Aloooo hai penghuni boyzstories
untuk meramaikan malam minggu para jones yuk baca cerita akoh...
Sebut saja namaku Burhan, seorang pemuda desa biasa. Biasa banget malah, aku tukang roti keliling yang suka lewat pagi-pagi saat tiba waktu sarapan atau sore-sore saat waktu bersantai. Dulu pernah sih aku kerja dipabrik sosis tapi karena satu dan lain hal aku dirumahkan hiks. Tapi bukan ini yang ingin kuceritakan.
Ini tentang pengalaman ku dengan dunia halus, dunianya para dedemit dan lelembut. Sejak kecil aku sudah diberi kelebihan bisa melihat makhluk yang tak kasat mata. Hanya saja wujudnya gak begitu jelas. Dan lagi waktu itu aku belum paham perbedaan 'mereka' dengan manusia. Sehingga aku lebih sering mengabaikan sosok mereka saat itu.
Sering pertambahan usia, penglihatan ku bukannya berkurang atau hilang justru semakin bertambah jelas. Beruntungnya aku bukan orang yang penakut berlebihan tapi kehadiran sosok-sosok halus tersebut gak urung membuatku terkejut juga.
Seperti beberapa hari yang lalu, pulang dagang aku memilih memotong jalan agar lebih cepat sampai kerumah. Sebenarnya ada perasaan ragu dalam hati waktu tiba didepan jalan setapak tersebut. Belum lagi nama jalan setapak ini membuat kuduk ku meremang. Jalan pembunuhan begitulah namanya meski nama tersebut sudah diganti jadi jalan anyar tapi tetap aja orang-orang menyebutnya jalan pembunuhan. Konon katanya dahulu ditemukan korban pembunuhan dijalan ini, aku gak tau itu benar atau hanya sekedar kabar burung aja.
kutekan perasaan cemas yang membuat jantungku berdentum. Dijalan setapak ini bukannya gak ada rumah penduduk, ada tapi letaknya berjauhan. Belum lagi disekitar pekarangan penduduk banyak terdapat tanaman bambu yang menimbulkan bunyi berderit ketika batangnya tertiup angin. Juga bunyi gemerasak daunnya yang terinjak membuat dadaku berdetak cepat.
Makin masuk ketengah jalan, pancaran cahaya lampu dari rumah penduduk makin meredup terhalang bayangan pohon mahoni dan bambu yang tumbuh disepanjang jalan.
Ku kayuh sepedaku perlahan, inginnya sih segera melesat cepat menjauh dari jalanan ini tapi kondisi jalan yang bergerunjal gak memungkinkan ku untuk bisa melaju cepat.
Makin jauh ke tengah perjalanan ku, terdengar suara-suara yang tertiup angin. Seperti suara siulan, glek!!
Aku mulai komat kamit baca doa apa aja yang kubisa. Tiba-tiba....!!!
"Nembe wangsul mas?" (baru pulang mas?)
"Gyaaaaaaaaaa !!!!" Aku teriak sekuat tenaga sankin kagetnya. Tapi celingukan nyari siapa yang negur barusan.
"Ngopo to mas!? Kok malah njerit?"( kenapa mas!? kok malah teriak?) ucap suara tadi sambil menampakan wujudnya dari kegelapan dan mengarahkan cahaya lampu senternya kejalan tempatku berdiri. Ternyata itu pak Paing atau orang desa biasa memanggilnya kang Paing, beliau ini penjaga masjid didesa.
"Maaf pak, saya kaget" ucapku masih deg-degkan.
"Lagi apa pak? Kenapa gelap-gelapan?" tanyaku lagi
" Lagi gole'i pitik mas, awit mau rung muleh" (lagi nyariin ayam mas, ari tadi belum pulang) sambil mengarahkan lampu senternya ketempat lain.
Lalu, bersamaan dengan itu muncul seekor ayam betina dari arah pohon bambu.
"Itu pak disana ayamnya" tunjukku pada seekor ayam yang tampak sedikit janggal dimataku.
"Koyo'e dudu mas" (kayaknya bukan mas) ucap pak Paing tapi dia tetap berjalan mendekati ayam betina tersebut. Dan kira-kira selangkah lagi, tiba-tiba ayam tadi berkokok.
