It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Putra kemana?" tanya James.
"Hmm... gak tau. Udah balik ke hotel pasti," Jawab Dewo sekenanya.
"Gitu ya? padahal sayang kalau gak diajak. Kita kan bisa bertiga," kata James tersenyum.
Dewo agak kaget mendengar perkataan James. "Wh-what?"
"Aku bilang... sayang kalau-"
"ya-ya.. gue denger elo bilang apa. Elo serius?" potong Dewo.
"Why not? menurut aku sayang aja sudah sejauh ini datang tapi enggak bisa bersenang-senang? iya kan?" ucap James sambil berusaha merangkul Dewo.
Masih mencoba mencerna kata-kata James dan sedikit dilanda perasaan aneh, Dewo kembali bertanya pada James."Elo suka sama Putra?"
"Putra? hmm.. secara fisik dia menarik."
"Bukan itu maksud gue!" ujar Dewo gusar.
"Apa elo suka sama Putra... suka yang bener-bener suka?" tanya Dewo lagi.
Sejenak James mengerutkan dahi menatap Dewo. Tetapi tak lama kemudian James paham dan muncul seringai di wajahnya.
"Kamu cemburu?" tanya James.
"Lebih pas merasa sia-sia." kata Dewo sambil bersandar di sofa menjauhi James.
"Karena?"
"Gue pikir gue punya kesempatan... kesempatan sama elo."
Nah! Dewo sudah mengatakannya.
Beberapa saat keduanya terdiam.
"Hmm... mau tau apa yang terlintas di pikiran aku saat kamu mau datang?" James bertanya.
"Apa itu?"
"Aku merasa tersanjung waktu kamu dengan antusias terima ajakan aku buat berlibur. Dan ya! aku orangnya santai dan belum tertarik berhubungan serius dengan satu pria.. atau dua kalau si pria pertama mengizinkan... hehe.. tapi yang pasti, kesempatan yang kamu maksud masih ada... kalau kamu mau ngasih aku waktu," kata-kata James yang diucapkan dengan berwibawa membuat perasaan Dewo melambung.
Dan Dewo sepertinya, sekali lagi, membiarkan dirinya terbuai oleh pesona pria yang dikejarnya itu. Tapi anehnya sekarang ada secuil ruang di otaknya yang tak henti mengirimkan sinyal sebuah nama: Putra. Mau tak mau Dewo mulai mengkhawatirkan sahabatnya itu. Di mana dia sekarang? mengapa dia pergi? apa dia sudah kembali ke hotel? Tidak bisa tenang, Dewo menghentikan ciumannya dengan James.
"Kenapa beib?" tanya James bingung.
"Sudah satu jam gak ada kabar dari Putra, gue mau telepon dia dulu," kata Dewo sambil berdiri dan mencari-cari ponsel di sakunya.
"Come on.. dia udah besar, bro! dia pasti udah kembali ke hotel!" protes James sambil berusaha menarik Dewo kembali ke dekatnya.
Dewo mengelak. Dan dia berjalan keluar ketika nada sambung ke nomor Putra terdengar.
*****
"Kamu baru aja kenal sama saya... rasanya enggak mungkin dan enggak pantas bilang suka secepat itu," kata Putra kepada Nemanja.
"Oh, tapi saya sudah bisa menilai kualitas kamu," kata Nemanja.
"Kualitas?" tanya Putra tak paham. Keduanya kini berjalan menuju tempat di mana Nemanja memarkirkan mobilnya.
"Erm... saya tidak tahu padanan katanya in Bahasa, what I'm trying to say is, saya mengagumi cara kamu mencintai temanmu itu. Seandainya saya adalah orang yang mendapatkan perhatian dan cinta seperti itu, I'll be the luckiest person in the world," tambah Nemanja.
Sejenak Putra melongo mendengar kata-kata Nemanja. Kemudian dia naik ke salah satu dinding beton dermaga dan tertawa terbahak-bahak. Ujung-ujung rambutnya bergerak-gerak tersapu angin. Suara tawa Putra tenggelam diantara musik-musik keras yang saling bersahutan yang berasal dari tenda-tenda remang-remang. Kemudian Putra menghentikan tawanya dan berjongkok. Kepalanya dia tekuk diantara kedua lututnya.
"Sejelas itukah perasaan saya ke dia?" tanyanya.
Nemanja tersenyum dan ikut duduk di sebelah Putra. "Menurut saya, perasaan seperti itu memang tidak perlu disembunyikan. Tapi bukannya lebih baik, kalau yang diberi perhatian itu sadar?"
"Apa itu semacam sindiran?" tanya Putra.
Baru saja Nemanja hendak menjawab, ponsel Putra berbunyi. Putra biasanya selalu bersemangat setiap kali menerima telepon dari Dewo. Rasanya jantungnya seperti hendak mencelos karena bahagia. Tapi kali ini ada sesuatu yang menahannya untuk segera menerima panggilan telepon dari Dewo.
