It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Warung Pecel Ayam Bu Yatmi
===================
Siang itu, layaknya udara Bandung pada umumnya. Sedikit sejuk dengan langit cerah. Keriuhan mahasiswa tampak keluar dari area kampus menuju warung tenda yang berada persis di seberang gerbang kampus.
Salah satu warung tenda itu merupakan langgananku. Warung pecel ayam Bu Yatmi. Berbeda dengan pecel ayam pada umumnya, Bu Yatmi menambahkan sedikit perasan jeruk nipis pada bumbu ayamnya, sehingga memperkaya cita rasa yang ada.
Saat ini Aku tengah asyik menyantap pecel ayam ditemani segelas es jeruk.
Tiba-tiba ada seseorang yang datang ke mejaku.
"Mas, maaf.. Saya boleh minta tolong..?”
Aku yang masih sibuk makan hanya mengangkat kepala sedikit.
“Saya boleh pinjam HP nya tidak..?
HP saya mati. Nanti pulsanya saya ganti pakai duit mas", ujar dia
Aku yang masih setengah kaget hanya mengiyakan saja sembari sebelah tangan menyerahkan ponsel.
Kemudian dia menelpon seseorang. Tidak lama, paling semenit.
Setelahnya, baru Kami kenalan. Dia ternyata menghubungi ibunya yang akan datang ke Bandung, dan sudah hampir sampai.
Kuperhatikan dirinya, posturnya lebih pendek dariku. Kulit putih. Hidung bangir. Cakep.
==================
Keesokan harinya
==================
"Mas, saya yang kemarin pinjam HP. Terima kasih ya" ada SMS masuk dari nomor tidak dikenal.
Setelah mengernyit sejenak, aku baru sadar. Ini kan yang minjem HP kemaren. Kaget juga, kok dia bisa tau nomerku ya.. Ooh, mungkin dia lihat dari HP ibunya.
"Siip. Nyante aja bro. Hehehe", balasku.
Dibalas lagi, "Oya mas, waktu itu saya lupa bayar biaya pulsanya. Berapa ya?"
"Alaah, ga usah bro. Paling juga berapa. Nyante aja", tolakku.
"Oh. Ya udah. Makasih yah" balesnya.
Hmmm.. tiba-tiba timbul pikiran cemerlang.
Aku langsung balas, "Eeh, gpp dehh. Loe traktir gw makan aja bro ditempat pecel ayam kemaren. Gimana?"
"Ooh, ya udah mas. Mau kapan..?" tanya dia.
"Besok aja, sore. Kyk kmren. Oceh broo. Lumayan nih gw dpet makan gratisan. Maklum anak kos. Hehehe" candaku
"Iya mas.. sekali lagi Makasih ya..", ujar dia
"Siip"
===========================
Esoknya lagi : Warung Pecel Ayam Bu Yatmi
===========================
Akhirnya aku dapet makan gratis hari ini.
Yihaaa..!! Rejeki emang ga kemana.
"Jadi ibu loe udah dibawa kemana aje bro.? Ngider-ngider Bandung?" tanyaku sambil menyantap pecel ayam.
"Belum. Sekarang masih di rumah kakak aja. Ibu ga terlalu suka jalan-jalan", jawabnya sopan.
"Eh, nama loe sapa sih bro.?" tanyaku.
"Kan udah kemarin mas.. nama saya Septian. Dipanggilnya Tian. Kalau mas, namanya mas Indra kan yah.", jawabnya
"Hahahaha.. lupa gw. Udah kenalan yakk!" asli lupa.
"Lagian loe juga salah. Nama gw bukan mas Indra. Tapi Indra", kataku ga mau kalah.
"Eeh.. Iya.. Itu maksudnya mas Indra.." kata dia lagi.
"Loohh, masih salah lagiii. Indraaa," kumat dah jahilku.
"Iyaa.. itu.. Maksudnya.. Indra..", kata dia dengan sedikit pelan.
"Hahahaha..", aku cuman bisa ketawa aja.
