It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ewww
nice, si wisnunya berkepribadian dobel ternyata.
dan si burhannya bego banget, bikin greget ih! lanjut @seabird
Wisnu bilang dia akan tidur dikursi, tapi saat terjaga pagi ini aku mendapati Wisnu tidur berdesakan disampingku.
Kepalanya tepat dicerukan leherku, lengannya merangkulku erat. Aku menggeliat dalam dekapan Wisnu, lalu bangun perlahan. Kupandangi Wisnu sejenak, wajah lelapnya tampak sangat manis.
Kalo hanya melihatnya sepintas, pasti akan banyak gadis yang menyukainya. Tapi kalo tau seperti apa sikapnya ketika marah, siapa pun pasti bergidik ngeri.
Aku melangkah meninggalkan Wisnu yang masih terlelap. kuputuskan untuk mandi, shalat subuh lalu membuat sarapan.
Dokter melarangku makan makanan yang keras, jadi aku membuat sedikit bubur untukku dan sepiring nasi goreng untuk Wisnu.
Aku tersentak saat kurasakan ada lengan yang merangkulku dari belakang.
"Mas... Kok gak bangunin aku" ucap Wisnu sambil menyandarkan kepalanya dibahuku.
"Aku gak tega, kamu tidurnya pules banget" ucapku
"Mas, nanti mas kerja?" tanya Wisnu sambil melepaskan dekapannya
"Iya, mandi gih kita sarapan bareng" ucapku sambil meletakan nasi goreng dimeja makan. Tiba-tiba Wisnu memeluk ku.
"Aku sayang mas" bisiknya lalu mengecup pipi ku.
Aku mengusap pipiku sendiri, sambil memandangi wajah Wisnu yang tampak berbinar.
Kemudian dengan tersipu, Wisnu berlari ke kamar mandi. Ahh sikapnya pagi iñi sungguh manis. Hanya saja perasaan cemas dihatiku belum hilang, aku masih aja merasa takut kalau-kalau dia memukul ku lagi.
_____________________________________
Wisnu makan dengan lahap, dia terus saja bercerita kesana kemari. Kemudian memaksa untuk mengantarkan ku ketempat aku bekerja. Mulanya aku menolak tapi melihatnya ngotot, aku mengalah.
Aku hanya gak mau Wisnu kembali marah seperti malam tadi.
Aku tiba dibakery Nona berbarengan dengan Wawan. Wawan menatap Wisnu tajam, gak biasanya dia begitu. Sementara Wisnu tampak gak peduli, setelag melambaikan tangannya padaku Wisnu berlalu.
"Bur..." panggil Wawan dengan wajah yang sulit dimengerti.
"Kamu kenapa Wan, pagi-pagi suram gitu" ucapku sambil masuk kedalam bakery.
"Jangan berteman dengan anak itu?" ucap Wawan, aku menghentikan langkahku lalu menatap Wawan.
"Kenapa?"
"Dia bukan Wisnu" ucap Wawan lagi
"Hah? Maksudnya?" tanyaku bingung
"Dia bukan Wisnu, bukan." ucap Wawan
"Jadi dia siapa? Dan kamu kok kenal?" tanyaku makin bingung.
"Terus, gimana?" ucapku penasaran, Wawan menatapku sejenak sebelum melanjutkan ceritanya.
"Hubungan kami sudah seperti keluarga, aku mengenal Wisnu juga keluarganya. Wisnu juga gitu, dia pacaran dengan adik perempuan ku. Sampai hari naas itu tiba" Wawan menghela nafas panjang, pandangan matanya terlihat sedih.
"Wan??"
"Wisnu dan adikku kecelakaan, Wisnu koma dan adik perempuanku tewas ditempat kejadian. Sejak sadar dari komanya Wisnu tiba-tiba berubah. Dia gak lagi kenal denganku. Bukan cuma itu, semua teman-temannya pun mengeluhkan hal yang sama denganku. Wisnu jadi aneh, kasar dan selalu bersikap semaunya" tambah Wawan lagi
"Dia amnesia?" tanyaku
"Gak, Wisnu gak amnesia. Tapi dia berubah jadi seperti orang lain" ucap Wawan lagi
"Mungkin gak kalau dia trauma?" tebak ku asal
"Entahlah, yang pasti dia bukan Wisnu. Wisnu gak akan melupakan teman terdekatnya" kutepuk bahu Wawan, sementara Wawan hanya nyengir menutupi kesedihannya.
