BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

YOU! (Pindah Ke Wattpad)

12930313335

Comments

  • Lanjut...
  • lanjut dong pleaseee, can't wait
  • Lanjut mas
  • @awi_12345 sabar ya bang.. pasti di lanjut kok hehee cuman masih belum tau kapan updatenya
  • edited June 2017

    Update nih ;) happy reading gays :D moga gak lupa sama cerita sebelumnya.. tapi di cerita ini juga mengulang kembali juga sih hehee :D


    (31) Raffa POV

    Sepulang dari rumah sakit aku dan Fael pulang kerumah (rumah Fael) karena memang tidak mungkin aku pulang pada jam seperti sekarang ini. Tiba dirumahnya, aku di persilahkan Fael tuk masuk terlebih dahulu, Fael masih sibuk dengan memasukan motornya ke dalam garasi, ku genggam ganggang pintu depan hendak membukanya tapi tidak bisa aku membukanya, sepertinya telah di kunci.

    “udah di kunci ya?” ujar Fael berada di belakangku. Aku menoleh ke Fael.

    “sepertinya..” jawabku. Kulihat Fael mendekati pot bunga dan kemudian Fael menunduk memasukan tangannya dibawah pot bunga, Fael seperti mencari sesuatu.

    “laah.. gak ada” gumamnya. Aku menghampirinya.

    “kamu sedang mencari apa??” tanyaku.

    “kunci rumah.. kadang kunci rumah di taruh di bawah pot sama mamah” jawabnya terus mencari benda yang bernama kunci. Aku berinisiatif tuk menggeser pot itu.

    “ngapain kamu??” kata Fael.

    “aku mau menggeser potnya.. mungkin saja kuncinya di tengah-tengah”

    “di tengah-tengah??”

    Fael lalu menggeser pot bunga.. terdengar samar suara benda jatuh di saat pot bergeser. Fael mengamati benda yang jatuh dan ternyata benar dugaanku.. kuncinya berada di tengah-tengah dinding dan pot (kunci di jepit dengan pot bunga)

    “hehee… ketemu kuncinya”

    “yuk masuk..” seloroh Fael mengambil kunci dan menggengam jemariku.

    Ku ikuti langkah Fael masuk kedalam rumah, kini rumahnya terlihat lenggang sekali, tidak ada suara sedikitpun yang terdengar.. jelas saja seperti itu karena saat ini sudah tengah malam dimana orang-orang melakukan aktivitas tidurnya. Aku terus mengikuti langkah Fael lalu kami menaiki anak tangga menuju kamarnya di lantai dua.

    *kreeeek*

    Fael membuka pintu kamar lalu menekan tombol lampu di dinding. Fael terus saja menggenggam tanganku membawaku ke atas ranjangnya menyuruhku duduk.

    “kamu mau langsung tidur??” tanya Fael mengamatiku.

    “entah.. mungkin iya” jawabku.

    “baru kali ini aku liat matamu masih bersinar sampe jam segini”

    “heheee..” jawabku nyengir kuda.

    “kamu mau ikut aku??” tawarnya.

    “kemana??” jawabku.

    “ke kamar mandi?”

    Kamar mandi?? untuk apa Fael mengajakku ke kamar mandi?

    “yeee.. malah bengong.. mau ikut gak? Aku mau cuci muka sekalian gosok gigi”

    “…o—o-oohh… tapi aku gak bawa peralatan sikat gigiku” kataku.

    “tenang aja sayang.. aku punya sikat gigi baru kok” selorohnya pergi menghampiri dan membuka meja cermin dan mengambil sebuah sikat gigi yang masih terbungkus rapi lalu memberikannya padaku.

    “niih…”

    “terima kasih” kataku menerima sikat gigi.

    “yuuuk” ajak Fael dan lagi-lagi Fael menggenggam tanganku.

    Aku sangat menyukai apa yang dia lakukan padaku malam ini, dia menyemangatiku di saat aku menitikan air mata melihat bibi terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit, merangkulku sembari memusut lembut bahuku, memancarkan senyum lebarnya membuatku tersenyum lebar pula. Namun.. ada satu hal yang membuatku khawatir.. yaitu.. sebuah ciuman di lorong rumah sakit, aku takut jika ada seseorang yang melihat kami berciuman di tempat umum. Apa yang akan terjadi jikalau ada orang yang benar-benar melihatnya dan memberitahu ke orang lain kalau kami adalah pasangan sesama jenis. Sudah di pastikan mereka akan menganggap kami orang yang menjijikan.

    “k—khgmu khghnpa meghghlamun??” ujar Fael aneh sembari menyikat gigi. Aku terkekeh mendengar suaranya yang aneh. Fael lalu membuang busa dari mulutnya dan membersihkan sisa-sisa pasta gigi dengan air. Aku terlebih dulu selesai sikat gigi karena aku tidak mengikuti Fael menggunakan pembersih wajah sebelum sikat gigi.

    “kamu kok perhatikan aku begitu??” tanya Fael sesudah membersihkan mulutnya.

    “apa aku memperhatikanmu??” aku bertanya balik. Fael terdiam sesaat..

    “…..kamu kayak bengong gitu tadi.. lagi mikirin apa sih?”

    “gak ada yang aku pikirkan..” jawabku.

    “kamu yakin?” tanya Fael menatapku. Aku mengangguk.

    “huuuuh..! yaudah.. yuuk keluar terus kita bobo” selorohnya menaruh sikat gigi dan membuka pintu kamar mandi. aku langsung duduk di atas ranjang Fael.

    “kamu mau ganti baju??” tawar Fael membuka lemari pakaiannya.

    “gak perlu.. aku pakai baju ini saja” kataku.

    “gak gerah apa dari tadi siang pake baju itu muluk??!”

    “gak” jawabku singkat memperhatikan Fael mencari pakaian di dalam lemari.

    “naaah.. pake ini gih..” pinta Fael.

    “aku pakai baju ini saja Fael” kataku lagi.

    “pakai aja dulu yang ini.. ganti baju biar enakan” apa boleh buat jika Fael menyuruhku. Aku kemudian menerima baju itu dan aku bersiap berganti baju.

    “loooh.. mau kemana??” tanya Fael heran.

    “mau ganti baju” jawabku.

    “disini aja kali ganti bajunya..”

    “…. A-aku..”

    “malu?? Buat apa malu?? Aku ini siapamu sayang??” seloroh Fael menghampiriku. Menarik tanganku, menyuruhku duduk di atas ranjang.

