It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
ada yang punya tisu nggak?
ceritanya menyentuh banget.
gue kok nggak bisa buat cerita kayak gini ya?
serasa gue bener-bener amatiran klo baca cerita qq
lanjut ah ceritanya
go tristan n bayu,,,,
Tidak ada suara yang terdengar dari Tristan. Padahal tadinya terlihat ceria.
“Tan….” Panggil Bayu. Tak ada suara.
Bayu menurunkan Tristan dari gendongannya. Tristan terbaring lemah di kursi. Bayu mengambil handuk di belakang dan mengeringkan kepala Tristan. Bayu melihat Tristan yang terlihat lesu.
“Dia duduk di pohon itu selama tujuh jam… Pasti Tristan sakit…”pikir Bayu.
“Aku ngantuk, Yu….” Kata Tristan lemas. Matanya terlihat dipejamkan.
“Tunggu, Tan… jangan tidur dulu.. ganti baju baru makan…” Kata Bayu.
Tristan sudah memejamkan matanya. Bayu meraba dahi Tristan. Terasa panas badan Tristan. Bayu segera menggendong Tristan ke kamar. Dibaringkannya Tristan yang tertidur lemas. Bayu membuka baju seragam Tristan untuk menggantinya dengan baju yang kering.
“Dingin, Yu…” kata Tristan lemas.
Bayu menghampiri Tristan yang kini polos tanpa pakaian. Ditanggalkannya pakaiannya yang basah juga dan membaringkan tubuhnya disamping Tristan yang kini miring membelakanginya. Dipeluknya sahabatnya dari belakang untuk meringankan rasa dinginnya. Tangan bayu menyilang didepan dada Tristan. Lehernya dibenamkannya dibelakang leher Tristan.
“Udah gak dingin lagi kan, Tan?” ucap Bayu perlahan.
Tristan yang menyadari dirinya dipeluk Bayu, kini membuka mataya. Dia merasakan desiran aneh memenuhi rongga dadanya. Terasa menghangat tubuhnya. Tangannya kini menggenggam tangan Bayu di depan dadanya.
“Makasih, Yu… udah mendingan…” jawabnya pelan juga.
Orangtua Tristan belum pulang juga. Mungkin karena hujan yang masih begitu deras disertai angin. Bayu yang melihat Tristan yang sudah tidak kedinginan lagi hendak beranjak. Namun Tristan masih menggenggam tangannya. Tristan membalikkan tubuhnya kini berhadapan dengan Bayu. Matanya menatap mata Bayu. Tristan merasakan keteduhan dimatanya. Bagaikan siraman air yang menyejukkan, bagaikan sinar surya yang hangat. Dada mereka bersentuhan. Tangan Bayu masih memeluk punggung Tristan, begitu juga tangan Tristan yang kini memeluk punggung Bayu. Namun tubuh bagian bawah mereka tidak bersentuhan sama sekali.
Kehangatan terasa diantara mereka. Kini mereka berdua memejamkan mata meresapi kehangatan yang ada. Napas yang teratur kini terdengar dari mereka berdua. Dengan wajah berhadapan, hidung yang bersentuhan, mereka tertidur lelap melewati malam yang begitu dingin. Menghantar waktu berlalu…
12 tahun kemudian….
Sebuah pesawat kecil terlihat melintas dekat sekali dengan pantai itu. Beberapa kali pesawat itu berputar mengelilingi pulau itu seolah berharap seseorang melihatnya. Tapi pantai itu tetap sunyi… Pesawat itu akhirnya mendarat di tepi pantai itu.
Seorang pemuda gagah turun dengan seragam pilotnya. Lencana bergambar “Wing” terlihat di dadanya. Wajahnya yang tampan dan tubuh tegapnya menelusuri pantai sunyi itu. Didekatinya batu karang yang terlihat tegar menjorok kearah pantai.
“Aku kembali, Tan….. bawa burung besi untuk kamu…” bisiknya kearah deburan ombak yang kini terdiam.
“Kenapa kamu gak nunggu aku?” mata pria itu berkaca-kaca.
Diambilnya lencana didadanya. Diletakkannya di batu karang itu.
“Ini kudapatkan demi kamu…. “ kata Bayu perlahan. Dua tetes air bening akhirnya mengalir juga di wajahnya yang tampan. Lelaki tegar itu kembali menangis.
Terlihat sesorang turun dari pesawat. Wanita itu mendekati bayu dan memeluk pinggangnya.
“Sudahlah, Yu… kamu kan udah mengabulkan keinginannya….” Kata Andini.
“Dia pasti senang melihatnya….”
Mereka berdua kembali ke pesawat. Pesawat itu kembali mengitari pulau itu untuk terakhir kalinya.
Di tepi pantai itu terlihat seseorang yang berlarian.
“Makasih, Yu….. makasih atas burung besinya… makasih bisa terbang bersamamu…” teriaknya seiring dengan menghilangnya pesawat Bayu.
Tristan kemudian duduk lagi di batu karang itu. Membaringkan tubuhnya yang lelah disitu. Menunggu kembalinya burung besi itu.
Tamat.
tapi memang pada dasarnya para penderita down syndrome jarang yang berumur panjang. apalagi bila tidak dirawat dengan benar.
hmm.. ada yg sedikit mengganjal,tristan menjadi pilot pesawat apa ya? kok bisa dibawa scara private ke pulau.. (atau tristan memang sesukses itu sampe bisa beli pesawat sndiri)
trus kok bisa bawa penumpang wanita itu? (itu andini,ya?)
anyway, gw suka bgt cerita ini.. gw sampe menitikkan air mata nih..
DITUNGGU karya berikutnya ya..
Tp adegan ditempat tidurnya kayaknya gue pernah tahu tuh
jangan-jangan dito dah pernah ngalamin...:)
btw, makasih yang udah baca crita ini. maksih udah ngasih komen, makasih udah ngasih saran, makasih udah ngritik.
Rencananya mo dibikin versi panjangnya. Tunggu aja.
salam.
Bikin malu aja nih marvel.
Ditunggu ya ceritanya