"Kenapa tidak dijawab?" tanya Nemanja.
Putra menoleh kepada Nemanja, tapi dia tidak mengatakan apa-apa.
"Is that him?" tanya Nemanja lagi. Putra mengangguk.
Putra mendadak malas untuk menerima telepon dari Dewo. Ada perasaan marah dan jijik, apalagi tadi dia sempat melihat manuvernya bersama James di club. Kemudian Putra menekan tombol 'reject' untuk menghentikan panggilan telepon Dewo.
"Saya ingin kembali ke Hotel. Melihat laut gelap begini membuat saya enggak nyaman," kata Putra sambil berdiri dan melompat dari dinding beton ke tanah berpasir pinggiran jalan.
"Why?" Tanya Nemanja.
"I can't swim..." Baru saja Putra menyelesaikan kalimatnya, kakinya yang sedang melangkah di dinding beton tak melihat adanya sebuah cekungan yang cukup lebar sehingga kakinya kehilangan keseimbangan dan membuat Putra tercebur ke pantai.
Putra berteriak saat tubuhnya terjatuh ke air. Nemanja yang mencoba meraihnya hanya berhasil menjepit lengan kemeja Putra namun terlepas. Air laut di pantai teluk Talise memang tidak terlalu dalam, hanya saja kondisi yang gelap dan pantai yang berbatu menyebabkan Putra yang berada di air menjadi panik dan nyaris menenggelamkan dirinya sendiri. Nemanja buru-buru melempar jaketnya dan masuk ke dalam air. Benar saja, air laut tak sampai sebahu dalamnya, namun Nemanja melihat tubuh Putra yang panik sudah terseret semakin jauh ke tengah laut, timbul dan tenggelam.
Dengan sekali hentakan, Nemanja menarik lengan Putra dan menyeretnya ke air yang lebih dangkal. Putra kemudian naik ke atas dermaga dan terbatuk-batuk sambil berjongkok. Baju mereka berdua basah kuyup oleh air laut.
"Your cell-phone please," kata Nemanja sambil mengulurkan tangannya pada Putra.
"Untuk apa?" Tanya Putra bingung.
"Just give it to me!"
Putra lalu merogoh kantung celana jins nya dan setelah menemukan ponselnya, dia berikan kepada Nemanja. Nemanja lalu buru-buru membongkar ponsel milik Putra dan melepaskan baterai dan kartu sim-nya dari ponsel tersebut dan menyerahkan kembali pada Putra.
"Sampai hotel, coba keringkan biar tidak rusak," saran Nemanja.
"C'mon! saya antar kamu ke hotel. You are soaking wet! jangan sampai kena flu." Kata Nemanja sambil mengulurkan tangannya.
Putra menyambut uluran tangan Nemanja dan berdua mereka berjalan ke arah di mana Nemanja memarkir mobilnya. Selama perjalanan menuju hotel, Putra tidak banyak bicara. Dia masih memikirkan kata-kata Nemanja yang memberitahukan rasa sukanya itu. Setibanya di hotel, setelah mengambil kunci, Putra masuk ke kamarnya dan membiarkan Nemanja ikut masuk. Putra masuk ke kamar mandi dan segera membilas tubuhnya yang penuh sisa air laut dengan air panas. Setelah selesai, Putra berpakaian dengan kaus dan celana pendek. Nemanja masih ada di kamar sedang menonton televisi. Sekilas ia melirik pada ponselnya yang sengaja ia buka dan keringkan di bawah sorot lampu meja yang cukup terang dan panas. Putra bertanya-tanya, apakah Dewo selama nomornya tidak aktif telah berusaha menghubunginya.
"Thanks... for your help," Kata Putra sambil tersenyum.
Nemanja hanya membalas dengan senyuman. Tapi dia menangkap gestur kegelisahan Putra.
"Do you want me to go?" tanya Nemanja.
"Eh? kenapa buru-buru? aku baru mau ajak kau ke restoran. Mau traktir kau makan sebagai ucapan terima kasih." Larang Putra.
Nemanja tersenyum lagi. "Saya tahu kamu gelisah. Gelisah karena kamu gak ingin temanmu itu pulang dan melihat saya di sini, kan?"
"Enggak seperti itu!" sergah Putra.
"It's okay, saya pulang dulu. Kamu istirahat saja ya?" Nemanja beranjak sambil menepuk bahu Putra. Putra tak kuasa mencegahnya karena dia sadar yang dikatakan oleh Nemanja itu benar.
****
Sementara itu Dewo gelisah karena berkali-kali mencoba menghubungi Putra, nomornya selalu tidak aktif.
"Bagaimana beib? sudah dibicarakan dengan Putra?" tanya James yang sekarang berada di samping Dewo.