    “buka bajumu” pinta Fael.

    “…..”

    “masih malu??” tanya Fael lembut. Aku tidak menjawab.

    “ahahaaaa… yaudah kalau masih malu.. ganti di kamar mandi gih”

    “maaf yaa..” kataku akhirnya.

    “ahahaaaaa.. buat apa minta maaf sayang” ucap Fael sembari mencubit pelan pipi kananku. Aku tersipu malu dibuatnya.

    “cepetan gih ganti baju.. terus kita tidur.. udah hampir jam satu loh ini!”

    Benar juga.. aku harus tidur.. besok aku mesti bangun pagi juga tuk melaksanakan shalat subuh. Aku kembali ke kamar mandi mengganti baju kepunyaan Fael, baju yang Fael pilih pas sekali aku kenakan, kainnya juga nyaman dan lembut dan yang paling aku suka adalah aroma bajunya. Aroma bajunya seperti aroma wewangian yang sering Fael gunakan, apakah Fael menggunakan wewangian laundry??

    *kreeek*

    “naaah.. gitu kan cakep..” kata Fael setelah aku keluar dari kamar mandi. aku menghampirinya berbaring di atas ranjang dan kini aku tepat berada di samping kanannya berbaring bersama.

    “gak kebesaran kan??” tanya Fael menoleh padaku lalu tangannya menumpu kepalanya menghadap ke arahku.

    “pas saja..” jawabku.

    “yaudah.. kita tidur yook”

    “…umm.. iyaa”

    “aku matiin lampunya yaa..” kata Fael. Aku mengangguk, Fael gesit mematikan lampu.

    “night…” ucap Fael lembut tepat di telinga kiriku, kurasakan hembusan nafasnya menderu di telinga kiriku membuat bulu romaku berdiri. Hingga tak lama aku merasakan kantuk dan akupun tertidur

    **

    *drrrttt drrtt*

    Ada sebuah benda yang bergetar di bawah tubuhku, benda itu terus saja bergetar menganggu ketenangan tidurku. Saat aku mencari-cari benda itu di bawah tubuhku barulah benda tersebut berhenti bergetar.

    ‘sepertinya sebuah ponsel..’ batinku. Tapi seingatku.. aku meletakan ponselku di atas meja tidur di samping kiri di saat aku sebelum tidur.

    Aku mendapatkan benda yang bergetar itu.. cukup besar.. itu artinya bukan ponselku. Pasti ini ponsel milik Fael. Nyawaku sepertinya belum terkumpul untuk saat ini karena aku sulit membuka mataku. Perlahan aku membuka mata dan akupun akhirnya menguap. Ku perhatikan benda yang aku dapat yang baru saja bergetar dibawah tubuhku. Saat mataku jelas melihatnya.. aku dibuat heran mengapa ponsel Fael bisa tertindih di bawah tubuhku?

    “sayang..” terdengar Fael memanggilku. Aku menoleh ke kiri.. kulihat Fael duduk di sudut ranjang memperhatikanku.

    “…Fael..” gumamku.

    Aku lalu bangun dari baringku menghampirinya di sudut ranjang.

    “ini tadi ada yang menelponmu..” kataku memberikan ponselnya. Fael terkekeh.

    “tadi aku yang menelpon.. aku nyari hapeku.. ehh gak taunya dibawah badanmu.. maaf yaa udah ganggu tidur hehee” ujarnya tersenyum geli.

    “harusnya aku yang minta maaf karena sudah menindih ponselmu” kataku berhati-hati.

    Fael terdiam memperhatikanku sembari memutar-mutar ponselnya…kami terdiam cukup lama dengan memperhatikan satu sama lain.

    “jam berapa sekarang??” tanya ku memecah kebisuan kami.

    “jam 6 lewat 52 menit” ucap Fael.

    Ya ampun…. Lagi-lagi aku melewatkan shalat subuh.. aku benar-benar berdosa beberapa hari ini. Fael bingung dengan perkataanku bahwa aku telah berdosa, akupun memberitahunya kalau aku berdosa karena telah melewatkan shalat subuh. Fael membungkam mulutnya saat aku berkata demikian, Fael menatapku entah dengan tatapan apa yang ia berikan. Dia seperti takut denganku.

    “R—raaf..” ucapnya tersendat.

    “apa Fael??” kataku.

    “maaf.. semalam aku sudah berbuat senonoh” ucapnya. Aku mendengar nada penyesalan yang keluar dari bibirnya.. aku tidak menyangka jika Fael menyesal telah menciumku semalam. Ku kira Fael akan melupakan kejadian semalam seperti angin berlalu.

    Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan ciuman yang Fael berikan, hanya saja.. yang aku permasalahkan adalah tempat kami berciuman semalam (tempat umum) walaupun lorong rumah sakit terlihat lenggang semalam namun tetap saja aku merasa ada seseorang yang melihat kami berciuman.

    “Fael…aku gak mempermasalahkan itu.. kamu boleh menciumku” ujarku lembut. Fael tertegun ketika aku mengatakan hal itu. Fael memperhatikanku demikian pula denganku memperhatikannya sembari tersenyum. Perlahan jemari Fael terangkat dan berhenti di pipi kananku. Aku berusaha semaksimal mungkin bersikap normal, menahan tersipuku di perlakukannya. Jemariku kemudian memegang jemari Fael yang menyentuh pipi kananku. Fael mengelus lembut pipiku.. membuatku tersipu malu.. aku merasakan tubuhku mulai memanas.

    Hingga tak lama kemudian kami saling bertatapan dengan lekat.. raga Fael semakin dekat denganku hingga pada akhirnya.. bibir Fael mengecup lembut bibirku. Aku mencoba sebisa mungkin membalas ciumannya meskipun aku tidak tahu cara berciuman seperti apa. Ciuman yang lembut.. aku merasakan bibirnya yang sedikit tebal di bagian bawah menyatu dengan bibirku. Basah…. dan sekujur tubuhku terasa makin memanas sekarang, akhirnya kami sama-sama menyudahi aksi ciuman singkat kami kemudian kami saling menatap lekat, kuperhatikan bola mata Fael yang berwarna coklat terang menatap lurus ke wajahku begitu pula denganku. Fael tersenyum lebar akupun demikian dan pada akhirnya Fael memelukku. Aku berada di dekapan Fael.. ku hirup aroma khas tubuhnya.. kali ini wangi tubuhnya sangat terasa, tidak ada pencampuran antara wangi-wangian parfum, benar-benar tercium aroma kulit Fael. Aku sangat menyukai aroma asli tubuhnya :)

    **

    Saat ini aku sudah sampai di rumah sakit dimana bibi dirawat di ruang cempaka, kali ini aku tidak hanya bersama Fael kerumah sakit. Kak Michell dan Ibu Fael pun ikut kemari bahkan Ibu Fael membelikan buah dan beberapa roti untuk bibi. Aku sebenarnya tidak suka akan hal itu, aku takut jika aku banyak merepotkan keluarga Fael.

