It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“ngak ke kantin Ju”
Sapa Doni sang ketua kelas kepadaku sesaat setelah bel istirahat pertama berbunyi
“ngak Don, belum lapar tadi sudah sarapan soalnya”
Jawabku sambil membuka buku “Dialog Degan Jin Muslim” yang diberikan Afdal saat ia pindah dulu.
“ok kalau begitu aku cabut dulu ya”
Katanya lagi
“ya”
Jawabku
Lalu aku melanjutkan membaca buku Dialog Dengan Jin Muslim yang baru sempat aku baca beberapa halaman saja. Buku inilah yang selalu menemaniku beberapa hari ini setelah Afdal pindah. Semenjak Afdal pindah aku jarang sekali main-main lagi ke kantin saat istirahat begini aku kebanyakan hanya menghabiskan waktu istirahat di kelas dan hampir tidak pernah ke kantin bawaanya karena selain tidak mood dan malas aku juga sudah sarapan sebelum sekolah. Kalau jajan palingan aku cuma beli beberapa kue dan minuman ringan di koperasi sekolah selebihnya kembali ke kelas. Semenjak Afdal pindah aku bawaannya bad mood melulu apapun yang aku lakukan di sekolah ini terasa membosankan bahkan aroma bakso sebagai makanan favoritku di kantin tidak lagi berhasil menggoda seleraku untuk mencicipinya ke sana, begitupun dalam pergaulan belum ada yang begitu dekat dengan aku, aku untuk saat ini lebih memilih kesendirianku dari pada berbaur dengan yang lainnya karena suasana hatiku memang lebih menginginkan kesendirian saat ini. Memang aku terlihat seperti apatis dengan lingkuangan dan terkesan cuek tapi memang itulah keadaanku saat ini, jangankan untuk berbaur dengan yang lain untuk sekedar tersenyum saja sekarang aku susah rasanya. Kalau lagi bosan di kelas aku biasanya pergi ke perpustakaan untuk membaca-baca koran.
***
Hari ini kamis tepat satu minggu sudah Afdal pindah dari sekolah ini. Sekitar baru setengah jam pelajaran pertama di mulai ada yang mengetuk pintu dari luar. Setelah guru yang mengajar saat itu membukakan pintu masuklah orang yang mengetuk pintu tadi dan ternyata orang tersebut adalah wali kelas kami, sepertinya beliau ingin menyampaikan sesuatu.
“maaf anak-anak mengganggu waktu belajarnya sebentar”
Kata beliau memulai obrolan
“ya buk”
Kata sebagian siswa sedangkan yang lainnya diam sambil mendengar apa yang akan disampaikan walas
“begini anak-anak, ibu cuma mau memberitahu bahwa kalian sekarang kedatangan teman baru di kelas ini”
Terang beliau
Anak baru, menjelang kenaikan kelas seperti ini masih ada anak baru yang pindah sekolah? Minggu lusa anak-anak kelas tiga sudah pada Ebtanas lalu seminggu setelah itu giliran anak kelas dua dan satu yang ujian akhir sekolah kok masih ada yang pindah sekolah? Apakah kasusnya sama seperti Afdal yang terpaksa pindah karena orang tuanya harus pindah kerja? Mungkin juga begitu, ternyata kesuksesan karir orangtua tidak selamanya membawa kebahagian untuk anaknya karena anak mereka harus mengalami kondisi seperti ini! Ah mungkin itu Cuma asumsi aku saja barangkali.
“ayo Fikri silahkan masuk”
Kata beliau lagi memanggil seseorang yang berada di luar, setelah itu orang yang tadi dipanggil masuk ke dalam, ternyata anak baru tersebut adalah seorang cowok.
“ayo Fikri sekarang perkenalkan dirimu pada teman-teman barumu”
Kata walas ketika anak baru tersebut telah berdiri disamping beliau.
