It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Oh ya, siapa yang bisa buat konsep awalnya?
Avatar bisa share konsep yang kamu punya dulu lewat email saja?
nanti saya akan kirim email kepada teman - teman yang mau bantu.
email saya
[email protected]
salam
toyo
Toyo[/quote]
Sebagai orang yang pernah jadi admin di koran, gw tahu kira2 pendapatan dari koran/majalah itu terdiri dari:
1. Pendapatan iklan (ini yang paling besar dan menutup hampir semua biaya cetak dll).
Ada perusahaan yang barter,
2. Pendapatan sirkulasi (ini sih kecil).
Kemudian, biaya yang paling utama (gede) biasanya adalah:
1. Biaya cetak (kalo majalah/koran). Tergantung color/bw, etc, etc.
2. Biaya karyawan (buat lay out, dll).
3. Royalti (kalo ngambil dari konsep majalah LN).
4. Pembayaran untuk kontributor.
kemudian biaya2 apa lagi ya..entar gw liat dulu file2 lama gw yaa?
Jadi gw bilang, selain kita bergerak, kita juga kudu mulai mendekati juga calon2 pengiklan, kalo nggak kita akan tombok dan bisa2 gulung tikar. Majalah yang mismanagement, bisa2 cuma muncul 2 atau 3 kali terus layu, Kan sedih.
Cuma sekadar pendapat.[/quote]
Ini bener bgt! Gw sekarang kerja sbg editor di salah satu majalah terbesar disini.
Pendapatan dari iklan emang yang terbesar untuk sebuah penerbitan karenanya para AE nya harus kerja mati2an. Untuk bisa menggaet iklan kita perlu bikin tema besar pertahun, jadi jauh2 hari tema besar itu bisa 'dijual' ke pengiklan sehingga mereka bisa menaruh iklan maupun membuat advertorial (advertising editorial) yang disesuaikan dengan tema besar itu.
Tapi walau sumber pendapatan terbesar adalah iklan, sebelumnya si media itu udah harus punya standard dalam arti iklan mana yang bisa diterima dan mana yang tidak, dalam arti sesuai atau tidak iklan tsb dengan majalahnya. Contohnya, majalah tempt gw kerja tidak akan pernah memuat iklan dari perusahaan rokok, maupun perusahaan yg barang2nya kelas B kebawah karena tidak sesuai dengan image dari maalah tsb.
Dan ingat, iklan suatu barang biasanya dipegang oleh agency yang mewakili produsen barang tsb, misalnya barang2 dari Unilever dipegang oleh Agency X, jadi siap2 untuk mendekati orang2 agency yang belagu2 dans ombong2 itu (untungnya majalah tempat gw kerja adalah kelas premium sehingga kita ang dikejar2 para agency2 tsb).Untuk media baru..well..siap2 hati baja.
Parahnya lagi, gw denger dr temen2 media di jakarta, org2 agency di jakarta selain belagu juga korup gila2an..mereka minta jatah uang, liburan ke LN, minimal ke Bali supaya mau pasang iklan di majalah etc.
Sebagai orang yang pernah jadi admin di koran, gw tahu kira2 pendapatan dari koran/majalah itu terdiri dari:
1. Pendapatan iklan (ini yang paling besar dan menutup hampir semua biaya cetak dll).
Ada perusahaan yang barter,
2. Pendapatan sirkulasi (ini sih kecil).
Kemudian, biaya yang paling utama (gede) biasanya adalah:
1. Biaya cetak (kalo majalah/koran). Tergantung color/bw, etc, etc.
2. Biaya karyawan (buat lay out, dll).
3. Royalti (kalo ngambil dari konsep majalah LN).
4. Pembayaran untuk kontributor.
kemudian biaya2 apa lagi ya..entar gw liat dulu file2 lama gw yaa?
Jadi gw bilang, selain kita bergerak, kita juga kudu mulai mendekati juga calon2 pengiklan, kalo nggak kita akan tombok dan bisa2 gulung tikar. Majalah yang mismanagement, bisa2 cuma muncul 2 atau 3 kali terus layu, Kan sedih.
Cuma sekadar pendapat.[/quote]
Ini bener bgt! Gw sekarang kerja sbg editor di salah satu majalah terbesar disini.
Pendapatan dari iklan emang yang terbesar untuk sebuah penerbitan karenanya para AE nya harus kerja mati2an. Untuk bisa menggaet iklan kita perlu bikin tema besar pertahun, jadi jauh2 hari tema besar itu bisa 'dijual' ke pengiklan sehingga mereka bisa menaruh iklan maupun membuat advertorial (advertising editorial) yang disesuaikan dengan tema besar itu.
