Homoseksualitas dan Pernikahan Gay: Suara dari IAIN
Belum lama ini, kampus Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang dikejutkan oleh isu "pernikahan gay". Bukan karena ada mahasiswa laki-laki yang menikah dengan sesama laki-laki. Tapi, Majalah Justisia, sebuah jurnal pemikiran keagamaan dan kebudayaan yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah, dalam edisinya yang ke 25/2004 menampilkan cover story yang provokatif: Indahnya Kawin Sesama Jenis. Debat dan kontroversi pun merebak. Dari delapan artikel utama yang membahas isu tersebut, semuanya menyuarakan keberpihakannya terhadap pernikahan gay dan homoseksualitas secara umum, kecuali satu tulisan saja yang dengan tegas mengharamkannya.
Ada apa dengan IAIN? Mengapa para pemikir muda Islam yang tengah "nyantri" di sana "tiba-tiba" merasa perlu untuk menyuarakan pembelaan terhadap homoseksual? Pertanyaan ini tentu saja bukan semacam kecurigaan dalam arti negatif, tapi sekedar "keheranan yang positif" -ya, kita tentu menyambut gembira upaya yang dilakukan oleh Fakultas Syariah IAIN Walisongo tersebut. Jurnal Justisia telah melakukan langkah yang berani, yang tentu sejak awal disadari bukan tanpa risiko. Para pemikir muda yang menyumbangkan pemikirannya tentang isu homoseksualitas, dan secara khusus tentang pernikahan gay di jurnal tersebut dengan kritis membongkar konstruksi nalar klasik agama yang tidak memberi tempat pada homoseks.
Dengan radikal, sejak awal, dalam pengantar redaksinya, Justisia terang-terangan memperlihatkan keberpihakan dan pembelaannya, seperti ini: Hanya orang primitif saja yang yang melihat perkwinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan. Jika dulu Tuhan mengutus Luth untuk menumpas kaum homo karena mungkin bisa menggagalkan proyek Tuhan dalam menciptakan manusia (karena waktu itu manusia masih sedikit)?..
M Kholidul Adib Ach yang menulis artikel berjudul "Agama Peduli Homoseksual: Membebaskan Kaum Homoseksual dari Penindasan Agama" bahkan berpendapat begini: Pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Menurut pemimpin redaksi Justisia ini, pembacaan yang dilakukan umat sekarang atas kisah kaum Luth hanya sebatas permukaan dan tidak membaca "narasi yang tak tampak". Katanya, "Boleh jadi cerita kaum Luth ini, kalaupun benar adanya, jangan-jangan malah cuma mitos, terdapat kepentingan politik Luth terhadap seseorang yang kebetulan homoseks." Senada dengan Kholidul Adib, penulis lain bernama Sumanto al-Qurtuby yang juga redaktur eksekutif Justisia mengkritisi kisah yang sama dengan pertanyaan, andaikan kisah Luth itu "historis", apakah homoseksualitas merupakan unsur utama atau komplemen saja? Qurtuby memberi ilustrasi dengan menyebut kisah perseteruan mantan PM Mahathir Muhammad dengan Anwar Ibrahim di Malaysia: sebuah kisah pertandingan politik yang dibungkus dengan isu sodomi.
Itu baru debat mengenai akar-akar historis-sosiologois. Sedangkan dari segi peristilahan saja sudah muncul kekaburan: dalam teks-teks Islam klasik sebenarnya tidak ada padanan kata untuk gay (dan lesbian). Yang ada hanyalah kata "khunsa" yang lebih tepat bermakna waria. Ketiadaan istilah yang sepadan ini membuat setiap pembicaraan mengenai gay/lesbian dalam perspektif fikih selalu dimasukkan dalam pembahasan mengenai "khunsa" tadi. Padahal masalah gay/lesbian jelas jauh berbeda dengan persoalan waria. Dengan kata lain, membicarakan homoseksualitas, lebih-lebih menukik lagi pada isu pernikahan gay, dalam perspektif Islam memang akan selalu melahirkan diskusi, debat dan dialog yang panjang.