"Ya udah, Makasih traktirannya ya Yan", kataku menyudahi makan.
"Emang tinggal loe dimana bro, kok sampe nyasar ke kampus gw?", tanyaku sambil berjalan menuju parkiran motor.
"Kakak saya jualan makanan di kantin dalem mas Indra", jawabnya.
"Alaaaa. Loe panggil Indra aja. Ga usah pake mas. Berasa tukang Mie ayam gw",kataku berkelakar
"Iyaa.. Iyaa. Ndra.."
"Ya udah, nie motor gw. Motor loe yang mana?" kataku sesampainya Kami di parkiran motor belakang.
"Ooh. Saya ga naik motor.. tapi ngangkot..", jawabnya.
"Lhaaaa. Ngapain loe ngikut-ngikut gw ke parkiran motor..?", tanyaku heran.
"Iya, saya ga enak motong pembicaraan mas Indra tadi.. Lagian deket kok mas, jalan ke depannya." ujarnya.
"Udaah, naik loe dibelakang. Gw anterin ke depan", kataku menawarkan boncengan.
Sesampainya di gerbang depan. Dia turun.
"Ehh, bentar-bentar!", teriakku memanggilnya.
"Tinggal loe dimana sih?"
"Caheum mas.."
"Ya udah naik, gw anterin deh. Ga ada kerjaan nih gw", ajakku.
"Ooh, ga usah mas.. ngerepotin.. Gak apa-apa, saya biasa ngangkot mas", tolak dia.
"Alaah, udah naik aja. Gw emang lagi ga ada kerjaan. Jadi pengen muter-muter aja sekalian"
Nampak Tian berpikir sebentar.
"Ya udah.. klo gituu mas..", kata dia sambil naik lagi ke motor.
"Mass.. ini helm buat saya mana..?", kata dia sambil celingukan cari helm.
"Nyantee.. polisi nunduk ama gw. Udah pegangan loe bro. Gw ngebut"
BRRMM..!!
Semoga ga' mati suri!
Bagnget bagus!
Makasih mas. Semoga suka yah.
SMS-an pagi-pagi
============
"Wooyy!!, bangun.. molor aja loe bro. Kwkwkwkk", pagi-pagi ku sms Tian.
"Udah bangun dari tadi mas. Ini udah mau berangkat. Ada apa ya mas Indra..?", tanya dia.
"Gpp. Gw lg kurang kerjaan aja. Hehehehe..", jawab gw.
Di luar gang, daerah Caheum. Tampak Tian keluar dari mulut gang.
"Loohh, mas Indra..? Kok ada disini. Bukannya tadi ada di rumah..?", tanya dia kaget
"Hehehee. Engga kok. Gw udah disini dari tadi", kataku cengengesan.
"Ayok bro, gw anterin loe kerja dehh. Gw lagi boring nihhh.. ga ada kerjaan..", tukasku antusias.
"Ahh. Jangan mas.. beneran.. ngerepotin banget.. Saya naik angkot aja mas.. ", tolak dia
"Udeehh, dibilangin lagi ga ada kerjaan juga. Niihh.. ", paksaku sambil menyodorkan helm.
"Beneran mas.. Ga enak saya.. Tempatnya jauh.. Di Cibiru sana.. ", dia masih berusaha menolak.
"Udeehh, nyante ajee. Wong emang gw pengen ngabisin waktu kok bro. Tambah jauh, tambah baguss", kataku pantang menyerah.
"Tapi.. aku kerja di pabrik loh mas.. bukan kantoran gitu.. Isin aku mas..", katanya pelan.
"Hahahaha..", ngakak aku mendengar pernyataannya.
"Jadi loe isin karena itu toh broo. Udeh, sama gw mah nyante ajaa. Ayok, berangkaatt!"
Motorku melaju menuju Bandung Timur. Meliuk-liuk menyelusuri jalanan Caheum-Cileunyi yang terlihat sepi di pagi hari. Setelah berjalan sekitar 45 menit, Kami kemudian berhenti di depan sebuah gerbang besar, di wilayah Cibiru. Tampak bangunan pabrik dibalik gerbang. Orang ramai masuk ke dalam dengan baju kerja yang sama dipakai Tian.
"Hmmm.. ini ternyata tempatnya..", batinku.
Inilah awal kisahku..
Awal yang akan membuka cakrawala baru dalam hidup.
Cerita yang indah sekaligus konyol.
Meninggalkan kesan amat mendalam..
Antar jemput Tian.
============
Jadi inilah aktivitasku sekarang, setiap pagi dan sore hari.
Yaah, lumayanlah. Daripada manyun aja di kosan.
Paling males emang nungguin jadwal wisuda. Sidang udah beres. Panggilan kerja belum ada. Mending jalan-jalan keliling Bandung aja deh.
Seperti halnya sore ini. Sambil nungguin orang pulang pabrik, aku duduk-duduk di seberang gerbang, bersama orang-orang lainnya yang juga menjemput pasangannya. Rata-rata yang nunggu adalah bapak-bapak dan mas-mas, yang kutebak adalah suami atau minimal pacar dari yang kerja di pabrik.
Sedang aku? Hahahaa.. Ketawa juga ngebayanginnya.. Jemputnya LAKI! Udah gitu bukan sodara lagi.
Emang sih, dia pernah menanyakan kenapa aku mau repot-repot antar jemput tiap hari. Ya udah, kujelasin aja kalau memang aku iseng aja..
Tapi.. Apakah bener.. Hanya iseng..
Kalau dipikir-pikir banget, aku juga bingung jawabnya. Jujur, aku belum pernah mempunyai perasaan aneh-aneh ke lelaki. Yang kurasakan sekarang, ya nyaman aja. Sikapnya yang polos dan baik, persis kayak adikku di kampung.
Sekarang aku sudah mulai kenal dengan keluarganya. Ternyata dia tinggal bersama kakaknya di Caheum sana. Orang tuanya tinggal di Muntilan Selatan. Sebuah desa yang nantinya akan kukunjungi dan membuatku berdecak kagum.
Dia anak kesembilan dari sembilan bersaudara, alias paling bontot. Memang seperti layaknya orang-orang dulu yang tidak tau KB, rata-rata mempunyai anak banyak. Kakak-kakaknya sudah berkeluarga semua, dan merantau kemana-mana. Yang paling jauh ada sampai ke Sulawesi. Dua lagi ke Bandung. Termasuk kakaknya, tempat dia tinggal sekarang.
Udah seminggu ini aku masih setia berbonceng ria dengannya.. Sehingga setiap belokan, dan tikungan dari Caheum sudah begitu hapal di kepala. Bahkan jika mengendarai motor sambil merem, kayaknya bisa deh. Hehehehe.
"Mau makan dimana nih?", tanyaku sambil menyetir motor.
"Haahh..??", ujar Tian sambil membuka penutup helm.
"Makan dimanaa..!!", kataku setengah berteriak.
"Terserah mas Indra aja. Saya ngikut.."
"Ya udah, Lamun Ombak yaa.", kataku sambil menyebutkan nama salah satu rumah makan Padang di wilayah Caheum.
"Iya mas Indra..", jawab dia.
"Sekali-sekali loe rasain broo, masakan dari kampung gw. Ga kalah dah sama masakan Jawa", ujarku berpromosi.
"Oceh brooo.", balasnya dengan logat Jawa kental.
"Hahahahahaa.. Ga pantes broo, dengan logat Muntilan gituu..", tawaku ngakak.
"Iya.. Mas..", jawab dia mesem.
Sesampainya di Lamun Ombak, aku langsung menuju ke lantai 2, sambil memberi kode ke petugasnya kalau kami mau diatas.
Ga lama, hidangan tersaji di meja.
Salah satu hal yang khas dari Rumah Makan Padang adalah, semua "samba" (lauk-pauk) terhidang di meja dalam posisi bertumpuk-tumpuk. Sehingga menerbitkan selera orang yang melihatnya.
