It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Bagian XI
Iyas POV
Aku mempersilahkan Ewin duduk di kursi ruang makan, Ewin mengikuti perintahku itu dan Ewin juga duduk dengan manis sembari memperhatikanku. Aku terdiam sejenak juga memperhatikannya.. Tatapan mata Ewin yang teduh sedikit membuatku tenang setelah aku cukup panik beberapa menit yang lalu akibat mendengar suara petir yang menggelegar di tambah pula dengan mendengar suara pohon yang (mungkin) tumbang.
Dengan penerangan yang minim hanya mengandalkan lampu emergency kami berdiam diri di ruang makan. Aku telah selesai menyambar sup asparagus jagung yang di bawakan oleh Ewin.. Benar-benar sup yang sangat lezat, tentu saja lezat..karena sup asparagus jagung itu salah satu makanan favoritku dan aku baru saja tersadar betapa bodohnya aku tidak menawarkan yang aku makan tadi.
Suasana tetap hening... Hanya suara hujan deras yang terdengar ditelingaku. Tapi, lama kelamaan aku tidak betah dalam situasi seperti saat ini. Benar-benar canggung seperti tidak ada lawan bicara ibaratkan aku duduk sendiri di ruang makan.
Ada terselubung ingatan di dalam otakku. Aku mengingat sekitar sejam yang lalu ada yang menelponku. Pasti itu Ewin.
"Eehhheeemm" Aku berdehem. Ewin merespon, yang awalnya menunduk sambil memainkan ponsel kini ia kembali memperhatikanku.
"Kamu ada menelponku tidak??" kataku.
"....umm..menelpon?" aku tidak puas dengan jawaban Ewin. Aku kemudian menunjukkan daftar panggilan di dalam ponselku.
"Ini nomormu bukan??" kataku sambil melihatkan layar ponselku ke arah Ewin. Ewin memperhatikan layar ponsel dan beberapa kali mengedipkan mata.
"..ngg.."
"Ini nomormu yaa?" aku bertanya lagi. Ewin membalas dengan anggukan kecil.
"dapat nomorku dari siapa??"
"Aku mendapatkannya dari Elisa..." kata Ewin. Perkataannya dari nada bicaranya sedikit ragu.
"Ohhhh..." jawabku singkat.
Aku kemudian merapikan mangkuk serta gelas yang baru saja aku gunakan, menaruh kedua benda tersebut di atas wastafel. Setelah itu aku kembali duduk namun kali ini aku duduk di sebelah Ewin. Pandanganku langsung menyorot ke pakaian Ewin yang basah.. Sialnya aku baru menyadari pakaiannya basah. Mengapa pakaiannya basah? Bukannya dia menggunakan jas hujan?
"Bajumu...! Bajumu basah"
"Hehee" balas Ewin nyengir.
"Aku baru liat bajumu basah" lalu aku menurunkan pandanganku ke arah celana pendek yang dikenakan Ewin dan celananya pun basah.
"Kamu harus ganti pakaianmu itu" kataku.
"Ahh.. Tidak perlu.. Sebentar lagi juga kering." balas Ewin sungkan.
"Keburu kamu masuk angin baru pakaianmu kering" balasku.
"...kamu berlebihan.. Aku tidak apa"
Aku tidak terima dia mengucapkan kata 'tidak apa' itu. Dengan gesit tanganku meluncur ke lengan kiri lalu menariknya. Awalnya Ewin menolak, wajahnya seketika bingung melihat aksiku itu. Aku terus menarik lengannya hingga Ewin berdiri dari tempat duduk kemudian aku mengambil lampu emergency.
"Yas.. Aku benar-benar tidak apa apa" kata Ewin di saat aku terus menarik tangannya, aku dan Ewin berhenti di dekat anak tangga. Aku melengah memperhatikan wajah Ewin yang putih namun kulihat dahinya sedikit mengerut.
"Haaa--haa--hasiim" Ewin bersin tiba-tiba.
"Nah..! Itu kamu bilang tidak apa-apa" kataku mulai marah.
"Hidungku hanya gatal.."
"Ahhh.. Banyak alasan..! Kamu seperti wanita saja"
Aku melanjutkan menarik tangan Ewin hingga kami sampai di kamar. Aku menyuruh Ewin duduk di kursi putar depan meja belajar. Aku kemudian membuka lemari pakaian, memilah-milah pakaian yang pas untuk di kenakan Ewin. Postur tubuh Ewin lebih ramping dariku.. Ah... Ataukah aku yang makin melebar sepertiyang di katakan Fahri kakak kelas yang sering mengejekku. Ahh entahlah.