    “udaah lah Raff.. terima aja”
    tegur kak Michell di saat kak Michell memberikan sekantung plastik yang berisikan beberapa roti.

    “kalian duluan kesana gih.. mamah sama kak Michell mau keluar sebentar” kata ibu Fael.

    “loooh.. kok gak barengan masuk kedalam?” kata Fael heran.

    “udah deh.. nurut aja apa kata mamah” celetuk kak Michell. Seketika bibir Fael berubah menjadi manyun hehee..

    “udah sana masuk!”

    “hiihh..!! iyaa yaa!!” kata Fael kesal.

    “yuuk Raff..” seloroh Fael menarik tanganku.

    Aku dan Fael berjalan menuju ruang cempaka, di sela-sela kami menuju kesana.. ada seorang suster yang tersenyum memperhatikan… aku tidak tahu dia memperhatikan siapa.. apakah aku atau Fael karena kami berjalan bersampingan sejajar.

    “kamu liat suster tadi??” kata Fael.

    “…umm iyaa kenapa??”

    “.. aku merasa kalau dia itu suka sama aku..” kata Fael. Suster itu menyukai Fael? Bagaimana bisa?

    “ohh yaa?” kataku datar.

    “..umm iyaa.. soalnya kemarin malam aku banyak ngobrol sama suster itu.. terus dari nada bicaranya juga beda banget.. kayak di manja-manjain gitu” terang Fael. Aku hanya mangguk-mangguk.

    “…aku heran.. kok ada ya suster centil begitu!” ujar Fael. Aku terkekeh mendengar ucapannya.

    “dia bukan centil” kataku.

    “emang apa??” tanya Fael heran.

    “… dia begitu karena melihat seorang laki-laki tampan..” kataku sekilas memperhatikan Fael. Kami masih terus saja berjalan menuju ruang cempaka.

    “tampan..??” aku mangguk.

    “ahahaaaa…. Begitu yaa??” aku mangguk lagi. Fael menoleh ke arahku.

    “jadi menurutmu aku tampan??” tanya Fael penasaran. Aku membalas dengan anggukan lagi.

    “uughhh… makasih ya Liebe” ujar Fael manja. Aku geli sekali mendengar suara manja Fael. Di saat aku dan Fael berada di tempat umum, panggilan untukku dari Fael berubah menjadi Liebe yang artinya sayang dalam bahasa Jerman, aku tidak mempermasalahkan itu dan lagipula tidak ada orang yang tahu apa itu Liebe, bisa saja mereka menganggap bahwa namaku adalah Liebe. Tapi.. semalam.. bukankah Fael memanggilku Liebe di saat ada paman di dekat kami? aku baru tersadar sekarang.

    “… F-fael..” kataku.

    “hmmm iyaa Liebe..?”

    “..semalam.. umm.. kamu melihat ada yang aneh dari pamanku gak?”

    “aneh?? Pamanmu? Maksud kamu apa??”

    Aku mengambil nafas sejenak.

    “semalam kamu memanggilku Liebe bukan ketika paman berada di dalam ruangan?”

    “i-iyaa aku manggil Liebe”

    “kenapa??” sambung Fael.

    “a—aku.. umm apa menurutmu paman gak curiga dengan panggilanmu itu??” tanyaku berhati-hati. Fael menghentikan langkahnya begitu juga aku.

    “… kayaknya sih gak..” kata Fael santai tanpa beban.

    “kamu yakin itu?’ tanyaku memastikan.

    “iyaa” kata Fael cepat.

    “..kalau seandainya paman curiga bagaimana??” kataku akhirnya. Fael terdiam sejenak setelah mendengar perkataanku. Ku lihat Fael menarik nafas panjang.

    “.. ahh.. gak mungkin.. lagipula malam tadi aku sedikit berbisik memanggilmu Liebe bukan?” kata Fael lalu menoleh padaku. Fael terihat santai.. berbeda denganku yang memikirkan yang bukan-bukan jika paman mendengar panggilan Liebe dan mencurigainya.

    “i—iyaa kamu sedikit berbisik..” kataku.

    “udah ahhh.. jangan di ambil pusing masalah itu.. aku janji gak bakal manggil kamu Liebe di saat ada paman atau bibi ataupun adekmu..”

    “ummm oke..” kataku.

    “jangan di ambil pusing yaa..” tegur Fael merangkul pundakku dan memusut pelan.

    “iyaa Fael” kataku pelan sambil tersenyum melihat Fael.

    “yuuuk lanjut lagi.. tinggal belok kanan kita nyampe di ruangan cempaka”

    “hehee iyaa..” kataku.

    Semoga saja paman tidak mendengar panggilan Liebe itu dari Fael dan tidak mencurigainya. Semoga saja… :)



    @lulu_75 @awi_12345 @Kokushibyu @QudhelMars @andrik2007 @andimooxy @Llybophi

  • alpenliebe

  • UPDATE


    (32) Author POV

    *kreeek* suara pintu terbuka.

    Kedatangan Raffa dan Fael membuat seorang anak remaja perempuan terkesima.

    “kakak….." sambut perempuan itu tiada lain dan tiada bukan adalah Siska (adik Raffa)

    Raffa membalas hangat sambutan adiknya, memeluk Siska sekilas.

    “adek sama siapa kemari??” tanya Raffa ke Siska.

    “…. Ummm tadi bareng kak Dimas..” jawab Siska santai.

    “ehhh… yang bener sama Dimas?” Siska angguk-angguk.

    “coba liat bibi deh kak.. tuuuh” kata Siska sembari menunjuk bibi. Raffa lalu menoleh ke arah ranjang dan terlihat bibi duduk di atas ranjang tersebut. Melihat kondisi bibinya yang terbangun dari pingsan kurang lebih 18 jam. Raffa begitu antusias melihat bibi yang sudah sadarkan diri. Raffa berjalan cepat menuju ranjang.

