It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ndak usah kencengin urat tho mas @Gabriel_Valiant , masa mau lanjut ke 8 yg 7 dilewat? ck ck
dikirim selarut itu, Putra kemudian membuka
notebooknya. Syukurlah, Putra yang kelupaan
membawa modem mendapati bahwa jaringan
internet nirkabel di hotel ini cukup baik. Beberapa
saat kemudian, Putra mengikuti perintah
atasannya. Ketika selesai membaca email yang
ditujukan padanya, Putra hanya bisa menunduk
pasrah."
ini pasrah kenapa ya bang @Remy_linguini ?
Bang Remy klo bisa kasih foto tiap karakter ya,biar makin mantap bacanya
Klo update aku titip mention.Terima Kasih.
ciyus nih blm tamat???
kaya nya pernah baca cerita ini di forum tetangga atau disini juga atau dmn ya, coz crta ini kan da agak lama juga kan??
Cerita sebelumnya: Putra bersahabat dengan Dewo cukup lama. Diam-diam Putra mencintai sahabatnya sendiri namun tak berani mengutarakan perasaannya hingga dia memilih mundur. Suatu hari, Dewo mengajak Putra menemaninya ke Palu untuk mengejar pria idaman Dewo yang bernama James. Dalam perjalanan, seorang pria asing bernama Nemanja jatuh hati pada Putra. Sayangnya, Dewo menjebak Putra dalam permainan James yang melibatkan mereka pada permainan bertiga. Putra yang menolak, memilih meninggalkan Dewo dan menyetujui ajakan Nemanja ke Luwuk. Dewo yang menyadari kesalahannya berusaha mengejar Putra.
****
CUKUP lama Putra memandangi layar ponselnya menimbang-nimbang apakah dia harus mengangkat telepon dari Dewo ataukah tidak.
"Are you going to answer that?" tanya Nemanja yang nadanya seperti sedikit terganggu karena Putra terus membiarkan ponselnya berdering lama.
Putra menoleh pada Nemanja tanpa berkata apa-apa. Dan diapun lalu menutup teleponnya dan mematikannya. Nemanja menyaksikan perbuatan Putra namun tak berkomentar.
****
"Sialan! ditutup!" umpat Dewo. Dia sedang berusaha menelepon Putra di dalam mobil milik James.
"Apa mungkin dia udah balik ke Jakarta?" tanya James tanpa berusaha menyembunyikan ketidakantusiasannya.
Dewo menggeleng. "Perasaan gue dia belum kembali ke Jakarta."
"Jadi kita harus keliling Palu buat nyari dia yang sekarang gak tau ada di mana, gitu bro?" sungut James kesal.
Dewo terdiam. Jika perasaannya benar Putra belum kembali ke Jakarta, di mana dia tinggal?
"Oh! gue tahu! pasti dia ketemu bule itu!" sahut Dewo bersemangat.
"Bule siapa?" tanya James.
"Mmm.. namanya siapa ya? Ne.. Nenek..? bukan.. bukan.. Nemanja! ya! Nemanja!" teriak Dewo.
"Dan bagaimana caranya kita cari bule ini? keliling Palu juga?" sindir James lagi.
"Kalau perlu! kita datangi semua hotel di sini!" balas Dewo ketus.
Pluk! Dewo dikagetkan oleh sebuah benda yang terjatuh di pangkuannya. Sebuah ponsel.
"Pakai hape aku. Ada beberapa nomor telepon hotel terkenal di situ. Kecuali dia bule yang sangat miskin, rasanya enggak mungkin enggak dia nginap di salah satu hotel itu," kata James.
Dewo memungut ponsel James. "Nomor telepon hotel? buat apa nyimpen nomor telepon hotel banyak-ba..." Mendadak Dewo tak perlu meneruskan kalimat tanyanya saat melihat James mendelik ke arahnya. Pekerjaan dia sebagai escort ya tentu saja harus sigap dengan infromasi mengenai hotel.
Dewo menghela nafas. Dia menekan-nekan tombol ponsel milik James sambil bergumam "Hotel.. hotel.."