"pakai ini” kataku. Aku mendapatkan pakaian yang aku anggap memang pantas di pakai Ewin. Baju kaos lengan pendek (V-Neck) berwarna biru laut dengan motif dan corak-corak berwarna dan celana pendek yang sepasang dengan baju itu.
"Maaf.. Aku jadi merepotkanmu"
Ewin benar-benar suka mengatakan kata 'maaf'. Apa dia melakukan kesalahan sehingga dia meminta maaf? Ahh.. Satu lagi.. Orang aneh yang aku kenal.
"Ganti.. Cepat!" perintahku. Ewin beranjak dan mengambil pakaian yang ku beri. Ewin dengan polosnya langsung membuka bajunya yang basah, membiarkan bajunya jatuh di lantai. Aku mengikuti arah baju itu jatuh. Pandanganku perlahan-lahan menuju keatas dimana tubuh Ewin lebih tepatnya Ewin bertelanjang dada.
Ohhh sial..! Tubuh Ewin.. Ohh.. Tak ku sangka tubuhnya berbentuk. Ada lipatan-lipatan otot yang menghiasi perutnya. Sial..!! Aku merasa minder. Aku merasa minder dengan tubuhku yang (berlemak) untuk saat ini.
Aku tak kuat melihat perutnya yang berbentuk itu. Aku mendaratkan pantatku di tepi ranjang. Duduk tepat berhadapan dengan Ewin yang asik berganti baju.
"Yas..." suara Ewin terdengar pelan namun aku samar samar mendengar.
"Yaaa"
"Tidak apakah aku berganti celana di sini"
"Tunggu.. Kenapa kamu menanyakan itu? Kamu telanjang? Kamu gak menggunakan celana dalam?"
"Heheee.. Aku memakai celana dalam kok.. Aku merasa tak enak saja berganti celana di depanmu"
"Ohhh.. Ok.. Kalau begitu aku berbalik badan aja"
"Tak perlu... Kamu hadap sini saja"
"ohh.. Ok" balas ku. Ewin membuka kancing celana pendeknya, menurunkan celana pendek ke lantai. Sial... Kenapa Ewin begitu sempurna di mataku.. Maksudku .. Paha Ewin putih bersih tanpa di tumbuhi bulu, betisnya pun demikian dan ditambah dengan perutnya yang berotot. Aku sungguh minder.
Aku sangat yakin bahkan super yakin Ewin dengan mudahnya mendapatkan seorang perempuan tuk dijadikan pacar. Dengan modal tampannya saja sudah sangat mendukung. Berbeda denganku, aku hanya seorang lelaki dengan wajah standar. Aku tidak tampan, bahkan Elisa saja tidak pernah mengatakan aku tampan.
"Yas.. Ada apa??!" tiba-tiba Ewin menanyakan dengan nada memburu.
"Huh?? Apa??" balasku.
"Kamu melamun.. Aku dari tadi memanggilmu" balas Ewin lalu mengambil pakaian basah.
"... Ohh .. Pakaianmu sini" kataku mengelak. Ewin mendekat sambil memegang pakaiannya.
".. Kenapa?" tanya Ewin polos
"Berikan pakaian kotormu" Ewin memberikannya dengan wajah bingung.
Aku beranjak dari tepi ranjang lalu mengambil lampu emergency.
"Ikut aku.." kataku saat aku tepat di depan pintu kamar. Ewin kemudian mengikutiku.
**
Hujan tetap melanda bahkan suaranya semakin keras dan listrik tidak ada tanda-tanda kehidupan, benar-benar malam yang membosnkan bagiku apalagi adanya kehadiran Ewin menambahkan kesan sunyi tidak ada suara. Benar-benar sunyi…! Aku sangat heran dan bingung mengapa sifatnya sangat pendiam. Apakah di sekolah Ewin seperti itu pula?. Mau tidak mau aku harus berdiam diri juga disini, disini aku duduk di sudut kamar bersama orang sunyi. Panggilan baru untuk Ewin ‘si sunyi’ ahh entahlah.
Your light is inside of me..
Like a ragin’ roar…
Like an ocean born..