Apa yang dilakukan oleh pemikir-pemikir muda dari Fakultas Syariah IAIN ini patut dihargai. Mereka tidak hanya berani dalam arti "sekedar berani", melainkan dengan sungguh-sungguh dan serius melakukan pembacaan-kembali secara kritis atas teks-teks fikih klasik. Mahasiswa semester VI dari fakultas tersebut, bernama Iman Fadhilah, misalnya menelusuri teks-teks fikih klasik, menelisik kontroversi pendapat ulama hingga melacaknya ke fikih kontemporer untuk memperoleh gambaran yang "proporsional" dan "maslahat" atas homoseksual. Sedangkan Tedi Kholiludin melangkah lebih jauh dengan mencari landasan filosofis pernikahan homoseksual. Dengan ini semua, para pemikir muda Islam tersebut telah memperjuangkan penguatan eksistensi homoseksual pada level teks (agama) -dan ini sangat penting untuk mendukung upaya penguatan di level yang lain, misalnya politik. [mumu]
Sumber:
http://www.indoqueer.com/
Comments
===============================================
menurut saya, pernyataan ini sangat bertentangan dengan hukum keadilan ALLAH. ALLAH sudah membuktikan bahwa ia juga memberi cobaan terhadap mrk yang divonis "mandul" secara medis. padahal ada orang yg bisa mempunyai anak dengan do'a yg terus menerus. sudah bukan rahasia lagi bhw nabi ZAKARIA adalah seorang yg sangat merindukan seorang momongan dan ALLAH mengabulkan doa'nya. meskipun pd saat melahirkan itu usia Ia dan istrinya sudah tua renta. Dan anak yg mereka lahirkan itulah yg kita kenal sebagai nabi YAHYA. lantas apakah utk meyakinkah bhw ALLAH telah menciptakan kelebihan manusia di muka bumi IA hrs membuat org "mandul" ? tentu tidak. ALLAH tidak sebodoh itu. IA tidak pernah membuat hanba-Nya menderita. kesalahan bukan pd ALLAH. kesalahan ada pd manusia yg tdk memaksimalkan bumi ALLAH yg sgt luas . kalimantan adalah pulau ketiga atau ( keempat ) terluas di dunia. tapi penduduknya tdk sebanyak orang di pulau jawa. mgp ? krn adanya sistem desentraliasasi dimana ibu kota selalu menjadi tujuan, meskipun kalimantan adalah pulau yg sgt kaya. mengapa bisa begitu , salah siapa ? ya manusia !
===============================================
M Kholidul Adib Ach yang menulis artikel berjudul "Agama Peduli Homoseksual: Membebaskan Kaum Homoseksual dari Penindasan Agama" bahkan berpendapat begini: Pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Menurut pemimpin redaksi Justisia ini, pembacaan yang dilakukan umat sekarang atas kisah kaum Luth hanya sebatas permukaan dan tidak membaca "narasi yang tak tampak". Katanya, "Boleh jadi cerita kaum Luth ini, kalaupun benar adanya, jangan-jangan malah cuma mitos, terdapat kepentingan politik Luth terhadap seseorang yang kebetulan homoseks." Senada dengan Kholidul Adib, penulis lain bernama Sumanto al-Qurtuby yang juga redaktur eksekutif Justisia mengkritisi kisah yang sama dengan pertanyaan, andaikan kisah Luth itu "historis", apakah homoseksualitas merupakan unsur utama atau komplemen saja? Qurtuby memberi ilustrasi dengan menyebut kisah perseteruan mantan PM Mahathir Muhammad dengan Anwar Ibrahim di Malaysia: sebuah kisah pertandingan politik yang dibungkus dengan isu sodomi.
===============================================
Apakah pantas seorang nabi UTUSAN ALLAH mempunyai kepentingan politik yg tidak lain hanyalah seorang pembawa risalah kebenaran dari ALLAH ? sekali lagi, pantaskah seorang nabi berbuat itu ? Dan adakah nabi lain yg juga berbuat seperti itu ? siapapun dia baik yg hidup sebelum ataupun setelah kematian luth. nabi yg mana ? mgp mrk tidak menerangkan apa yg menjadi kepentingan nabi LUTH pada penduduk SODOM sebagaimana mahatir dan anwar ibrahim ? apakah mrk berpikir bhw mahatir adalah seorang nabi di zaman ini ? saya yakin, mereka tidak hidup dizaman nabi LUTH.
===============================================
Itu baru debat mengenai akar-akar historis-sosiologois. Sedangkan dari segi peristilahan saja sudah muncul kekaburan: dalam teks-teks Islam klasik sebenarnya tidak ada padanan kata untuk gay (dan lesbian). Yang ada hanyalah kata "khunsa" yang lebih tepat bermakna waria. Ketiadaan istilah yang sepadan ini membuat setiap pembicaraan mengenai gay/lesbian dalam perspektif fikih selalu dimasukkan dalam pembahasan mengenai "khunsa" tadi. Padahal masalah gay/lesbian jelas jauh berbeda dengan persoalan waria. Dengan kata lain, membicarakan homoseksualitas, lebih-lebih menukik lagi pada isu pernikahan gay, dalam perspektif Islam memang akan selalu melahirkan diskusi, debat dan dialog yang panjang.
