It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Aku juga tidak bisa berhenti memikirkan Chris, dan reaksinya, bagaimana dia tertawa saat melihat kejadian itu. Mike telah melihatku bersama Chris dan pasti dia mengira kalau kita memang berpegangan tangan. Pasti dia berpikir kalau kita berpacaran.
Selama ini aku merasa Chris bertanggung jawab atas segala situasi yang dia alami. Aku rasa jika dia berusaha sedikit saja untuk meredamnya, untuk bertingkah lebih normal, mereka mungkin akan berhenti menindasnya. Dia hanya harus belajar untuk sepertiku, untuk membaur.
Tapi sekarang aku tahu apa yang dia rasakan. Aku melihat bagaimana menakutkan dan memalukannya. Aku melihat tatapan penuh jijik di wajah Mike dan kebencian di mata troy. Aku tahu semua itu tidak masalah untuk mereka jika kita normal atau tidak. Mereka akan tetap membenciku jika mereka tahu bahwa aku homo. Tampaknya mereka tahu sekarang.
“DIA sedang bersama siswa yang lain,” kata Miss Aimsbury.
“Aku akan menunggu,”paksaku.
“Sepertinya kamu harus membuat jadwal pertemuan terlebih dahulu,” katanya. “Mr. Tanner sangat sibuk hari ini.”
“Ini sangat mendesak! Aku akan menunggu.”
Dia melihatku dengan sangat putus asa. Pintu kantor Mr. Tanner terbuka dan seorang siswa keluar dari kantornya. Mr. Tanner melihatku dan menghampiriku ke konter. “Dia bilang ini mendesak,” kata Miss Aimsbury.
“Bryan, masuk.” Katanya mempersilahkanku.
“Anda ada janji 5 menit lagi, Mr. Tanner,” kata Miss Aimsbury.
Dia tampak tidak memperdulikan Miss Aimsbury ketika dia mengantarku ke kantornya dan mempersilahkan aku duduk. “Ada apa?” tanyanya.
“Sesuatu telah terjadi,” kataku, “dan aku membutuhkan bantuanmu.”
“Apa yang terjadi Bryan?” Mr. Tanner duduk di pinggir mejanya.
“Chris. Chris Michaelson.”
Dia melihatku beberapa saat, menunggu. “Aku tidak dapat menguhubunginya dan aku takut. Aku takut dia akan melukai dirinya sendiri.”
Mr. Tanner berdiri dan menempatkan tangannya di bahuku. “Bryan, aku telah bicara pada Chris pagi ini, hanya beberapa saat yang lalu dan dia baik-baik saja.”
“Benarkan?” tanyaku sambil menghela lega. “Dia tidak mau menjawab teleponku.”
“Dia pikir kamu akan membencinya,” kata Tanner.
“Kenapa?”
Mr. Tanner melangkah pergi dariku dan duduk di kursinya. “Aku bermaksud untuk meneleponmu hari ini Bryan. Aku harus mendengar cerita versimu tentang kejadian semalam. Kita membutuhkanmu sebagai saksi mata.”
“Tentu saja,” kataku, menganggukan kepala.
“Chris memohon padaku untuk tidak mengabarimu.”
“Pak, aku tak mengerti. Semalam dia berkata… dia berkata bahwa tidak pernah ada orang yang pernah baik padanya selain aku.”
“Maka dari itu dia tidak ingin kamu terluka. Dia tak ingin kamu mengambil risiko, dihina seperti dia. Tetapi aku sudah katakan padanya bahwa semua itu tidak akan terjadi. Aku berjanji kalau semua tindakan penghinaan ini akan segera berhenti.”
Aku menggelengkan kepalaku. “Ini tidak akan berhenti, Pak. Tidak akan pernah.”
Aku merasakan air mata hangat di wajahku.
“Penindasan tidak akan berhenti karena orang-orang takut. Mereka takut untuk bercerita. Mereka takut kalau mereka mengatakan sesuatu, orang-orang akan berpikir kalau mereka memang seperti yang orang lain ejek.”
“Itukah yang kamu takutkan, Bryan?” tanyanya, sambil menyodorkan sekotak tisu padaku.
Aku mengangguk. “Aku pengecut. Aku hanya ingin Chris untuk berhenti menjadi terlalu berlebihan. Aku hanya ingin dia untuk menjadi sedikit lebih normal.”
“Tapi tidak ada yang normal di antara kita,” katanya tenang. Suaranya sangat kecil, tidak argumentatif. Seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri.
“Aku sudah mengetahui tentang diriku selama tiga tahun. Aku mengetahuinya saat aku mulai lebih tertarik pada pria daripada wanita.” Air mataku mulai jatuh. “Aku tidak ingin memberitahu siapapun. Aku berusaha sangat keras agar semuanya tak nampak. Aku hanya mencoba untuk berbaur.”
“Dan setiap hari jika aku melihat Chris, dia meresahkanku. Dia membuatku takut, karena aku takut bahwa jika melihatnya itu sama saja aku melihat cerminan diriku. Aku takut jika yang aku lihat didirinya adalah sama seperti yang orang lain pikirkan jika mereka tahu kalau aku gay.”
“Aku tidak merasa kasihan padanya. Aku merasa ini semua benar-benar masuk akal. Meurutku secara tidak langsung dialah yang meminta untuk diejek. Aku rasa dia pantas menerima karena dia sangat feminin. Dia sangat.. ngondek.
“Maka dari itu aku tidak mengatakan apapun. Aku berpura-pura seolah hal itu tidak terjadi. Aku membuat alasan agar aku bisa merasa kalau aku aman. Aku membiarkannya mendapatkan semua perhatian sedangkan aku tetap bersembunyi,”
“Dan sekarang,” kata Mr. Tanner, “pintunya sudah terbuka.”