TOK TOK TOK PETOOK
TOK TOK TOK PETOOOKK
Suara nyaring ayam tadi membuat kuduk ku kembali meremang. Perasaanku gak nyaman. Pak Paing juga berhenti ditempatnya sambil memandangi ayam tersebut. Beliau tampak ragu, setelah menengok kearahku memastikan kalau aku masih ada. Pak Paing mulai mengambil ancang-ancang untuk menangkap ayam tersebut. Ketika tangan pak Paing mengenai ekor ayam tersebut, ayam tadi mengepakan sayapnya dan kembali berkokok.
TOK TOK TOK PETOOOOKK
TOK TOK TOK PETOOOKK KAOOK
HI..... HIHIHIHIHI...... HIHIHIHIIII....
"Jabang bayi!!! Setaaaaaan!!!" Jerit pak Paing lalu melesat dikegelapan malam meninggalkan aku yang jatuh terjungkal karena ditabraknya.
Aku gak bisa bangun, badanku lemas sampai ketulang. Sementara makhluk jejadian tadi terus saja tertawa sambil berayun kesana kemari. Dan berakhir diatas dahan pohon mahoni.
Dia menatapku, rambut yang terurai panjang menutupi sebagian wajahnya. Mata yang merah menatapku lekat, aku tercekat gak bisa berbuat apa-apa. Jangankan baca doa, siapa namaku saja saat itu aku lupa. Aku ingin teriak trus lari tapu gak bisa.
Gak tau berapa lama aku ditempat itu, tapi makhluk menyeramkan tadi lenyap saat ada cahaya lampu motor yang mendekat. Pengendara motor itulah yang akhirnya mengantarkan aku pulang kerumah.
Esok harinya aku demam, seluruh badanku terasa sakit.
Comments
Kyaaaaa
Keesokan paginya setelah tiga hari terlewati hanya dengan tidur, aku mulai dengan aktifitas ku seperti biasa. Selesai membereskan rumahku yang berantakan, aku berangkat menuju bakery tempatku mengambil roti.
Bakery Nona, begitu nama tempat pembuatan roti tempatku bekerja. Kusiapkan gerobak roti lalu mulai menyusun beberapa roti yang akan ku jual nanti. Bakery masih sepi, beberapa penjual roti keliling sepertiku belum datang. Hanya mbak mbak pembuat roti yang sejak tadi sibuk bertanya, kenapa aku gak masuk kerja? Aku menjawab apa adanya, dan mbak mbak tadi mulai kasak kusuk menceritakan gosip yang pernah terjadi dijalan tersebut.
Siap menyusun roti, aku mulai mengayuh gerobak roti ku berkeliling kampung tentu saja.
TENG DONG TENG DONG
ROTI ROTI, BAKERY NONA ENAAAAAK ♪♪
"Om .... om rotiiiii beliiii" Kuhentikan sepedaku saat kulihat seorang anak kecil berlari mengejarku.
"Om beli roti"
"Roti apa adek manis" Jawabku sambil menggusak rambut anak perempuan kecil tadi yang tampak terengah-engah.
"Aku mau yang ciiiis ya om, yang cisnya banyak om" jawab anak itu semangat, aku hanya tertawa menanggapinya lalu mengambilkan roti keju permintaan gadis kecil itu.
"Makasih ya om, ini uangnya. Dapat kembalian gak om?"
"Hahahaha gak dong adek manis, uangnya pas" jawabku, anak itu segera berlari setelah ber oh panjang. Aku suka anak kecil, mereka menggemaskan.
Beru aja mau ngayuh sepeda gerobak, gak tau datangnya darimana tiba-tiba sudah ada laki-laki berdiri disebelah gerobak roti.
Orang itu tertawa melihatku tersentak kaget karena kemunculannya yang tiba-tiba.
"Kaget mas?"
"I.. Iya, habis gak kedengaran suara jalannya" ucapku sambil membuka kaca gerobak supaya orang itu bisa memilih roti yang diinginkannya.