Dewo menggeleng. Wajahnya menunjukkan keresahan. Resah karena suatu hal selain tidak bisa menghubungi Putra.
"Aku tahu ini permintaan besar. Dan kamu harus bicarakan dulu sama dia. Tapi jangan terlalu lama ya? aku kedalam dulu. Kabari kalau temanmu sudah bisa kau hubungi." Kata James sambil menyeringai.
Dewo tidak menjawab. Dia hanya mengangguk lemah. Pergolakan batin muncul di wajahnya. Tak menyangka dia menerima persyaratan yang diajukan James. Persyaratan yang mungkin akan menyakiti Putra dan mengakhiri persahabatan mereka.
Ceritanya emang kereeeenn,,,buat yang membaca jadi penasaran abis!!
LANJUT YA
Bang, terus di-update ya ceritanya.
Tak ada satupun foto-foto lansekap yang berada di layar laptop Nemanja yang menarik perhatiannya. Padahal dia harus memilih beberapa yang dianggapnya baik sebagai rekomendasi kepada kliennya. Dengan gusar dia menutup lid layar laptopnya dan mengempaskan tubuhnya ke ranjang. Putra. Semua kegiatan Nemanja teralihkan karena memikirkan Putra. Seandainya Putra tahu saat pertemuan di bandara itu betapa dia kaget setengah mati melihat kemiripan Putra dengan kekasihnya dulu yang membuatnya begitu mencintai Indonesia.
"Tidak mirip... tidak mirip..." Sangkal Nemanja dalam hati.
Namun bagaimanapun Nemanja menyangkalnya, memang ada kemiripan antara Putra dengan mantan kekasihnya yang kini meninggalkannya entah kemana. Bukan sama persis, namun garis wajah, postur tubuh dan gestur Putra seakan menggali kembali arsip terdalam memori Nemanja bersama kekasihnya itu. Nemanja sendiri tidak tahu, apakah benar-benar mencintai Putra dengan tulus, ataukah hanya karena kemiripan dengan mantannya
Dan ketika akhirnya dia terbangun oleh suara ketukan di kamar pintu hotelnya, Nemanja yang melirik arlojinya mengerutkan dahi. Siapa yang mengetuk pintu jam empat pagi begini? Tapi Nemanja yang penasaran akhirnya berjalan menuju pintu kamar hotelnya. Dia mengintip dari lubang intip di pintu. Setelah dia tahu siapa yang ada di luar kamarnya, buru-buru Nemanja membuka pintu dan mendapati Putra yang berdiri dengan sedikit gemetar. Wajahnya tak bisa menyembunyikan kemarahan. Giginya mengatup rapat. Putra berpakaian lengkap, di sebelahnya kopornya tergeletak di lantai. Kelihatan sekali Putra terburu-buru menjejalkan barang-barangnya karena kopornya tidak tertutup sempurna dan menggelembung di sana-sini.
"Hey.. what's wrong?" tanya Nemanja. Tangannya memegang bahu Putra.
"Can I stay here for a while? saya sudah cek tidak ada kamar kosong di sini sampai dua hari ke depan dan saya tidak ingin berada di hotel yang lama..." kata Putra.
"Of course.. of course.. ayo masuk!" ajak Nemanja. Dia sedikit harus memaksa Putra menariknya masuk karena tubuhnya tampak lemah dan kaku.
"You wanna tell me what happened?" tanya Nemanja pada Putra yang duduk lesu di sisi ranjang. Tubuhnya masih sedikit gemetar.
Putra tidak menjawab. Setelah beberapa lama dia terdiam, dia kemudian memeluk Nemanja erat-erat.
"Hey.. hey.. ada apa? kamu kenapa?" Nemanja berusaha menatap mata Putra tapi sepertinya Putra menghindari kontak mata dengan Nemanja. Putra masih terdiam dan kembali berusaha memeluk Nemanja. "Kiss me please..." gumam Putra terdengar samar karena dia menenggelamkan wajahnya di pundak Nemanja.
"Wh..what?" tanya Nemanja heran.
Putra tak menggubris pertanyaan Nemanja. Dia memeluk Nemanja erat-erat. Bibirnya ditempelkan pada bibir Nemanja. Sesaat Nemanja tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi karena Putra, pria yang disukainya akhirnya menciumnya, Nemanja kemudian membalas ciuman Putra. Namun ada sesuatu yang mengganggu pikiran Nemanja. Putra sama sekali tak mau menatap matanya. Bibirnya masih saling berciuman hingga keduanya menjatuhkan diri ke atas ranjang. Putra memeluk erat-erat Nemanja dan menghentikan ciumannya. Dia berkata dekat telinga Nemanja.
"Make love with me... be my first time..." bisik Putra.
*****
Dua jam sebelumnya.