Aku menundukkan kepalaku dengan malu.
“Bryan,” kata Mr. Tanner penuh semangat, “dengan kamu datang kemari itu sudah menunjukkan bahwa kamu pemberani. Dan apa yang kamu lakukan kemarin adalah reaksi pertemanan yang sesungguhnya. Jika kamu tidak membantu Chris saat dia membutuhkanmu, dia tidak akan punya orang lagi untuk diajak bicara. Dia tidak akan pernah datang padaku jika bukan karena kamu.”
“Lalu, bagaimana sekarang?” kataku sambil sesenggukan.
Dia melangkahkan kakinya untuk menuju ke arahku, sekali lagi memegang bahuku. Dia memberikan tisu, dan aku menyeka air mataku kemudian menatapnya. “Kamu melakukan hal yang benar,”
Aku mengangguk. “Ya pak,” kataku.
Petugas Hawkins melihatku dan aku mengangguk menyetujuinya. Aku berbalik dan menunjuk ke Troy Cooper. “Dia orangnya, Pak. Yang memakai jaket berhuruf itu. Dialah orang yang menyerang Chris Michaelson.”
Dua petugas lainnya menghampirinya. “Troy Cooper kamu ditahan atas dugaan penyerangan. Kamu mempunyai hak untuk diam. Kamu mempunyai hak untuk diwakili oleh pengacara…”
Seluruh penghuni kelas terkejut saat mereka memborgol tangannya dan menyeretnya keluar dari kelas. Aku berbalik melihat Trina duduk dengan mulut menganga tak percaya. Mike terlihat seperti akan jatuh dari kursinya.
Aku melihat mereka keluar, tepat melihat ke pintu. Sesosok orang terlihat. Itu Chris, dengan dua bola matanya yang hitam dan perban besar yang menutupi hidungnya.
“Dia tersenyum padaku, air mata menetes di pipinya. “Terima kasih,” katanya, dan aku menghampirinya, memegang kedua tangannya. “Tidak,” kubisikkan ke telinganya, “terima kasih karena telah membantuku. Aku lelah mencoba untuk berbaur.”
ditranslasi dari cerita pendek karya Jeff Erno
Sejujurnya aku sangat menyukai namaku, Chase Alexander Deveraux. Aku rasa jika ada satu hal yag ibuku lakukan secara benar adalah memilih sebuah nama yang unik dan bagus untuk anaknya. Kadang aku berharap aku bisa sekeren namaku atau setidaknya tidak berperilaku terlalu ngondek.
Sesungguhnya itu tidak bisa disangkal lagi. Kadang aku berusaha keras untuk tidak menjadi gay. Aku tahu apa yang kalian pikirkan, kalian pasti berpikir jika aku melihat lelaki pasti aku menaksirnya. Ya, terkadang memang benar seperti itu. Tapi yang aku coba katakan adalah jika aku melihat lelaki normal, yang hebat dalam bidang olahraga, yang bertingkah laku selayaknya lelaki, aku berusaha untuk meniru mereka. Aku berusaha untuk menurunkan nada suaraku agar tidak bersuara terlalu cempreng jika aku berbicara. Aku mencoba untuk menunjukkan gerak tubuh yang maskulin. Aku berusaha untuk tidak menyilangkan kaki ketika duduk dan aku berusaha sangat keras untuk tidak melempar bola seperti layaknya perempuan.
Aku bukanlah orang yang hebat dalam olahraga. Ini aneh karena kalian pasti berpikir aku adalah orang yang menyukai olahraga. Disanalah tempat para lelaki tampan. Semua otot itu. Semua pantat yang saling menyenggol satu sama lain, memeluk sesama anggota tim. Tapi aku tahu aku tidak hebat dalam olahraga. Hampir semua cabang olahraga tidak bisa aku lakukan dengan baik dan ketika aku mencoba untuk berpartisipasi dalam olahraga di sekolah, aku hanya mempermalukan diriku sendiri. Kemudian anak laki-laki yang lain akan melihat betapa bodohnya aku, dan bukannya menyukaiku dan menerimaku dalam timnya, mereka malahan menertawakanku. Mereka bilang padaku kalau aku harus berhenti ngondek dan mulai bersikap seperti laki-laki.
Seumur hidupku aku berusaha untuk bersikap seperti layaknya laki-laki, sungguh. Dengan jujur kukatakan bahwa aku sangatlah ingin menjadi seperti kakakku Daryn, terkadang aku sangat iri padanya. Tidak ada yang pernah memanggilnya banci, dan kalaupun mereka melakukannya, dia pasti akan membunuh mereka. Daryn berkata bahwa akulah yang menyebabkan semua masalah dalam hidupku. Dia menyuruhku untuk berhenti bersikap seperti yang aku lakukan sekarang dan orang-orang akan berhenti memperlakukanku seperti orang buangan. Kadang aku membencinya.Dia tidak tahu apapun tentangku padahal dia adalah kakakku sendiri.
Aku harap hari ini akan berbeda. Aku sangat gugup hingga aku rasa aku akan muntah. Mungkin sebaiknya aku tidak mengenakan dasi ini. Lihat kan, aku ingin terlihat keren di sekolah karena ini adalah hari besar untukku. Aku memberikan pidatoku di kelas komunikasi dan seluruh kelas akan melihatku. Tidak ada anak yang mengenakan kemeja dan dasi ke sekolah, mungkin aku seharusnya memakai kaos berkerah. Tidak, aku tidak mungkin memakai baju berlengan pendek. Lengan kurusku akan terlihat dan akan terlihat sangat ngondek jika aku menggerakannya. Aku akan menggunakan lengan panjang ini. Ini terlihat kasual tapi tidak terlalu formal. Aku tidak dapat mengingat apakah anak-anak yang keren di sekolah pernah memakai kemeja seperti ini. Aku tak tahu. Sepertinya mereka memakai celana jeans, aku harus melepaskan celana krem ini dan menggantinya dengan celana jeans.
