It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sabar........ ^-^ (albert2 mode: on)
Umur beda-beda tipis aja ente udah ngerasa di adopsi... Dasar!! wkwkwkwk..
Waaah.. kata-kata dari ente selalu bikin ane melayang... :oops: :oops:
Maw tny dunk~~~~ kabarnya kak Hasan Gmn sIy??
Q plih Dy di polling looooooohh.... :oops: :oops:
Cong barencong..Em...
(ayam bugil mode on) :twisted:
aduh ngeliat tuh gambar jadi ngakak.. ahhahahahh.. *nyengir lebar"* ciee yang skarang uda pake kaca mata.. titi tuit titi tuittt! (awas jgn salah baca!!) hahaha... jd pengen beli kacamata gaya buat anti radiasi komputer biar saingin om remy! ahahha kaborr *lari*
lagi kemana dia yah..
lanjut remy..
masih berlanjut toh..?
Sayangnya Sugi tidak bisa cepat-cepat hadir di acara tersebut. Aku sudah menghubunginya sejak keluar dari kantor. Dia berjanji akan datang tepat waktu. Sudah hampir jam setengah sembilan malam, beberapa kali aku melirik arloji sambil sesekali melihat ke sekeliling mencari sosok Sugi di antara kerumunan orang. Adikku yang asyik melihat-lihat hasil jepretan pada kamera Fuji nya merasa terganggu juga.
"Temen Aa belom datang juga? siapa sih?" tanya Adikku.
"Iya nih, namanya Sugi kenalan di kereta kemarin."
"Hah? cowok? kenalan di kereta?" Adikku bertanya keheranan.
"Eh.. iya... maksudnya... tadinya mau di kenalin sama elu, eh! enggak taunya udah merit..." kataku berkilah.
Adikku mendecak kesal, namun sepertinya dia bisa menerima penjelasanku.
Tak lama Sugi pun muncul. Rupanya dia memilih untuk berganti pakaian dan mengenakan kemeja lengan pendek berwarna merah cerah dan celana jeans namun masih memakai sepatu ketsnya. Kemudian setelah berbasa-basi dan memperkenalkannya pada adikku, aku dan Sugi berpisah dengan adikku yang harus mengambil gambar dengan kameranya.
Acara premiere itu lumayan seru. Memang benar Titi Kamal hadir ditemani Christian Sugiono kekasihnya, selain juga dihadiri Ringgo Agus dan Desta Club 80's. Tentu saja kami berdua tak ada yang berani menyapa Titi Kamal dan hanya berdiri mengaguminya dari posisi yang agak jauh. (Mungkin Sugi benar-benar menatap Titi Kamal, namun aku berkonsentrasi penuh menatap Christian Sugiono, hehe..)
Entah karena masih suasana Lebarana ataukah aku mulai sedikit "bermoral", semangatku tidak lagi semenggebu-gebu niat awalku untuk tidur di kamar kos Sugi. Memang akhirnya aku bisa meyakinkan adikku agar pulang terlebih dahulu dan memberitahukannya kalau aku tidak akan kenapa-napa pulang larut karena masih ada kereta ekonomi-ac terakhir. Sebaliknya, dengan alasan lain aku berhasil meyakinkan Sugi kalau aku harus tiba di kantor lebih awal keesokan harinya dan akan sangat sulit bagiku kalau harus pulang selarut itu. Aku tidak mengerti apakah Sugi memang baik hati atau terlalu polos dengan usahaku agar bisa bermalam di kamar kosnya, namun setelah dia bersungguh-sungguh mengkhawatirkan pakaian kerja apa yang akan kukenakan besok, dan aku jawab kalau aku selalu menyimpan beberapa stel pakaian kerja di kantor sebagai persiapan, Sugi dengan santun membolehkan aku ikut ke tempat kosnya.
Aku membonceng Sugi di motor. Motor itu katanya adalah titipan temannya di kost yang belum pulang dari mudik. Selama perjalanan hingga tiba di kamar kost Sugi yang cukup bagus dan dilengkapi dengan pendingin ruangan itu, aku lebih banyak diam dan tidak bersemangat sama sekali. Sugi sendiri keheranan dengan tingkahku. Karena sudah cukup larut, kami tidak sepakat untuk langsung tidur yang mana hal itu sangat kusyukuri akibat diriku sedang dilanda bad mood. Bahkan ketika kami sama-sama tidur di ranjang, aku tidak bisa memejamkan mata dan hanya menatap langit-langit.
"Kenapa Mas? enggak betah ya?" tanya Sugi akhirnya. Dia tidur di sebelahku dengan mengenakan kaus dan celana pendek.
"Gi, gue kayaknya mendingan pulang aja deh." Ujarku sambil menoleh ke arahnya.
"Loh? kenapa Mas? udah malam lo!"
"Sorry Gi, gue punya niat yang enggak baik sama ente." Kataku sambil bangkit dari ranjang.
"Maksudnya?" tanya Sugi tak mengerti.
"Kayaknya ente enggak usah terlalu dekat sama gue, Gi. Gue Gay!" ujarku sambil menyambar kemejaku dan melepas kaus yang sudah Sugi pinjamkan.
Sugi terdiam, namun kulihat ekspresi keterkejutan di wajahnya sebelum beberapa detik kemudian dia berhasil menguasai diri kembali.
"Gue antar Mas!" tawarnya sambil ikut bangkit dari ranjang dan menyambar jaketnya begitu melihat aku meraih ransel dan hendak keluar kamar.
Awalanya aku bersikeras menolak tawaran Sugi yang kuanggap hanya sebatas basa-basi saja, namun Sugi tak kalah ngotot untuk tetap mengantarku hingga stasiun. Mencoba memahami perasaan Sugi, aku membonceng di jok belakang motor dengan jarak yang tidak terlalu merapat dengan punggungnya.