    “akhirnya….” gumam Raffa menghampiri bibi. Bibi begitu senang melihat keponakannya tersenyum lebar. Bibi merentangkan kedua tangannya pertanda meminta Raffa tuk memeluknya. Raffa pun begitu antusias lalu mereka berdua berpelukan.

    Berbeda dengan Raffael yang tertegun melihat keduanya saling berpelukan.

    ‘keluarga yang harmonis…’ batin Raffael.

    “kak… kita keluar bentar yuuk” tetiba Siska berucap.

    “ehh.. kenapa dek??” tanya Raffael heran.

    “… ummm.. temani adek ke toko depan beli minuman”

    “ohhh.. yaudah..”

    “kaaaak!! Adek keluar bentar..” ujar Siska memanggil kakaknya. Raffa lalu menoleh dan menghampiri Siska dan Raffael.

    “mau kemana??” tanya Raffa.

    “ke toko depan.. mau beli minuman.. mau nitip?” tawar Siska.

    “.. gak..” jawab Raffa datar.

    “kak Raffael di bawa??”

    “yaa iyaa lah.. entar kalau adek di culik gimana?”

    “hmmm yasudah.. jangan lama-lama”

    “atau kakak mau ikut??” Raffa menggeleng.

    “yaudah.. adek bawa dulu yaa pacar kakak” bisik Siska ke Raffa. Seketika itu pula pupil mata Raffa membesar setelah mendengar bisikan Siska. Sampai saat ini Raffa belum memberitahu ke Raffael jika Siska telah mengetahui hubungan mereka.

    “jadi gak nih??”

    “hehee yuuk kak..” seloroh Siska bergandeng tangan dengan Raffael. Raffael langsung melihat ke Raffa begitu juga dengan Raffa melihat wajah Raffael. Raffael memasang mimic wajah cemberut sebelum berbalik badan sedangkan Raffa tersenyum geli melihat mereka berdua keluar pintu.

    **

    Raffael POV

    Guaa seneng akhirnya bibi Raffa udah siuman dari pingsannya yang cukup lama, apalagi saat guaa ngeliat Raffa tersenyum lebar lalu melihat mereka berpelukan.. hati guaa terasa adem ayem banget. Tapi.. adem ayemnya hati guaa gak berlangsung lama.. kini hati guaa khwatir.. guaa di buat kaget setelah mendengar samar ucapan Siska.

    ‘adek bawa dulu yaa pacar kakak’

    Yaa… guaa gak salah denger.. Siska berbisik ke Raffa seperti itu.. guaa yakin banget. Walaupun dia berbisik.. tetap saja guaa bisa mendengarnya walaupun sedikit samar.

    “ihh.. liat deh kak..” uacapan Siska membuyarkan lamunan guaa.

    “.. umm.. apa? Mana?”

    “ituuu looh” ujar Siska menunjuk suster di depan kejauhan kami berjalan. Sontak guaa tertawa geli melihat suster itu, apalagi melihat ekspresi Siska yang menampakkan wajah meringisnya.

    “segitunya sih liat susuter yang itu..”

    “habisnya.. dia genit banget sama kak Raffael”

    “genit gimana??” ujar guaa lagak pilot.

    “.. kakak gak ngerasa apa kalau dia bicara bareng kakak agak beda gitu?”

    “beda gimana?” seketika wajah Siska berubah.. dia kayaknya gemas karena guaa pura-pura bego :D

    “… yaa bgitu.. suaranya di manja-manja-in gitu kalau bicara sama kakak.. huuuh.. kalau kak Raffa tau mungkin kak Raffa bakalan cemburu..”

    ………

    ………

    “kak Raffa?? Cemburu??” lagi-lagi guaa pura-pura bego, kenapa Siska bisa mengatakan kata ‘cemburu’ atau.. jangan.. jangan.. Siska… udah…. Tau!!

    Guaa di buatnya heran.. Siska langsung menutup bibirnya dengan kedua tangan..

    “kenapa dek?”

    “o—ohhh eng—g-gak apa kok” sahutnya kikuk.

    Kami terdiam sambil melangkahkan kami menuju pintu keuar.. di sela-sela pintu keuar.. guaa dibuat kaget lagi oleh Siska.. Siska menarik tangan guaa tiba-tiba.. terus menarik tangan guaa membawa guaa ketempat teduh di bawah gazebo rumah sakit.

    “kenapa sih dek??!”

    “…kak…” Siska menyuruh guaa duduk. Guaa pun duduk.

    “… adek…”

    “kenapa??” guaa bingung di buatnya.

    “kakak beneran pacaran sama kak Raffa yaa??”

    “hah?? Pacaran??” ujar guaa pura-pura kaget..

    “..kakak jangan begitu.. adek beneran nanya ini”

    “……..” guaa gak menjawab. Guaa mengigit bibir bawah, guaa bingung harus jawab apa.

    “… adek udah tau kok kak…”

    “kalau kakak itu pacaran sama kak Raffa” sambungnya. Guaa cuman mendengarkan perkataannya itu.. beberapa kali guaa mengedipkan mata guaa dengan tempo cepat.

    “..yaa kan??”

    Guaa gak menjawab.. guaa terus diam memperhatikan Siska duduk di depan menghadap ke guaa.

    “jam tangan yang sering di gunakan kak Raffa itu pemberian kak Raffael kan?? … ummm terus boneka penguin kecil itu juga dari kak Raffael kan??”

    Darimana Siska tau semuanya??... ohh dang it.. apa mungkin Raffa yang memberitahunya?? Tapi.. kenapa Raffa gak cerita ke guaa kalau Siska benar-benar udah tau semua tentang kita?!! Atau jangan-jangan.. Siska yang membuka hadiah guaa untuk Raffa?? Ohhh sial..!! seharusnya guaa ngasih ke Raffa secara langsung.. kenapa guaa malah menaruhnya di depan pintu.. begok banget guaa :(

    “… kakak gak bisa bohong ke adek.. adek udah tau kak..” ucap Siska lembut.

    “… i-iyaaa.. kakak pacaran sama kak Raffa..” ucap guaa pasrah.

    “… huuuh.. akhirnya ngaku juga..”

    “.. a-adek gak marah??”

    “hah?? Buat apa marah” lagak Siska sambil mengerling mata.

