BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Indonesian Life style... "Wasteful!

2»

Comments

  • vinn wrote:
    tapi kalo mau jujur,
    jadi gay itu uda pasti boros lah! 8) 8) 8)
    ah kata siapa?

    boros ga boros tuh tergantung orangnya, ga tergantung ama orientasi seksnya

    juga tergantung kondisi keuangan nya..

    hehe..
  • alandra wrote:
    Masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang boros, yang meski miskin namun dalam membelanjakan uang sering tidak rasional. Mereka juga tidak mau repot membandingkan uang yang dihabiskan dengan hasil yang diperoleh.

    Mau bukti? Silakan bandingkan dengan negara termaju di Asia seperti Jepang dalam masalah penggunaan energi.

    Untuk GDP (gross domestic product) 1 juta dolar AS saja kita butuh energi 470 ton oil equivalent (toe).

    Bandingkan dengan Jepang yang untuk setiap 1 juta dolar AS GDP-nya hanya membutuhkan 92,3 toe, hanya seperlima dari yang dibutuhkan Indonesia.

    Bahkan jika dibandingkan negara-negara tetangga pun Indonesia masih juga tergolong boros. Malaysia, hanya membutuhkan 315 toe untuk 1 juta dolar AS GDP-nya dan Thailand hanya 385 toe.

    Masih belum percaya kalau bangsa Indonesia boros? Coba saksikan kalau orang-orang Indonesia bepergian misalnya ke negeri wisata belanja seperti Singapura atau bahkan Perancis.

    Orang-orang Indonesia, diberitakan, menghabiskan Rp1 triliun pada Shopping Season Juni 2005 di Singapura. Mereka adalah penghambur terbesar (biggest spendor) mengalahkan para tukang belanja dari negara maju seperti AS.

    Banyak pertokoan di Paris, Perancis bahkan sengaja menyiapkan pramuniaga yang fasih berbahasa Indonesia yang siap melontarkan sapaan: "Silakan berbelanja sepuasnya," Ini mereka lakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada para raja dan ratu belanja berwajah
    Asia ini.

    Jangankan ke kota-kota wisata, ketika jemaah haji pergi ke tanah suci Mekkah pun, banyak dari mereka lebih senang melakukan "thawaf" (berkeliling) di pasar seng dari pada thawaf di Masjidil Haram.

    "Tokonya berderet-deret tetapi yang belanja lagi-lagi orang Indonesia. Uang saku dihabiskan semua untuk beli oleh-oleh buat orang sekampung, padahal kebanyakan barangnya cuma 'made in China' yang di Indonesia juga ada.

    Malahan, tak usah ke luar negeri pun, masyarakat Indonesia juga boros kalau sudah menyangkut gaya hidup dengan barang-barang impor bermerk serta bakal menyerbunya jika ada diskon atau special price. Warga kelas ini semakin besar saja jumlahnya di ibukota, meski krismon belum pulih.

    Plaza Indonesia, Plaza Senayan, Pondok Indah Mall dan berbagai pusat perbelanjaan elit lainnya yang terus bertumbuhan dan lebih suka memajang barang impor, biasa menangguk untung besar dari jualan merk berharga selangit.

    Jika warga bergaya hidup seperti ini semakin membengkak saja jumlahnya, sementara kemampuan ekspor Indonesia cuma berkutat di sumber daya alam gelondongan, bisa dipastikan negara ini juga akan terus berkutat pada kondisi defisit neraca perdagangan dan perlahan bakal bangkrut.

    *Catatan: Bandingkan dengan kondisi masyarakat penerima BLT.....

    Alandra
    +62857 521 24 9 24

    Nice posting, Fella!
    8)
  • alandra wrote:
    Masyarakat Indonesia dikenal sebagai bangsa yang boros, yang meski miskin namun dalam membelanjakan uang sering tidak rasional. Mereka juga tidak mau repot membandingkan uang yang dihabiskan dengan hasil yang diperoleh.

    Mau bukti? Silakan bandingkan dengan negara termaju di Asia seperti Jepang dalam masalah penggunaan energi.