“selamat pagi teman-teman perkenalkan nama saya Fikri Permana Sari (dua kata di belakang di samarkan), nama panggilan saya Fikri tapi biasa dipanggil Ari, saya pindahan dari SLTP N … Bandung dan bla…bla…”
Katanya panjang lebar memperkenalkan diri
Setelah itu terjadi sesi tanya jawab sebentar dengan sebagian teman-teman ada yang menanya alasan kenapa pindah, alamat sekarang dimana, asal darimana dan sebagainya. Sebagian ada yang antusias bertanya sebagian malah cuek saja kelihatannya. Maklumlah tipikal anak di kelas unggul yang kebanyakan biasanya cuma bergaul dengan komunitas sekitar tempat duduknya saja. Termasuk aku sendiri yang juga cuek dengan sesi tersebut karena sampai sekarang aku masih badmood bawaanya. Namun walaupun tidak aktif dalam sesi tanya jawab tersebut aku sesekali juga memperhatikan kedepan, ketika aku memperhatikan ke depan terlihat anak baru tersebut juga sedang melihat ke arahku. Pandangan kami sempat bertemu, ketika pandangan kami bertemu kami terdiam sekitar lima detik saling pandang kemudian ia tersenyum ke arahku, ketika aku melihat senyumnya ada yang berbeda dari senyumnya ketika ia tersenyum kepada teman. Jika kepada yang lain ia tersenyum biasa saja namun kepadaku berbeda, ketika dia melihat ku dia sempat tertegun sebentar seperti orang yang terkejut setelah itu baru tersenyum dan mengangguk kenapa ekspresinya seperti orang terkejut begitu? Ah mungkin perasaan aku saja kali. Lalu dengan senyum seadanya tanpa denagn dingin aku membalas juga senyumnya itu.
“ibu rasa perkenalannya sudah cukup, nanti juga bisa dilanjutkan lagi”
Kata walas mengakhiri sesi tanya jawab tersebut
“sekarang nak Fikri boleh duduk”
Kata beliau lagi
“Doni sebagai ketua kelas ibu serahkan pengaturan tempat duduknya kepada kamu”
Kata Walas memberi perintah kepada Doni
“Baik bu”
Kata doni menjawab
“kalau begitu ibu pamit dulu”
Kata beliau lagi kemudian pergi meninggalkan kelas
Setelah wali kelas pergi doni menyuruh anak baru tersebut duduk di sebelahnya karena kebetulan saat itu teman sebangku Doni tidak masuk. Bangku tempat duduk Doni ada di barisan ke empat pada deretan bangku nomor dua dari pintu masuk sedangkan tempat duduk aku ada di barisan ke tiga dari deretan bangku nomor satu jadi anak baru tersebut duduk satu bangku di belakangku bagian samping aku atau bagian sampingku satu bangku di belakang jadi sebelum dia sampai dibangkunya otomatis dia harus melewati bangku aku dulu. Ketika dia melewati bangkuku aku lihat dia kembali melemparkan senyumnya ke arah aku.
Bel istirahat berbunyi terlihat anak-anak dari kelas lain sudah berhamburan keluar sedangkan di kelas aku sedikit agak terlambat karena pelajarannya sedikit menggantung, sekitar dua menit dari bel istirahat berbunyi tadi baru selesai. Seperti biasa di kelasku kalau jam istirahat sebagian ada yang langsung keluar sebagian masih betah menghabiskan jam istirahat di kelas. Yang keluarpun kebanyakan hanya untuk mampir sementara di koperasi beli makanan ringan lalu masuk lagi ke kelas. Kalau bosan di kelas apabila keluar itu kebanyakan hanya nongkrong di depan kelas mereka sendiri. Jarang sekali anak kelasku ini yang berada di kantin apalagi berbaur dengan kelas lain, boro-boro dengan kelas lain dengan teman sekelas mereka saja tidak semuanya saling berbaur. Ada juga dari mereka yang hanya kelihatan berteman dengan dua sampai tiga orang saja sedangkan dengan teman yang lainnya hanya sekedar tegur sapa saja itupun sudah lumayan kadang hanya tersenyum saja sudah sulit walaupun tidak semuanya begitu, benar-benar lingkungan yang tidak enak sama sekali di kelas unggul ini kalau di pandang dari segi pergaulan.