Menemukan nomor hotel pertama, Dewo langsung bertanya apakah ada tamu bernama Nemanja. Biasanya informasi mengenai tamu yang sedang menginap cukup sulit diketahui karena penerapan kebijakan beberapa hotel. Tetapi rupanya James sudah cukup dikenal oleh banyak resepsionis sehingga membantu Dewo menanyakan mengenai daftar tamu melalui referensinya.
Rupanya usaha Dewo mencari di mana Nemanja menginap cukup sulit. Sudah hampir sepuluh hotel dia telepon namun tak ada informasi orang asing bernama Nemanja menginap di manapun. Kecuali satu,
"Ya.. ya.. kalau tamu kita yang bernama Nemanja memang pernah menginap di sini..." kata si Resepsionis.
Dewo terlonjak kaget namun senang perburuannya berhasil.
"Terus? dia masih stay di sana?" tanya Dewo antusias.
"Oh, sudah cek out pak beberapa jam lalu.."
Dewo mendadak lemas kembali.
"Iya. Kalau memang ini penting buat pak James, beliau cek out bersama temannya menuju bandara dengan taksi yang kami pesan," ujarnya riang.
Antusiasme kembali menjalar di tubuh Dewo. Tak salah lagi! kemungkinan Putra adalah yang dimaksud sebagai teman si bule itu.
"Ba...Bandara? kira-kira mbak tahu mereka mau ke mana? Jakarta?" tanya Dewo tak sabar.
"Kayaknya bukan ke Jakarta ya Mas? setahu saya penerbangan ke Jakarta itu sore.. sebentar... kayaknya mereka menyebut Luwuk.." lanjut si resepsionis.
"Luwuk?" tanya Dewo bingung. Dia belum pernah mendengar nama kota itu sebelumnya. Dia melihat ke arah James.
James yang sudah lama tinggal di Palu tentu pernah mendengar nama kota Luwuk. Dia pun mengangguk tanda paham kepada Dewo.
"Oh.. Oke.. oke.. terima kasih informasinya ya, mbak," kata Dewo.
"Baik pak, sama-sama... tolong titip pesan untuk Pak James kalau dia perlu kamar jangan seg..."
Resepsionis itu tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Dewo keburu memutuskan sambungan telepon dan melempar ponsel James pada pemiliknya.
"Bule itu sama Putra ke Luwuk! elo tahu Luwuk itu di mana?" tanya Dewo.
"Tahu. Dan ke sana itu musti pakai pesawat. Jalan darat bisa belasan jam..." jelas James.
"Hah? ayo James, ke Bandara SEKARANG!" tukas Dewo.
Sambil menghela nafas malas James membalik arah mobilnya menuju bandara.
****
"Cepetan, James!" seru Dewo ketika keduanya tiba di Bandara.
"Aku parkir dulu ya..." ujar James ketika melihat Dewo langsung menghambur keluar dari mobilnya dan tak memedulikan dirinya yang masih di belakang setir.
Dewo berlari tergesa menuju pintu masuk bandara. Dia kemudian dicegat oleh seorang petugas keamanan yang menanyakan tiket pesawat kepada Dewo.
"Maaf Pak, tiketnya.." pinta petugas keamananan itu sopan.
"Eng.. Maaf pak, mau tanya, penerbangan ke Luwuk sudah take-off ya?" tanya Dewo.
"Sudah, pak. Lima belas menit lalu," jawab petugas keamanan itu.
Kaki Dewo mendadak lemas. Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, Dewo menjadi salah tingkah dan bingung sekaligus menyesal tak menyusul sahabatnya lebih cepat. Dia berjalan lemah menuruni tangga Bandara Mutiara. Ah, Putra... mengapa sekarang kau mudah menghilang seperti ini? biasanya setiap kali aku membutuhkanmu, kau pasti hadir, pikir Dewo.
Dewo mengistirahatkan tubuhnya pada sebuah anak tangga. Dia menghela nafas. James kemudian datang menghampirinya dan duduk di sebelahnya.
"Sudah take off?" tanya James sambil menyulut sebatang rokok.