    “..yaa.. eng—karena ka-kami gay”

    Sebenarnya berat banget guaa mengucap kata ‘gay’.. tapi mau gimana lagi.. Raffa adalah seorang laki-laki begitu juga dengan guaa.. gak ada kata lain selain ‘gay’ yang memang pantas di ucapkan -_-

    “adek gak marah… gak ada gunanya juga marah”

    Siska pasti udah gak waras…

    “tapi kak…” guaa mengerutkan kening.

    "......."

    "kenapa?" tanya guaa.

    "kakak benar benar sayang ke kak Raffa bukan??" Siska berkata dengan hati-hati.

    "itu pasti" jawab guaa.

    "kakak tulus mencintai kak Raffa?"

    Agak berat juga guaa ngejawab.. Tapi sejauh ini guaa udah merasakan adanya cinta anatara guaa dengan Raffa, apalagi setelah guaa menciumnya pagi tadi, serasa Raffa udah guaa miliki seutuhnya. Yaaa.. Lagipula guaa udah bisa move on dari mantan (Ana) itupun sejak Ana jarang menghubungi guaa lagi bahkan saat itu guaa udah jadian sama Raffa.. Yaa.. Walaupun saat itu guaa masih bimbang.

    "kak..." tegur Siska membuyarkan lamunan guaa.

    "... Kenapa kakak diam?" tanya Siska menyelidik.

    "... Eng--"

    "kakak belum tulus cinta ke kak Raffa yaa?"

    "adek ngerti kok kak.." selorohnya. Lalu kedua tangannya bertumpu dan menggenggam jemari kanan guaa.

    ".... Kakak tulus cinta ke kak Raffa." jawab guaa pasti.

    "kakak yakin itu?"

    "yaa.. Kakak yakin" jawab guaa. Jujur setelah itu guaa jadi deg-degan entah kenapa.

    "kakak gak takut?" ucapan Siska membuat guaa bingung plus detak jantung guaa makin gak karuan.

    "maksud adek apa?" tanya guaa menyelidik.

    "kakak tau sendiri kan kalau kakak berjenis kelamin sama dengan kak Raffa.." selorohnya kembali duduk santai.
    "yaa.. Kakak tau itu"

    "kakak gak merasa takut akan hal yang terjadi setelah orang lain tau k--"

    "looh ... Siska.." suara itu memotong perkataan Siska dan suaranya terdengar dari belakang guaa, guaa menoleh sekilas dan guaa liat seorang cewek berambut panjang terurai berwarna hitam + bando yang menghiasi pucuk kepalanya.

    "ehhh... Kak Rini bukannya tadi balik??"

    "ohhh.. Tadi kakak belum balik.. Kakak cuman keluar bentar buat beli pulsa" lalu cewek yang bernama Rini itu duduk di sebelah Siska, menaruh tas selempang nya di atas meja Gazebo.

    "oooh yaa kak.. Kenalin.. Umm ini kak Raffael .. Temannya kak Raffa.." jelas Siska ke Rini.

    "o--oo-ohhh ... Hi.." sapa cewek yang bernama Rini. Dengan sopan guaa memperkenalkan diri guaa.
    Setelah guaa kenalan entah apa yang mereka berdua bicarakan setelah itu, guaa seperti terasingkan duduk di sini saat ini, guaa raih ponsel di saku dan guaa mencoba mengirim pesan ke Raffa.

    'Liebe... Kamu masih di dalam bukan?' pesanku.

    Selang beberapa menit hape guaa bergetar dan terlihat notif dari Raffa membalas pesan guaa.

    'iyaa.. Aku masih di dalam.. Ada apa? kenapa kamu belum kembali kesini?'

    Aku kemudian tersadar dari ajakan Siska tadi, Siska bukannya meminta guaa menemaninya ke toko depan?

    "dek.. Jadi gak beli Minuman?"

    "ohhh iyaaa... Yuuuk kak.. Hehee adek sampe lupa"

    "ohhh.. Adek mau beli minum? Barengan kakak aja" tawar cewek yang bernama Rini.

    "ehhh... Tapi.. Adek"

    "biar dia bareng aku aja yaa" potong cewek yang bernama Rini. Guaa sih gak masalah Siska pergi bareng siapa asalkan guaa ngeliat dengan jelas dia pergi bareng siapa dan lagipula guaa juga belum sempat kenalan sama bibi pacar guaa tadi.. Huufft

    **

    Guaa udah nyampe di dalam ruang cempaka, Raffa terlihat gembira melihat kedatangan guaa namun dia sempat heran seperti mencari sesuatu di belakang guaa.

    "kenapa?"

    "Siska??"

    "Siska tadi bareng sama temanmu" jawabku.

    "temanku siapa?"

    "Rini"

    "ummm begitu..." lalu guaa makin mendekat dengan Raffa.

    "gimana kondisi bibimu?" bisik guaa.

    "alhamdulillah sedikit membaik"

    "ngomong-ngomong bibimu dimana?" ujar guaa bingung karena bibi Raffa tidak di atas ranjang.

    "bibi di toilet.." balas Raffa santai. Lalu guaa memicingkan mata melihat benda yang gak asing di atas lemari di sebelah kanan ranjang.

    "Liebe... Itu tas mamah bukan?" tanya guaa memastikan. Guaa gak asing banget ngeliat tas itu, tas ibu ibu berwarna coklat yang sering mamah gunakan saat jalan keluar.

    "iyaa Fael.. Itu tas ibumu" kata Raffa sambil melihat tas yang berdiri diatas lemari.

    "berarti mamah ada di sini tadi??" Raffa mengangguk menjawab.

    "terus mamah dimana sekarang??"

    "tadi keluar.. Aku gak tau ibumu kemana.."

    "duduk yuuk.." seloroh Raffa menggamit tangan guaa.

    Guaa dan Raffa pun duduk di atas sofa kecil yang tersedia di dalam kamar rumah sakit ini, menurut guaa sih kamar ini berkelas 1 karena hanya tersedia 2 ranjang dan ranjang yang satupun kosong belum terisi pasien.

    *kreeek* guaa menoleh ke kanan melihat bibi dan.... Ehh kak Michell?

    "hati-hati tante.." ucap kak Michell ke bibi Raffa. Guaa memperhatikan kak Michell dengan sangat hati-hati menggandeng bibi Raffa. Pacar guaa pun bangkit dari duduknya di sebelah guaa lalu membantu kak Michell membawa selang impusan dan memegang botol impusan.

    Kak Michell memberi isyarat meminta pertolongan ke guua dan guaa akhirnya bangkit lalu ikut membantu menuntun bibi Raffa ke ranjang.