Brad adalah yang terburuk. Dia ada di kelas olahraga dan dia seperti menjadi pemimpin dalam segala hal. Dia selalu menjadi orang yang pertama memulai sesuatu. Dia yang mengatakan ejekan pertama, dan semuanya pun tertawa, dan terkadang mereka juga ikut mengejek. Bahkan anak-anak lain yang baik pun ikut tertawa mendengar ejekannya. Aku berusaha membela diriku, menyanggahnya atau balik mengejeknya. Tapi ejekannya malah bertambah parah karena dengan begitu dia semakin bisa mengejekku. Dia selalu mengulang apa yang aku katakan dengan gaya suara yang feminim dan semuanya pun tertawa. Kau tahu, aku merasa sangatlah kecil ketika dia melakukannya. Aku hanya ingin mati.
Aku sangat membenci Brad, tapi di satu sisi aku tidak bisa menyangkal betapa menariknya dia. Dia sangat atletis dan memiliki rambut yang sempurna. Aku harap aku terlihat sedikit seperti Brad. Tetapi aku malah mempunyai rambut yang tidak peduli bagaimana aku menyisirnya, akan selalu terlihat jelek. Jika orang melihat Brad, mereka pasti dengan seketika ingin menjadi temannya. Dia mempunyai senyum yang membuatmu nyaman. Dia sangat tampan hingga sepertinya kamu akan percaya hal apapun yang dia katakan. Kamu ingin merasa bahwa kamu adalah sahabatnya.
Aku tidak akan pernah menjadi teman Brad. Walaupun dia berubah dan berhenti mengejekku, aku akan tetap membencinya atas apa yang dia telah lakukan. Dia memasukanku ke loker dan menutupnya. Dia sering memukulku hingga aku tdak dapat menghitungnya, dan dia memanggilku dengan nama yang bahkan kalianpun tak pernah pikirkan.
Tapi tak ada yang akan mengadukan Brad. Mereka bodoh jika melakukannya. Itu sama saja bunuh diri. Dia sangat populer hingga guru-guru pun juga menyukainya. Aku rasa jika para guru pun mengetahui apa yang telah Brad perbuat, mereka tidak akan melakukan apapun tentangnya.
Ya, aku suka kemejaku dan syukurlah hari ini rambutku tampak indah. Ughh! Apakah itu jerawat? Aku punya jerawat besar tepat di tengah dahiku. Kenapa semua ini selalu terjadi? Kenapa harus hari ini? Aku harus cepat berangkat. Aku tidak bisa terus terobsesi dengan hal-hal semacam ini. Tidaklah masalah jika aku mempunyai jerawat atau tidak, tidak akan ada yang peduli padaku. Tidak ada yang tertarik padaku. Dan tidak ada seorangpun yang akan mempedulikan pidatoku.
Mamaku sudah pergi ke kantor, dan Daryn berangkat dengan temannya. Aku berjalan sendiri ke sekolah. Sekolahku hanya sekitar empat belas komplek saja dari rumah, tidak lebih dari dua kilometer. Terkadang temanku Shelly menemaniku berjalan ke sekolah. Dia tinggal di komplek seberang, tapi jika ibunya tidak bekerja, ibunya mengantarkannya ke sekolah. Mamanya baik sekali dan kadang dia mampir dan menjemputku juga. Tidak selalu sih. Dia agak ceroboh dan dia selalu terlambat.
Shelly tidak meng-smsku, jadi sepertinya aku berangkat sendiri hari ini. Ini sangatlah aneh, satu-satunya temanku adalah seorang perempuan dan aku benar-benar tidak menyukai perempuan, tidak dalam cara yang romantis. Tahun lalu ketika aku berumur empat belas tahun, aku mengatakan padanya bahwa aku gay. Dia menerimanya dan dia bertingkah seolah itu bukalah hal yang besar. Walaupun dia sedikit mengetahui tentang apa yang Brad dan temannya lakukan, aku tidak mengatakan apapun padanya. Pada kenyataannya, aku tidak pernah mengatakan padanya Brad membenamkan kepalaku ke toilet. Itu terlalu memalukan.
Ditambah lagi, Shelly cukup populer di sekolah. Dia tidak populer seperti Brad, tapi dia juga bukan pecundang seperti aku. Dia mungkin akan mengatakan sesuatu pada salah satu guru jika dia tahu berapa kali Brad menyiksaku. Itu akan membuat hal-hal menjadi tambah buruk. Atau mungkin dia akan mengatakan sesuatu pada Brad secara langsung, dan itu akan menjadi bencana besar. Tapi aku juga kadang berpikir kalau Shelly sepertinya menyukai Brad, yang hamper seluruh perempuan di sekolah juga lakukan. Brad sangat ramah pada perempuan, dan hampir tidak mungkin jika perempuannya tidak menyukainya juga.
Trent adalah kekasih khayalanku. Hahaha. Serius, dia adalah orang yang sangat baik. Dia tidak memiliki tampang seperti model atau badan yang berotot seperti yang Brad miliki, tapi dia cukup menawan. Trent orang yang pendiam, tapi dia bukan kutu buku sepertiku. Aku juga yakin seratus persen bahwa dia tidak homo. Suatu saat, ketika semester awal sekolah, aku membantunya mengerjakan tugas matematika, dan kadang aku berharap dia membutuhkan bantuanku lagi.
“Shelly, apa kabar?” Lokernya hanya berjarak beberapa pintu dari lokerku.
