan ke penjara. Ada tiga orang yang menjaga di dalam ruangan. Ruangan berukuran kecil, seperti penjara saja, ruangan itu dihadang jeruji besi.
Seorang penjaga kantin akhirnya mendatangiku, "Mau pesan apa, Dek?"
"Beef Burger ada?" tanyaku.
Penjaga kantin itu mengerutkan dahi.
"Beef Burger ada?" tanyaku.