    "terimakasih yaa nak" ucap bibi sesampai di atas ranjang.

    "bi... Kenalin .. Ini teman Raffa" kata Raffa.

    guaa lalu bersalaman dengan bibi dan mencium punggung tangannya.

    "saya Raffael bi.. Teman Raffa" kata guaa ramah. Bibi membalas dengan senyuman, bibir bibi terlihat pucat.. Mungkin itu karena bibi masih sakit.

    "nama kalian hampir sama yaa" ucap bibi. Suaranya terdengar lemah.

    "wajahnya juga.." sambung bibi. Guaa dan Raffa membalas dengan senyum.

    "bi.. Bibi baring aja" tegur Raffa. Raffa dengan sigap merapikan bantal yang sempat keluar jalur.

    "bibi istirahat aja..."

    **

    Sudah sejam yang lalu kami beranjak dari rumah sakit tuk pulang kerumah, di perjalanan pulang Raffa terlihat begitu tenang gak seperti awal tadi saat kami hendak ke rumah sakit, senyumnya pun kini benar-benar senyum khas Raffa bukan senyum paksaan seperti pagi tadi ataupun siang tadi. guaa bersyukur bibi Raffa udah sadar dari pingsan nya yang cukup lama, guaa sempet ngebayangin apa jadinya kalau bibi gak sadar-sadar juga. Pasti.. Pasti Raffa akan lebih khawatir atau bahkan Raffa semakin kalut perasaannya melihat kondisi bibi seperti itu. Tapi... Untung aja itu gak terjadi dan kini pacar guaa kembali dengan wajah manisnya saat tersenyum. Duduk di atas ranjang kamar sembari memainkan ponsel guaa.

    "Fael.. Kamu memperhatikan apa?" ahh.. Raffa menegur guaa karena guaa terus-terusan ngeliat wajahnya.

    "... Bisa kamu mendekat??" pinta guaa. Raffa dengan mudahnya menuruti perintah dari guaa.

    "apa ini..." ucap guaa iseng menunjuk bibirnya yang berwarna merah muda di bagian bawah. Reflek Raffa menyentuh bibirnya dan mengusap ibaratnya dia membersihkan sesuatu di bibirnya yang sebenarnya gak ada sama sekali hehee.

    "kenapa??"

    Kini tangan guaa yang menyentuh bibirnya.

    "apa kamu tau?? Aku sangat suka melihat bibirmu ini"

    Raffa tersipu malu setelah mendengar perkataan guaa, pipinya bersemi, wajahnya memerah hingga ke bagian telinga.

    "ahh... liat wajahmu" kata guaa.

    ".. Yaa .. Wajahku pasti memerah sekarang"

    "dan-"

    "telingaku" potong Raffa.

    "yupp"

    "jadi.. Intinya kamu menyuruhku mendekat hanya mengucapkan itu?" guaa mengangguk.

    "hmm begitu"

    "laaah.. Santai banget jawabnya"

    "aku harus jawab bagaimana" guaa lalu menunjuk bibir guaa sendiri.

    "apa itu?" ahh suara polos Raffa benar-benar buat guaa gemas. Tapi sekarang dia udah gak polos lagi :D karena guaa udah menodainya di bagian bibir.. Maaf yaa Raffa.

    "kiss" ucap guaa genit.

    "tidak..." tolak Raffa kemudian berpaling kembali duduk menyender.

    "pelit banget... Bentar doang" pinta guaa manja. Raffa menggeleng.

    "huuuft" apa boleh buat Raffa menolak..



    @lulu_75 @awi_12345 @QudhelMars @andrik2007 @Kokushibyu @Adhitiya_bean @Llybophi @Secreters @andimooxy



  • Romantis ... Siska udah tau ya ...
  • Ramaaaa miccu :cold_sweat:
  • @QudhelMars ahahaaaa.. Miccuuu too udhel :smiley:
  • Dasar Siska suka usil sama kakanya.
    Bikin raffael malu saja..lanjut mas
  • Semangat update terus Fael, hehe
    Makasih mention nya

    Moga2 raffa ma raffael tetep bersama sampai akhir, aamiin

  • Update....


    (33) Raffa POV

    Tidak ada kata yang pantas untukku selain keberuntungan dan itu memang benar adanya. Aku… aku beruntung.. aku tahu aku beruntung dan aku tidak mau melewatkan keberuntunganku ini. Aku mengingat kembali di saat diriku pertama kali berkenalan dengan Raffael sang pujaan hatiku ini (hiperbola). Perkenalanku dengannya di sambut kecut, Raffael kerap kali berbicara ketus denganku apalagi setelah aku memanggil dia dengan sebutan “Fael” dan entah mengapa pada saat itu aku spontan berkata demikian. Setelah tragedy sebutan ‘Fael’ Aku kerap di acuhkannya bahkan dia tidak pernah menegurku selama sehari penuh di sekolah, ironis sekali waktu itu. Tapi aku tidak menyerah begitu saja.. aku terus memperlihatkan senyumku padanya walau di sambut dengan wajah datar Raffael atau iaa justru membuang muka. Huuuh..

    “eheeemm”

    “Liebe…” Fael memanggilku dengan sebutan Liebe sekarang. Aku sangat menyukai panggilan itu.

    “kenapa??” kataku memperhatikannya. Fael beranjak dari kursi persegi depan meja cermin lalu menghampiriku di atas ranjang.

    “… asik banget…” ujarnya. Kini Fael tepat di depanku duduk bersila sama halnya denganku. Aku sedari tadi juga tengah asyik duduk di sini sembari melihat pesan pribadi kami di ponsel Fael, sekaligus mengingat pertama kalinya kami bertemu dan berkenalan.

    “liaat apaan??” aku melihatkan layar ponsel ke Fael.

    “ohhhhh…” balas Fael dengan gesture bibir berbentuk bulat.

    “kirain liaat apaan..”

    “..Fael..”

    “yaa??” dia memperhatikanku. Memperhatikan wajahku tepatnya.

    “aku .. aku cinta sama kamu” kataku lembut. Sebenarnya aku sering mengatakan kata-kata itu, hanya saja kurang rasanya jika tidak mendengar atau melihat reaksi Fael mengucapkan ‘I love u more’, ‘aku lebih dari pada itu’, ‘I love u more and more’ atau kata-kata baru yang keluar dari bibirnya.