“Kemeja yang bagus,” katanya, tersenyum padaku. “Ada acara apa?”
Aku menggumam. “Tak ada, tapi terima kasih. Kau tahu aku akan melakukan pidatoku hari ini.”
“Benarkah? Bagus. Kamu sudah siap?"
Aku menghela nafas. “Ya Tuhan. Aku sepertinya sudah melatihnya berjuta-juta kali. Aku benci ini. Aku benci harus bebicara di depan orang banyak!”
Dia melangkah mendekat padaku, menempatkan tangannya di lenganku, tepat diatas sikuku. “Kamu akan baik-baik saja. Chase, kamu sangat pintar. Aku tidak sabar mendengar pidatomu.”
Aku tertawa gugup, malu. “Ini sangatlah bodoh. Membosankan.. pemanasan global.”
Sekarang dia yang menggumam. “Lebih baik daripada punyaku. Aku tentang veganism.”
“Apakah pidatomu hari ini juga?” tanyaku, menutup loker dan memegang tumpukan buku didepan dadaku.
Dia mengangguk. “Oh jangan takut, aku yakin aku tidak akan mengalahkan pidatomu. Aku seharusnya melakukan lebih banyak penelitian.”
“Wow, aku lega…” aku tergagap sedikit. “Um … maksudku, kemalangan membutuhkan teman, kau tahu. Senang kita melakukannya di hari yang sama.”
Seseorang di belakang kita menarik tangannya. Ternyata itu temannya, Kelli. “Ayolah,” katanya, tidak mempedulikan aku.
“Hey, aku akan menghampirimu ketika makan siang, okay? Jangan gugup!” Dengan cepat Shelly berbalik, memberikan perhatiannya pada temannya.
“Okay, terimaka kasih,” kataku. Dia tidak mendengarku. Sudahlah, tak apa.
Selama aku bisa masuk di kelas pertama tanpa terlihat, semuanya akan baik-baik saja. Tidak ada yang yang pernah terjadi sebelum kelas olah raga. Itulah ketika aku harus berhadapan dengan Brad dan teman-temannya. Mungkin aku harus melewatkan kelas olahraga hari ini. Sepertinya Si Mastubator juga tidak akan menyadari jika aku tak ada. Aku bisa beralasan kalau aku sakit dan aku tak berbohong. Aku benar-benar merasa seperti ingin muntah.
Tidak, itu akan menghancurkan absenku, dan aku mungkin akan di suruh pulang ke rumah. Kemudian aku harus melakukan pidatoku di lain hari dan harus melalui semuanya lagi. Aku hanya akan tetap menjadi tak terlihat. Semoga kelas olahraga kali ini akan melakukan hal bebas, sama ketika waktu itu. Sering kali guru olahraga merasa tidak perlu mengajarkan segala aktifitas yang terorganisasi dan membiarkan para murid melakukan apa yang mereka mau, melempar lingkaran kayu, menggunakan perlengkapan alat berat, dan lainnya. Aku bisa melakukan yang selalu aku lakukan, melempar bola ke dinding selama satu jam.
Geometri membosankan. Siapa yang peduli pada axioms dan theorems? Yang kupikirkan hanya pidatoku. Aku telah menghapal setiap katanya. Aku telah merapalkannya dengan keras mungkin hampir seribu kali. Aku bisa melakukannya. Itu hanya lima menit. Dan semuanya akan selesai. Ini bukan masalah yang besar, tidak dalam kehidupan ini. Ini tampak masalah yang besar sekarang, tapi ini hanyalah sebuah tugas.
Tuhan, mengapa aku tidak bisa menjadi seperti Shelly? Dia harus memberikan pidato juga dan dia tidak tampak mengkhawatirkannya.
Hal yang paling parah adalah Brad juga ada di kelas pidatoku juga, begitu halnya Trent. Jika aku mengacaukannya, yang mana aku pasti aku akan mengacaukannya, Brad akan tertawa terbahak-bahak. Itu hanya akan memberikannya satu lagi alasan untuk mengejekku. Dan aku tidak bisa mempermalukan diriku, tidak di depan Trent. Aku bisa mati. Aku benar-benar bisa mati.
Tuhan, aku sangat senang jam pertama telah usai. Dua jam lagi, kemudian makan siang.. kemudian..oh tidak. Aku harus bergegas ke kelas Biologi, tapi sepertinya aku akan sakit.
Aku menuju kamar kecil. Aku benci ini. Ya Tuhan, aku berlutut, muntah di toilet. Tolong jangan biarkan orang lain masuk. Tolong biarkan aku tetap tak terlihat.
Untungnya aku hanya mendapatkan tatapan tajam dari Mrs. Dennison ketika aku masuk ke kelas Biologi dua menit setelah bel berbunyi. Aku duduk, membuka buku teksku pada halaman yang telah ia tulis di papan tulis. Dia memanggilku, menanyakan pertanyaan padaku tentang fotosintesis. Aku rasa itu hukuman atas keterlambatanku. Tapi syukurlah aku tahu jawabannya. Diapun melanjutkan pelajaran. Aku kembali tak terlihat.
Aku akan muntah lagi! Tidak, tenang Chase. Kamu sangat pengecut. Brad benar. Berhenti bersikap seperti seorang pecundang. Hadapilah seperti yang Daryn katakan. Ini hanya sebuah pidato, bukan masalah yang besar.
“Kita akan segera menghadapi tes fisik, dan hari ini kita akan mulai berlatih.” Pak Shraeder mengumumkan pada seisi kelas. Kami duduk di bangku sambil mendengarkan semua yang dia katakan. Tidak. Aku mendengar apa yang dia katakan tapi hanya setengahnya. Yang kupikirkan hanya kelas Pidatoku . Dia mengatakan sesuatu tentang empat kategori. Pull-ups, sit-ups, lari dan push-ups… Aku tak tahu. Aku tak peduli.