Seperti saat ini setelah istirahat ada yang sudah keluar ada juga yang masih betah di dalam, kali ini kebanyakan di dalam mungkin karena ada anak baru kali karena terlihat ada beberapa dari mereka yang menghampiri anak baru tersebut. sedangkan aku tak mau ambil pusing ikut-ikutan sekarang tujuanku yaitu perpustakaan.
****
flashback
Sekarang adalah minggu terakhir menjelang libur Ebtanas anak kelas tiga. Aku sudah gak sabar menunggu walaupun libur tersebut hanya selama seminggu habis aku ini bad mood melulu bawaanya. Apalagi selama empat hari ini semenjak ada sianak baru itu tingkahnya itu bikin aku gimana gitu kesal, benci entahlah.
“ngak bosan apa siap belajar langsung baca buku!”
Kata seseorang disamping tempat dudukku ketika aku sedang membaca buku ‘Dialog dengan Jin Muslim’ ketika baru saja istirahat. Pas aku melihat kesamping ternyata dia sianak baru itu, aku hanya mengernyitkan mata dan dahi juga mengangkat bahu sambil menatap heran ke arahnya ‘apa urusannya sama kamu’ suaraku mendongkol dalam hati. Aku terus memperhatikannya dengan ekspresi seperti tadi tanpa bersuara.
“mending ke kantin yuk!”
Katanya lagi sok akrab mengajakku ke kantin
Sok akrab bangat ni anak bukannya merasa bersalah atau tak enak dengan tatapanku tadi tapi malah tetap PD mengajakku ke kantin dengan sok akrabnya lagi.
“thank, not interested”
Jawabku cuek
“ya udah kalau begitu aku cabut dulu”
Katanya
Aku tidak menjawab ucapannya tadi tapi hanya mengangkat bahu ‘masa bodo cabut aja lo sana mau cabut selamanya dan gak balik-balik apa peduliku’ dongkolku lagi dalam hati lalu melanjutkan membaca. Sebenarnya ngak salah juga sih kalau dia mencoba akrab denganku tapi entahlah mungkin situasinya saja kali yang belum tepat soalnya saat ini aku masih pengen menikmati kesendirianku makanya aku ngak sabar menunggu hari libur yang seminggu itu, biarlah dia bergaul dengan yang lainnya dengan si Erick CS kayaknya cocok tu.
***
Selasa pagi lagi … pelajaran Bahasa Indonesia lagi… boring lagi lagi dan lagi aduh … bisa tidak ya waktu ini di skip saja.
“Gus mulai sekarang kamu duduk di depan sama Ju aja ya”
Kata Doni kepada Agus ketika Agus baru saja masuk ke kelas. Ini adalah hari pertama ia kembali sekolah setelah seminggu hari kemaren absen karena sakit.
“kenapa emangnya?”
Tanya Agus heran
“kelas kita ada anak baru sejak pertama dia masuk ia duduk di tempat duduk duduk kamu, kamu ngak masalah kan bila pindah tempat duduk? bukan apa-apa Gus aku segan kalau menyuruh dia pindah”
Kata Doni sedikit serba salah
“ooo … begitu gak papalah”
Kata Agus menjawab santai
Beberapa saat kemudian sianak baru tersebut datang
“nah itu dia anak baru yang aku maksud tadi”
Kata Doni menunjukan sianak baru itu kepada Agus
“Fikri perkenalan ni Agus”
Kata Doni memperkenalkan Agus kepada sianak baru itu kemudian mereka saling berjabat tangan
“Agus”
Kata Agus sambil menjabat tangan sianak baru tersebut
“Fikri”
Balasnya
“wah kalau begitu aku harus pindah tempat duduk dong hari ini kan penghuni tetapnya sudah masuk!”
Katanya lagi menyerocos, aku yang mendengar sedikit kaget, apaaaaa ? sianak baru tersebut mau pindah tempat duduk itu artinya dia mau duduk ke bangku sebelah aku karena bangku yang kosong kan Cuma bangku di sebelah aku.