Your in my vein…
Your voice is serenity…
When the Sun goes down…
And the strength I've found…
Is in my veins…
Our story binds us…
Like right and wrong…
Your hand in mine…
Marching to the beat of the storm…
And we walk together into the light…
And my love will be your armor tonight…
We are lionhearts…
And we stand together facing a war…
And our love is gonna conquer it all…
We are lionhearts…
Menyanyikan sebuah lagu di kombinasikan dengan bermain gitar membuatku melupakan segalanya hingga saat aku sadar betapa konyolnya wajah Ewin melihatku setelah aku selesai bernyanyi. Wajah konyolnya mengingatkanku pada seseorang.. ahh Fahri..! kurang lebih wajah konyol Ewin seperti Fahri. Wajah konyol dengan mulut terbuka berbentuk huruf O.
“apaa??” kataku. Ewin seperti bergidik, Ewin berkedip beberapa kali.
“…ahh.. tidak apa..”
“kamu terganggu dengan nyanyianku??”
“… tidak..” Jawab Ewin menggeleng.
“..a-aku hanya kagum dengan permainanmu.” Sambung Ewin
“kagum..? benarkah?” kataku tak percaya.
“yaaa.. suara dan permainanmu sangat indah..” balas Ewin memperhatikanku.
“ahh.. kamu berlebihan..”
“kamu merendah.. permainanmu sangat bagus”
“huuh..” dengusku. Kulihat Ewin tersenyum.
“besok lusa bukan acaranya..?” kata Ewin. Aku terkejut mendengar perkataan Ewin.
“yaaa.. darimana kamu tahu?” kataku.
“Elisa yang memberitahuku”
“kamu dan Elisa sekarang sangat dekat..”
“..tidak dekat.. kami hanya sering mengirim pesan”
“…Elisa sepertinya menyukaimu..” kataku spontan.
“..aku tau itu..” jawabnya. Aku heran.. benar-benar heran.. Elisa telah menyatakan cinta pada Ewin’kah?
“.. tapi itu konyol..” sambungnya. Aku hanya terdiam.
“aku tidak percaya ada seorang wanita yang menyukaiku” sambungnya lagi. Aku terus membungkam.
“itu mustahil.. aku tidak bisa..”
“apa yang kamu bicarakan..? kamu membicarakan kamu menolak Elisa begitukah??” kataku.
“bukan.. aku tidak membicarakan itu.. aku membicarkan diriku sendiri”
“maksud kamu??”
“…. Lupakan saja.. tidak penting hehee”
“ooh ok..” balasku.
**
Hujan semalam membuat seorang lelaki terjebak dirumahku. Tidak mungkin pula Ewin pulang dengan cuaca ekstrim seperti semalam. Saat aku menonton TV di acara berita pagi menerangkan bahwa semalam terjadi angin puting beliung di kawasan barat kota. Aku bernafas lega karena tidak terjadi di kawasan tengah kota (tempat tinggalku) namun kulihat pohon di depan tumbang menimpa tiang listrik, Pantas saja listrik padam.
“hoooi pemalas baru bangun..” sapaku mengejek saat Ewin keluar kamar. Aku dan Ewin tidur di kamar Ayah. Tidak mungkin kami tidur di kamarku karena ukuran ranjang yang tidak memadai.
“maaf… aku kesiangan bangun..” jawab Ewin lesu.
“tidak apa.. tapi aku mau sarapan.. aku lapar” Ewin mendekatiku, duduk di sebelahku. Rambutnya benar-benar berantakan.
“kamu mau apa??” sambungku.
“kamu masak??” Tanya Ewin.
“gak.. aku memesan makanan.. kamu mau apa??” aku lalu menunjukkan layar ponselku menampilkan menu-menu makanan yang biasa aku pesan ketika diriku sendiri dirumah.
“pesan online begitu??” aku mengangguk menanggapi perkataan Ewin.
“aku ayam geprek saja..” kata Ewin setelah melihat-lihat cukup lama layar ponselku. Aku memesan ayam geprek juga sama seperti Ewin
“ohh.. listrik sudah hidup??” kata Ewin takjub melihat TV ruang tengah menyala.
“yaa.. subuh tadi hidupnya” kataku. Saat subuh aku terbangun mendengar suara adzan di masjid perumahan tepat dua blok dari rumah.
Begitu terbangun aku langsung menyalakan lampu kamar. Kulihat Ewin tertidur pulas di sebelahku dan arah tidurnya membelakangiku. Terdengar dengkuran halus Ewin. Aku terkekeh sejenak mendengar suara dengkurannya. Rupanya Ewin bisa berdengkur juga. Tak lama kemudian aku terpengarah melihat bawah tengkuk Ewin berwarna ke-biru-biruan, seperti bekas luka memar. Kali ini aku melihat luka memar itu lagi, Ewin berada di sebelahku. Luka memar itu sama seperti yang kulihat saat subuh.