Pak Shraeder telah membagi kita dalam empat grup. Sial! Aku ada di grupnya Brad. Tentu saja pak Shraeder memilih Brad sebagai pemimpin grup. Ini sangat menyebalkan.
Tiap grup dikirim ke tiap sudut ruang olahraga yang berbeda. Kami harus melakukan olahraga fisik tertentu yang telah ditentukan dan pemimpin grup akan menuliskan hasilnya. Lari adalah yang paling mudah dan itulah yang kami lakukan pertama. Kami mulai di sudut kami dan berlari mengelilingi perimeter yang telah ada di ruang olahraga. Kami harus menyelesaikan satu mil dan kami harus berlari bersama dalam grup dan semua orang nampaknya bisa melakukannya. Kamu hanya harus menyelesaikan satu mil. Tidak perduli betapa lamanya itu.
Aku kehabisan nafas setelah berlari dan aku bersender di pojok. Aku duduk di bangku, menunggu peluit berbunyi yang mengindikasikan bahwa waktu telah berakhir dan kita harus lanjut ke kategori selanjutnya. Brad menulis di catatannya, memeriksa nama-nama yang ada. “Homo!” Aku tahu dia bicara padaku, dan aku menoleh. “Bawa pantat malasmu kemari dan berhenti bermalas-malasan! Aku harus membuatmu lari lagi.”
Aku melihatnya penuh kebingungan. Aku berusaha untuk bicara tapi ada gumpalan di tenggorokanku. “Mengapa kamu pikir kamu bisa mengistirahatkan pantat homo malasmu ketika kita semua disini berpartisipasi? Apa aku menyuruhmu untuk beristirahat?”
Aku melihat sekitarku. Beberapa lelaki di grupku duduk di lantai ruang olahraga. Kami kelelahan karena berlari.
“Um…tidak, aku minta maaf,” kataku. Aku tahu aku terdengar seperti apa. Aku tahu dia akan mengejekku.
Dia memutar matanya dan berbalik. Tak terlihat lagi.
“Kalian sudah selesai?”
“Ya.” Steve mengangguk.
“Kamu sudah sit-ups lima puluh kali?” Kami berdua mengangguk.
“Bagaimana denganmu homo?” dia akhirnya bicara padaku. “Apakah kamu sudah menyelesaikannya?”
Dia mulai membuatku marah. Mengapa dia tidak pernah memanggil namaku? Aku merasa mukaku berubah merah. “Aku sudah menyelesaikannya,” jawabku.
“Apa?” katanya, sangat keras. “Katakan padaku, banci!”
“Ya. Aku sudah menyelesakannya.” Suaraku bergetar.
“Lakukan dua puluh lima kali lagi. Sekarang!”
Aku melihatnya tak percaya.
“Kamu dengar aku? Lakukan dua puluh lima kali lagi atau aku akan menulis kalau kau tidak selesai.”
Aku melihat Steve. Dia mengangkat bahu dan aku tahu aku tak punya pilihan lain. Aku kemudian mengambil posisi lagi dan melakukan sit-ups ekstraku. Ini sangat memalukan, aku rasa aku hampir menangis. Wajahku panas, tapi aku tidak mengatakan apapun. Aku ingat apa yang Daryn katakan. Aku harus mengahadapinya. Setengah jam telah berlalu, dan sebentar lagi semuanya akan selesai.
Aku cemas tentang pull-ups dan push –ups. Aku tidak punya kekuatan lagi di tanganku. Aku yakin aku bisa melakukan push-ups tapi aku sudah terlalu lelah. Ekstra sit-ups tidak membantu. Terlebih lagi kecemasan tentang pidatoku sangatlah tidak membantu.
Brad tidak melakukan push-ups. Dia tidak memerlukannya. Dia telah siap untuk tes fisik, itulah mengapa dia dipilih sebagai pemimpin grup. Dia berjalan kesana-kemari, pertama di depan kami, kemudian memutar balik ke belakang. Aku melakukan set ku, totalnya dua puluh lima dan aku sedang melakukan hitunganku yang ke delapan. Lenganku mulai gemetar. Aku tidak yakin aku bisa melakukan tujuh belas kali lagi, tapi aku terus berusaha.
Aku tahu dia di belakangku. Dia berhenti berjalan. “Hitung dengan keras!” perintahnya. Seolah dia mengumumkannya pada seluruh anggota grup, tapi sepertinya itu tertuju padaku. “Aku bilang hitung, homo!”
Aku berhenti, dadaku berhadapan dengan lantai. Aku merasakan rasa malu yang sama dan aku marah. Aku dorong diriku dengan segenap kekuatanku. “Sembilan!” teriakku. “Sepuluh.. sebelas.”
Aku berhenti, dadaku terdorong ke lantai ketika dia menginjakku, memaksakku terbaring. “Lima!” teriaknya, merubah hitunganku.
Ini tidak mungkin terjadi! Lenganku bergetar lagi. Ketika dia melepaskan kakinya dari punggungku, aku melanjutkan. “Enam… tujuh… delapan.”
Kakinya mendarat di punggungku untuk kedua kalinya, lagi, memaksaku untuk terbaring mengahadap lantai. “Lima!”
Aku merasakan air mataku dan sekarang aku gemetaran. “Tolonnglah,” aku memohon.
“Apa?” teriaknya. “Bicara, banci!”
Semua anak telah menyelesaikan set nya. Mereka melihatku dan aku merasa air mata jatuh di pipiku. Aku mendengar cemoohan dan tawa. Aku marah tapi aku tidak bisa berhenti menangis. Peluit berbunyi. “Tidak komlit!” Brad memanggil, mengecek catatannya dan menyeringai padaku. “Kamu benar-benar payah.” Dia meninggalkanku dan grup menuju ke event terakhir.