“kamu ngak usah pindah Fikri biar Agus saja yang pindah tadi aku sudah bicara sama Agus”
Kata Doni mencegah, ‘bagus Doni jangan biarkan dia pindah duduk disampingku’ gumanku dalam hati
“iya kan Gus”
Kata Doni lagi meminta persetujuan Agus
“Iya”
Jawab Agus
“ah ngak usahlah Don aku merasa ngak enak masa aku sebagai anak baru malah Agus yang harus pindah duduk sudah seharusnya aku dong yang pindah”
Katanya lagi-lagi menyerocos
“tapi lo ngak apa-apakan?”
Kata doni kembali merasa bersalah
“ya ngak papalah Don, ini kan Cuma masalah tempat duduk aja”
Katanya santai lalu segera menuju ke tempat duduk di sebelah aku.
“ok lah kalau begitu!”
Kata Doni sedikit lega
“Tapi kamu ngak papa kan Ju kalau Fikri duduk dengan kamu”
Tanya Doni lagi padaku
“a aku “
Kataku terbata bata karena terkejut mendengar pertanyaan Doni tadi secara tiba-tiba sambil menunjuk diriku sendiri.
“ya gak papalah Don, lagian aku ngak makan orang kok”
Kata sianak baru tersebut menjawab dengan sedikit lelucon, ni anak sarap kali ya yang ditanya Doni aku tapi malah dia yang jawab
“ngak papa kan bro kalau aku duduk di sini”
Katanya lagi kepadaku
“mangnya apa hakku melarang kamu, aku sekolah disini Cuma bayar untuk satu bangku kok”
Kataku ketus
“thank’s bro”
Katanya lagi sok akrab
“….”
Dasar sarap kataku dalam hati
Tingkat kebosananku pagi ini sudah bertambah jadi dua kali lipat yang pertama sudah bosan karena mau menghadapi pelajaran Bahasa Indonesia ditambah lagi sianak baru sarap yang sok akrab ini duduk di sebelahku.
Seperti biasanya setiap pelajaran Bahasa Indonesia dengan pak kentung selalu monoton bin membosankan sudah lumrahnya yang memperhatikan Cuma beberapa siswa saja maka akupun sibuk kembali membaca buku Dialog dengan Jin Muslim sambil pura-pura memperhatikan pelajaran tersebut. Aku membuka buku cetak Bahasa Indonesia namun aku juga menyelipkan buku Dialog dengan Jin Muslim di dalamnya sehingga kalau dilihat dari depan aku seperti membaca buku Bahasa Indonesia tapi bukan karena buku tersebut hanya sebagai pelindung saja. Kadang-kadang aku juga melihat ke depan untuk melihat pak kentung yang sedang menerangkan pelajaran siapa tahu kalau ada tugas atau latihan. Ternyata pelajaran hari ini temanya adalah mempelajari karya sastra seperti puisi prosa dan juga majas. Hanya sebentar saja aku memperhatikan pelajaran tersebut lalu kembali sibuk dengan bacaanku sekilas aku mengintip ke sampingku ternyata sianak baru sarap ini serius juga belajarnya, ni anak benaran serius belajar atau cuma karena aku cuekin saja tanpa aku ajak bicara satu katapun dari tadi. Coba kalau yang duduk disampingku Afdal suasananya pasti lain karena biasanya kami sibuk ngobrol sambil sesekali memperhatikan pelajaran.
Saking asiknya membaca buku Dialog dengan Jin Muslim aku tidak tahu bahwa ternyata dalam belajar kali ini Pak Kentung tersebut mengadakan sesi tanya jawab. Setiap pertanyaan dilemparkan kepada siswa secara acak, dan sialnya aku mendapat jatah diantara yang lainnya. Tentu saja aku gelagapan ketika mendapat pertanyaanya boro-boro jawaban pertanyaannya saja aku juga tidak tahu, aku sadar bahwa aku kena pertanyaan setelah mendengar namaku disebut Pak Kentung.
