BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

MY PARTNER - jantung hatiku ....

1131416181946

Comments

  • blueriyo wrote:
    Buat dhek bunny& teman2 semua, Selamat Hari Raya Idhul Fitri 1 Syawal 1429 H, mohon maaf lahir bathin
    Wah, iye bang ^_^ maapin kita2 jg y bang riyo.. ma utk BF-ers yg laen, jg bunny yg punya thread, skalian dior ngucapin mohon maaf lahir batin..
    Mungkin da salah2 kata.. meskipun q masi termasuk baru dsini.. tlng dimaaphin yaah.

    Yo takbiran.. takbiran..
  • Esthandior wrote:
    Yo takbiran.. takbiran..

    ALLAHU Akbar...
    ALLAHU Akbar...
    ALLAHU Akbar...
    La'iLa Ha'iLa LLahu'Allahu Akbar..ALLAHU Akbar Wa'iLahi 'iLham...
  • mboh_gajelas.gif

    Minal A'idzin wal fa'idzin

    Mohon Maaf Lahir dan Batin
  • bunny.blue wrote:
    mboh_gajelas.gif

    Minal A'idzin wal fa'idzin

    Mohon Maaf Lahir dan Batin

    sama2 :D mana nich lanjut ceritanya mas!
  • bunny.blue wrote:
    mboh_gajelas.gif

    Minal A'idzin wal fa'idzin

    Mohon Maaf Lahir dan Batin


    iya bunny sama2 minal minul ya buuu


    lanjooottt...
  • Huhuhuu... terharu gw baca kisah hidup elo, khususnya partner elo. Dia mirip bangat ma gw. Mejadi gay dikarenakan faktor keadaan (fenotif) bukan genetik (genotif).
    (Ingat yoo guys karakter manusia ditentukan oleh dua hal yaitu genotif dan fenotif)

    Partner elo jadi gay (meskipun cuman dengan elo) dikarenakan keadaan hidup yang meprihatinkan, yaitu abang dan bokap meninggal, hidup bergrilya dsb. Sehingga bisa dikatakan dia haus akan kasih sayang dari figur lelaki sejati. Dan ketika ketemu elo, ibarat ketemu sirup di tengah padang pasir.

    Mudah2an aja partner elo gak adiktif, maksud gw, dia gak mencari pelarian cowok lain ketika jauh dari elo.

    Gw tunggu cerita elo. Bagaimana akhir perjalanan partner elo. Honestly, gw lebih tertarik bagaimana cerita ini berakhir dari sisi partner elo.
  • afkaristan wrote:
    broody wrote:
    bunny.blue wrote:

    iya, sedang belajar i'tikaf Om.

    gw di masjid istiqamah Pertamina. kalau mau ketemu, cari aja di sudut kanan belakang, ada tas ransel hitam besar bergaris2 merah, that's my stuff.

    senang kalau kita bisa diskusi.

    i'll be there
    gimana nih?
    uda ketemu kah?

    Yes, i've met him, when he recited quran.

    Dua kata buat bunny : Gw terpesona

    Gw ngerti sekarang, kenapa Atin sampe ngejar2 bunny.
    Seandainya gw ga bawa keluarga pas nemuin bunny, maunya gw lama2 discuss with him, hehehe.
    Tapi memang gw sengaja bawa anak bini gw, supaya gw bisa jaga diri (karena bulan puasa juga bro..)

    bun, mata you tuh teduh banged. bikin orang langsung percaya sama you. gw juga ngerti sekarang kenapa Nicky percaya sama you.

    btw, temen2 i'tikaf you oke2 juga ya. pantes you betah............... hehehe just kidding.
  • wah, jadi pengen liat mukanya mas bunny blue.....pasti bibit bebet bobotnya oke.... :oops:

    saya sama2 dari kampus gajah juga nih...hehehe
  • diafragma wrote:

    saya sama2 dari kampus gajah juga nih...hehehe

    dah dua nih yang satu almamater.
    angkatan dan jurusannya mas?
  • baru balik dari Bontang.
    Cape juga ya dua hari full musti keliling ke rumah-rumah.
    Cape mulut, musti pasang muka senyum terus.
    Cape perut, segala macam jenis makanan bercampur jadi satu.
    Cape hati,...... hiks.........hiks..........
    nangis.gif
    hampir di setiap rumah selalu ditanya, kapan nikah?
  • edited October 2008
    Bandung Supermall

    Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku sambil menunduk. Isakanku menghalangiku untuk mengeluarkan kata-kata. Aku khawatir jika aku berbicara, maka aku tidak akan bisa mengontrol tangisanku.

    “Ayo A………, aku kemarin sudah curhat sama Aa. Sekarang gantian. Paling ngga, kita bisa berbagi masalah walaupun mungkin aku cuman bisa jadi pendengar.” Katanya membujukku. Ketika dia berbicara, bau nafasnya yang menggangguku itu membuatku sebal, sehingga kesedihanku sedikit teralihkan.

    Kutarik nafas dalam-dalam sambil menangkupkan tanganku di hidungku. “Mulutmu bau.” Kataku dengan suara lemah dan serak, aku mencoba mengalihkan juga perhatiannya dari kesedihanku.

    Dia tertawa, berdiri dan melangkah menuju kamar mandi. Aku cepat-cepat menghapus air mataku, berdiri juga dan menuju kapstok di dekat pintu. Kubuka pakaian sholatku dan kuganti dengan kaus tangan panjang dan celana training. Aku bermaksud untuk tidur kembali, menghindari dialog dengan Nicky. Percuma saja pikirku, diapun tidak akan dapat membantu memecahkan masalahku. Karena justru dialah salah satu sumber masalahku. Aku belum berani untuk coming out kepadanya.

    Tetapi baru saja aku selesai berpakaian, Nicky memeluk pinggangku lagi dari belakang sambil berdiri. Mencium tengkukku, membuatku merinding, dan secara otomatis aku mengangkat kedua bahuku sedikit.

    “Masih bau ga mulutku?” tanyanya sambil sengaja menghembuskan nafasnya ke samping hidungku. Tertangkap harum odol dari mulutnya yang menghembuskan nafasnya.

    Aku diam saja, karena pertanyaan itu ga perlu kujawab. Dia melepaskan pelukannya, berdiri di depanku sambil memegang kedua bahuku. Aku menatapnya, menunggu apa yang akan dikatakannya.

    “Mata Aa merah dan bengkak.” Katanya sambil mengangkat daguku. Kutundukkan pandanganku karena malu. Menggelengkan kepalaku, berusaha melepaskan tangannya dari daguku.

    Karena aku tidak berkomentar sedikitpun, Nicky yang memang pendiam itu sepertinya kehabisan kata-kata, bingung. Akhirnya dia mendekapku sambil berdiri. Dagunya diletakkan di bahu kananku, agak miring sehingga telinga kanannya menempel di telinga kananku. Akupun melakukan hal yang sama kepadanya, tanpa kata-kata. Kupejamkan mataku, kurasakan kasih sayangku padanya yang semakin tebal.

    Ya, Tuhan, bagaimana aku bisa jauh darinya. Sosoknya begitu nyata di depanku. Suhu tubuhnya menghangatkan hatiku. Tarikan nafasnya mengiringi detak jantungku. Jari-jari tangannya mengelus-elus punggungku. Tak ingin rasanya aku lepas dari pelukannya.

    Air mataku menetes jatuh ke atas bahunya. Rupanya dia merasakan itu, sehingga dekapannya menjadi lebih erat lagi. Kuhela nafasku dalam-dalam.

    “Aku harus ke Bontang, mungkin besok pagi aku langsung ke Cengkareng.” Kataku memecahkan kesunyian diantara kami.

    “Ada masalah dengan orang tuamu ya?” tanyanya.

    “Ga juga, tapi aku bener-bener harus ke pulang.”

    “Tapi balik lagi kan? Hari Senin kita harus raker.” Dia mengingatkan.

    “Ya, aku tau, dua hari aja aku disana. Hari Jumat kuusahakan sudah balik ke Parung.”

    Dia melepaskan pelukannya, tapi masih memegang kedua pangkal lenganku. “Bener ya A, jangan sampe ga balik lagi.” Raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

    Aku sangat memahami kekhawatirannya, mengingat curahan hatinya kemarin di Garut. Aku mengangguk sambil mengerjapkan mataku, meyakinkan dia. Kurasakan pegangan tangannya sangat erat di pangkal lenganku membuatku agak kesakitan, sehingga aku meringis. Dia sadar dan melepaskan pegangan itu, dan menggantinya dengan usapan-usapan di pangkal lenganku. “Sory.” Katanya sambil tersenyum.

    Sebenarnya ingin sekali kukecup mulutnya yang manis itu. Tapi kubalas saja senyumannya sekilas, dan kulepaskan diriku dari pegangannya. Kubaringkan tubuhku di ranjang, miring menghadap ke pintu. Nicky menyusulku berbaring dan memelukku dari arah belakang.

    Rasa malu aku pada Tuhan dan rasa bersalah pada ibuku membuatku tidak merasakan apa-apa ketika dia memelukku. Jadi kubiarkan saja dia melakukan itu. Aku tertidur dalam pelukan hangatnya.


    Pernah adakah pertanyaan dalam hati kita : “Apakah setiap orang memiliki satu rahasia yang seumur hidup tidak bisa dibuka kepada khalayak umum, seperti halnya kita tidak bisa membuka rahasia ke-gay-an kita kepada umum bahkan kepada orang paling dekat sekalipun?”

    Pertanyaan itu begitu sering muncul dalam benakku semenjak aku duduk di bangku SMA. Iri melihat teman cowok yang sedang kasmaran, dan dengan bebasnya dia menceritakan isi hatinya itu kepada teman-teman yang lain. Mereka bercanda saling memberikan saran-saran konyol bagaimana caranya ‘nembak’ incarannya itu. Terkadang aku juga ikut dalam candaan mereka, meskipun hatiku rasanya seperti tersisihkan. Iri juga melihat sekumpulan cewek yang merumpikan cowok2 ganteng yang ada di sekolah sambil tertawa cekikikan. Betapa senangnya mereka bisa berbagi rahasia hati dengan teman-temannya. Atau ketika kakak laki-lakiku memperkenalkan calon istrinya kepada seluruh keluarga dengan penuh kebanggaan dan rasa cinta. Seolah-olah memang tidak ada rahasia yang perlu mereka semua sembunyikan.

    Sedangkan aku hanya bisa menyimpan rasa itu di dalam hati, menutupinya dengan sikap seolah-olah biasa-biasa saja. Menjadikannya sebagai suatu rahasia yang entah kapan bisa mengungkapkannya dengan lisanku secara bebas. Terlalu banyak kekhawatiran akan resiko negatif yang menghalangiku untuk bisa mengungkapkannya dengan terbuka.

    Sehingga sampai saat itu, tak ada seorangpun yang tahu rahasia hatiku ini. Lalu apakah aku akan menghabiskan umurku dengan kebohongan? Karena aku yakin akan banyak pertanyaan yang terus menyudutkanku pada masalah pacaran dan pernikahan. Dan itu semua hanya bisa dijawab dengan kebohongan. Aku menolak cinta dari beberapa cewek dengan berbohong. Aku dekat dengan beberapa cowok, termasuk Nicky dengan alasan yang dibuat-buat untuk menutupi alasan yang sesungguhnya. Dan tinggal menunggu waktu bagiku untuk menghadapi pertanyaan2 dan desakan dari keluarga tentang rencana berumah tangga. Lagi-lagi aku akan mengelak semuanya itu dengan berbohong. Dan jika sekiranya aku bisa atau terpaksa menjalani kehidupan berumah tangga, tentu saja aku akan harus berbohong kepada cewek yang jadi istriku bahwa aku mencintainya. Aahh, ya, Tuhan, apakah memang hidupku harus selalu diwarnai dengan kebohongan?


    Pekerjaan ayahku di sebuah BUMN di Bontang memudahkanku untuk mendapatkan tiket Cengkareng – Balikpapan – Bontang. Sehingga subuh hari itu aku diantarkan Darmo dan Nicky ke Bandung Supermall (BSM), mengejar Bis Primajasa jam 5 pagi. Targetku bisa sampai di Cengkareng jam 8 pagi, karena pesawat berangkat jam 9. Dan masih sempat dapat Pelita dari Balikpapan menuju Bontang sekitar jam 1 siang. Jadi rencananya sore itu juga aku sudah bisa melepas rindu dengan orang tua, terutama ibuku.

    Menunggu kedatangan bis, Nicky menemaniku duduk-duduk di sebuah meja café tak jauh dari halteu bis. Padahal tadi sudah kusuruh Darmo cepat berangkat mengantarnya kembali ke Parung. Tapi Nicky berkeras menemaniku sampai bis datang. Sikapnya ini membuat hatiku terhibur.

    “Kenapa tidak suruh aja Darmo ngantar Aa ke Cengkareng?” Tanyanya.

    “Kasian dia, kejauhan……………..kalau dari sini ke Cengkareng sih 3 jam juga dah nyampe lewat tol. Tapi dari Cengkareng ke Parung tuh musti lewat kota, macet, belum lagi pas di Ciputat atau di Depok nanti. Bisa berjam-jam di jalan.” Kataku menjelaskan. Maklum Nicky masih baru mengenal Jakarta, jadi belum tau lika-likunya lalu lintas Jakarta.

    “Padahal aku masih pengen sama-sama. Lumayan kan 3 jam.” Katanya lagi.

    Aku tidak berkomentar, kunikmati saja perhatiannya itu. Kutatap mata indahnya yang menyiratkan sedikit kekecewaan karena aku harus pergi dengan cara mendadak seperti itu.

    “Sebenarnya ada masalah apa, A, kok mendadak banget?”

    Aku menggelengkan kepala, “Nothing..............., but I have to meet my parent. That’s all.”

    Terlihat dia masih ingin berbicara, namun bis sudah datang, sehingga aku segera saja berdiri dan mengangkat koperku.

    “A! bentar dulu.” Katanya sambil menoleh ke kiri dan ke kanan. Aku juga mengikuti perbuatannya, menoleh ke kiri dan kanan, tapi tak terlihat seorangpun. Sepi, karena semua orang sudah bergegas menuju bis yang baru saja datang.

    Nicky memelukku dan berbisik di telingaku. “I know something about you, but I ‘m still confuse. I think you lied to me about Atin……………. See you, A.” Kemudian dia mengecup bibirku sekilas. Aku shock dengan perlakuannya itu, cepat-cepat aku kembali menoleh ke kiri dan kanan. Lega, karena tak ada seorangpun di sekitar situ, jadi tak ada yang melihat perbuatannya.

    “Maksudmu apa?” tanyaku penasaran

    Nicky tersenyum agak kecut, tapi tidak menjawab apa-apa. Petugas Primajasa berteriak-teriak memanggil penumpang yang belum naik. Terpaksa aku berlari meninggalkan Nicky, sebab bis itu selalu harus berangkat tepat waktu. Penumpang yang terlambat akan di tinggal.
  • bunny.blue wrote:
    “Pokona mah Aa kedah nyempetkeun ka Bandung? Karunya Enih tos ngantosan wae. Ke wengi Marjo ngajemput Aa ti Sukabumi.” (“Pokoknya Aa harus ke Bandung? Kasihan nenek sudah nunggu. Nanti malam Marjo jemput Aa dari Sukabumi). Begitulah ibuku mengakhiri pembicaraan di telepon dengan nada ultimatum kepadaku. Ibu memang keras, kalau sudah menginstruksikan sesuatu hal, maka semua anaknya harus nurut. Jangan coba-coba melanggar, bisa jadi bahan ceramah selama setahun.

    Aku menghela nafas bingung. Antara memenuhi instruksi orangtuaku atau tetap di Parung menemani Nicky. Sudah empat hari berlalu sejak dia kambuh malarianya. Sebenarnya kondisinya berangsur membaik, bahkan dia sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan tongkat, meskipun harus sebentar-sebentar berhenti. Masih terasa sedikit ngilu katanya.