Kebetulan aku lagi ada rejeki minggu ini. Sambil nunggu wisuda, aku ikut mroyek bersama Dosen kampus. Lumayan juga dapetnya. Makanya kali ini aku pengen traktir makan enak si Tian. Biar dia ngerasain betapa maknyossnya makanan Padang.
"Udeehh, ga usah isin-isin loo, santuang' ajaaa", kataku sambil menyendokkan nasi ke piring.
"Santuang.. apa tu mas Indra", tanya dia heran.
"Santuang itu artinya sikatt. Ga usah pake basa-basiii.", kataku menjelaskan.
"Ooo.. 'santuang' yaa.. hehehe.. Aneh juga bahasanya", katanya sambil ikut menyendok nasi.
"Makanyaa, klo temenan sama gw. Loe bisa sekalian belajar bahasa Minang. Jangan ciek duo tigo aja taunya loo broo.. Biar loe ga ketipu klo belanja di Kircon", kataku sambil menjelaskan
*Kircon : Kiara Condong. Nama salah satu pasar di Bandung. Terkenal dengan banyak pedagang Minangnya*
Selepas makan. Kami ngobrol-ngobrol.
"Gimana Tian Bapak loe? Udah sembuh?", tanyaku.
Memang belakangan Bapaknya sedang terbaring sakit di kampung. Itu sebabnya Ibunya langsung balik ke Muntilan lagi.
"Yaa.. Gitulah Mas.. Namanya orang udah sepuh.. Sering tiba-tiba sakit..", kata dia dengan raut sedih.
"Trus, kakak-kakak loe ga pada pulang buat nengok?", tanyaku lagi.
"Ya kalau yang deket sih pulang Mas.. Kayak yang di Jogja.. Kalau yang di seberang pulau.. Paling nelpon aja..", ujar dia.
"Saya kalau ada dana, pengen pulang juga mas..", kata dia lagi.
"Mass.. Miss.. Mass.. Miss.. Kenapa ga panggil gw nama aja sih.. Tua cuman setaun doang", kataku protes.
"Yaa.. gimana.. Kadang suka lupa Mas.. Ehh.. Ndra..", suara dia pelan.
"Udah, gini aja. Loe kan maunya ada panggilan di depan nama. Gw kan orang Padang. Loe panggil gw Da-In aja dehh.
Singkatan Uda Indra", usulku.
"Iyaa.. Iya.. Da-in. Hehehe..", kata dia cengengesan.
anjritt.. kok tiba-tiba ada yang Tek! di dadaku abis liat dia cengengesan yah..* Aah.. bodolahh..
Mungkin aku kaget aja dia tiba-tiba dari murung jadi cengengesan.
Kemudian Kami berjalan menuju meja kasir. Dia terlihat mengeluarkan dompet.
"Udeehh, ini gw yang traktir. Baru dapet rejeki tadi dari Dosen", cegahku.
"Waah.. Asyikk.. Makasih Dain..", ujar dia sambil kembali cengengesan.
Berikutnya aku mengantarnya pulang ke rumah kakaknya di Caheum.
Senang rasanya hari ini melihat dia bisa sedikit ceria. Setelah beberapa hari belakangan banyak murung. Tanpa terasa aku jadi tersenyum-senyum sendiri membayangkan wajah cengengesan dia..
Aahh.. Penatnya badan ini.. Udah ga sabar pengen menyentuh kasur..
Dilanjut ya kaka :-D
Berbeda halnya dengan karyawan kantoran. Sistem penggajian di pabrik (yang masih dikenal dengan nama upah) diberikan secara mingguan, pada hari sabtu. Nilainya bervariasi, tergantung jumlah jam kerja dalam seminggu.
Dari aku jemput sampai di tempat makan, wajahnya tampak murung. Memang biasanya juga tidaklah pribadi yang ceria. Namun kali ini murungnya seperti orang banyak masalah.
Selepas makan kutanya Tian, "Udeeh, cerita aja. Loe lagi ada masalah kan?"
"Engga.. Masalah biasa di pabrik kok Dain..", jawabnya.