===============================================
saya sangat setuju. ISLAM tidak pernah mengenal kata gay. kita tdk tahu siapa yg menyebutnya pertama kali. ISLAM hanya mengenal liwath : yaitu hubungan seksual antara laki-laki dengan laki dan shihaq : hubungan seksual perempuan dengan perempuan. terbukti bhw ALLAH tidak pernah menjadikan gay. TIDAK ada satu umat ( seorangpun ) pun yg pernah melakukan jenis hubungan seksual tsb kecuali pd saat tibanya kaum nabi LUTH. Adalah menjadi benar bhw ALLAH tdk pernah menciptakan gay sebagaimana tidak adanya kata-kata tersebut di dalam ALQUR'AN yg merupakan firman ALLAH dan teks-teks lain seperti yg diutarakan oleh penulis. Adakah ALLAH sedang berbohong ? Inilah maksud ALLAH sebenarnya. IA hanya membuat org suka terhadap sesama jenis. Tetapi tdk pernah menyuruh utk mewujudkan apa yg menjadi keinginan mrk, atau yg lebih tepat : identitas yg mrk pilih. mungkin kita hanya mengenal SSA atau same sex attraction : ketertarikan/ketergantungan terhadap sesama jenis. ada org yg melampiaskannya, ada yg tidak. mrk yg melampiaskan menyebut diri mrk sebagai gay. sedang yg tidak adalah non-gay. istilah itu hanya dibuat-buat oleh manusia. tapi tidak oleh ALLAH. perlu ditegaskan sekali lagi : TIDAK ADA SATU UMAT ( SEORANG ) PUN DI MUKA BUMI YG PERNAH MELAKUKAN HOMOSEKSUAL SAMPAI TIBANYA KEHIDUPAN KAUM NABI LUTH.
Bahwa setiap permasalahan homoseksualitas selalu diidentikkan dengan urusan waria belum sepenuhnya benar. benar kata penulis, permasalahan waria dan homoseksualiats sangatlah berbeda. tapi dari apa yg saya baca ( mohon maaf, lupa judulnya ) bhw ISLAM membolehkan pergantian kelamin dari laki-laki menjadi perempuan. saya lupa judul bukunya. maka apa yg menjadi kenyataan bhw populasi yg tdk pernah sama dapat sedikit mengurangi jurang tsb ( mgp sedikit ? krn jumlah waria mungkin tdk sebanyak homoseksual ). jika mrk mengubah kelamin menjadi wanita dan gay berubah menjadi hetero, maka kebenaran bhw ALLAH menciptakan segala sesuatunya berazas keseimbangan akan menjadi kenyataan. karena akan semakin byk laki-laki hetero yg bersedia menikahi wanita. meskipun mungkin jumlah wanita lebih byk dan ditambah dengan waria yg menjadi wanita akan diseimbangkan oleh pria yg lebih sedikit. nyatanya ada pria yg mengganti kelaminnya menjadi wanita : seorang artis dari jawa timur. meskipun dulu sempat ribut : mungkin krn dulu banyak yg belum memahami. menganai pergantian kelamin ini hanya saya tahu dari buku lho ya. saya belum pernah mendengar secara resminya, taruhlah semacam fatwa atau yg lainnya.
===============================================
Apa yang dilakukan oleh pemikir-pemikir muda dari Fakultas Syariah IAIN ini patut dihargai. Mereka tidak hanya berani dalam arti "sekedar berani", melainkan dengan sungguh-sungguh dan serius melakukan pembacaan-kembali secara kritis atas teks-teks fikih klasik. Mahasiswa semester VI dari fakultas tersebut, bernama Iman Fadhilah, misalnya menelusuri teks-teks fikih klasik, menelisik kontroversi pendapat ulama hingga melacaknya ke fikih kontemporer untuk memperoleh gambaran yang "proporsional" dan "maslahat" atas homoseksual. Sedangkan Tedi Kholiludin melangkah lebih jauh dengan mencari landasan filosofis pernikahan homoseksual. Dengan ini semua, para pemikir muda Islam tersebut telah memperjuangkan penguatan eksistensi homoseksual pada level teks (agama) -dan ini sangat penting untuk mendukung upaya penguatan di level yang lain, misalnya politik. [mumu]
===============================================
menurut pendapat saya tidak pernah ada hubungan seksualitas dengan politik atau pekerjaan. dengan kata lain : tidak ada seorang pewawancara yg akan menanyakan seksualiats seseorang. atau mengharuskan mereka mencantumkan orientasi seksual mereka di lembar lamaran pekerjaan .
kalo udah menyangkut masalah agama...
8) 8) 8) 8) 8)
...ih kok semuanya dibalikin ke moderator seh ... mangnya para modis pada nggak ada kerja-an kali yak ....
persis emak2 kehilangan susur... hi...hi
bukankah lebih baik setia pada satu pasangan dari mada gak terikat pernikahan n suka melacur?
Yup! Ada setuju'y juga neh..
Kalo menurut gw, being gay is not a sin, but having sex without married baru dh dosa..
Ada pun orang mikir gay itu berdosa, mungkin karna gaya hidup kaum gay yang seakan2 menghalalkan free sex.. Karna cowok ga bakalan hamil, jadi gampang banged buat having sex..
But,, ga tehe juga lah!
Kalo maen agama, gw ga berani..
Hehe,
Apalagi kaum kita kan blom bisa married nich :oops: