Halo semua, saya member baru, ingin sumbang cerita yang pernah saya buat di tahun 2000. Semoga berkenan di baca. Silakan di baca
==========
Chapter 1
“Trlitt... trlitt... trlitt...”
Suara alarm jam membangunkan Setiadi yang masih lelap. Jam menunjukkan waktu 6 pagi tepat.
“HHHHH....Senin lagi”
Gumannya sambil menguap. Ia bangun kemudian duduk sebentar. Dengan mata setengah tertutup ia berdri dan berjalan mngambil jgayung yang didalamnya terdapat seperangkat alat2 kebersihan. Ia membuka pintu kamarnya dan berjalan kearah kamar mandi sambil membawa haduk yang tergantung di depan kamarnya. Dengan langkah gontai ia masuk ke kamar mandi, menutup pintu dan melepas pakaiannya. Semua ini ia lakukan tanpa sadar.
Brrrrr..... gayung pertama menyiram tubuhnya. Tak setiap hari air di Jakarta menjadi begini dingin. Biar bagainmanapun ia harus bertahan. Tak banyak waktu baginya untuk menikmati dinginnya air di kota Jakarta. Sejak kepindahannya ke daerah Grogol Setiadi harus berusaha bangun lebih pagi. Namun Setiadi tak pernah mengeluh, karena ia betah kos di daerah itu. Setiadi menyabuni badannya dan tak lama kemudian ia mengambil gayung.
“satu... dua... tiga...”
gumannya. Terdengar suara desiran air sebanyak lima kali. Dengan tubuh menggigil kedinginan ia meraih handuk, mengeringkan tubuhnya, mengikat nya di pinggangnya. Ia buka pintu kamar mandi dan berjalan menuju kamarnya.
Masuk di dalam kamar, ia membuka handuknya, mengamati tubuhnya, berkuning langsat, hampir tak berbulu kecuali di daerah sekitar paha, sedikit bulu kasar di daerah betis, sisa otot yang hampir terbentuk , namun mengendur kembali. Ia mengambil setelan kerjanya. Setelah memeriksa semuanya, ia mengambil jam tangannya, melirik kearahnya, jam 6:30. Masih cukup waktu untuk berangkat ke kantor. Sejak kepindahannya, ia memang harus bangun lebih pagi, selain bisa bebas menggunakan internet sebelum jam kantor, juga tidak di buru2 waktu lagi seperti waktu kos di daerah Karet, dimana ia hampir selalu bangun mepet waktu. Ia mengambil tasnya, meraih ponselnya, keluar dari kamarnya, megunci pintu. Ia berjalan keluar dari jalan Muwardi yang masih sepi. Di jalan raya ia menyebrang melalui jembatan penyebrangan, menunggu angkot B91. Tak lama angkot pun datang dan menunggu sebentar, ia pun sudah dalam perjalanan. Sesampainya di daerah dekat pusat perbelanjaan di persimpangan Grogol, ia menunggu bis besar 213 atau Patas AC 50 yang membawanya ke kantor.
Sambil menunggu ia memperhatikankerumunan orang- orang yang sama sepertinya, menunggu bis yang membawa mereka memulai hari- hari dan minggu- minggu penuh beban dan tekanan hidup.
Tak lama menunggu, datanglah bis regular 213. Ia dan sekerumunan orang- orang memasuki bi situ dan langsung menduduki tempat yang masih kosong karena masih pagi. Bus yang ia naiki berjalan cepat karena berburu waktu dengan bus jurusan sama persis mengejar di belakannya. Tak butuh waktu lama untuknya sampai ke tempat kerjanya. Ia turun dari bus dan berjalan kaki setelah turun dari busnya ke arah salah satu tower di jalan Thamrin. Ia berjalan masuk pelataran parkir. Lalu ia melihat seseorang turun dari mobil dan membungkukkan badannya, mengambil tasnya. Berpas- pasan dengan ia membalikkan badannya, Setiadi sedang berjalan persis di hadapannya. Sekejap matanya menatapnya, dibalas oleh Setiadi sendiri yang tanpa sengaja menatap balik kearahnya. Tak berfikir banyak ia berjalan melewati sosok itu.