Dewo mengangguk. James menyodorkan bungkus rokoknya pada Dewo dan Dewo mengambilnya sebatang.
"Gue besok mau nyusul dia ke Luwuk..." gumam Dewo.
James tak bereaksi. Dia terus mengisap rokoknya dan memandang ke kejauhan.
"Aku temani... aku penasaran bagaimana akhir dari sinetron kejar-kejaran ini," sindir James.
"Maksudnya?" tanya Dewo.
"Ya. Aku penasaran aja. Kamu ngejar temanmu itu, mau pergi ke Luwuk segala, karena apa? Kamu baru sadar kalau kamu suka dia atau cuma karena perasaan bersalah aja?"
"Dia temen baik gue!" tukas Dewo.
"Itu bukan jawaban, bro... bukan... kamu harus pilih salah satu alasan kuat mengapa kamu harus kejar dia..." sahut James sambil mengembuskan asap rokok dari mulutnya.
"Gue enggak bisa hidup tanpa dia, dia seperti penyeimbang diri gue," ujar Dewo pedih.
"Cangkang kerang udah telanjur terbuka, Wo. Kamu enggak bisa pergi begitu aja nyusul dia, lalu bilang... 'Put, kita masih berteman kan?' Konyol. Kamu pikir bagaimana perasaan dia?" tanya James.
Dewo memandang heran pada James. Sejak kapan orang ini berpihak pada Putra? pikirnya.
"Kenapa sekarang elo kayak penasihat cinta begitu sih? elo kan..." Dewo menghentikan kalimatnya.
"Aku apa? pelacur? mengumbar tubuh ke mana-mana? Jadi enggak tahu soal percintaan karena enggak punya hati, gitu?" cerocos James lugas.
"Elo kan enggak kenal Putra... itu yang mau gue bilang.." kata Dewo.
Walau tak yakin dengan sanggahan Dewo akan apa yang sebenarnya dia ingin katakan, James tak membahasnya lebih lanjut.
"Sekarang kamu yakinin aku. Kenapa kamu mau kejar Putra? kalau jawaban kamu memuaskan, aku akan bantu kamu merebut temen kamu kembali dari tangan si bule. Kalau enggak, aku tendang kamu kembali ke Jakarta..." kata James. Dia berdiri dari duduknya dan menyentil batang rokoknya ke arah tempat sampah dan meninggalkan Dewo yang masih terduduk lesu di tangga.
****
wkwkwkkw
Akhirnya dilajut juga
Next... Haha
mention saya bang @Remy_linguini ya..
makaseeh
PESAWAT akan segera mendarat di Bandar Udara Syukuran Aminuddin Amin di Luwuk sebentar lagi. Baik Putra maupun Nemanja keduanya sudah menegakkan sandaran kursinya kembali. Nemanja tertawa kecil saat Putra mengambil biskuit Oreo kemasan mini miliknya dan milik Nemanja serta memasukkannya ke dalam tas.
"You'll find plenty of that kalau kita sampai.." kata Nemanja sambil terkekeh.
"Ah, enggak kok.. saya memang suka simpan makanan dari pesawat kalau memang enggak termakan," sahut Putra malu.
Putra memang agak aneh dengan maskapai penerbangan lokal ini. Waktu tempuh ke Luwuk memang tidak terlalu lama, tetapi mereka tetap memberikan komplimen berupa air mineral, roti kecil, dan sebungkus Oreo mini. Dan Oreo yang tidak sempat dimakan oleh Nemanja dan dirinya, dia simpan baik-baik ke dalam tas.
Bandara di kota Luwuk itu letaknya tak jauh dari pusat kota. Seperti halnya kebanyakan bentang alam di Pulau Sulawesi, letak geografis Luwuk pun hampir sama dengan Palu, yaitu wilayah perbukitan yang langsung berbatasan dengan laut. Putra agak ngeri saat menyadari bahwa lokasi landasan bandara berada sangat dekat dengan tebing yang cukup tinggi dan lebar serta jalur pendaratan dan lepas landas yang relatif pendek. Putra membayangkan jika saja ada angin kencang atau cuaca buruk, mungkin pesawat akan terhempas ke dinding tebing hingga hancur atau meledak. Tapi sepertinya mungkin itu berlebihan, pastilah pilot-pilot pesawat handal sudah terbiasa dengan landasan seperti ini.