Aku tau pasti bukan itu, makanya langsung saja kutembak,
"Bapak sakit lagi yah..?"
"Iya Da.. Kali ini saya harus pulang kayaknya.. Kepikiran Bapak terus..", wajahnya tambah murung.
"Ya udah, loe pulang aja ke Muntilan, buat nengok Bapak", ujarku.
"Iya sih Da..", kata dia setengah melamun.
"Kenapa.. Biaya..? Tenang.. Gw masih ada duit lebih dari proyek. Loe pake aja dulu Yan..", tawarku.
"Ohh.. Enggaa.. Enggaa Da.. !! Biaya saya ada kok", potong dia cepat.
"Trus apaa..?", kejarku.
"Engga ada.. Ya udah.. Saya berangkat malam ini saja Da-in. Kayaknya masih keburu.. Jadi minggu malam udah bisa balik ke Bandung lagi", kata dia menyudahi.
"Oooh.. Ok.. Nanti gw anterin ke Kircon deh. Biar loe ga telat Yan", ujarku.
Sebenarnya aku ngerasa ada hal yang dia sembunyikan.. Tapi aku ga berani desak dia lebih jauh. Beban pikirannya udah terlalu banyak. Nanti saja, kutanya lagi. Kalau beban pikirannya udah ringan.
"Eeeh, Tian. Yang ini gw aja yang bayarin yah..", kataku menawarkan bantuan.
"Aahh. Engga.. Engga.. Kan sudah jelas perjanjiannya, siapa yang dapat rejeki dia yang nraktir", jelas dia.
"Iyaa. tapii.."
"Ga ada tapi-tapi Da-in. Peraturan kan Da-in sendiri yang bikin..", potong dia cepat.
Aku sebenarnya membuat peraturan itu untuk mengakali agar dia mau ditraktir. Kasihan juga ngeliat kondisi keuangan dia yang cuman buruh pabrik, trus ada tanggungan orang tua di Muntilan sana. Cuma aku liat dia bakalan tersinggung kalau aku tetep maksa.
"Ok deeh.. Bayaarr.. Sana bayarr daahh..", kataku.
"Siipp..!", katanya sambil cengengesan.
Jam 20.30 Kami sudah sampai di Stasiun Kiara Condong. Tempat kereta Ekonomi rute Bandung-Surabaya. Berbeda dengan stasiun Bandung yang nyaman, karena memang diperuntukkan untuk kereta kelas Bisnis dan Eksekutif. Stasiun Kiara Condong tampak sedikit kotor.
Sudah ramai orang berjubel mengantri. Tak lupa calo kiri-kanan mengejar bak singa lapar.
Jam 20.50, sudah ada panggilan bahwa Kereta akan diberangkatkan.
"Dain. Saya pamit ya..", kata dia sambil menyalami tanganku.
"Ok, hati-hati ya.Jangan lupa kasih kabar gimana kondisi di sana", ujarku.
"Iya. Makasih Dain..", katanya sambil beranjak mengangkat kopernya ke dalam kereta.
Tak terasa, kereta sudah meninggalkan stasiun Kiara Condong.
Aku masih termangu di sini. Rasanya tertampar aja dengan realita yang ada. Sementara aku santai-santai kuliah dengan beban seluruhnya dari orang tua, ada orang lain yang umurnya di bawahku, sudah harus menanggung beban orang tuanya.. Sepertinya aku harus lebih bertanggung jawab terhadap masa depanku mulai dari sekarang. Masa ga malu sama Tian yang umurnya lebih muda..
Hehehehe.. Kok bisa yahh. Aku yang berlaku seenaknya gini, dapet pembelajaran dari orang yang polos dan lugu itu. Duniaa.. oh dunia..
@mikeAurellio : Waahh, ada Muntilanisti juga disini. Salam kenal mas.
@dr_gonzo : Aiii..*eh, behave-behave, beda lapak ini*. Trims ya dok atas kunjungannya
@sinjai : Waahh. Di komen oleh salah satu pembaca setia Boyz stories. Jadi maluu..