“aaww… ada apa Yas??!” Ewin meringis ketika tanganku menyentuh bawah tengkuknya. Benar-benar luka memar. Luka memar sedikit menonjol, tanganku bahkan merasakannya saat menyentuh sekilas.
“…kenapa di bawah tengkukmu memar??” kataku. Ewin menyentuh belakang tengkuknya pelan.
“…o-ooh ini…”
“kemarin aku terjatuh…” sambung Ewin.
“jatuh?! Jatuh dimana?! Jatuh dari motor?!” tanyaku memburu.
“…kira-kira begitu”
“…tunggu.. aku ambilkan antiseptic di kotak obat” kataku.
“kamu berlebihan Iyas… ini hanya luka ringan.. aku tidak apa..” cegah Ewin menarik tanganku saat aku hendak berdiri. Aku menyingkirkan tangan Ewin dengan halus. Tidak ada balasan dari Ewin. Akupun lalu pergi ke kamar ayah membuka kotak obat dan mengambil cairan antiseptic.
Rasanya tidak mungkin luka memar seperti itu adalah luka sehabis terjatuh. Jika benar-benar terjatuh dan terjatuh dari motor paling tidak siku ataupun betisnya juga terdapat luka memar kebiru-biruan seperti di bawah tengkuknya. Dilihat dari bekas lukanya, luka itu bukanlah luka bekas terjatuh. Luka itu seperti luka dibuat dengan pukulan benda tumpul.
“…aku tau Ewin berbohong…” batinku.
@lulu_75 @awi_12345 @QudhelMars @putra_pelangi
Cerita masih berlanjut walaupun updatenya lama banget heheee... salam Rama212
@lulu_75 @Llybophi @Kokushibyu @Aurora_69 @QudhelMars @andrik2007 @awi_12345 @key_st5 @Adhitiya_bean
UP TO THE DATE moga masih ada yang baca
Bagian XII
Author POV
Iyas menjinjing kotak obat yang baru saja diambil dari kamar ayah. Begitu keluar kamar ayah, Iyas langsung menghampiri Ewin di ruang tengah, Ewin sedang asyik menonton TV acara kartun pagi hari. Ewin melengah dan memperhatikan Iyas membawa kotak obat plastik transparan, perihal apa yang akan di lakukan Iyas, Ewin merasa tak enak. Ewin enggan merepotkan Iyas. Iyas dengan sigap membuka kotak obat dan mengambil kapas lalu menuangkan cairan antiseptic ke kapas.
“biar aku saja…” Ewin berkeinginan untuk dia yang melakukannya sendiri.
“..bagaimana bisa kamu mau mengobati lukamu sendiri sedangkan lukamu tepat berada di belakang di bawah tengkukmu.. apa bisa??” jawab Iyas datar. Ewin terdiam.
“boleh aku memberi ini??” kata Iyas berhati-hati. Ewin pasrah, mau tidak mau Ewin menerimanya. Iyas menarik pelan-pelan belakang kerah baju Ewin.
“akkhhh…” Ewin meringis. Sentuhan tangan Iyas tak sengaja mengenai memar.
“soo—sorry”
Iyas lalu mendaratkan kapas yang telah siap itu ke memar kebiruan di bawah tengkuk Ewin. Begitu kapas beserta carian itu menyatu di memar, Ewin seketika meringis dengan hebat menahan rasa sakit, memejamkan matanya rapat-rapat. Cairan antiseptic bekerja dengan cepat hingga tak lama Ewin merasakan dingin dibagian memar. Iyas lalu melepaskan kapas itu pada bawah tengkuk Ewin lalu kembali lagi Iyas menuangkan cairan itu ke kapas yang baru dan menempelkan ke memar. Kali ini Ewin tidak merasakan sakit, hanya dingin yang Ewin rasakan. Ewin kembali tenang tidak merasakan sakit dan perih di bawah tengkuknya yang memar.
“aku bisa sendiri Iyas..” ucap Ewin sungkan. Iyas hanya diam, Iyas menatap dalam mata Ewin. Ewin mendesah pasrah.
‘kamu begitu baik Iyas’ batin Ewin.