"Oh iya Wan, Wisnu punya saudara gak? Atau kembar gitu?" tanyaku saat teringat sosok misterius di hutan bambu.
"Lah? Kok kamu tau Bur?"
"Ha? Tau apa?"
"Wisnu memang terlahir kembar, tapi salah satunya meninggal itu yang ku tau" DEG!! Ah berati sosok itu?
"Meninggal kenapa?"
"Meninggal waktu operasi pemisahan" jelas Wawan
"Maksudnya pemisahan?" tanyaku bingung
"Wisnu itu terlahir kembar, kembar siam. Nah waktu usia mereka 3tahun dilakukan operasi pemisahan tapi karena hanya ada satu jantung jadi salah satunya harus dikorbankan. Gitu"
#plaksotau
Tamat? Belum pernah di sodomi brondong ya? Maen tamat aja...
Lalu yang ditubuh Wisnu itu mungkinkah kembarannya?
Mungkin sebaiknya aku tanyakan saja langsung pada "Wisnu" tapi resikonya "Wisnu" itu pasti akan memukul ku lagi. Atau aku kerumahnya aja, tanya sama ibunya. Siapa tau aku bisa dapat jawaban lebih jelas lagi.
Akhirnya tanpa berfikir lama-lama aku putuskan mampir kerumah "Wisnu" setelah pulang berdagang roti, meski sebenarnya aku ragu juga.
Ibunya kan gak kenal sama aku. Gimana kalau ibunya malah curiga, lagipula ada satu hal penting yang aku lupakan. Aku kan gak tau dimana "Wisnu" tinggal. Ck.
Akhirnya aku hanya mondar mandir gak jelas didepan rumah orang. Sipemilik rumah malah menatap curiga kearahku. Pasti orang itu mengira aku punya niatan gak baik.
Karena aku gak nemu jalan keluar untuk menyelesaikan masalah "Wisnu" kuputuskan untuk pulang aja kerumah.
Tepat saat aku menyandarkan sepedaku diteras, "Wisnu" tiba dan langsung merangkulku. Dia manja banget.
"Mas, tadi aku beli nasi padang kita makan bareng yuk" ucap "Wisnu" sambil menunjukan bungkusan plastik yang dibawanya.
"Mas kan belum boleh makan nasi dulu Wis" Ucapku sengaja menggunakan sebutan mas untuk diriku sendiri. "Wisnu" menatapku dengan wajah bersemu.
"Mas..." ucapnya malu-malu. Mungkin aku bisa merayunya sambil bertanya siapa sebenarnya dia??
"Wisnu" masuk mendahuluiku, dia terlihat senang.
"Mas, aku buatin bubur ya" ucapnya girang
"Iya, buat yang enak ya. Mas mau mandi dulu" balasku "Wisnu" salah tingkah ditempatnya berdiri. Sesekali dia menggigit bibirnya.
"Mas, aku deg-degan jadinya" ucap "Wisnu" lalu berlari kedapur.
Aku hanya menatap punggung kecilnya. Kalau Wisnu mengambil kembali tubuhnya, lalu kemana "Wisnu" yang satu lagi pergi? Akankah dia kembali ke alamnya atau malah gentayangan.
"Mas, kok malah bengong katanya mau mandi?" lihat dia, gak ada yang salah dengan sikapnya itu. Hanya saja tubuh itu bukan miliknya. Ahh kalau saja dia benar Wisnu.
Kupandangi "Wisnu" yang juga menatapku, mata itu selalu membuat hatiku terusik. Rasa nyaman saat melihatnya, membuatku suka sekali menatap langsung kemata beningnya.