Nemanja hanya bisa tertawa melihat Putra yang terheran-heran dengan kesahajaan dan kesederhanaan Bandara di Luwuk ini. Tak ada ban berjalan yang biasa digunakan untuk mengedarkan barang bawaan penumpang yang disimpan dalam garasi. Sebagai penggantinya, bagasi penumpang digelosorkan pada sebuah papan yang posisinya menurun dari sebuah pintu di atasnya.
"Jangan underestimate dulu gara-gara bandaranya, ya?" kata Nemanja sambil menepuk bahu Putra yang baru saja 'menangkap' kopornya yang menggelosor bebas dan cepat setelah menunggu sekitar sepuluh menit.
Nemanja mengajak Putra untuk ikut dengannya keluar bandara. Rupanya Nemanja telah ditunggu seorang pria dengan kendaraan minibusnya. Pria itu berumur sekitar dua puluhan, kulitnya gelap dan memiliki mata jernih dan senyum yang bagus. Kontras sekali dengan rahangnya yang kuat.
"Sore Pak, saya Rahmat, sopir perusahaan yang ditugaskan jemput bapak. Mari pak, saya antar ke Hotel," ujarnya ramah sambil membuka pintu belakang mobilnya agar Putra dan Nemanja dapat meletakkan kopor mereka di situ.
Dan memang, perjalanan dari Bandara menuju hotel tempat mereka menginap tidak terlalu lama. Tapi semuanya terasa begitu lambat dan menyenangkan karena hampir sepanjang perjalanan Putra disuguhi pemandangan pantai dengan air laut yang memantulkan cahaya matahari sore. Putra sampai merasa harus menurunkan kaca jendela mobil karena dia ingin melihat pemandangan di luar tanpa dibatasi kaca jendela.
"Bagusnya..." desah Putra. Nemanja dan Rahmat si supir hanya tertawa mendengar pujian tulus Putra.
Putra agak tak rela perjalanan mereka berakhir di sebuah hotel. Rasanya dia masih ingin menikmati pantai dan laut di kota Luwuk. Seandainya dia memaksa, rasanya ingin sekali keluar dari mobil dan berlari menuju pantai dan bermain air. Bermain, tidak berenang. Karena Putra tidak bisa berenang.
Mereka tiba di sebuah hotel. Dari luar bangunan ini tampak tidak begitu istimewa. Tidak seperti hotel berbintang yang menawarkan segala fasilitas dan kemewahan. Tapi begitu Putra menuju bagian belakang hotel, pemandangan indah laut telah menantinya. Pantas saja dia tadi saat di lobby menemani Nemanja yang sedang check-in mendengar suara deburan ombak. Ada sebuah dermaga kecil terbuat dari kayu yang sengaja dibangun oleh pihak hotel agar tamunya bisa langsung berjalan ke agak ke tengah laut dari restoran. Air lautnya terlihat jernih kehijauan hingga dasarnya yang terdiri dari pasir putih dapat jelas terlihat. Rasanya tak sabar ingin menikmati suasana pagi di sini sambil menikmati sarapan.
"Put... Ayo!" panggil Nemanja.
"Hotelnya bagus betul! langsung di pinggir pantai begini!" sahut Putra antusias.
"Yup. Dan kita akan jalan-jalan sore ini untuk hibur kamu, um... enggak keberatan kan kalau kita tinggal satu kamar? Tadi resepsionis bilang fully booked," tanya Nemanja ragu.
"Enggak apa-apa kok," kata Putra sambil tersenyum.
"Oke, setengah jam lagi kita jalan ya? mandi dan beres-beres dulu. Sayang kalau sore cerah kayak gini, kita enggak ke mana-mana," usul Nemanja sambil mengangkat ransel traveling nya yang berukuran besar.
****