“ya Pak”
Kataku ketika namaku disebut
“apa jawabannya”
Katanya bertanya kepadaku, tentu saja aku bingung mau menjawab apa, lalu aku melihat sekilas ke arah sianak baru sarap yang ada di sebelahku dia kelihatan senyum-senyum kecil tanda menertawaiku, mengerti akan kesulitanku lalu ia menunjuk-nunjuk bukunya dengan jari teliunjuk kirinya aku melihat ke arah yang dia tunjuk dan membaca tulisannya, aku mengerti sekarang ini mungkin ini kode darinya memberikan jawaban pertanyaan pak kentung tadi lalu aku menyebut apa yang tertulis yang dia tunjuk itu.
“FER SO NI FI KA SI”
Kataku membaca yang tertulis di buku sianak baru sarap itu
“betul”
Jawab Pak Kentung, selamat akhirnya keputusan yang kuambil tadi tepat, aku mengelus-elus dadaku karena lega rasanya setelah tadi sempat tegang yang membuat nafasku seperti tertahan beberapa saat. Ternyata sianak baru sarap ini ada juga gunanya.
“makanya kalau ngak bisa membagi kosentrasi jadi dua ikutinlah satu-satu aja”
Katanya sedikit mengejek sambil tersenyum menertawakan kebodohanku tadi
“biarin”
Kataku sedikit mencibir sambil memonyongkan bibirku dan dia malah tertawa melihat tingkahku itu. Sesi tanya jawabpun berlangsung sampai bel istirahat berbunyi. Aku baru tahu ternyata pertanyaan Pak Kentung tadi ‘Rembulan masih terlihat mengintip dibalik pekatnya awan’ adalah contoh dari majas apa?.
“ke kantin Yuk!”
Kata sianak baru sarap mengajakku ke kantin setelah bel istirahat berbunyi tapi aku hanya diam tidak menjawab pertanyaannya
“dah nanti biar aku yang traktir”
Katanya lagi karena aku tidak kunjung merespon
“kamu kira aku ngak ada duit tuk bayar!”
Kataku sewot
“ya udah makanya yuk pergi”
Katanya lagi tanpa dosa terpaksa deh kali ini aku ikut hitung-hitung tanda terima kasihku karena tadi dia sudah membantuku ngak ada salahnya jugakan tapi ntah kenapa aku masih tetap jaim.
“mau makan apa?”
Tanyanya ketika kami sampai
“ngak usah aku bisa sendiri pesan aja punya kamu sendiri”
Kataku jaim
“ngak usah, aku bisa bayar sendiri!”
Kataku ketika dia mau membayar makanan aku
“ngak papalah biar aku yang bayar”
Jawabnya
“ngak usah”
Kataku lagi tapi ia tetap memaksa terpaksa deh aku yang mengalah
“hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih aku yang belum sempat aku ucapkan”
Katanya lagi
Ni anak apa sih maksudnya terima kasih yang belum sempat dia ucapkan jangan-jangan…
“Fikri”
Kataku untuk pertama kali menyebut namanya
“apa?”
Jawabnya
“kamu nyindir aku ya?”
“Nyindir apaan?”
Tanyanya balik
“apa maksud kamu bicara tadi terima kasih yang belum sempat kamu ucapkan, kamu nyindir aku karena tidak tahu terima kasih karena tadi sudah kamu bantu?”
“ngak, maksudku ngak begitu Ju, karena aku memang belum sempat mengucapkan terima kasih padamu”
Katanya lagi
“terima kasih untuk apa?”
Tanyaku lagi penasaran
“ya untuk kebaikanmu”
Jawabnya
Ni anak maksudnya apaan sih ngomongin gitu? ‘Dasar sarap’ uppsss aku keceplosan lagi aku sudah janji ngak bakalan mengatakan dia sarap lagi aku cuma mengeleng-ngelengkan kepalaku.