Ewin tahu bahwa Iyas adalah calon teman baiknya. Selama ini Ewin tidak pernah memiliki teman seperti Iyas. Walaupun perkenalan yang singkat Ewin telah merasakan kehadiran Iyas akan membawanya pada ketenangan. Ewin selama ini sangat susah mendapatkan teman karena sifatnya yang pemalu dan pendiam.
“sudah mendingan sekarang…” Iyas merapikan kotak obat.
“ummm.. iyaa” sahut Ewin lembut.
“benarkah lukamu itu akibat jatuh dari motor??” lagi Iyas menanyakan luka memar Ewin.
“..iyaa.. kemarin aku terjatuh saat aku membelokkan motorku” jawab Ewin ragu-ragu.
“ohhh.. lain kali hati-hati yaaa” balas Iyas. Ewin menanggapi dengan senyuman.
**
Malam minggu sekaligus malam event music di sekolah akan berlangsung kurang dari 3 jam lagi. Iyas salah satu bagian dari panitia event tengah sibuk dengan kegiatan ke panitiannya. Mulai dari mengkonturksi aksesoris pagelaran yang akan di pasang, penataan cahaya panggung, sound system dan masih banyak lagi. Iyas begitu semangat hingga saat ini, tak ada kata letih. Sesekali Iyas beristirahat duduk di tangga panngung sembari meminum minuman isotonik. Seorang perempuan sedang berjalan ingin menghampiri Iyas. Perempuan itu berhenti tepat di depan Iyas duduk di tangga. Iyas menengok ke atas memperhatikan perempuan yang berdiri di depannya.
“kak Iyas yaa..?” Tanya perempuan itu.
“iyaa.. ada apa??” balas Iyas sopan.
“..nggg.. boleh a-aku foto bareng sama kakak??” ucap perempuan itu gugup.
“..tunggu.. sebelum kamu meminta aku tuk foto.. bisa kamu beritahu namamu dan mengapa kamu ingin berfoto denganku..?”
“ummm… ak—akku …” jawab perempuan makin gugup.
“ahahaaaaahaaa… aku bercanda.. sini mana handphonemu..”
Perempuan itu justru makin gugup dan kini menjadi salah tingkah. Pipinya seketika memerah karena malu, suhu tubuhnya memanas.
“halooo.. kau masih sadar??” Tanya Iyas. Iyas bingung melihat perempuan itu tiba-tiba terdiam. Apakah candaanku berelebihan? Iyas berfikir demikian.
“eheeeem…” deheman orang lain.
Iyas melengah ke belakang, perempuan di depan Iyas tersadar dan langsung memperhatikan seorang yang berdiri di tangga paling atas.
“lagi sibuk gak Yas…?” Kiki berbicara. Kiki sekilas memperhatikan perempuan yang berada di bawah.
“…kenapa?? Kau perlu bantuan??” balas Iyas memperhatikan Kiki lalu kembali memperhatikan perempuan yang berada di depannya. Perempuan itu langsung menunduk ketika Iyas memperhatikannya.
“..kau sudah sadar..?” Iyas bertanya pada perempuan yang malu-malu itu.
‘huuuh… rupanya candaanku terlalu berlebihan’ batin Iyas. Perempuan itu mengeluarkan smartphonenya memberikan ke Iyas. Dengan rasa gugup yang melanda perempuan itu memberikan ponselnya.
“… maaf kak.. ak—aku mengganggu kakak..” ucapnya gugup.
“ohhh.. tak apa.. maaf yaa bercandaku berlebihan heheee” balas Iyas nyengir.
“yuuuk sini selfie” seloroh Iyas berdiri hendak ber-selfie dengan perempuan itu. Iyas sadar Kiki tengah memperhatikannya. Kiki pergi meninggalkan Iyas begitu saja, Iyas heran dengan kepergian Kiki tanpa bicara.
Selesai berselfie, Iyas menanyakan nama perempuan itu. Iyas cukup penasaran karena jarang sekali perempuan dengan berani menemuinya langsung dan meminta foto bersama.
“namaku Lia Lindyanisti kak..”
“kelas???”
“ohh.. aku dari kelas 10.3 kak..” jawab Lia ramah dengan senyum bahagia.
“sekelas dengan Rangga dong..?”
“iyaa kak benar hehee..”
“ngg.. kalau gitu Lia permisi dulu ya kak.. terimakasih kakak mau foto bersama denganku..”