    Untuk GDP (gross domestic product) 1 juta dolar AS saja kita butuh energi 470 ton oil equivalent (toe).

    Bandingkan dengan Jepang yang untuk setiap 1 juta dolar AS GDP-nya hanya membutuhkan 92,3 toe, hanya seperlima dari yang dibutuhkan Indonesia.

    Bahkan jika dibandingkan negara-negara tetangga pun Indonesia masih juga tergolong boros. Malaysia, hanya membutuhkan 315 toe untuk 1 juta dolar AS GDP-nya dan Thailand hanya 385 toe.

    Masih belum percaya kalau bangsa Indonesia boros? Coba saksikan kalau orang-orang Indonesia bepergian misalnya ke negeri wisata belanja seperti Singapura atau bahkan Perancis.

    Orang-orang Indonesia, diberitakan, menghabiskan Rp1 triliun pada Shopping Season Juni 2005 di Singapura. Mereka adalah penghambur terbesar (biggest spendor) mengalahkan para tukang belanja dari negara maju seperti AS.

    Banyak pertokoan di Paris, Perancis bahkan sengaja menyiapkan pramuniaga yang fasih berbahasa Indonesia yang siap melontarkan sapaan: "Silakan berbelanja sepuasnya," Ini mereka lakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada para raja dan ratu belanja berwajah
    Asia ini.

    Jangankan ke kota-kota wisata, ketika jemaah haji pergi ke tanah suci Mekkah pun, banyak dari mereka lebih senang melakukan "thawaf" (berkeliling) di pasar seng dari pada thawaf di Masjidil Haram.

    "Tokonya berderet-deret tetapi yang belanja lagi-lagi orang Indonesia. Uang saku dihabiskan semua untuk beli oleh-oleh buat orang sekampung, padahal kebanyakan barangnya cuma 'made in China' yang di Indonesia juga ada.

    Malahan, tak usah ke luar negeri pun, masyarakat Indonesia juga boros kalau sudah menyangkut gaya hidup dengan barang-barang impor bermerk serta bakal menyerbunya jika ada diskon atau special price. Warga kelas ini semakin besar saja jumlahnya di ibukota, meski krismon belum pulih.

    Plaza Indonesia, Plaza Senayan, Pondok Indah Mall dan berbagai pusat perbelanjaan elit lainnya yang terus bertumbuhan dan lebih suka memajang barang impor, biasa menangguk untung besar dari jualan merk berharga selangit.

    Jika warga bergaya hidup seperti ini semakin membengkak saja jumlahnya, sementara kemampuan ekspor Indonesia cuma berkutat di sumber daya alam gelondongan, bisa dipastikan negara ini juga akan terus berkutat pada kondisi defisit neraca perdagangan dan perlahan bakal bangkrut.

    *Catatan: Bandingkan dengan kondisi masyarakat penerima BLT.....

    Alandra
    +62857 521 24 9 24


    Posting yang menggugah
    Sebenarnya ini mengkarakterkan bangsa kita sebagai bangsa yang egosentrik, memang benar dan tidak ada yang mampu menafikkan kalau kalangan menengah atas berhak membelanjakan uang mereka, tapi akhirnya mindset seperti ini hanya akan membuat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin besar.

    Selain itu cara berpikir egosentrik memiliki implikasi negatif pada mindset masyarakat untuk rela equal, sejajar dengan semua tingkat baik dilevel bawah ataupun minoritas, seperti rakyat miskin, pendatang, homosexual dll.
  • albert2 wrote:
    vinn wrote:
    tapi kalo mau jujur,
    jadi gay itu uda pasti boros lah! 8) 8) 8)
    ah kata siapa?

    boros ga boros tuh tergantung orangnya, ga tergantung ama orientasi seksnya

    juga tergantung kondisi keuangan nya..

    hehe..

    yup

    u rite

    klo boros tapi ga punya uang, jadina kayak ryan tuh,. mbunuh orang2 yg ( di anggepnya ) bduit