***
Part 26
Flashback
Hari ini adalah hari sabtu merupakan hari terakhir belajar sebelum Ebtanas hari senin nanti. Kegiatan belajar hari ini tidak penuh seharian tapi hanya sampai jam istirahat pertama setelah itu diadakan aksi bersih-bersih kelas yang akan digunakan nanti untuk ujian Ebtanas. Walaupun kegiatan bersih-bersih sudah selesai tapi teteap tidak diizinkan pulang sebelum jam pelajaran terakhir. Seperti biasa kalau pelajaran kosong begini para siswa kebanyakan berada di luar kelas, mereka pada menempati tempat pavorit masing-masing ada yang nongkrong di kantin, ada yang duduk-duduk di taman, ada yang nongkrong di depan kelas, ada yang di koperasi, ada yang mondar mandir dari kelas satu ke kelas lain dan ada yang di pustaka, sedangkan aku sendiri sekarang mengambil tempat di pustaka.
“gue cari-cari sejak tadi ternyata lo lagi semedi disini rupanya!”
Terdengar suara Fikri menyapaku ketika aku lagi asyik membaca koran.
“mau apa kamu cari aku?”
Kataku sedikit jutek
Aku melihat ke arahnya sebentar lalu kembali melanjutkan membaca.
“mau nagih hutang!”
Jawabnya
“…”
Aku tidak menjawab pertanyaannya tapi hanya mengernyitkan dahiku.
“ngak lah bercanda kali”
Katanya tersenyum merespon tatapan ku tadi
“lo suka Bola juga …?”
Katanya lagi bertanya ketika melihat Koran Bola yang aku baca
“ngak juga”
Kataku
“trus kenapa lo baca koran bola”
Tanyanya lagi
“ni!”
Kataku lagi sambil memperlihatkan Koran Bola yang aku baca tadi, yang aku baca adalah halaman tentang bulutangkis dimana memberitakan tentang tim piala Thomas Indonesia yang akan bertanding minggu besok melawan China.
“ooo… jadi yang lo baca yang Badmintonnya”
Katanya
Aku hanya menganggukkan kepala menjawabnya
“ke kantin yuk!”
Ajaknya
“ngak ah malas lagian sekarang pasti lagi rame”
Jawabku lalu kembali melanjutkan membaca
“lo mau ngak”
Katanya lagi menawarkan sesuatu kepadaku aku melihat ternyata yang dia berikan adalah sebuah coklat batangan. Si Fikri memang hobi sekali memakan coklat selama 3 hari ini duduk dengannya aku sering melihatnya memakan coklat.
“kamu kesini bawa makanan!”
Kataku sedikit melotot kepadanya bukan malah menerima pemberiannya karena memang disini tidak diperbolehkan membawa makanan. Mungkin karena dia anak baru jadi tidak tahu peraturannya. Memang peraturan di pustaka tidak boleh membawa makanan tapi walaupun begitu masih ada juga siswa yang membawa makanan ke dalam pustaka mungkin karena ruang baca dengan petugas penjaga terpisah lumayan jauh dan terhalang rak buku makanya mereka berani.
“di sini ngak boleh bawa makanan tau!”
Kataku lagi
“kan bukan gue saja yang membawa makanan ke sini”
Katanya membela diri
“asalkan tidak membuang sampah disini dan bisa menjaga kebersihan gue rasa ngak maslah”
Katanya lagi berpendapat
“terserah kamu lah”
Kataku sedikit jutek
Lalu aku kembali sibuk dengan kegiatan membacaku sedangkan dia sibuk dengan coklatnya. Setelah beberapa saat aku lihat lagi ke arahnya ternyata coklat yang dia makan sudah habis dan dia hanya duduk-duduk saja tanpa ada kegiatan.
“daripada bengong saja lebih baik cari kegiatan sana”
Kataku lagi memulai obrolan
“malas”
Jawabnya singkat
‘kasihan”
Kataku lagi
“kasihan kenapa?”
Tanyanya heran
“kasihan melihat kamu lah”
Katakulagi
“memang kenapa sama gue?”
“bengong saja gitu seperti anak ayam kehilangan induknya!”
Kataku sedikit bercanda
“yee… “
Katanya pura-pura sewot memonyongkan bibirnya mencibir aku, aku hanya tertawa melihat tingkahnya.