"Masnya sibuk godain anak kecil sih tadi. Gimana badannya udah sehat?" Tanya orang itu, membuatku melongo beberapa detik.
"Mas kok tau saya sakit?" Tanyaku bingung
"Hahahaha mas lupa ya, aku yang nganterin mas malam itu"
"Hah?? Aduh maaf mas, saya beneran lupa" ucapku malu, salah tingkah campur jadi satu. Kok bisa sih aku lupa sama orang yang sudah nolongin aku.
"Aku loh masih ingat jelas, bau farfum masnya aja aku masih hafal" Haaaaa??? Kyaaaa jantungku mendadak kebat kebit mendengar ucapan orang itu. Wajahku pasti sudah semerah tomat sekarang.
"Udah mas, berapa nih harganya?" ucapnya lagi
"Li.. Limaribu" ucapku mendadak gagap
"Nih ambil aja kembaliannya" ucap pemuda tadi sambil menyodorkan uang sepuluhribu padaku.
"Be.. Belinya cuma satu? Adiknya gak dibeliin?" tanyaku
"Adik? Aku anak tunggal mas. Cieeee masnya ngajak kenalan ya" ucapnya sambil mengerling centil padaku. Glek, aku nyaris terjungkal dari atas sepeda gerobak ku karena malu. Sementara pemuda tadi malah terbahak.
Padahal aku benar-benar melihat seseorang seperti pemuda itu dibalik pohon angsana. Wajahnya tampak sedih karena itu aku berpikir untuk menawarinya roti. Tapi kalo orang itu bilang dia anak tunggal lantas siapa yang menatapnya dengan wajah sedih itu??
Lanjut tantek
Apa mungkin aku salah liat tadi? Lagipula mas tdi bilang kalau dia gak punya adik. Ah iya, pasti aku salah liat. Ck. Aku lupa bilang makasih sama mas itu, aku juga lupa tanya siapa namanya.
Kalau dipikir-pikir, mas tadi itu cakep juga. Ada dua lesung pipi yang menghias wajahnya saat tertawa. Mata beningnya itu bikin hatiku ser-seran, dia cakep.
Ngebayanginnya aja udah bikin aku deg-degan, gimana kalau aku jadi pacarnya ya? Uhh gak kebayang rasanya. Kenal aja belum, aku sudah menghayal begini.
Jualan dulu ah, baru mikirin mas tadi lagi, seandainya mas itu juga 'sepertiku'. STOP BUR !! Fokus, banyak roti yang belum habis terjual. Kugelengkan kepalaku, gak kuhiraukan beberapa orang yang bingung dengan tingkahku. Aku harus menjual habis dagangan ku.
TENG DONG TENG DONG
ROTI ROTI, BAKERY NONA ENAAAAKK ♪♪
____________________________________
Capek berkeliling, kuputuskan untuk istirahat sejenak dibawah pohon mangga yang tumbuh dipinggir jalan. Udaranya panas sekali, kalau lagi capek begini rasanya pingin cari kerja yang lebih baik. Gak perlu panas-panasan begini, tapi ijazah cuma lulusan SMU, mau ngayal kerja dikantor mana mungkin.
Kuseka keringat yang mulai membasahi keningku, roti yang kujual tersisa sepuluh bungkus. Mungkin sebaiknya aku segera kembali ke bakery.
Me: ini sampai malam Pak?
Ojek : iya
Me : g takut kl ketemu yg aneh-aneh
Ojek : itu sih sudah biasa. Tu lihat jembatan di tengah sawah itu. Kalau malam sering tu disitu.
Me : apa?
Ojek : perempuan berdiri. Kalau di tanya, ojek mbak? Cuma diem aja. Nah itu sebangsa nya.
Me : trus Pak?
Ojek : ya udah, dibiarin saja. Kan dunia nya sudah beda..
"Kok lama Bur pulangnya?" Tanya mbak Nona, pemilik bakery tempatku bekerja.
"Iya mbak, tadi bawa dobel" jawabku, mbak Nona ini usianya sekitar 45 tahun, tapi wajahnya masih cantik. Cantik khas wanita jawa, beliau juga lebih sering menggunakan kebaya dalam kesehariannya, rambutnya selalu terikat rapi dan digelung sedemikian rupa lalu dihias melati yang dironce. Mirip-mirip R.A KARTINI.