    “..i love u more Liebe..” balas Fael kemudian menyentuh punggung tanganku, mengusapnya lembut dan beralih ke telapak tanganku hingga akhrinya kami saling bergenggaman tangan.

    “… boleh aku meluk kamu??” pinta Fael. Aku mengangguk pasti, Fael tersenyum begitupula denganku.

    **

    Aku berpamitan dengan ibu Raffael dan juga kak Michell, tidak lupa pula mengucapkan terimakasih atas pemberiannya serta membantuku menemani bibi di rumah sakit dan menemaniku pula mengantar bibi pulang kerumah. Kemarin bibi di bolehkan pulang oleh pihak rumah sakit, kondisi bibi juga semakin membaik dan terlihat sehat bugar selama kurang lebih di rawat selama 4 hari di rumah sakit. Kini aku benar-benar bernafas lega sekarang.. di temani dengan Fael di sebelahku sembari mengemudi mengantarkan aku pulang. Melihatnya dari samping fokus berkendara, melihat alisnya yang cukup tebal, bulu matanya yang tertidur, bibirnya yang berbentuk melengkung ke atas, hidungnya yang cukup mancung, bentuk wajah sedikit oval serta dagunya yang sedikit belah. Fael sadar aku memperhatikannya dan Fael menoleh sekilas sembari tersenyum.

    *drrrt*

    *drrrrtttt*

    “siapa yang nelpon?” ujar Fael. Kebetulan ponsel Fael berada di genggamanku untuk saat ini, kulihat layar ponsel tertera nomor asing yang menelpon.

    “… ummm.. hanya nomor tanpa nama” kataku melihat layar tersebut lalu sekilas menoleh ke Fael.

    “angkat aja…” aku menuruti perintah Fael.

    Ragu-ragu aku mengangkat panggilan itu.

    “h—halo” kataku.

    “…… haloooo” suara perempuan.

    “Halooo Raffael…”

    “yaaa halooo..” kataku.

    “…maaf…Raffaelnya ada??” aku kemudian menjauhkan ponsel itu.

    “Fael… sepertinya dia ingin bicara denganmu..” kataku.

    “emang siapa yang nelpon??”

    “… aku gak tau.. tapi sepertinya dia ingin bicara denganmu sekarang”

    “Tanya… dari siapa ini” kata Fael. Aku lalu mendekatkan ponsel Fael ketelingaku lagi.

    “ini siapa??” kataku pada seorang perempuan di telpon.

    “…aku Anna…” balasnya. Aku kembali menjauhkan ponsel Fael.

    “dari Anna..” kataku.

    “…. Anna??”

    “coba sini hapenya..” sambung Fael, aku memberikan ponselnya.

    “yaaa halo..”

    “….aku baik… kamu bagaimana??” aku memperhatikan Fael berbicara dengan perempuan ditelpon, aku tahu Anna adalah mantan Fael dan aku pernah bertemu dengan Anna sebelum iaa pergi. Fael pernah cerita ke aku kalau mantannya itu pergi ke kampung halaman.

    “…ahahaaaa.. aku pikir kamu lupa sama aku…”

    “… kamu masih hapal nomorku rupanya..” entah apa selanjutnya yang Fael bicarakan dengan Anna, Fael terdengar bahagia bicara dengan mantannya itu. Aku menerka dari apa yang aku dengar bahwa mantannya itu sepertinya kehilangan ponselnya sehingga tidak pernah terlihat komunikasi antara Fael dan Anna di ponsel, terakhir aku melihat pesan dia dengan Anna sekitar 3 minggu yang lalu.

    Fael mengakhiri percakapan ponsel, kembali memberikan ponsel padaku, aku menerima dengan hangat.

    “… ternyata Anna yang nelpon heheee” ujarnya.

    “…apa kabarnya dia??” kataku berbasa-basi.

    “… hmmm.. baik.. rupanya hapenya hilang.. pantesan aja dia gak pernah hubungi aku lagi… aku kira dia lupa sama aku…” panjang lebar Fael.

    “hmmm.. begitu..” kataku.

    “..heii… jangan cemburu yaaa..” tegurnya.

    “aku udah gak ada hbungan apa-apa lagi sama dia..” sambungnya sekilas melihatku.

    “…yaa.. aku tau itu” kataku.

    “kok datar banget jawabnya”

    “aku harus jawab gimana??” kataku.

    “…aaaaa.. lupakan itu” kata Fael. Aku tidak menggubris perkataannya, namun di lubuk hatiku terus tersimpan rasa takut kehilangnnya. Apalagi mengingat Anna dan melihat penampilan Fael membuat perempuan-perempuan terpana dengan mudahnya. Fael memang cuek, tapi kecuekannya justru membuat orang penasaran termasuk aku pada waktu itu. Fael juga bukanlah sepertiku…

    **

    Sesampai dirumah aku di sambut hangat dengan adik perempuanku Siska.. begitupula dia menyambut Fael tak kalah hangatnya. Kami bertiga duduk di lesehan di ruang tamu, Siska pun mulai bercerita tentang teman cowoknya yang katanya ‘cakep’ di sekolah. Begitulah Siska jika bertemu Fael.. selalu bercerita tentang cowok ‘cakep’ satu sekolah.

    “btw… menurut kak Raffael cakepan mana antara temen adek ini dengan kak Raffa??” celoteh Siska menunjukkan sebuah gambar ke Fael.

    “jangan di jawab…” kataku cepat.

    “hiiih… apaan sih kakak nih.. adek kan Tanya ke kak Raffael bukan ke kakak” Fael terkekeh setelah mendengar nada sebal Siska.
    “…. Cakepan pacar kakak dong” kata Fael. Mereka berdua kalau bertemu selalu membuatku jengah dengan kata-kata yang terucap dari bibir mereka berdua.

    “emang siapa sih pacar kakak?” ucap Siska genit, menyikut lengan Fael.

    “siapa yaa pacar kakak??” kata Fael memutar-mutar bola mata.

    “yang di depan kita bukan kak??” kata Siska.

    “…. Dek..!” tegurku.

    “ckk.. apaan sih..!” balas adekku tak mau kalah.