“daripada bengong gitu mending cabut sana gabung ama yang lain”
Kataku lagi
“malas, lagian mau gabung sama siapa, Doni kelihatannya juga lagi sibuk di ruang Osis?”
Jawabnya
“ya kan ngak Cuma sama Doni doang!”
Kataku lagi
“mang sama siapa lagi, aku baru seminggu disini belum kenal banyak orang”
Jawabnya lagi
“sama Eric CS barangkali”
Kataku secara spontan menyebut nama Eric CS, bukan tanpa alasan awal-awal Fikri sekolah di sini selain sama Doni aku lihat dia juga pernah main dengan Eric CS.
“Eric CS???”
Katanya dengan ekspresi heran mendengar aku menyebut Erick CS
“O… maksud lo Erick dan teman-teman yang satu komplotannya”
Katanya lagi
“mang siapa lagi ?”
Kataku tanpa menoleh
“ogah ah!”
Kilahnya dengan nada kurang enak
“kenapa emangnya?”
“ngak papa malas aja bawaanya”
“kok bisa, bukannya dulu kamu juga sempat gabung dengan mereka?”
Tanyaku penasaran
“namanya juga anak baru wajarlah”
“trus kenapa sekarang kok ngak ikut gabung lagi?”
“kenal bukan berarti harus gabungkan?”
Tanyanya balik
“iya juga sih!”
Jawabku setuju
“lagian apa sih untungnya gabung dengan mereka?”
Katanya lagi dengan jutek
“berteman kok malah hitung untung rugi, aneh!”
Kataku meyela
“maksud gue bukan masalah untung rugi gitu, kita memang tidak boleh mencari musuh dan bahkan kalau dapat jangan ada musuh tapi kita kan juga harus pilih mana teman yang baik buat kita karena tidak semua teman itu baikkan, maksudnya membawa pengaruh baik gitu?”
Katanya panjang lebar
“dan kamu kira Eric CS bukanlah teman yang baik dan bawa pengaruh buruk buatmu begitu? Jangan terlalu cepat menjudge ah! Kamu juga baru kenal mereka?”
Kataku tidak setuju dengan pendapatnya tadi karena memang menurutku ia tidak berhak menilai orang negatif terlalu cepat apalagi dia anak baru yang belum kenal jauh satu sama lain.
“memang sih gue baru kenal dengan mereka, tapi kenal dengan orang-orang seperti mereka buat gue bukan kali ini saja juga bukan satu dua kali saja tapi sudah puluhan kali, jadi gue sudah paham dengan tipe-tipe seperti mereka itu”
Katanya lagi panjang lebar
“mangnya apa untungnya bergaul dengan orang yang merasa diri mereka sok keren dan gaul yang lain merasa ngak ada apa-apanya dan sering bicara negatif pada orang lain”
Katanya lagi, aku sejenak berhenti dari kegiatan membacaku dan tertegun dengan apa yang diucapkannya, mungkin Fikri punya alasan tersendiri bicara begitu. Melihat reaksiku begitu dia berhenti sejenak
“kenapa?”
Tanyanya
“ngak”
Jawabku sambil mengangkat bahu
“orang-orang seperti itu buat gue sama seperti pecundang”
Katanya lagi dengan nada kurang enak
Aku sedikit terkejut ketika Fikri mengatakan kata pecundang, aku jadi teringat juga akan kata-kata Afdal. Kami terdiam dalam beberapa saat hanyut dalam pikiran masing-masing.
“ada banyak alasan buat kita dekat dengan seseorang dan ada banyak juga alasan buat kita untuk tidak harus dekatkan!”
Katanya lagi memecah keheningan
“kamu juga pasti punya alasan kan?”
Katanya bertanya kepadaku
“aku!”
Kataku menunjuk diriku karena tidak mengerti dengan pertanyaan Fikri kenapa ia tiba-tiba menanyakan pertanyaan itu?
“ya kamu! kenapa kamu juga tidak bergabung dengan mereka? Bukankah si Erik itu teman kamu sejak SD?”
“a …a aku ... mmm....”