Aku juga gak siap kalau harus kehilangan "Wisnu" sekarang. Jangan-jangan aku mulai jatuh hati sama "Wisnu".
Memikirkannya aja membuat kepala ku pusing. Kuhembuskan nafas perlahan. "Wisnu" menatapku sayu, dia menyandarkan kepalanya dipaha ku, kumainkan rambut yang menghias keningnya.
Seperti biasa, kami selalu menghabiskan waktu bersama dirumahku.
"Mas"
"Ya?"
Mas, sayang aku?" tanya "Wisnu" lalu bangkit dari posisinya yang tiduran menjadi duduk menghadap kearahku.
"Sayang" ucapku lalu mengusap pipinya.
"Sungguh?" ucap "Wisnu" gak yakin
"Ya, kenapa tanya gitu?" jawabku
"Gimana kalau ku bilang, aku ini sebenarnya bukan aku yang asli. Apa mas akan tetap sayang aku?" DEG!!
"Wis??" Ah, dia bertanya hal yang selama ini ingin kutanyakan. Aku harus bersikap seperti apa sekarang?
"Mas, jawab" kupandangi wajah "Wisnu" yang mendadak murung.
"Mas akan tetap sayang" ucapku sambil mengangkat wajah "Wisnu" yang menunduk.
"Mas bohong"
"Wis"
"Mas bohong, iyakan? Mas gak akan sayang aku, mas hanya sayang pada tubuh ini" ucap "Wisnu" setengah terisak
"Itu gak benar Wis" sanggahku
"Itu benar, aku tau mas hanya kasian padaku iyakan? Aku juga tau kalau mas sebenarnya tau siapa aku, aku betulkan?" Aku diam, gak tau mau jawab apa.
"Tubuh ini memang bukan milikku mas, tubuh ini milik saudara ku. Kami kembar siam menempel dada, dan hanya punya satu jantung yang cenderung tumbuh lengkap ditubuh ini. Aku hanya numpang hidup pada saudaraku. Tapi karena kondisi ku yang lemah, aku jadi seperti parasit. Karena itu ibu memutuskan membuangku. Ibu bahkan gak memberiku nama mas" "Wisnu" menangis sesenggukan didepanku. Kuraih perlahan tubuhnya, kubawa dia dalam dekapanku.
"Mas, aku senang bisa menyanyangimu. Selama ini gak ada satupun yang mengaggapku seperti manusia. Aku gak pernah ingin terlahir kalau pada akhirnya harus dibuang"
"Sudah, gak diteruskan lagi" kupeluk "Wisnu" makin erat.
"Tapi tubuh ini bukan milikku mas, aku gak bisa berlama-lama memakainya. Wisnu selalu mendatangiku untuk meminta kembali tubuhnya. Mas beri aku nama" isak "Wisnu" sambil mendorongku.
"Nama apa yang kamu mau?" tanyaku akhirnya.
"Apa aja, agar mas bisa mengingatku" hatiku sakit mendengar ucapannya.
"Besok aja kita pikirkan nama yang tepat buatmu, sekarang kita tidur aja yuk" ucapku sambil menarik lengan "Wisnu"
"Tapi ma emph" aku gak siap tau harus berbuat apa sekarang selain menciumnya, agar dia berhenti bicara.
Tubuh "Wisnu" menegang sesaat karena ulahku. Aku menatapnya lama, "Wisnu" masih menangis dalam pelukanku.
Aku bingung, satu sisi hatiku ingin membantu sosok Wisnu yang asli. Yang sejak tadi menatap kami murung. Tapi satu sisi hatiku yang lain mengingikan "Wisnu" dengan tubuhnya ini. Mana yang harus kupertahankan?
hih jahara
"Kamu masih disini?" ucapku sambil menghampiri sosok itu.
"Aku hanya ingin tubuhku kembali" balasnya
"Apa gak bisa kamu biarkan dia menggantikan posisi mu" ucapku lagi
"Tubuh itu milikku, apa salah kalau aku memintanya kembali?" jawab sosok Wisnu
"Apa gak bisa kalian gantian? Kamu kan sudah hidup lama, pernah punya pacar juga. Jadi biarkan dia menggantikan mu sekarang" ucapku mulai egois, sosok itu diam hanya memandang "Wisnu" yang masih terlelap.