“tentu…” ujar Iyas ramah dengan senyum. Lia tersenyum, senyum mengambang tentunya. Lia berbalik badan dan pergi menjauh dengan raut wajah yang tidak ada berhentinya tersenyum.
Iyas tetiba ingat dengan Kiki, Iyas langsung menaiki tangga panggung dan menghampiri Kiki. Kiki sedang membereskan kotak-kotak yang bersikan aksesoris yang tidak terpakai. Kiki berhenti sejenak saat Iyas berhenti di hadapannya.
“cieeeee….” Ledek Kiki.
“apaan??” balas Iyas tak mengerti. Kiki senyum ganjil sambil mengangkat dan mempertemukan kedua jari telunjukknya.
“gila kau…!”
Kiki tertawa melihat Iyas yang mulai kesal. Kiki sangat suka menjahili Iyas. Sifat Kiki memang jahil. Meskipun jahil.. Kiki orang yang baik dan cukup dekat dengan Iyas apalagi setelah Kiki dan Iyas terpilih menjadi panitia.
Pintu utama gedung tempat event berlangsung terbuka. Kedua lelaki yang berdiri di panggung mengamati seseorang yang membuka pintu utama. Mereka berdua heran.. siapa yang berani-beraninya membuka pintu utama, padahal pintu utama terkunci. Saat pintu tertutup kembali barulah seseorang yang masuk terlihat wajahnya. Wajah yang tak asing bagi Iyas dan Kiki.
“ehhh… om event..” gumam Kiki.
“bang Riko…” gumam Iyas.
“hoooii… Kiki.. Iyas…!” sapa lelaki bernama Riko (si penyelenggara event sekaligus owner kafe yang nantinya akan merekrut peserta terbaik untuk tampil di kafe)
**
Kedatangan bang Riko tak diduga oleh seluruh panitia event music. Semua panitia merasa ada yang terganggu dari kedatangan bang Riko. Bang Riko pasti mempunyai tujuan datang lebih awal, semua panitia berfikiran seperti itu. Seluruh panitia di kumpulkan di belakang panggung.
“bagaimana untuk atribut ataupun sound sistemnya?? Apa sudah pantas..?”
“untuk atributnya telah kami siapkan bang, semua atribut alhamdullilah terpakai semua tidak ada yang berlebih ataupun kurang” jawab Arul tegas.
“untuk sekarang sound system aman terkendali bang.. meskipun tadi sempat ada kendala micnya sedikit bersemut” jawab Lina tegas pula.
“bisakah 5 di antara kalian tampil untuk uji coba?? Saya ingin melihatnya secara langsung..”
‘ahhh.. pasti aku di tunjuk yang lain untuk menjadi vokalis uji coba’
Terdengar langkah bergerombol masuk dari arah depan pertanda peserta juga akan melakukan sesi uji coba memainkan permainan music mereka. Batin Iyas pun benar. Iyaslah yang menjadi vokalis untuk uji coba sound sistem. Dengan langkah gontai Iyas menaiki anak tangga. Teriakan jejeritan beberapa wanita mulai memekakan gedung event. Bang Riko saja sampai geleng-geleng kepala.
Iyas begitu malas bernyanyi untuk saat ini, entah penyebab utamnya apa. Yang pasti salah satu penyebabnya adalah tidak ada kehadiran teman dekatnya (Yosi) karena selain panitia dan peserta di larang masuk sebelum event akan dimulai.
Iyas terganggu dengan jejeritan beberapa peserta wanita yang mulai gila memanggil-manggil nama Iyas dan memanggil nama panitia yang lainnya tampil bersamaan dengan Iyas. Bang Riko duduk di kursi bawah (kursi penonton) tepat di tengah memperhatikan 5 orang yang akan tampil dalam uji coba sound sistem. Beberapa peserta juga ikut duduk di kursi penonton dan mata Iyas menangkap satu sosok yang ia kenal yaitu kakak kelas yang suka mengejeknya siapa lagi kalau bukan Fahri. Iyas terheran melihat Fahri berdiri begitu dekat dengan perempuan di sebelahnya.
‘cantik… itukah teman duet Fahri??’
“huutsss.. Yas… lagu apa ini..?” Tomi sang gitaris memanggil Iyas. Iyas belum menggubris panggilan Tomi. Hingga panggilan ke-empat barulah Iyas tersadar.
“… Tell me you love me” balas Iyas.
………… alunan musik di mulai……….......
@lulu_75 @awi_12345 @QudhelMars @Aurora_69 @putra_pelangi