Kataku terbata-bata dan salah tingkah yang kali ini terpojok dengan pertanyaan Fikri. Aku tadi yang sok bijak sekarang malah seperti tidak bisa bicara. Lalu kami terdiam beberapa saat.
“apa alasan kamu malah memilih dekat dengan aku?”
Kataku bertanya secara spontan
“harus punya alasan ya?”
Katanya balik bertanya
“kan tadi kamu yang bilang!”
Kataku sewot dia hanya tersenyum menatapku
“karena aku tahu kamu orang yang baik”
Katanya kali ini sambil memperbaiki duduknya dengan menyandarkan punggungnya ke belakang kursi sambil melipat kedua tangannya di dada.
“yakin amat sih!”
Kataku cuek
“mmm…yakinlah”
Katanya sambil menganggukkan kepala.
“yakin dari mana?”
Tanyaku sedikit cuek
“dari pertama kali bertemu!”
Jawabnya
“aneh!”
Kataku jaim
“kok aneh?”
Tanyanya lagi
“sudah berapa lama kamu pindah kesini?”
Kataku kembali bertanya, sebenarnya aku bertanya bukan karena aku tidak tahu
“baru masuk minggu kedua, mang kenapa?”
Tanyanya heran
“duduk dengan aku sudah berapa lama atau kapan pertama kali dan karena apa?”
Tanyaku lagi
“oh jadi itu maksudmu”
Jawabnya lagi karena sudah mengerti maksudku kenapa bilang dia aneh tadi. Gimana gak aneh coba, semenjak dia pindah sebelum duduk denganku boleh dikata aku hampir tidak pernah bicara dengan dia kecuali pada saat hari pertama jam istirahat itu ketika dia mengajak aku ke kantin tapi malah aku cuekin ketika itu karena aku sedang badmood. Setelah itu tak ada komunikasi sama sekali sampai akhirnya dia pindah ke bangku aku pada hari ke empat. Jadi pertemuan pertama kali mana yang dia maksud kan aneh kalau menurut aku sih pertemuan pertama yang illfill.
“tapi memang sebenarnya kok, aku ngak bohong”
Katanya dengan nada serius
“terserah lo deh, capek gue ngomong sama lo”
Kataku sedikit kesal, mendapat perlakuan begitu dariku dia bukannya tersinggung tapi malah berekspresi seperti orang takjub
“kenapa?”
Tanyaku heran dengan ekspresinya
“apa tadi aku gak salah dengar lo bilang lo gue?”
Tanyanya lagi
“apa …?”
Kataku dengan suara sedikit keras dan nada yang agak kurang enak seperti orang yang agak tersinggung dengan ucapannya tadi.
“jadi lo kira mentang-mentang aku anak kampung ngak pantas nyebut lo gue gitu”
Kataku lagi jutek
“ye bukannya begitu sensitive amat sih, gue malah senang bila lo bicara dengan panggilan lo gue dari pada aku kamu karena menurut gue itu panggilan agak terlalu formal”
Katanya santai
“kalau begitu mulai sekarang pakai lo gue aja ya, mau ya”
Katanya lagi menggoda
“ya deh saudara Aaaaarrriiiii…”
Kataku sengaja memanggilnya dengan panjang dengan melakukan penekanan pada setiap huruf namanya seperti orang kesal tapi lagi-lagi ia berekspresi seperti tadi.
“kenapa lagi ada yang salah, bukankah dulu lo bilang panggilan lo sealin Fikri juga bisa Ari kan?”
Kataku lagi heran
“ya, gue malah senang kalau lo panggil gue dengan panggilan Ari, karena selama ini jarang yang manggil gue dengan panggilan itu hanya beberapa orang saja dan disini cuma kamu”
Katanya lagi penjang lebar, aku memilih diam dari pada bertambah lagi kanehan-keanehan yang lainnya.
“ lo dah siap belum kalau sudah siap mending cabut yuk!”
Katanya lagi
Kali ini aku terpaksa menurut dengannya, tapi bukan terpaksa sih karena kebetulan aku juga sudah siap membaca koran.
***