It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Semangat Rama
@Kokushibyu hmm.. semoga begitu.. btw makasih *kecup hangat*
Makasih
Update nih beib~ happy reading beib commen yaah beib~
(30) Author POV
Entah mengapa Raffael begitu nekad mencium pacarnya. Ada dorongan tersendiri yang dia rasa saat melihat pacarnya malam ini. Saat bibir mereka saling bertemu, saat itu jugalah suasana canggung mulai muncul dimana Raffa tidak memberikan respond bibir yang berarti pada ciuman Raffael. Raffa juga tidak menyangka jika Raffael melakukan hal seperti sekarang ini.
‘aku gak bermimpi bukan?’ batin Raffa memejamkan mata, meneguk liur dan merasakan lembut bibir Raffael menyatu dengan bibirnya.
Raffa benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.
‘kalau aku menolak ciuman Raffael, Raffael pasti akan marah dan bertanya mengapa aku menolaknya’ pikir Raffa.
Raffa benar-benar bingung harus berbuat apa hingga pada akhirnya Raffael menyudahi ciuman canggung itu dan kembali ke posisi awal seperti beberapa menit yang lalu.
Rasa canggung muncul kembali. Kini Raffael yang bingung harus berbuat apa dan berkata apa.
‘begoook! Guaa udah kebawa hasutan setan!’ batinnya ngedumel.
Raffa tetap pada posisinya sembari melihat pacarnya yang menunduk melihat lurus ke lantai. Raffa tersenyum sekilas lalu duduk mendekat ke Raffael dan mencium pipi pacarnya itu. Raffael begitu terkejutnya saat bibir manis Raffa menyentuh kulit pipinya, kali pertamanya Raffa melakukan hal seperti itu pikir Raffael. Raffael memegang pipi kanan lalu menoleh ke kanan melihat Raffa tersenyum manis yang juga memperhatikannya.
“….kenapa??” tanya Raffa.
“ini beneran kamu kan??!” ujar Raffael sulit mempercayai apa yang baru saja Raffa lakukan.
“maksud kamu??... aku gak mengerti” jawab Raffa bingung.
“kamu barusan aja nyium pipiku..” kata Raffael menekankan kata ‘pipi’.
“lalu… yang aku lihat sekarang ini benar-benar Raffael atau bukan??” Raffa justru bertanya sebaliknya.
“hah?? Apaan??”
“kamu baru saja mencium ini..” jawab Raffa sembari menunjuk bibirnya yang kecil berwarna merah pudar di bagian bawah. Perkataan itu membuat Raffael kembali canggung, Raffa sebenarnya mengerti bahwasannya Raffael tidak bermaksud tuk menciumnya, hanya saja apa yang di benak Raffa adalah yang mereka lakukan tidak sesuai dengan tempat (ruang public lebih tepatnya tempat umum) Raffa takut jika ada yang melihat mereka berciuman.
“….s—sorry aku… aku kebawa hasutan…” kata Raffael pasrah. Raffa tertawa renyah setelah mendengar perkataan pacarnya yang begitu kocak, plinplan, labil dan pemarahan itu.
“malah ketawa…” desis Raffael tidak terima.
“kita masuk kedalam yuuuk” ujar Raffa mengajak Raffael. Menggenggam tangan Raffael dan menariknya ke ruang dimana bibi Raffa terbaring lemah.
Raffael makin menyesali atas perbuatannya tadi bahkan Raffael tidak berada dalam tatapan utuh melainkan tatapan Raffael sedang kosong saat ini, dia benar-benar tidak bermaksud tuk melakukan hal seperti tadi kemudian Raffa menarik tangan Raffael. Saat ini Raffael tepat di belakang Raffa yang duduk dengan kursi plastik. Raffa kembali menarik tangan Raffael dan melingkarkan kedua tangan Raffael di atas bahunya.
“Fael…” gumam Raffa.
“i—iya Raffa..” sahut Raffael kikuk mengalungkan lengannya di leher Raffa. Raffael merunduk mendekatkan pipi kirinya ke pipi kanan Raffa. Pipi mereka saling menempel.
“aku sayang sama kamu…” ujar Raffa lembut.
Raffael tersenyum puas mendengarkan kata-kata manis itu lalu menggesek-gesek pipinya pada pipi Raffa seperti kucing yang ingin dimanja. Raffa tidak kebertan akan hal itu, justru Raffa menyukai hal seperti itu, menurutnya hal itu merupakan pertanda bahwasannya Raffael benar-benar cinta padanya.
“..uuuaghhh berhenti” pinta Raffa karena Raffa mulai tidak bisa menahan geli pipinya.
“hehee… geli yaa??” Raffa mengangguk.
*doook dook*
Mereka panik bukan kepalang saat mendengar suara ketukan pintu di luar, Raffael lalu berdiri dengan normal dan bersiap tuk membuka pintu kamar namun seseorang terlebih dulu membuka pintu kamar. Raffa begitu bahagia melihat seorang laki-laki paruh baya membuka pintu lalu menutupnya.
“Paman…..” ujar Raffa antusias melihat pamannya. Raffa menghampiri lelaki paruh baya itu lalu memeluknya. Lain halnya dengan Raffael yang termangu melihat mereka berdua berpelukan dengan hangat.
Setelah mereka berpelukan, Raffa menyilakan pamannya duduk di kursi bersebelahan dengan bibi yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Sebelumnya Raffa telah memberitahu kejadian yang menimpa bibinya itu, Raffa menelpon pamannya di saat rombongan ambulan membawa bibi kerumah sakit. Tanpa sengaja Raffa kembali menitikan air matanya melihat paman membelai lembut pipi bibi.
“Raff.. jangan nangis Liebe..” kata Raffael menegur Raffa dengan panggilan ‘Liebe’ yang artinya ‘Sayang’ dalam bahasa Jerman. Raffael merangkul bahu Raffa dan memusutnya agar Raffa sedikit tenang.
“kamu kenapa menangis nak??” tanya paman memperhatikan Raffa dari jarak beberapa senti. Raffa menggelengkan kepalanya lalu menutup dan mengusap kedua matanya.
“kalian berdua lebih baik pulang sekarang.. paman akan menjaga bibi..”
“..tapi.. paman barusan aja tiba dari ***** (nama kota) lebih baik paman beristirahat, Raffa yang akan menjaga bibi”
Paman menghampiri kedua lelaki muda yang bersandingan (Raffa dan Raffael).
Paman menepuk dua kali pundak Raffa.
“… adik lah yang seharusnya beristirahat.. karena sedari tadi adik sudah menemani bibi”
Raffa hanya menunduk lesu menanggapi ucapan pamannya.
“kalian pulanglah.. paman yang menjaga bibi” ujar paman begitu santai.
“b—baiklah paman..” jawab Raffa lesu.
“besok kan kita bisa kesini lagi Raff..” kata Raffael menyemangati Raffa yang lesu. Raffa menoleh ke Raffael sejenak, memperhatikan Raffael tersenyum merkah membuat Raffa salah tingkah melihat senyuman maut Raffael.
‘benar juga’ batin Raffa.
“paman.. kalau begitu kami permisi dulu paman..” ujar Raffael berpamitan pada paman. Paman meng-iyakan lalu kedua remaja itu menyalimi mencium punggung tangan paman.
“hati-hati yaa nak..”
Kedua lelaki tersebut sudah berada di pakirkan siap tuk pulang kerumah, Raffael telah memasang helm dan menyalakan motor pertanda iaa siap meluncur bersama Raffa. Lain halnya dengan Raffa yang berdiri termangu memperhatikan punggung Raffael.
“heii.. kenapa?? Kok melamun?” tanya Raffael menoleh kebelakang. Raffa tersadar dari termangunya.
“kita pulang??” ujar Raffa bertanya. Raffael mengangguk.
“iyaa.. pulang.. aku ngantar kamu pulang ke rumah” jawab Raffael kemudian Raffa melihat jam tangan yang iaa kenakan. Raffa bergidik ngeri melihat jarum pendek berhenti di angka 12.
‘rasanya gak mungkin aku pulang kerumah karena jarak yang cukup jauh kembali pulang’
‘apalagi setelah aku sampai dirumah, dan Raffael kembali pulang kerumah sendiri di tengah malam begini.. aku gak mau pacarku kenapa-kenapa.. lebih baik aku menginap di rumah Fael aja’ batinnya khawatir memikirkan Raffael setelah mengantarnya pulang.
“ayoook naik..” seru Raffael menyuruh Raffa naik ke atas jok motor.
“….Fael…” gumam Raffa. Raffael tidak begitu mendengar ucapan Raffa. Raffael kemudian turun dari motor maticnya menghampiri Raffa.
“kamu kenapa sayang??” ujar Raffael di depan Raffa sembari mengambil, memegang dan membuka penutup kunci helm kepunyaan Siska.
“aku.. apa aku boleh menginap dirumahmu malam ini??” ujar Raffa bertanya hati-hati.
“ehh.. nginap? Mau nginap di rumahku?” Raffa mengangguk.
“boleh kok.. lagian dirumah aku punya baju sekolah yang kecil pas buat kamu pake”
“aku.. aku sepertinya tidak turun sekolah besok” ujar Raffa. Raffael mengernyitkan dahi.
“ooohhh… iyaa yaa.. aku paham sayang..” Raffael mengerti mengapa iaa tidak ada niatan pergi sekolah besok karena bibinya di rawat di rumah sakit. Raffa benar-benar ingin menjaga bibinya pikir Raffael apalagi bibinya belum sadarkan diri.
“yaudah.. yuuuk pulang kerumah..” seru Raffael lalu memakaikan helm kepunyaan Siska pada Raffa. Raffa tersenyum memperhatikan Raffael begitu pula dengan Raffael tersenyum lebar betapa bahagaianya melihat Raffa meskipun rasa penyesalan masih berputar di otak Raffael.
**
Raffael POV
Huuuh.. pacar guaa ini benar-benar membuat guaa lupa diri. Semalam aja guaa udah lupa diri dibuatnya membuat hasrat guaa hasrat manusiawi (mungkin) berada di titik puncak melihatnya begitu cakep, lucu menggemaskan serta bibir yang begitu meggoda iman guaa. Guaa cukup menyesal setelah apa yang guaa lakuin semalam namun di pagi seperti saat ini rasa penyesalan guaa sirna melihatnya terbaring menghadap ke guaa dengan mata terpejam begitu pulasnya dan suara dengkuran kecil yang menenangkan pikiran guaa. Lagi-lagi mata guaa tertuju pada sorotan bibir merkah-nya yang berwarna merah muda. Dang it!! Hasrat guaa ingin menciumnya muncul kembali di benak guaa. Oh shit! Guaa menggerutu dalam hati betapa nafsunya guaa melihat bibir kecilnya itu. guaa benar-benar lupa diri sekarang jika terus-terusan berada di dekatnya. Bisa aja guaa menciumnya lagi di tempat umum dengan keadaan orang-orang ramai. Ahhh… jangan sampe begitu.
‘semalam lorong rumah sakit benar-baner sepi kan yaa??’ batinku mengingat kejadian semalam.
Semalam benar-benar canggung.. Raffa gak ngerespond ciuman guaa.
‘begoook! Jelas aja gak ngerespond.. luu nya mendadak begitu, gak ada angin gak ada badai main nyosor aja’ batin guaa ngedumel. Menyalahkan diri guaa sendiri.
Ahh…. Guaa lebih baik beranjak dari ranjang guaa ketimbang memperhatikannya terus-terusan yang membuat guaa berfikiran yang bukan-bukan. Guaa mencari sesuatu benda yang teramat penting bagi kehidupan guaa apalagi kalau bukan hape guaa.
‘semalam guaa taruh di mana yaa??’ batin guaa mencari hape guaa di balik bantal, di atas meja cermin, meja tidur dan didalam laci meja tidur.
Kemana gerangan hape guaa??
“hiiih.. yang ada hape ini” desis guaa melihat hape guaa (hape standar) terjatuh di lantai.
Kemudian guaa berfikir tuk menghubungi nomor hape guaa yang satunya. Guaa mendengar nada dering hape guaa, suaranya gak jauh dari guaa duduk di tepi ranjang. Guaa mencari suara deringan hape guaa, suaranya semakin dekat.. suara itu di arah Raffa yang berbaring pulas.
‘astaga… jangan bilang ketindih Raffa lagi’ batin guaa.
Raffa mulai bergerak sedikit demi sedikit, sepertinya iaa terganggu dengan deringan hape guaa. Dengan sigap guaa memutuskan panggilan guaa karena negliat pacar guaa gelisah. Raffa menguap dengan lebarnya lalu tangannya bergerak menyusuri bawah punggungnya dan ditangannya terlihat benda penting guaa.
‘tuh kan bener di tindih Raffa’ batin guaa duduk di tepi ranjang memperhatikan pacar guaa memegang hape guaa dengan mata tertutup.
Raffa perlahan membuka matanya memperhatikan hape guaa mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menguap lagi.
“sayang..” panggil guaa. Iaa menoleh. Sepertinya dia masih loading, kelihatan dari wajahnya yang sedikit bingung.
“…Fael..” gumamnya sedikit serak khas suaranya saat bangun tidur. Raffa bangun dari tidurnya mendekati guaa.
“ini tadi ada yang menelponmu..” ujarnya memberikan hape guaa. Guaa terkekeh.
“tadi aku yang menelpon.. aku nyari hapeku.. ehh gak taunya dibawah badanmu.. maaf yaa udah ganggu tidur hehee”
“harusnya aku yang minta maaf karena sudah menindih ponselmu”
Raffa selalu begitu..! guaa gak mau berdebat dengannya hanya karena hape guaa yang tertindih.
Hening….
Hening…..
Hening……
“jam berapa sekarang??” tanya Raffa memecah keheningan kami.
Guaa melihat tulisan di pojokan hape guaa.
“jam 6 lewat 52 menit” jawab guaa.
“astaga….”
“kenapa??” tanya guaa gak mengerti.
“.. ak—ak-aku berdosa..” ujarnya. Ehhh.. berdosa>???
“maksudnya??” guaaa benar-benar gak ngerti.
“aku melewatkan shalat subuhku lagi..” ujarnya menunduk. Benar-benar.. rasa penyesalan guaa kian jadi setelah mendengar perkataannya barusan, Raffa begitu rajin beribadah, Raffa begitu bersih ibaratkan kain putih tanpa noda. Semalam guaa udah berbuat dosa padanya.. mencium bibirnya.. ahhh.. guaa benar-benar menyesal.
“R—raaf..” gumam guaa. Raffa memperhatikan guaa sedemikan rupa.
“iyaa Fael??” jawabnya.
“maaf.. semalam aku sudah berbuat senonoh” kata guaa. Guaa benar-benar menyesal. Guaa menunduk.
“Fael…aku gak mempermasalahkan itu.. kamu boleh menciumku” jawab Raffa. Jawabannya membuat shok bukan main alias guaa gak salah dengar kan? Guaa kembali melihatnya, melihat wajahnya yang tersenyum. Reflek jemari guaa menyentuh pipinya, menyentuh pipi yang cukup montok.
Beberapa kali guaa mengerjapkan mata guaa.. apa yang guaa lihat masih sama, Raffa tersenyum lebar dengan memegang jemari guaa di pipinya. Guaa mengelus lembut pipi yang menggemaskan itu perlahan raga guaa mendekatinya hingga kami bertatapan begitu dekat dan guaa kembali melakukan hal yang sama seperti malam kemaren. Guaa mencium lembut bibir manis Raffa. Hangat.. hembusan nafasnya terasa di hidung guaa kali ini Raffa membalas ciuman dari guaa. Ciuman yang begitu lembut, guaa begitu menyukai bibirnya. Ahhh… kami menyudahi aksi ciuman singkat kami kemudian guaa menatapnya, kembali mengelus pipinya dengan kedua tangan, Raffa tersenyum.. guaa memperhatikan kedua telinganya yang memerah..
‘ciuman guaa membuat dia sedikit bergairah’ batin guaa kemudian guaa terkekeh begitupula dengan Raffa lalu kami berpelukan.
**
Setelah sarapan kami siap pergi ke rumah sakit bersama nyokap dan kak Michell, sebelum ke rumah sakit.. kami terlebih dulu beli buah di salah satu swalayan terdekat selain beli buah nyokap guaa juga membeli roti tuk di berikan ke bibi. Awalnya pacar guaa itu nolak atas apa yang nyokap guaa berikan tapi karena ada rayuan maut dari kak Michell jadinya si Raffa mau deh nerima buah sama roti dari nyokap.
Gak begitu jauh dari swalayan menuju rumah sakit.. yaaah sekitar 15 menit kami menempuh perjalanan menggunakan mobil, kali ini bukan guaa yang nyetir.. karena guaa benar-benar bad mood berkendara lagian guaa kan pengen berduaan di kursi tengah bareng pacar guaa hahaa.. anyway semenjak aksi ciuman pagi tadi.. guaa jadi makin demen liat bibir Raffa seolah-olah bibir kecilnya memanggil bibir guaa meminta di jamah lagi. Hiiih… pikiran apa coba ini.
*drrrt drrtt*
getaran hape berhasil mengusir pikiran-pikiran tentang bibir Raffa.. guaa merogoh saku celana, guaa lihat notif line group teman-teman gilak guaa.
“ehh.. kalian berdua kok gak turun sekolah?” line dari Misca. Jam menunjukkan pukul 10 lewat lima itu artinya mereka lagi istirahat.
“…bibi Raffa masuk rumah sakit” balas guaa. Gak berapa lama sebuah panggilan dari Nanda.
“haloo.. luu sama Raffa imut napa gak turun? Kalian berdua sakit cacar barengan gitu??” suara khas cerewet Nanda memekan telinga guaa sampe-sampe kak Michell melengah ke-belakang bertanya siapa yang menelpon.
“santai woi santai..” jawab guaa membalas suara Nanda.
“kalian kenapa gak turun?”
Guaa mengambil nafas sejenak, Raffa bertanya siapa yang menelpon.
“…..ceritanya panjang..” jawab guaa….. tuuuuuuuttt….. putus. What the..
“siapa yang nelpon tuh?” tanya kak Michell sembari mengemudi.
“biasa kak.. Nanda..”
“suaranya nyaring banget sumpah”
“emang begitu dah kak”
“ohh yaa.. tadi pagi kakak ketemu sama pak Anto.. bilangnya pak Anto, pihak polisi udah berhasil nangkap si maling rumah bibi” pak Anto (Antonio) pemilik perumahan cermai.
“ehhh?? Yang bener kak?” kata guaa.
“syukurlah” gumam pacar guaa.
“terus kak??? siapa emang pelakunya??”
“…duuuh.. kakak lupa tanya tadi hehee”
“yeeee… dasar emang yaa”
“paling gak kan malingnya udah ketangkap”
“emang berapa orang malingnya?”
“heheee kakak juga gak tanya itu dek”
“hiiih… mahasiswa macam apa ini.. gak tanya-tanya sama orang. Kaku banget jadi orang”
“sssstttt… sudah-sudah.. berantem mulu yaa.. gak malu di lihat Raffa?” tegur mamah menoleh ke belakang memperhatikan guaa. Guaa menanggapi dengan bibir manyun guaa.. huuuh.
@lulu_75 @awi_12345 @andrik2007 @Adhitiya_bean @Kokushibyu @QudhelMars @Aurora_69 @Llybophi