    LOL
  • hei, topik yang cukup menarik nih, apalagi gay memang termasuk paling "boros" untuk urusan merk dan brand. Saya punya seorang teman, dandy, menarik, tampan dan selalu wangi. Kalo mandi sabunnya pasti harus body shop, kalo pake baju minimal harus Zarra, jeans harus levis, jam tangan harus ini, dan itu parfum nya harus breaclet from platina (wah cinta laura banget ya),.. bla bla bla dan so on.. tapi kaget nya, ternyata tiap habis bulan, dia suka minjem duit sama saya (karena ternyata gajinya nggak cukup sampai habis bulan- padahal level kerja nya dah jauh di atas saya)-

    well, cuma salah satu potret yang saya tangkep aja.

    Dan kemudian saya ke India..
    ketika di New Delhi saya menemukan bahwa kota itu lebih semrawut, kumuh dan kriminal dibandingkan jakarta, saya masuk ke salah satu hotel yang tarafnya alhamdulilah bintang lima (terima kasih karena kantor yang membiayai saya).
    Tidak ada yang aneh disana, semua fasilitas nya oke sampai pada bagian ketika saya makan malam. ..

    Buah-buahan yang di sajikan sepertinya tidak segar.-seperti jeruknya tidak se- orange jeruk di Harris Kuta, bahkan pisang nya pun banyak yang menghitam. Saya sempat bertanya2 apakah ada kesalahan servis.

    Usut punya usut dari teman saya yang telah ke India lebih dulu, ternyata ada kebijakan di masyarakat India *yang diturunkan dari Mahatma Ghandi* bahwa di India selalu ditanamkan untuk sebisa mungkin memanfaatkan sumber daya alam dan hasil produksi sendiri.

    Saya jadi teringat perjuangan Mahatma Ghandi dengan aksi diamnya. Dia memilih menulis buku di penjara dengan mengenakan karung goni daripada harus mengenakan jas elegan tetapi buatan orang eropa..

    wel,, sigh.. saya nggak tau apakah ada hubungannya dengan Indonesia atau tidak, tetapi biasanya ada permintaan pasti ada barang. banyaknya mal dan brand di Indonesia karena memang orang Indonesia mencari barang- barang tersebut. (nggak usah nunjuk orang deh, saya aja kalo cari baju pasti kalo nggak Hammer, Polo, CK dll hehehe)

    Apalagi memang benar, bahwa iklim produk sendiri di Indonesia belum begitu stabil sehingga orang kaya yang ingin memutar uang nya di sektor produk Indonesia pasti berfikir ulang. Pada akhirnya, uang berputar di sektor konsumtif (yang notabene brand2 atau produk2 luar negeri).

    Akhirnya? ya, duit ngumpulnya di brand2 luar aja gitu, dan lagi2 perputaran uangnya tidak bersinggungan dengan Indonesia. Artinya, para pencari kerja di Indonesia tidak terlalu diuntungkan dengan hal itu..

    jadi kesimpulannya apa nih... ?
  • grafityo wrote:
    Apalagi memang benar, bahwa iklim produk sendiri di Indonesia belum begitu stabil sehingga orang kaya yang ingin memutar uang nya di sektor produk Indonesia pasti berfikir ulang. Pada akhirnya, uang berputar di sektor konsumtif (yang notabene brand2 atau produk2 luar negeri).

    Akhirnya? ya, duit ngumpulnya di brand2 luar aja gitu, dan lagi2 perputaran uangnya tidak bersinggungan dengan Indonesia. Artinya, para pencari kerja di Indonesia tidak terlalu diuntungkan dengan hal itu..

    jadi kesimpulannya apa nih... ?

    kesimpulannya..
    ekonomi di indonesia emang ditopang oleh sektor konsumsi...
    liad ajah penyaluran kredit perbankan...lebih banyak disalurkan ke konsumsi daripada modal kerja atau investasi..
    ini emang masalah kultur..
    sebenarnya kalo mau diubah harus dimulai leawt pemerintah...
    mreka harus kreatif biar masyarakat gag konsumtif...
    mungkin lewat pendidikan..jadi kesadaran masyarkat biar bertambah...
Sign In or Register to comment.