“hmmm... boleh juga orangnya”
Gumannya dalam benaknya sambil melewati pintu utama, menuju elevator. Pintu elevator langsung terbuka dan Setiadi masuk kedalam dan menekan tombol lantai kantornya.
Saat dia sedang melihat pintu elevator mulai tertutup, ia melihat seseorang berlari ke arahnya, mengejar elevator supaya tak tertinggal. Setiadi menekan tombol open door sambil menunggu orang itu masuk. Setelah masuk, baru setiadi melihat orang itu yang sama dengan yang ia lihat di pelataran parker itu. Setiadi sendiri menekan tombol 31, sementara dia menekan tombol 24. Lift pun segera naik membawa mereka berdua. Sejenak mereka saling bertukar pandang. Sosok itu melempar senyuk kearah Setiadi pun membalas senyuman itu. Dan elevator itu pun berhenti di lantai 24 dan sosok itu keluar dari elevator, meningalkan Setiadi dengan selaksa teka teki. Lalu lift pun melanjutkan perjalanannya ke lantai kantornya. Setelah sampai di sana, Setiadi keluar dari elevator, berjalan masuk sambil menyapa operator.
Comments
“Sial... hujan ...”
Ia melihat keadaan di luar lewat jendela. Ia menyesal tak membawa payung. Ia bingung harus bagaimana. Ia tak mungkin menunggu bis yang sudah mulai jarang dan penuh pula, belum lagi kehujanan ketika berjalan ke jalan raya dan menunggu lama. Kerjanya memang menuntutnya banyak lembur. Namun upah lemburnya cukup banyak membantu penghasilannya. Ia bersukur pada atasannya yang menghargai jasanya, sejak semester 4 hingga 1 tahun lulus, ia serinkali mampu mengatasi sebagian besar masalh computer dan local network, memperbaiki kinerja kantornya secara bertahap.
Ia menggunakan elevator turun ke lantai dasar, berjalan melewati aula yang sudah sepi, dijaga seorang satpam yang berjaga di meja operator.
“Malam pak,” sapanya kepada satpam
“Baru selesai pak” tanya satpam
“Biasa lah, lembur lagi” jawab Setiadi sambil tersenyum.
Ia berjalan melewati Fashion Café, terlihat ada taxi lewat. Tanpa berfikir tentang hujan dan dompetnya, ia berlari melawan gerimis memanggil taxi.
“Taxi... Taxi...” teriaknya sambil mengacungkan jarinya
Taxi itu berjalan melewati Setiadi tanpa melihatnya sangat butuh jasanya, menghilang ke arah jalan raya.
“sial...” ia tak percahya dengan apa yang terjadi. Sambil berdiri terpaku ia memikirkan solusi untuk pulang, ia melihat taxi itu menghilang di tengah malam hutan kota Jakarta. Ia segera sadar bajunya sudah mulai basah, berlari ke arah Fashion Café untuk berteduh, menunggu huja reda dan menunggu taxi lain yang mungkin masih lewat. Ia mulai lapar karena berkat masalah tadi, ia melewati makan siangnya.
“Mau pulang kemana?” sapa suara seseorang dari mobil yang berhenti tepat di sampingnya.
“Eh..., ke Grogol” jawab Setiadi agak bingung
“Yuk aku antar pulang, gak ada taxi sama lagi hujan pula” ajak orang itu di dalam kendaraan berwarna merah hati itu. Ragu ragu ia memandang orang itu dan berjalan kea rah pintu kiri mobil itu. Ia mulai ingat, orang yang ia lihat pagi tadi di pelataran parkir dan yang naik satu elevator dengannya.
“Grogol nya di mana?”
“Jalan Muwardi” jawab Setiadi
“Koq basah? Habis ngapain?”
“Tadi manggil taxi, Cuma taxi nya lewat aja”
“Makan dulu yuk, aku belum makan”
Lalu orang itu mengarahkan mobilnya kea rah jalan Sabang. Setelahmemilih tepat parker, mereka duduk di warung sate. Setelah memesan 2 porsi mereka menunggu sambil berbincang-bincang
“OH ya, namaku Setiadi”
“Aku Randy”
“Tinggal di daerah mana Randy?”
“Di Kelapa Gading”
Mendengar jawaban Randy, Setiadi mengatakan maksudnya untuk pualng dengan taxi, karena tak mau merepotkannya, namun Randy bersikukuh ingin mengantar Setiadi karena sudah berjani sebelumnya
Sesudah makan, Randy membayar, kembali ke mobil dan mereka pun sudah berada di perjalanan menuju ke arah Grogol. Di tengah perjalanan mereka saling berbagi cerita tentang pekerjaannya dan Setiadi menceritakan tentang virus yang menyerang kantornya yang ternyata juga menyerang kantor Randy. Setiadi menceritakan 60% computer yang sudah ia bersihkan membuat Randy kagum atas keahlian Setiadi dalam mengatasi masalah ini di bandingkan staff it nya.
Perjalanan terasa lebih singkat berkat perbincangan mereka. Mereka pun tiba di daerah Grogol. Berputar balik di depan terminal Grogol dan masuk ke jalan Muwardi Raya, masuk ke Muwardi 2 berhenti di depan kos Setiadi.
“Makasih tumpangannya, sori udah ngerepotin” Setiadi sangat bersukur atas bantuan Randy.
“Gak masalah, ku bisa minta bantu computer aku gak di rumah nanti kalo ada masalah, boleh kan?”
“Boleh dong, kontak gua aja. Nih ini kartu nama gua”
Setiadi merogoh tasnya dan mengeluarkan kartu namanya, memberikannya kepada Randy. Lalu Setiadi menutup pintu mobil dan Randy menjalankan mogilnya dan menghilang kea rah jalan Susilo.
Satu Jumat sesudah makan siang, ia ditelefon oleh Randy untuk bertiga bersama tunangannya makan malam ke Café tenda Semanggi. Karena tidak ada acara, Setiadi pun mengiyakan. Sorenya, Setiadi sudah tuntas lebih dulu, menunggu sms dari Randy sambil membuka internet berselancar ria. Setelah sms masuk, Setiadi pun berbenah diri dan di aula utama mereka pun bertemu dan segera meluncur menjemput tunangan Randy.
“Halo Rin, gua lagimau ke sana, lu stand by di tempat biasa yah,” Randy sambil menyetir. Sesampainya di sana, mobil Randy pun masuk ke area lobby gedung dan di tengah kerumunan terlihat wanita berbaju setelan jas berwarna abu- abu dengan rok sebatas lutut mendekati mobil itu memberikan senyum kepada Randy. Setelah mobil berhenti, Setiadi keluar dari mobil dan memberikan senyum kepada tunangan Randy dan berpindah tempat duduk ke belakang. Wanita itu pun masuk ke dalam mobil itu dan mereka pun berangkat kearah Semanggi
“Rin, kenalin ini temen gua Setiadi” kata Randy
“Halo... Rini”
“Setiadi”
Sesampainya di sana mereka pun mencari parker. Tak mudah baginya untuk mendapatkannya karena malam Sabtu. Dengan sabar mencari tempat parkir hingga 20 menit lamanya sampai mendapat tempat nun jauh disana. Mereka bertiga turun dari mobil. Randy berjalan ke sisi kiri mobil, menggandeng Rini dengan Setiadi di belakang mereka.
Mereka berjalan kea rah terbang utama, dan baru sadar mereka mendapatkan tempat parkir yang sangat jauh. Berjalan melalui bergabai motil yang terparkir dan lalu lalang mobi yang masih belum beruntung. Mereka pun sampai di halaman utama Café Semanggi dan mulai berjalan menyusuri café, mencari tempat yang masih tersedia. Ada beberapa yang kosong, namun Rini masih penasaran, ingin mencari tempat yang tepat dan makana yang memenuhi selera mereka hari itu.