Tapi walau sumber pendapatan terbesar adalah iklan, sebelumnya si media itu udah harus punya standard dalam arti iklan mana yang bisa diterima dan mana yang tidak, dalam arti sesuai atau tidak iklan tsb dengan majalahnya. Contohnya, majalah tempt gw kerja tidak akan pernah memuat iklan dari perusahaan rokok, maupun perusahaan yg barang2nya kelas B kebawah karena tidak sesuai dengan image dari maalah tsb.
Dan ingat, iklan suatu barang biasanya dipegang oleh agency yang mewakili produsen barang tsb, misalnya barang2 dari Unilever dipegang oleh Agency X, jadi siap2 untuk mendekati orang2 agency yang belagu2 dans ombong2 itu (untungnya majalah tempat gw kerja adalah kelas premium sehingga kita ang dikejar2 para agency2 tsb).Untuk media baru..well..siap2 hati baja.
Parahnya lagi, gw denger dr temen2 media di jakarta, org2 agency di jakarta selain belagu juga korup gila2an..mereka minta jatah uang, liburan ke LN, minimal ke Bali supaya mau pasang iklan di majalah etc.[/quote]
Iya, bener banget sih..pertama2 biasanya iklan dikasih gratis atau dgn harga very low, terutama untuk iklan2 yang mengangkat image majalah...tapi sekali lagi, tergantung tujuan pasar kita juga seeh....jadi majalah harus punya visi. Kan iklan yang bagus juga bisa buat penampilan..misalnya laptop Sony yang ok, satu halaman berwarna...khan ok punya....(cuma gw nggak yakin laptop gituan bersedia iklan di kita).
Agency memang keterlaluan....sombong2. Dia cuma nyerah kalo menghadapi Kompas/Gramedia grup kali yeee.... :evil: kalo ke majalah/koran kecil, mereka itu kayak dewa...makanya orang2 AE harus sering2 kasih gimmick ke mereka.
Jadi sekarang, bgmn nih...Toyo, si Rectory bisa kita minta bantuan sarannya, dia khan editor.
Btw, ini majalah mau dwibahasa atau bahasa Indonesia aja? Atau kayak Readers' Digest Indonesia, ada English Section-nya?
So many things to question and find out.
Satu hal lagi, kita butuh READERSHIP. Salah satu tujuan pengiklan adalah bhw mereka berharap BISA menjaring sebanyak mungkin orang untuk melihat produk mereka. Jadi majalah dengan readership tinggi pasti laku dengan pengiklan.
Untuk awal2 kita bisa bekerja sama dengan berbagai instansi kayak Istituto-istituto asing (Cervantes, IIC, Goethe, etc...) kemudian hotel, dll..harus ada pendekatan dgn managemen/director. Kalo nggak salah di sini ada anggota yang mengelola bar dan mengadakan event, Cylvio, ya...kita bisa menggunakan resource di sini untuk promotion dll.
It will be a lot of work to do, guys! Satu hal lagi, gw rasa cari percetakan yang mau mencetak majalah kita (dan kualitasnya ok) tidak terlalu mudah. soalnya masalah pornografi dan GLBT masih mendapat sorotan di Indonesia.
READERSHIP selain dibutuhkan pengiklan, juga dibutuhkan oleh majalah/media itu sendiri sebagai database mereka.
Iye bang, tapi tujuan akhirnya khan buat jualan: menunjukkan pada pengiklan segmentasi pasar yang menerima/membaca majalah...biasanya pake AC Nielsen kalo di sini.
Bagi majalah sendiri biasa ada bagian litbang....yang kemudian mengkaji berbagai hal misalnya hubungan tingkat readership dengan berita yang ditampilkan...dll.
Wah, Bang Rectory, mau dong gw belajar jadi editor. Pernah melamar tapi ditolak mentah, mungkin bhs Indonesia gw nggak sesuai dgn EYD ya..(padahal udah belajar lho...)
dr segi biaya jauh lebih ekonomis, n smua anak boyzforum bs jd kontributor artikelnya....
....tp e-zine susah klo mau d masyarakatkan ya...
Iya, jadi tergantung tujuannya? Mau untuk kita atau untuk juga menggugah masyarakat..?
Gw sih disini merangkak dulu dari reporter biasa sampe jadi editor, secara di Amrik sini persaingannya gila banget, apalagi di tempat kerja gw ini. Tapi untungnya biarpun disini semuanya bersaing, tapi kompetisinya masih fair sih.
Asyik banget. Pasti lulusan dari Amrik juga yaa? Kalo nggak kayaknya susah, karena dari segi bahasa, Editor itu harus "perfect".