Aku melangkah ke tempat di bawah tiang. Aku menunggu Brad untuk memegang pinggangku dan membantuku naik seperti yang dia lakukan pada anak lain. Tetapi dia malah menyodorkan alat bantu ke depanku. Menaruhnya sambil seolah akan berbisik di telingaku, dia bicara sangat keras. “Aku tidak akan menyentuhmu, homo,”
Terima kasih untuk bantuanmu Tuhan. Aku tidak ingin dia menyentuhku.
Aku melangkah ke alat bantu itu dan berusaha untuk meraih tiang di atas kepalaku. Ketika aku melakukannya, aku sadar betapa tenang suasana di ruang olahraga. Aku melihat sekitarku. Semua orang telah menyelesaikan tugasnya dan aku yang terakhir. Aku mengambil nafas panjang, berharap peluit berbunyi dan menyelamatkanku. “Cepat!” kata Brad.
Aku melihat ke kananku dan aku melihat Trent. Dia di grup yang lan tapi mereka tentu saja sudah selesai. Ketika aku memegang tiang, aku erasakan alat bantu pijak disingkirkan dan tiba-tiba aku bergelantungan disini. Aku melihat ke mata Trent. Aku harus melakukannya! Aku tak bisa membiarkannya melihatku gagal. Betapa memalukannya.
Aku bisa melakukannya.. aku hanya harus mengangkat daguku melewati bar ini. Ya Tuhan ini sangat sulit! Aku gemetaran, lenganku bergetar. Tolong Tuhan, bantu aku! Aku sudah setengah menuju atas tetapi tetap tidak ada untungnya. Aku terdorong turun, dengan pasrah bergantungan di tiang.
Brad tertawa terbahak-bahak. “Ayolah banci! Kamu setidaknya bisa melakukan satu kali!” Sekarang bukan hanya Brad yang tertawa.
Trent ada di situ. Berdiri di belakang Brad. Dia melihat semuanya dan aku terus mengira apa yang dia pikirkan. Dia tahu kalau Brad memang benar. Dia bisa melihat betapa lemahnya aku. Dia bisa melihat betapa aku nampak seperti banci dibandingkan dengan anak-anak yang lain.
Aku sangat emosional. Aku merasakan air mata di pipiku. “Dia menangis!” Brad mengumumkan. “Dia banci dan cengeng!”
Tanganku sudah putus asa dan akhirnya aku melepaskan peganganku pada tiang dan jatuh ke lantai.
“Tidak selesai!” kata Brad, sekali lagi aku mendengar tawanya.
Aku mendengak dari posisi yang rendah di lututku dan aku melihat Trent menatapku. Dia tidak tertawa, tapi dia juga tidak mengatakan apapun. Dia hanya berbalik dan melangkah pergi.
Peluit berbunyi.
Aku menunggu anak-anak lain selesai mandi sebelum aku mandi. Aku yang terakhir keluar, dan selagi aku berjalan menuju kantin, aku tahu aku tidak bisa makan. Sebaliknya aku berbelok ke kamar kecil, dengan cepat aku bergegas ke belakang kios. Aku akan muntah lagi. Aku dapat merasakannya tapi tidak ada lagi yang tersisa di perutku. Mual dengan perut yang kosong sangat menyakitkan. Lebih menyakitkan daripada sit-up.
Aku mengambil nafas panjang, mencoba untuk menenangkan diriku dan duduk di toilet. Mengapa aku menangis lagi? Aku menatap dinding dan aku meliat coretan-coretan, dan inilah kejadian terakhir yang paling menjengkelkan. Ada namaku, ditulis dengan spidol hitam yang tebal: CHASE D TUKANG NGISEP PENIS.
Yang paling buruk dari semua ini adalah apa yang Brad katakan tentangku hampir semuanya benar. Aku memang ngondek. Aku memang homo dan walaupun aku tidak mengatakannya ke semua orang selain Shelly, semua orang sudah tahu.
Mereka tahu seperti apa aku ini dan mereka paham kalau aku pantas mendapatkan semua ini. Tentu saja mereka berpikiran seperti itu, jika tidak mereka tidak akan diam saja ketika melihatku dihina oleh Brad. Mereka tidak akan tertawa diatas penderitaanku. Trent tidak mungkin hanya menatapku, berdiri disana seperti patung. Tentunya dia akan mengatakan sesuatu yang membelaku.. kecuali dia merasakan hal yang sama seperti Brad. Aku pantas mendapatkannya.
Aku tahu aku tak mungkin melakukan pidatoku sekarang. Aku akan katakan pada Mr. Frey bahwa aku tidak siap dengan pidatoku. Itu tidak masalah. Nilaiku cukup baik jadi aku akan tetap lulus dari kelas ini.
Aku duduk di kloset toilet selama empat puluh menit ke depan, menunggu bel berbunyi. Akhirnya bel pun berbunyi, kemudian aku membasuh mukaku dan segera menuju ke kelas Komunikasi.
Aku duduk di kursiku sebelum bel berbunyi, Shelly menyenderkan diri ke badanku. “Kemana saja kamu? Aku sudah menyiapkan kursi untukmu saat makan siang.”
Aku tidak mempunyai waktu untuk menjawabnya sebelum bel berbunyi.
Kelas langsung dimulai.
“Kita memiliki banyak pidato yang akan ditampilkan dalam waktu kurang dari satu jam. Mari kita mulai.” Mr. Frye memindahkan podium ke tengah ruangan, tepat di depan papan tulis. “Siapa yang pertama?”
Brad berdiri tanpa mengacungkan tanannya. “Aku akan maju pertama, Mr. Frye,”dia menawarkan diri dan melangkah kedepan, bergeser ke belakang podium.
“Bagus, silahkan Mr. Davenport.”
Pidato Brad adalah tentang penyalahgunaan steroid. Membosankan. Tapi penyampaiannya sangat baik. Dia bicara dengan penuh percaya diri dan Mr. Frey pun nampaknya sangat puas. Begitu pula dengan anak yang lainnya, dan mereka memberinya tepuk tangan yang meriah.
Sukarelawan selanjutnya melangkah ke depan, seorang siswi bernama Mindy.
Shelly berpidato ketika kelas sudah berlangsung setengah jam dan dia melakukannya dengan baik. Dia sangat meyakinkan hingga membuatku ingin menjadi vegetarian. Dan akhirnya hanya empat murid yang tersisa, tidak satupun di antara mereka menawarkan diri. Mr. Frye harus memilih salah satu murid dan dia memilih Randall. Aku menghela nafas dengan lega, berdoa agar kami kehabisan waktu sebelum giliranku.
Tersisa lima belas menit dan hanya dua orang siswa yang belum menyampaikan pidatonya. Aku dan Trent adalah dua orang yang tersisa.
“Aku akan maju selanjutnya,” Trent menawarkan. Aku menyilangkan jariku dan berharap pidatonya berlangsung lama.
Dia mengambil nafas dalam dan akhirnya mengeluarkannya. Desahannya tak bersuara, dan itu rasanya seperti waktu tengah berhenti sejenak. Kemudian dia pun bicara, awalnya suaranya terdengan bergetar.
“Penindasan remaja di sekolah adalah wabah di Amerika,” katanya. Aku melihatnya dengan mata membelalak. Pandangannya mengunci pandanganku. “Dan ini harus berhenti!”
Ruangan tiba-tiba berubah sunyi senyap dan kurasa aku dapat mendengar jantungku berdegup. Trent berhenti sejenak, sepertinya mengumpulkan pemikirannya dan melihat kembali ke catatannya. Dengan cepat dia mengambilnya dan merobeknya dengan dramatis. Trent membuang catatannya ke belakang dan mereka berserakan di lantai.
“Aku mempunyai banyak statistik. Aku dapat memberitahu kalian berapa banyak anak yang bunuh diri dalam dua tahun terakhir karena penindasan ini. Aku bisa memberitahu kalian berapa banyak diantaranya yang homo ataupun lesbi. Aku dapat memberitahu mereka berasal dari mana saja dan hukum apa yang kita punya di tiap negara bagian.
“Aku dapat memberitahu pada kalian segala hal tentang bullying dan dampaknya pada seseorang. Air mata jatuh di pipinya selagi dia bicara. “Tapi sedihnya, aku tidak dapat memberitahu pada kalian bahwa aku telah melakukan usaha untuk membuatnya berhenti.”
“Maafkan aku,” Trent bicara sambil menatapku. “Aku minta maaf jika aku hanya berdiri disana selama ini dan tidak berkata apapun. Aku benar-benar minta maaf.. “ Dia menyeka air mata dari pipinya dan aku merasa air mataku sendiri jatuh di wajahku. Aku tak tahu apakah dia dapat melanjutkan pidatonya, dia tampaknya telah menguasainya dan seisi ruangan terkejut dengan luapan emosinya.
“Aku menyaksikan sesuatu hari ini … beberapa saat yang lau lebih tepatnya. Penindasan terjadi tepat disini, disekolah kita dan biar kukatakan pada kalian, ini lebih menyeramkan daripada beberapa fim horror yang pernah kutonton.” Dia menggelengkan kepalanya dan menatap ke seisi kelas, membuat kontak mata dengan beberapa teman sekelas. “Kalian tahu, orang ini. Aku mengaguminya sejak dulu. Aku tidak masalah jika mengatakan namanya, tapi aku takut jika aku menyebutkan namanya saat ini malah akan membuatnya tambah malu. Tentunya dia punya hak untuk jika menganggapku memalukan, karena .. aku juga sebenarnya malu pada diriku sendiri.”
“Orang yang aku katakan ini sangat pintar. Dia tipe orang yang sepertinya tahu semua jawaban … seperti orang yang jenius. Aku tidak bisa mempercayainya. Bagaimana orang dapat menyimpan begitu banyak informasi di otaknya, tapi dia melakukannya.”
“Dia juga orang yang sangat baik. Aku tidak pernah mendengar dia berkata kasar pada siapapun. Ketika kita mengejek satu sama lain, dia tidak pernah ikut-ikutan. Dia tidak mengatakan lelucon yang kasar. Dia tidak pernah mengolok-olok siapapun dan dia selalu siap membantu siapapun.”
“Aku ingat suatu waktu dia pernah membantuku di salah satu kelasku. Kurasa aku terlalu bodoh untuk memahami materinya, tapi dia tidak pernah memperlakukanku seperti orang bodoh. Dia menyelamatkanku. Dan aku yakin dia akan melakukan hal yang sama pada siapapun yang ada di kelas ini.” Trent berhenti sejenak dan menatap tepat ke Brad. “Yah, hampir semuanya.”
“Aku telah memperhatikan selama ini bahwa dia diperlakukan dengan tidak benar di sini. Aku mendengar banyak siswa yang mengatakan kata-kata kasar dan jorok tentangnya, memberi nama ejekan untuknya, menirukan dia tanpa rasa kasihan. Mereka menuliskan hal-hal buruk tentangnya di dinding kamar mandi. Mereka menyakitinya dengan kejam sehingga membuatnya menangis, dan kemudian… dan kemudian mereka menertawakan tangisannya.