Stasiun Kota sudah sepi selarut itu, Sugi hanya mengangguk dan memberikan senyum sekilas sebelum dia dan motornya berbalik arah meninggalkan aku di pintu masuk stasiun. Wajah-wajah keletihan tergambar di sebagian besar penumpang kereta ekonomi-ac terakhir malam itu. Aku menatap kosong ke depan tanpa memedulikan petugas keamanan gerbong berpakaian hitam-hitam yang mondar-mandir dengan senjata laras panjangnya. Aku juga sangat letih, namun tak bisa memejamkan mata memikirkan semua tindakanku tadi. Kubuka flip ponselku, sejenak ibu jari ini ingin sekali menekan tombol "yes" pada nomor Iqbal untuk meneleponnya, namun segera kuurungkan niatku mengingat malam sudah sedemikian larut.
Lalu aku mengirimkan SMS permintaan maaf pada Sugi, sempat sangat berharap dia membalas sehingga aku tetap menggenggam ponselku selama sepuluh menit sebelum akhirnya aku menyerah dan memasukkannya kembali dalam ranselku.
******
Hari Kamis minggu itu Iqbal sudah kembali masuk kerja. Sama sekali tidak bertemu dengannya setelah sekian lama memang membuatku sangat kangen dengannya. Tapi tetap saja, pertemuan kami di pagi hari itu tidak bisa kami tumpahkan dengan bermesra-mesraan. Malahan mungkin karena terlalu canggung atau apa, aku dan Iqbal hanya bicara seperlunya saja. Kulit Iqbal yang terlihat lebih gelap membuatku iri padanya karena dia pasti telah bersenang-senang dan bertamasya dengan keluarganya. Rambutnya juga tampak lebih panjang dari terakhir kali aku melihatnya.
"Gimana pengobatan lu?" tanya Iqbal saat kami sama-sama telah mendapat duduk di stasiun Gondangdia.
"Alhamdulillah lancar. enggak terlalu serius." jawabku.
"Nanti malem gue kerumah lu ya?" bisiknya kemudian.
Aku hanya memberi anggukan sekilas tidak bersemangat. Iqbal tidak berkomentar melihat ketidak-semangatanku itu dan malahan sepertinya ikut-ikutan terseret ke dalamnya sampai-sampai saat kami berpisah di stasiun Kota pun, aku dan Iqbal hanya saling memberikan senyuman ringan.
*****
Malamnya memang Iqbal datang ke rumahku. Saat itu aku mengira aku begitu kangen dengannya hingga kami berdua akan melakukan seks hingga dua atau tiga ronde. Namun pemikiranku salah. Iqbal yang mulai mencumbuku di atas ranjang tidak bisa membuatku bergairah sama sekali. Di luar dugaanku, rupanya Iqbal pun demikian. Dia terduduk di pinggir ranjang dan melamun sementara aku masih tiduran.
"Kita kenapa ya Rem?" tanyanya.
Aku tidak menjawab pertanyaannya. Otakku berpikir, mungkinkah ini seperti orang yang sudah menikah dan mulai memasuki fase kejenuhan dalam biduk rumah tangga mereka? AKu tidak bisa memutuskan apakah aku tidak bergairah karena Iqbal, ataukah memang aku yang sedang tidak berminat.
Akhirnya Iqbal memutuskan pulang lebih cepat. Sebelum dia pergi dia sempat menciumku namun aku membalas dengan dingin ciumannya itu dan kembali masuk ke kamar. Setelah lima belas menit aku melanjutkan lamunanku, aku kemudian bangun dengan terburu-buru mengenakan celana jeansku, sekilas sempat kulihat jam dinding menunjukkan sudah hampir jam sepuluh malam, namun aku tidak peduli dan segera mengeluarkan motorku.
*****
Tiga kali aku mengetuk pintu, barulah seseorang membukakannya dari dalam. Orang yang membukakan pintu agak terkejut melihat kedatanganku namun dia tetap menyilakan aku masuk. Saat itu tubuhnya yang tinggi atletis sedang mengenakan kaus singlet loreng hijau tanpa lengan dan boxer short, di tangannya masih terselip sebatang rokok yang baru habis sebagian, saat aku masuk aku bisa mencium aroma asap rokok seperti sudah berjelaga dan menempel di semua perabotan yang ada di ruang tamu itu.
"Tumben Rem, malem-malem, enggak pake pemberitahuan lagi." katanya sambil terkekeh.
"Gapapa kan?" tanyaku memastikan.
Cowok yang bernama Mas Ricky itu mengangguk mengiyakan. Lalu tangannya memberi isyarat agar aku duduk di sofa ruang tamu. Tetapi aku tidak menggubris ajakannya itu malahan aku meraih pundaknya dan membalik badan Mas Ricky lalu mulai melumat bibirnya. Beberapa saat Mas Ricky membiarkan aku melakukan itu, namun kemudian dia melepaskan pelukanku.
"Rem! kita masih sepupu!" ujarnya mengingatkan.
"So what? emang kita bakalan niat punya anak? enggak kan?" tanyaku.
Sejenak Mas Ricky terlihat bimbang, namun dua detik kemudian dia menyeringai dan gilirannya memulai melumat bibirku. Tak menyia-nyiakan kesempatan, langsung aku tarik kaus singlet loreng Mas Ricky sebelum kemudian dia menindih aku di atas sofa.
*****
WAH BELUM TAHU YA..............REMY LAGI HAMIL MUDA MAKANYA GAK BOLEH TERLALU SERING BERGERAK DAN KELUAR JADI LAGI BEDREST