Pilihan Randy dan Rini pun jatuh kepada satu café yang terletak di tengah alun- alun, mereka mendapat tempat di lantai atas, sehingga mereka mendapat angin segar. Sangat beruntung bagi malam Sabtu yang selalu penuh itu. Lalu pelayan café itu menunggu mereka memesan makanan. Pesanan telah di buat, mereka menunggu cukup lama sampai dihidangkan. Randy dan Rini asik berbincang, saling berkenalan dengan Setiadi. Setiadi mengamati mereka berdua yang berbicara dengan mesra. Dalam hati Setiadi, ia merasa iri, ketika berpasangan ia jarang sekali menikmati saat itu. Sesudah selesai bersantap mereka masih jalan- jalan menikmati kebersamaan berdua sambil Setiadi berusaha untuk asik sendiri tanpa mengganggu mereka, walau Randy dan Rini cukup melibatkan Setiadi dalam bincang- bincang mereka. Setiadi dengtan sadar berusaha tak terlalu mengamati mereka berdua yntuk memberi sedikit privasi.
Sesudah puas, malam pun semakin larut, mereka memutuskan pulang. Mereka berjalan melewati halaman depan dan area parkir, mereka sampai di mobil mereka. Randy membuka pintu dan mereka pun masuk ke dalam. Randi menstartermobil dan mereka berjalan keluar. Ternyata antrean mobil keluar sangat lama dan panjang, 20 menit untuk mereka bebas dari antrian, menuju arah Karet, menghantar Rini pulang ke kosnya. Setelah beradu argument dengan Setiadi, Setiadi pun mengalah untuk di antar Randy, karena Setiadi tidak ingin Randy berputar- putar hanya mengantar Setiadi pulang mumpung banyak taxi.
“Biar lah, mumpung mau dianter, besok juga Sabtu toh,” dalih Randy.
Sepanjang jalan mereka pun asik berbincang hingga perjalanan ke Grogol pun tak terasa lama, mereka pun sudah sampai ke tempat kos Setiadi. Setiadi berpamitan pulang, menatap kea rah mobil Randy yang pergi hingga hilang di tengah keheningan malam, masuk ke dalam kamar kos dan sebentar menikmati tayangan tv, berbenah mandi dan tidur.
Settingnya udah dapet.
=======
Chapter 2
Begitulah awal mula pertemuan Setiadi dan Randy. Selama beberapa waktu mereka tak saling menghubungi. Setiadi tetap melanjutkan urusan di tempat kerjanya dan taka da sedikit pemikiran yang terbesit di benak Setiadi apa yang akan mereka alami di waktu mendatang. Pekerjaannya sebagai kepala bidang IT memang dapat diandalkan. Nyaris tak ada masalah computer yang tak pernah selesai. Semua orang- orang di kantor dapat mengandalkannya, yang membuat ia sulit mengatur jadwal cuti tahunan, entah persiapan panjang atau daftar kerusakan yang menumpuk setelah masuk kembali.
“trlitt... trlitt... “ bunyi ponsel Setiadi pada satu pagi menjelang siang.
“Halo, Setiadi ?”
“Halo, ini Setiadi, ada apa Randy?”
“Ada waktu lunch gak nanti siang?”
“Ada sih, mau lunch bareng?”
“Iyah, ke Hard Rock yuk”
“Yuk, tapi agak telat dikit yah...”
“Ada apa?”
“Giliran computer gua yang lagi down, hard disc kena virus.... banyak file gua yang rusak “
“Kesian amat... oke gua tunggu jam 12 lewat yah”
“Oke, sampe nanti”
Setiadi benar- benar bingung. Ia sedang memikirkan lewat mana virusnya masuk, banyak data penting yang tak bisa di recover. Ia mencurigai satu email spam yang ia tak sengaja buka kemarin. Menyesal pun sudah terlambat.
Tiba waktunya untuk makan siang. Jam telah menunjukkan pukul 12 lewat 30 menit. Ia buru- buru keluar kantor takut Randy terlalu lama menunggunya. Keluar dari elevator, ia berjalan dan menemukan Randy sedang menunggunya. Randy menghampirinya, menatap dengan senyum kearah Setiadi yang sedang bermuka masam.
“Kenapa computer elo? Kan elo kepala IT...”
“Di ledek orang sekantor nih... gua yang cerewet supaya mereka gak kena virus, eh malah gua yang kena batunya sekarang.... “
“Kesian deh elo...” Randy tertawa kecil
“Tuh kan, elo lagi...”