    “Siapa yang telepon Di? Kok, jadi diam?” Suara Nicky membuyarkanku dari lamunanku.

    “Orangtuaku di Bontang. Mereka menyuruh aku ke Bandung. Nenekku pengen ketemu aku katanya.” Jawabku.

    “Asyiik! Aku ikut dong. Boleh ga, Di? Aku kan belum pernah ke Bandung.”

    Aku kaget dengan tanggapannya itu. Ngga nyangka banget. Jadi tidak langsung kujawab, hanya memandang naik turun dari wajahnya ke kakinya. Jujur saja aku senang dengan permintaannya itu.

    “Kenapa Di? Bakal ngerepotin ya, kalau aku ikut?” tanyanya muram, karena aku hanya diam saja.

    “Nggg…. Ngga sih, tapi kamu kuat ga nanti?” tanyaku sangsi, mengingat kesehatannya dan keadaan kakinya yang belum normal 100%.

    “Ya kuatlah, naik bis dari Medan ke Jakarta tiga hari dua malam aku kuat. Masa ke Bandung yang cuma sebentar aja ga kuat?” Katanya meyakinkan.

    “Bukan gitu, Nick. Aku sih cuman mengkhawatirkan kondisi kamu aja.”

    “Ga papa kok, Di. Aku sudah sehat. Nanti biar aku gantiin kamu yang nyetir motor kalau kamu capek.” Katanya.

    “Hahahaha……. Aku kalo ke Bandung ga pernah pake motor, Nick. Ngapain nyusahin diri, banyaknya bis dan kereta.” Aku tertawa ngakak. “Lagian sopir tanteku dari Sukabumi mau jemput aku nanti malam.” Jelasku.

    “Ooh….” Katanya agak malu, tapi masih kelihatan antusias. “Jadi aku boleh ikut ga nih?”

    “Ya sudah, kalau memang mau ikut, siap-siap aja, empat hari kita di sana. Mungkin si Marjo datang jemput habis Maghrib.”


    “Dingin banget ya, Di.” Kata Nicky, begitu mobil keluar dari gerbang tol Pasteur, masuk ke kota Bandung sekitar jam sebelas kurang beberapa menit.

    “Iya kalau malam. Tapi siang hari panas juga sih”. Kataku menjelaskan. Sepanjang jalan menuju rumah Nenekku aku baru melihat bagaimana lugunya Nicky. Seperti orang kampung yang baru masuk ke kota, terkagum-kagum. Padahal menurutku, Bandung tuh ga hebat-hebat amat, biasa aja lagi. (Sory buat orang Bandung, aku berpendapat begitu karena aku empat tahun lebih kuliah disana).

    Akhirnya sampai juga di rumah. Letaknya di dekat balaikota jalan merdeka. Ga jauh dari BMC (Bandung Milk Center). Harus masuk ke dalam gang, sehingga mobil diparkir di jalan depan gang bersama mobil2 lain yang memang sudah terparkir sepanjang jalan itu.

    Nenek (dari ayahku) yang sudah menunggu di teras depan langsung menyambutku dengan peluk cium sambil ngomel, kenapa baru datang sekarang, katanya. Kuperkenalkan Nicky kepadanya. Dan setelah bincang-bincang sejenak melepas rindu, nenek menyuruh kami beristirahat di kamar depan.


    Malam itu aku ga bisa tidur, penyebabnya adalah karena Nicky tidur satu ranjang denganku. Dia sih kelihatannya bisa tidur nyenyak, karena mungkin kondisinya yang belum fit ditambah lagi lelah setelah perjalanan Parung – Bandung.

    Setelah peristiwa itu aku sebenarnya tidak tahu persis bagaimana pendapatnya tentang diriku. Tapi aku ga ingin merusak hubunganku dengan Nicky, sehingga aku mulai berusaha mengubah perasaanku kepada Nicky menjadi perasaan sayang kepada seorang adik. Terasa sulit bagiku, apalagi secara fisik, sosok Nicky adalah sosok yang sangat ideal memenuhi kriteriaku to be my beloved. Ditambah lagi gesture dan personality-nya yang cocok dengan aku. Tapi kupaksakan diriku untuk itu.

    Malam ini sepertinya usahaku selama beberapa hari itu sepertinya hampir sia-sia. Sosok Nicky begitu dekat, berada di sebelahku, mudah sekali bagiku untuk memeluknya kalau aku mau. Wajahnya yang tampan begitu dekat denganku. Bibirnya yang sedikit terbuka, seperti kebiasaannya kalau tidur nyenyak, begitu mengundang untuk dikecup. Kuusap dahi dan rambutnya dengan lembut, itu saja yang berani aku lakukan.

    Dengan berat hati kubalikkan tubuhku tidur membelakanginya. Tapi baru saja aku memejamkan mataku, kurasakan sebuah tangan memelukku dari belakang. Aku tersentak kaget. Kutolehkan wajahku ke belakang, dan kurasakan hembusan nafasnya yang hangat dan teratur, matanya masih terpejam, tanda bahwa dia masih tidur. Pelan-pelan kuangkat tangannya dari tubuhku, karena rasanya tubuhku ini seperti terbakar. Tapi begitu aku hampir berhasil menyingkirkan tangannya, tangan itu kembali memelukku, lebih erat dari pelukan pertama.

    “Nick…” Panggilku perlahan.
    “Hmmmm….” Gumamnya.

    Ah, dia rupanya sadar dengan apa yang dilakukannya.

    Kubalikkan badanku menghadap ke arahnya. Tangannya masih tetap memelukku, sehingga dengan posisi berhadapan, dadaku berhimpitan dengan dadanya, kaki kirinya menindih kakiku. Wajahnya yang tampan dengan mata terpejam persis berada di depan wajahku. Aku tidak bisa menahan diriku. Kukecup dahinya, lalu kedua matanya dan ujung hidungnya yang mancung itu. Matanya masih tetap terpejam, nakal banget dia, pikirku. Sejenak aku ragu, tapi kuteruskan kecupanku pada bibirnya. Dia membalasku dengan ciuman yang lembut, membawaku ke alam yang tak pernah terjamah olehku sebelumnya.

    Malam itu adalah malam terindah yang pernah kurasakan. Malam yang mengubah pendapatku tentang kota Bandung.

    gw jadi inget lelaki terindah deh...huhu
  • bang bunny sering buka YM gk?? aku udh add abng ni....di app ya...
  • @bunny :
    Just my opinion. Gw pny 1 tempat khusus d dlm hati. Dan cm gw yg bisa DAN boleh memasukinya. Krn di tmpt itu gw simpen bnyk hal,pendapat,rahasia yg gw rasa org lain ga perlu atau ga boleh tau. Cukup gw ma Allah aja yg tau.:wink:

    Intinya,it's okay to have (some) secret(s). Gw rasa lu ga berbohong ma org2,tp cuma menyembunyikan kenyataan aja (baca: pny rahasia)

    Mahap kalu kesannya menggurui
    :P
  • bunny.blue wrote:
    baru balik dari Bontang.
    Cape juga ya dua hari full musti keliling ke rumah-rumah.
    Cape mulut, musti pasang muka senyum terus.
    Cape perut, segala macam jenis makanan bercampur jadi satu.
    Cape hati,...... hiks.........hiks..........
    nangis.gif
    hampir di setiap rumah selalu ditanya, kapan nikah?
    *Hiks* mank paling sedih yah, klo ditanyain yg bgituan.. T_T
    q jg sering tuh, dtanyain smacem bgituan.. kyk 'udah punya pacar blum?' ..gw c geleng2 kepala aje.. klo yg nanya diem aje c gpp. Klo yg nyahut "ah, payah lu, kagak laku.." .. ntu yg bikin sakit T_T
    Palagi klo nyokap dah mulai ngomong.."eh, ntar klo cari cewek tw istri.. yg baik, rajin, pinter... bla bla bla..."

    ...Jd tambah sedih denger nyokap ngomong bgitu.. scara harapan itu g bs q penuhi T_T
    huhuhu..
Sign In or Register to comment.