Setelah dirasanya cukup kering, Putra kembali menyatukan ponselnya yang tadinya basah karena ikut tercebur olehnya ke laut. Syukurlah ponsel itu bisa dinyalakan kembali. Dan masuklah beberapa pesan dari Dewo.
"Put, lo di mana? gue mau hubungin lo. HP lo gak aktif. Telepon gue."
"Put! hp lo kenapa sih?"
"Put! gue OTW hotel ya? lo udah di hotel? kabarin gue."
Baru saja Putra hendak menelepon Dewo, pintu kamar hotel terbuka. Dewo masuk ke kamar.
"Lo dari mana aja Put? kenapa hape lo gak aktif?" cecar Dewo.
"Barusan hape gue jatuh ke air laut Wo. Ini baru berhasil gue keringin," jawab Putra.
"Kirain lo kenapa-napa," ujar Dewo sambil memeluk Putra.
Putra terkejut dengan sikap Dewo yang tiba-tiba memeluknya. Dan dia merasa senang karena Dewo perhatian padanya.
"Put..." ujar Dewo. Dia menatap lembut wajah Putra.
"Kenapa Wo?" tanya Putra heran.
Dewo tak menjawab. Dia malah mencium bibir Putra secara bernafsu. Tak disangka-sangka, seperti semua khayalan dan keinginan Putra menjadi kenyataan malam ini. Akhirnya dia bisa merasakan bibir Dewo. Ada gelenyar seperti tersengat listrik menjalar di seluruh saraf-saraf tubuh Putra. Kebahagiaan. "Wo..? kenapa?" tanya Putra masih tak yakin.
Lagi-lagi Dewo tak menjawab. Dia kemudian melanjutkan ciumannya sambil memeluk Putra. Tapi Putra merasa ini bukanlah Dewo yang dia kenal walau rasa terkejut dan bahagia akhirnya menutupi perasaan itu. Dewo menggiring Putra ke ranjang. Mereka terus berciuman dan Putra mengimbangi ciuman Dewo yang bertubi-tubi. Keduanya terhempas ke atas ranjang. Dewo membuka jaketnya dan melemparnya ke sisi ranjang. Tangannya terus mendekap Putra dan menciumi bibirnya. Putra menikmati setiap kemesraan yang diberikan oleh Dewo. Dia pun berusaha semampunya untuk membalas kemesraan itu.
"Wo... kamu yakin?" tanya Putra lagi.
Dewo mengangguk. Dia membuka kemejanya. Putra membenamkan wajahnya ke bahu Dewo. Dia menghirup dalam-dalam wangi parfum Dewo bercampur aroma alami tubuhnya yang selalu memabukkan Putra seakan tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Putra membiarkan Dewo melepas kausnya. Kini yang dirasakan Putra tak lagi sekadar sentuhan persahabatan. Ada yang lebih dari itu... lebih dari itu...
Dan alangkah terkejutnya Putra mendapati bayangan seseorang berdiri menyeringai angkuh di pintu kamar mereka. Tak menyadari sejak kapan James sudah berada di situ, tapi Putra menyadari kalau Dewo sudah tahu akan kehadiran James. Berikutnya segala sesuatu yang terjadi seakan seperti potongan adegan film yang kacau balau. Belum pernah Putra semarah ini. telinganya berdenging, otot-ototnya mengejang saat James menghampiri mereka berusaha ikut dalam permainan.
Yang diingat Putra adalah dia mendorong Dewo sekuat tenaga. Tangannya terkepal menghantam rahang Dewo hingga dia terjengkang ke bawah ranjang. Dia berteriak pada James menyuruhnya keluar. James dengan wajah penuh kemarahan keluar dari kamar hotel dan membanting pintu. Semuanya terjadi seolah dalam gerakan lambat. Dewo berusaha mendekati Putra, namun Putra jijik melihat wajah Dewo yang memohon-mohon padanya meminta maaf. Putra tak mengenali Dewo yang itu. Dewo yang baru saja hendak meminta hal yang dijaga Putra selama ini hanya untuk sebuah permainan yang tidak dia mengerti. Putra memakai kembali pakaiannya. Kemudian dia memasukkan seluruh barangnya ke dalam koper. Dewo terduduk lesu di kursi hanya mengenakan celana jeansnya tak kuasa menahan Putra yang meninggalkan kamar hotel. Meninggalkan Dewo... Dan akhirnya Putra sudah berada di depan pintu kamar hotel Nemanja.
****
"Be my first... be my first..." bisik Putra dalam kesedihan. Dia merangkul Nemanja erat-erat tak ingin pria itu lepas dari genggamannya.
Nemanja menatap sedih Putra. Kemudian dia mencium bibir Putra dan larut dalam pelukannya.
-bersambung-
Kok enggak dilanjut ceritanya...!!
Kgen ceritanya.