“Sorry, gua gak maksud ledekin elo”
“Gua ngerti lah... hehe”
Lalu mereka berjalan ke area pelataran parkir dan menuju ke mobil. Dan sebentar mereka telah meninggalkan gedung. Tak butuh waktu lama merepak pun samapi ke daerah Thamrin dan berbelok ke arah jalan Sabang mencari parkir. Dan mereka pun berjalan ke Hard Rock. Suasana Hard Rock cukup ramai, namun masih ada tempat buat mereka untuk duduk. Mereka pun memesan hidangan dan menunggu. Beberapa saat berlalu sambil mengobrol makanan pun siap di santap.
“Yadi, kau punya pacar?” tanya Randy melanjutkan pembicaraan
“Gak punya, lagi males cari. Gua gak mikirin ke sana. Lu tunangan ama Rini udah lama?”
“Tunangan baru 5 bulan terakhir, pacarannya udah 2 tahun”
“I see, kapan mau nikahnya?”
“Ini lagi rencanain mau lamaran ke ortunya Rini di Malang”
“Rini ramah yah orangnya, cukup terbuka”
“Iyah, itu juga yang buat gua cinta ama dia, selain banyak kwalitas lainnya”
Mereka berbincang- bincang sambil menikmati makan siang mereka, dan perlahan namun pasti mereka saling mengenal dan membuka diri lebih jauh lagi.
Dari minggu ke bulan, mereka pun sering melakukan hal bersama, juga tak jarang bertiga dengan Rini, lunch, happy weekend atau nonton film. Tak jarang Randy atau Setiadi saling menelpon ke tempat kerja masing- masing jika tidak sibuk, walau tugas Setiadi senantiasa menumpuk.
Dari sinilah kemudian Setiadi diam- diam tertarik dengan Randy. Ia juga sedikit heran, mudah sekali mereka menjadi akrab, mengingat Randy orang straight, sudah tunangan pula. Selama ini teman – teman Setiadi lebih banyak orang yang se-orinetasi, hanya satu atau dua teman straight. Selain hubungan business, jarang yang ada akrab dengan Setiadi. Namun kali ini justru cukup dekat dengan Randy, yang selain mempunyai karakter yang baik untuk orang di jabatan yang cukup tinggi, ditunjang fisik yang sempurna berkat 3 kali di fitness centre dan wajah yang membuat pria maupun wanita berangan jauh.
Satu hari Randy mengajak Setiadi berenang di hotel Minggu pagi. Walau terlalu pagi untuk Setiadi yang pada weekend lebih senang melanjutkan liburannya di Pulau Kapuk Permai nya, tapi dia tidak mau menyia- nyiakan kesempatan membuktikan dengan mata kepala sendiri apa yang dia asumsikan dengan fitur fisik Randy yang sudah menarik perhatiannya. Karenanya malam minggu sebelumnya ia tidak ikut, untuk tidur ekstra pagi supaya cukup fit untuk bangun pagi. Karena tak sabar menunggu esok hari, maka ia pun sulit mengantuk, terlalu harap- harap cemas untuk yang satu itu, sambil membayangkan Randy dengan postur sempurnanya.
Hari Minggu pun tiba. Jam 7 lewat Randy telah berada dalam perjalanan ke tempat Setiadi, sementara Setiadi baru jam 4 subuh bisa lelap dan sedang bermimpi
Di dalam mimpinya, Setiadi dibangunkan oleh suara ketukan dari balik pintu. Ia berjalan membuka pintu dan melihat Randy berpakain kaos t-shirt abu- abu dengan jeas biru luntur berdiri di hadapannya
“Yadi, gue mau bilang sesuatu ama elo”
“Yah... what’s up?”
“Gua ingin elo jadi boyfriend gua, mau kan?”
Setiadi terperanjat, matanya melotot kea rah Randy, sementara Randy mendekatkan dirinya kepada Setiadi dan mencium tepat di bibir.
Setiadi baru tersadarkan setelah mendengar suara seseorang mengetuk pintunya berkali- kali.
“Yadi.... Di.... bangun... bangun Di...”
Setiadi pun bangun, melangkah gontai ke arah pintu, dan membukakkan pintu. Ia bengong melihat Randy.
dibaca dan dikomen
(y) (y)
\ː̗;)ː̖/
Ɓ∂∂∂gưưưs..!!
_/ \_ lanjuuttt......