“Aku mendengar sekelompok siswa dengan bangganya mengatakan bahwa mereka telah memberikan pelajaran padanya. Mereka berkata bahwa mereka membenamkan kepalanya ke toilet.” Trent lanjut menatap tepat ke Brad. “Kurasa mereka menggap semua itu lucu. Kurasa mereka menganggap bahwa dia pantas mendapatkannya.
“Kemudian aku bertanya pada diriku sendiri. Apa yang telah dia lakukan? Mengapa dia pantas diperlakukan seperti ini? Kurasa kita semua tau jawabannya. Dia berbeda. Dia pendiam, dia sensitif. Dia tidak bertingkah seperti anak macho yang bandel. Dia hanya tidak cocok … dan kalian semua tahu apa yang aku maksud. Tuhan melarang orang untuk menjadi dirinya sendiri. Tuhan melarang seseorang untuk menjadi unik dalam bentuk apapun!”
Trent berhenti sejenak dan mengambil nafas yang dalam. Aku menangis tanpa ditutupi sekarang, tak percaya apa yang baru saja kudengar. Trent menyeka dahinya dan melihat kebawah, sepertinya dia malu untuk melanjutkannya. “Apa yang kulihat hari ini adalah hal terburuk yang pernah kulihat dalam hidupku. Aku melihat anak ini dihina didepan orang banyak. Aku melihat dia ditindas dan dipanggil dengan nama yang buruk. Aku melihat puluhan siswa lain berdiri disekitarnya, tertawa ketika kejadian itu berlangsung. Dan aku melihatnya sendiri dengan mataku disana … tanpa melakukan apa-apa!
“Ketika aku memikirnya, seharusnya banyak hal yang bisa kulakuan. Aku bisa mencegahnya. Aku bisa mengatakan, ‘berhenti!’ Aku bisa memberi anak ini dukungan. Aku bisa membelanya. Tapi aku malah menjadi penonton saja.
“Aku lebih memiih diam dan membiarkan semua itu terjadi. Aku sangat memalukan, kalian semua juga sangat memalukan. Sangat memalukan bagaimana kalian tidak menghiraukan kejadian yang terjadi tepat didepan kedua mata kalian.
“ Aku ingin berikrar pada temanku ini.Tapi aku tak tahu apakah aku pantas dibilang sebagai temannya.tapi walau bagaimanapun, aku ingin memastikan padanya semua ini tidak aan pernah terjadi lagi. Tidak akan! Tidak akan terjadi jika aku ada di sana dan sebaiknya aku tidak ingin semuanya terjadi lain waktu. Aku tak tahu apakah dia memaafkanku karena menjadi penonton ketika penyiksaannya. Tapi aku aku janji, lain kali aku tidak akan tinggal diam.”
Trent tidak menangis lagi. Dia tidak lagi gemetar dan lulutnya sudah membaik. Dia berdiri disana dengan penuh percaya diri terliha berapi-berapi, bersemangat. “Terima kasih,” katanya, dan kemudian dia kembali ke kursinya.”
Mr. Frye membungkuk untuk mengambil kertas dari catatan Trent ketika bel berbunyi. Aku berbalik untuk melihat wajah Shelly yang penuh air mata dan kemudian aku tersenyum lemah. Aku melangkahkan kakiku untuk menghampirinya tapi tiba-tiba berhenti ketika aku membuat kontak mata dengan Trent. Dia melangkahkan kakinya padaku dan meletakkan tangannya ke bahuku ketika berbalik dan melihat diriku dengan kehangatan.
Tiba-tiba aku tidak lagi merasa tak terlihat..
a. Apa yang kamu rasakan setelah membaca cerita pendek Blending In karya Jeff Erno?
b. Bagaimana kamu mendeskripsikan Christian (karakter gay yang juga korban dari aksi penindasan terhadap gay)? apa yang kamu rasakan terhadapnya?
c. Bagaimana kamu mendeskripsikan Bryan (karakter gay yang awalnya hanya diam saja)? apa yang kamu rasakan terhadapnya?
d. Bagaimana kamu mendeskripsikan Troy (karakter pelaku penindasan)? Apa yang kamu rasakan terhadapnya?
e. Menurut pendapatmu, siapa yang salah dalam cerita di atas? Chris atau Troy? Apakah keduanya?
- - - - -
f. Apa yang kamu rasakan setelah membaca cerita pendek Invinsible karya Jeff Erno?
g. Bagaimana kamu mendeskripsikan Chase (karakter gay yang juga korban dari aksi penindasan terhadap gay)? apa yang kamu rasakan terhadapnya?
h. Bagaimana kamu mendeskripsikan Trent (karakter gay yang awalnya hanya diam saja)? apa yang kamu rasakan terhadapnya?
i. Bagaimana kamu mendeskripsikan Brad (karakter pelaku penindasan)? Apa yang kamu rasakan terhadapnya?
j. Menurut pendapatmu, siapa yang salah dalam cerita di atas? Apakah Brad atau Chase? Atau apakah keduanya?
- - - - -
k. Sebutkan aksi penindasan yang terjadi pada kedua cerita pendek tersebut.
l. Apa pendapatmu tentang penindasan terhadap gay? Jelaskan.
m. Apakah menurutmu masyarakat secara umum bertanggungjawab dalam menciptakan kondisi yang mengakibatkan seseorang/kelompok akhirnya melakukan penindasan terhadap gay?
- - - - -
kalau sekiranya tidak merasa nyaman untuk menjawab di thread, teman-teman boleh kirim jawabannya lewat pesan pribadi ya. terimakasihh
iya john tadi belum sempat dijelaskan. artikelnya lumayan panjang jadi saya kirim dalam beberapa postingan. terima kasih dan ditunggu partisipasinya ya.