"Aku lah yang harusnya hidup bukan dia, sejak awal dia sudah ditakdirkan untuk mati" sosok itu lalu melayang mendekati "Wisnu"
"Apa yang akan kamu lakukan?" ucapku mencoba menghalangi sosok itu.
"Jangan bodoh, kamu gak akan bisa menghalangiku. Aku hanya mengambil apa yang seharusnya jadi milikku. Dia sedang lemah sekarang ini waktu yang tepat buatku untuk mengusirnya dari dalam tubuhku" sosok itu melesat seperti angin. Aku hanya bisa tersentak saat dia menembus tubuhku dan langsung masuk kedalam tubuh "Wisnu".
"Wisnu" tiba-tiba mendelik sambil menggerung, seperti menahan sakit yang teramat sangat.
"Wis!!" Aku panik, aku gak tau harus gimana untuk bisa membantunya.
"Mas... Ugh!!" Aku mencoba menahan tubuh "Wisnu" yang bergetar hebat
"Tubuh ini milikku, kenapa kamu melarangku mengambilnya" aku terbelalak saat menatap mata itu. Dia bukan "Wisnu". Apa dia berhasil menguasai tubuhnya kembali? Semudah itu?
Kepalaku berdenyut nyeri, sementara tubuh Wisnu kembali meronta. Dengan terhuyung kudekati tubuhnya yang terus saja meronta seperti orang kerasukan.
"Kumohon jangan paksa dia keluar sekarang, aku masih ingin bersamanya. Beri kami waktu untuk bicara sebentar aja" ucapku, tubuh Wisnu berhenti meronta.
"Mas...." ahh dia kembali, kupeluk erat tubuhnya. Meski tubuh ini bukan milik "Wisnu"ku sepenuhnya.
"Dengarkan mas, ada sebuah nama yang ingin mas beri untuk mu" "Wisnu" meraih tubuhku yang mendadak limbung.
"Nama buatku?" ucapnya sambil mendudukan ku disisi tempat tidur yang sudah berantakan.
"Iya, nama khusus buatmu. Tapi setelah kamu dapat nama, mau kan kamu kembalikan tubuh ini pada Wisnu" ucapku akhirnya
"Iyaa mas" angguknya lemah
"Mas akan kasih kamu nama belakang mas, Adipura" sebenarnya aku sendiri bingung harus menamainya apa, tapi aku gak sampai hati membiarkan Wisnu yang menahan sakit hanya untuk mempertahankan tubuh yang memang bukan miliknya.
"Adipura?"
"Iya Adipura, nama mas Burhanudin Adipura. Jadi nama mu akan selalu mas ingat sampai kapanpun" ucapku lagi.
"Mas bersungguh-sungguh?" ucapnya meyakinkan, aku mengangguk mantap.
Usai mengucapkan itu, dia tersenyum. Tubuh Wisnu lalu ambruk dipangkuan ku. Aku membaringkannya ditempat tidurku.
"Mas..." aku terkejut saat mendengar suaranya ada dibelakangku. Saat kupalingkan wajahku menghadapnya, yang kudapati hanya bayangan Wisnu. Bukan, bukan Wisnu tapi Adipura yang tengah berdiri sambil tersenyum.
"Mas jangan lupakan aku ya" ucapnya samar seperti tertiup angin.
"A... Adi..."
"Namaku aneh" dia tergelak, tawa pertamanya. Tawa yang begitu manis yang gak akan pernah kudengar lagi.
"Mas, aku sayang mas. Sayang sekali" bersama dengan itu sosoknya menipis lalu hilang.
"Mas juga sayang kamu" balasku, aku ingin menangis tapi airmataku gak bisa keluar.
Sekarang bukan hanya tubuh dan kepalaku yang sakit. Hatiku juga sakit.
"Aku akan mengantarmu mengunjungi makamnya besok pagi" Ucap Wisnu sebelum berlalu dari hadapan ku.