Mbak Nona juga selalu ramah dengan semua karyawannya, kami memanggilnya dengan sebutan mbak karena menurut gosip yang kudengar, mbak Nona belum berkeluarga.
Ada juga yang bilang padaku, kalau mbak Nona ini dulunya gundik kompeni tapi sampai sekarang aku gak tau gosip itu bener apa gak.
"Bur... Bur..."
"Eh!? Iya mbak?" Hiz, kok aku jadi ngelantur sih
"Ngelamunin aja, ada apa?" tanya mbak Nona sambil menggelengkan kepalanya.
"Maaf mbak, ini uang hasil jualan tadi" ucapku sambil menyodorkan sejumlah uang pada mbak Nona.
"Makan dulu baru pulang, Bur"
"Iya mbak" usai mengucapkan itu mbak Nona kembali masuk keruangannya. Mbak Nona punya lekuk tubuh yang indah.
"Heh!! ngelamun wae. Seneng po piye?" sebuah tepukan mendarat mulus dibahu ku (heh, ngelamun aja. seneng ya?)
"Wan, aku senengnya sama kamu" ucapku lalu berlari mengejar Wawan dan reaksi Wawan pasti akan selalu berlebihan saat tau aku mengejarnya. Dia akan menjerit sambil melepas bajunya sendiri seolah aku lah yang melakukannya.
Wawan ini temanku saat dibangku SMU, dan dia tau kalau aku punya orentasi berbeda. tapi dia gak pernah mempermasalahkan hal itu. Meski aku sering menggodanya, tapi dia tetap gak berubah. Wawan pernah bilang padaku, kalau teman itu adalah keluarga baginya. Mungkin karena itu dia tetap didekatku sampai hari ini.
"Sepi Bur?" ucap Wawan sambil membawa dua piring nasi lengkap dengan lauknya. Lalu memberikan yang sepiring padaku.
"Gak sih Wan, aku belum muter diperumahan malah" ucapku sambil menyuapkan nasi kemulutku.
"Kok wis muleh?" (kok sudah pulang?)
"Aku takut kemalaman lagi Wan"
"Heleh, koyo' cah wedok wae. Arep tak kancani po?" (halah, kayak anak perempuan aja. Mau aku temani?) ucap Wawan cuek.
"Aku kan ganteng, nanti kalau ketemu mbak kun lagi kayak kemarin. Aku bisa diculik" ucapku sengaja ku buat manja, Wawan menatapku sejenak.
"Wong edan, yo wes rono ndang muleh" sahut Wawan sambil menggigit gemas gorengannya (orang gila, ya sudah sana pulang) aku hanya tertawa melihat sikapnya.
"Bur..." aku memalingkan wajahku pada Wawan menunggu kata berikutnya.
"Koe manis le' ngguyu" aku sukses melongo mendegar ucapan Wawan. Ini kali pertama dia memuji ku. Biasanya dia hanya akan menyumpah melihat keisengan ku.
"Kamu sakit Wan" kutempelkan telapak tanganku langsung kewajahnya, Wawan memasang wajah cemberut sok imut. Untuk beberapa detik aku terpaku denga perubahan sikapnya.
"Aku serius Bur" ucap Wawan sambil meraih tanganku, aku deg-degan. Apalagi saat Wawan mulai mendekatkan wajahnya kearah telingaku.
"Aku serius, ngapusi koe" bisik Wawan pelan. DOR !!
"Jiaaaaaacukk !!!!" ucapku disambut tawa menggelagar Wawan.
Aseeemmm, padahal aku udah deg-degan tadi. Meskipun aku gak punya hasrat sama Wawan tapi kalau dalam kondisi seperti tadi. Siapa sih orangnya yang gak deg-degan.
ha? itu seremnya dimana ya? kukira kamu jumpa sendiri setanny
aku gak takut sih, tapi kalau munculnya tiba² sudah gtu kadang dgn suara² yg bisa dibilang nakutin lama² kan seram jugakan
itu belum ditambah wujudny yg kadang gak banget