    Kini.. aku dan Fael telah terbuka dengan Siska.. Siska telah tahu hubungan kami, pada awalnya Siska berbicara serius denganku, aku mempertanyakan statusku pada Siska, mempermasalahkan aku sebagai GAY sekaligus sebagai saudara kandungnya dan untung saja Siska menerimaku apa adanya tanpa melihat kekuranganku ini. Beberapa hari yang lalu Siska melakukan hal yang sama dengan Fael, Fael bercerita ke aku waktu itu bahwa Siska telah tahu hubungan kami. Rupanya pesanku ke Siska tidak di ikutinya, aku menyuruh Siska tuk membungkam mulutnya berbicara mengenai hubunganku dengan Fael, aku berniat akulah yang memberitahu ke Fael bahwsannya Siska telah mengetahui hubungan kami. Bukan Siska namanya jika tidak ceplas-ceplos! Adikku itu memang seperti itu, sifat ceplas-ceplosnya dari kecil hingga sekarang masih saja tersimpan.

    Aku beranjak dari ruang tamu ke belakang membuang kotoran berupa air seni, setelah selelsai aku lalu mengambil segelas air putih dan meminumnya. Aku pergi ke kamar tuk mengambil ponsel buntutku, aku tekan tombol membuka kunci dan tertera gambar kotak masuk di pojok kiri. Suara Siska berbincang dengan Raffael terdengar samar di kamar.

    “Dimas..” gumamku setelah melihat kotak masuk tertera kontak bernama Dimas.

    “…. Raff.. bagaimana keadaan bibimu? Udah baikan??” pukul 15.19 Dimas mengirim dan itu di saat aku masih di rumah Fael. Aku sengaja tidak membawa ponselku.

    “alhamdullilah bibi sekarang membaik, bibi sudah dirumahnya sekarang” balasku. Aku lalu menaruh ponselku di bawah bantal tidur. Beranjak kembali menghampiri kedua orang yang aku sayangi di ruang tamu :)

    **

    *beberapa hari kemudian*

    Aku kembali banyak membantu teman sekelasku mengerjakan soal latihan matematika untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional. Aku tidak membantu semuanya, sebagian teman juga mulai ada yang bisa mengerjakan sendiri terkecuali pacarku ini.

    “…duuh.. guaa gak ngerti nih Raff” dumel Fael. Saat di sekolah Fael bersikap biasa ke aku, memanggilku dengan sebutan nama namun terkadang berbisik mengucapkan kata ‘Liebe’ hehee.

    “… kamu tinggal selangkah lagi padahal..” aku memperhatikan pengerjaan Fael.

    “… ini belum kamu kali sekawan yaa??” kataku.

    “duuuh.. apaan itu kali sekawan.. gak ngerti” begitulah Fael. Fael mudah menyerah jika mengerjakan matematika, aku memakluminya karena Fael memang tidak menyukai pelajaran hitung-menghitung namun beda hal dengan bahasa Inggris. Fael jago di pelajaran bahasa Inggris.

    “… pelan-pelan ajarinnya..” pinta Fael sedikit berbisik dengan suara genit. Aku geli sendiri mendengar bisikan Fael.

    “...iyaa.. aku ajarin” balasku berbisik juga.

    “aaaaaaaakkkkkk…. Guaa bisa……. Yassssssssss” aku dan Fael terkejut mendengar pekikan Nanda di depan meja kami.

    “ehhh.. luu kenapa!! Guaa kaget nek” sebal Fael, Nanda berbalik badan.

    “Raffa… koreksi pekerjaan guaa… ini pasti bener” ujar Nanda semangat memberi buku latihan soal miliknya. Aku mencermati setiap tulisan Nanda, melihat perkalian sekawan yang dia kerjakan dan membagi pangkat tertinggi, Nanda benar mengerjakan soal itu.

    “…waaaah… kamu benar nih mengerjakannya”

    “ohh yaaaa?? Aaaaaaaaaaakkk.. seneng banget guaaa.. ternyata guaa pintar jugaa yaaa.. uhuhuuuy”

    “lebay banget luuu”

    “apaa sih luu Raffa lama… diem aja deh.. kerjakan tuuh soal dari pak Damar”

    “idiiiih… baru satu soal aja udah bangga bukan main”

    “emang guaa pikirin.. yang penting guaa bisa.. gak kayak luu.. bleeeek”


    “kam---”

    “udaaah Raffa… kerjakan punyamu itu” kataku memotong perkataan Fael.

    Fael memperhatikanku sejenak dengan pasrah, berbeda dengan Nanda tersenyum penuh kemenangan, Menang dari Fael.. mereka berdua suka berkompetisi dalam hal pelajaran, seperti beberapa minggu yang lalu, Fael cepat dan mudah mengerti mengerjakan pengerjaan Fisika mengenai kecepatan dan perlambatan. Untuk kali ini.. Nanda yang cepat mengerti…

    Selesai menempuh semua soal matematika kami istirahat di kantin tempat kami biasa singgah. Aku, Fael, Nanda, Agus, Misca dan Gisel… kini kami sering berenam.. Kami sepertinya benar-benar kehilangan satu anggota. Fajar semakin menjauh dengan kami entah apa penyebabnya, teman yang lain kini juga tidak memperdulikan Fajar lagi. Aku sampai sekarang masih belum tahu juga alasannya mengapa Fajar dan teman-teman yang lain seperti ada jarak, tapi aku beranggapan bahwa itu semua berasal dari pacarnya yang bernama Heni itu. Tiap kali Heni muncul di dekat Fajar, Heni selalu menyeret Fajar tuk menjauh dari kami dan anehnya Fajar tidak keberatan dengan perilaku Heni itu. Teman-teman beranggapan Fajar lebih mementingkan nenek lampir itu di bandingkan sahabat-sahabatnya (sumber berasal dari Nanda, Gisel dan Misca)

    “ehhh… guys” di sela aku melamun Nanda berkata membuatku tersadar.

    “… opo??” balas Agus duduk di ujung kanan bersebelah dengan Misca.

    “..tau gossip gak?” kata Nanda melirik kami bergantian.

    “guaa gak butuh gossip.. guaa butuh fakta” Agus menanggapi.

    “hiiih.. ini juga fakta tau!!” balas Nanda.

    “fakta atau gossip??” tambah Misca menyelidik.

    “fakta.. beneran..!”

    “emang apaan??” Tanya Gisel.

    “di sekolah kita ada yang…..”

    “yang apa??’ ujar Gisel dan Misca berbarengan.

    “homoo” desis Nanda.


    @lulu_75 @awi_12345 @Llybophi @QudhelMars @andrik2007 @Kokushibyu @andimooxy @key_st5 @Secreters
  • @Kokushibyu heheee moga aja yaaa kak hihihi
Sign In or Register to comment.