Puisi ini aku tulis lebih 20 thn yang lalu dan pernah dimuat di buletin Gaya Nusantara pertengahan tahun 80an.
GITAPUJA SEBATANG TEBU
Sebatang tebu coklat mengkilat
Tumbuh di antara rerumputan
Tegar dan tinggi mencuat
Mengundang selera dan menggiurkan
Serasa ingin aku menggenggamnya
Dan mereguk sari madunya
Membawa kesejukan dan kesegaran
Dalam kering dan gersangnya kehidupan
Sebatang tebu coklat mengkilat
Layu di antara rerumputan
Setelah memberi rasa nikmat
Yang selama ini kudambakan
Sebatang tebu coklat mengkilat
Tegar dan tinggi mencuat
Menggetarkan sukma dan renjana
Penawar dahaga hasrat sesama
(Riverdale, Summer 1982)
Comments
L’AMOUR INTERDIT
Malam ini aku sendiri lagi
Mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi
Kau datang tiba-tiba dalam kehidupanku
Saat kesepian sedang meresahkan jiwaku
Senyum manismu begitu menggetarkan
Membuatku tergerak menjalin perkawanan
Keluguanmu sangat menyentuh perasaanku
Membuatku ingin selalu bersamamu
Aku sangat menginginkanmu
Sehingga hati ini terkoyak dalam kepedihan
Karena aku sadar dan tahu
Bahwa antara kita tak mungkin ada ikatan
Kita terpisah dalam dunia yang berbeda
Dibatasi keadaan, usia dan status
Aku tak ingin mengundang fitnah dan nista
Bila persahabatan kita berjalan terus
Aku takut tak mampu mengendalikan hasrat
Tergoda kehendak mencari kenikmatan sesaat
Yang kutahu pasti akan kusesali kemudian
Karena sebenarnya bukan itulah yang kudambakan
Rasanya aku tak akan pernah tega
Menjerumuskan kau ke dalam petaka
Walau gejolak gairahku demikian dahsyat
Tak berani aku mengajakmu menentang kodrat
Aku tidak ingin berbasa-basi
Sekedar mengundang simpati
Aku ingin hidup ini lebih berarti
Bukan sandiwara yang penuh pretensi
Mungkin semua ini hanyalah fata morgana
Sekedar tipuan pandang dalam dahaga
Sementara hati menjerit mengoyak sukma
Akibat cinta yang tak pernah jadi
Agaknya aku harus terus berjalan sendiri
Berkelana bergelimang dosa abadi
Malampun semakin hening membisu
Dalam sendu rhapsody nan biru
(Jakarta, akhir Mei 2003)
Gundah by Fertigo Januari 2005
Malam menjelang peluh menegang
Angin menerpa lembut lentik serai berai
Purnama memanggil senyap benderang
Yang terduduk tersipu sirna dalam belai
Pujangga hilang tiada dengungan
Tak bisa bersuara tak bisa berucap
Melirik kelam lirih mata menitikkan
Dalam gelap gundah dan penuh harap
persepsi kamu begitu toh? .... kalau puisi yang ini gimana?
Kuda Liar by Fertigo Januari 2005
Desakan debu menjajah langit
Membuat kabut terbawa terbang santai
Gemerisik tapak kaki memburu sengit
Kuda liar tiada berantai
jadi di puisi Kuda liar tuh sebetulnya bentuk sebuah kebebasan yang sebebas bebasnya... mungkin tanpa tujuan tapi sudah tidak terkekang lagi gitu lhoo.... hmmm ya udah kalau puisi ini gimana
Tetap Menari by Fertigo Januari 2005
Didera angin deras tak tersentuh
Terguyur hujan kering tak basah
Tetap mahligai gelak lambai tubuh
Tetap Menariku tetap walau dalam resah
sat... adit nakal nih.... *yeee bisanya ngadu... hauhuahuahua... eh ini ngakak lho*
Wah!!!
Gak nyangka mas Adit puitis juga...
Kata temanku, "penampilan sih Maradonna, tapi hatinya Madonna!" :P
FYI... Maradonna udah pensiun dan madonna itu liar banget lho....
Selamat Pagi by Fertigo Januari 2005
Melihat dengan mata nanar ke pijar biru
Mendengar suara kicauan tanpa pilu
Meregang tangan meraih tanpa malu
Menyongsong fajar dengan era baru