It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at [email protected]
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Hari seminarpun tiba, antusias para pebisnis
pun sangat luar biasa. Gedung yang
disewapun luar biasa padatnya. Tempat itu
dipenuhi dengan orang-orang berjas rapi
dan berdasi, serta berdress cantik. Well
kecuali Afif, dia tidak begitu suka dengan
jas. Dia lebih nyaman menggunakan kemeja
biasa yang dia padukan dengan celana
berbahan denim dan sepatu cats biasa.
(Pebisnis ala-ala).
Inez dan Seger stand by di pintu masuk,
mereka tampak serasi. Seger menggunakan
jas, yang pokoknya terlihat sekali kalau ia
memang pekerja kantoran lahh pokoknya.
Sedangkan Inez menggunakan dress warna
coklat di atas lutut, senada dengan dasi
yang dikenakan Seger. Mereka menyambut
para tamu dengan sangat pantas.
Di sisi lain, Imam tengah mengobrol dengan
Ulum. Juga Irma yang tengah berbincang
dengan MC dan Afif yang sedang mem
briefing para nara sumber. Mereka sedang
bersiap-siap. Tepat pukul 09.00 waktu
setempat, acarapun dimulai.
Di tengah acara, Afif hendak berjalan keluar
ruangan karena ia ingin menelpon klien.
Saat ia hendak sampai di pintu, tepatnya di
deretan kursi paling belakang yang
beberapa kosong, ia melihat Seger dan Inez
duduk bersisian, berbincang dengan
tampak akrab.
Afif yang sudah jengah dengan mereka pun
mendekat, dan mencoba untuk
mengkonfrontir itu pada keduanya.
“Excuse me!” Afif berucap setelah ia sempat
berdehem.
Seger dan Inez menoleh padanya, dan Afif
benci melihat ekspresi ‘ketahuan deh’nya
Seger.
“Oh Fif, Hai..! Baru datang?” Inez buka suara
dan Seger memilih diam.
“Yahh, aku baru datang ke tempatmu
‘bermesraan’ ini.” Inez tertawa menanggapi
karibnya. Afif sengaja menekan kata
bermesraaan dan menghujam
pandangannya pada Seger, agar Seger tahu
apa maksud dari kata-katanya.
‘Semoga ia tidak begitu bodoh!’ Begitu
rutuknya dalam hati. Well, jika kalian di
posisi Afif, pasti juga kalian akan bisa salah
mengartikan perhatian Seger pada kalian.
Kata-kata romantis dan bentuk perhatiannya
itu tidak bisa dianggap biasa saja, ada
sebarang maksud dari perhatiannya itu.
“So?” Inez bertanya lagi.
“Aku udah datang dari tadi pagi, mungkin
saat aku datang kalian masih berbincang
hangat di suatu tempat.” Dan Inez kembali
tertawa mendengar kalimat sahabatnya itu.
Afif masih memandang tajam Seger, dan
Seger hanya bisa menatapnya memohon
yang seolah berucap, ‘Jangan salah paham
dulu, nanti aku jelaskan! Please!’
“Aku lihat kalian semakin dekat ya?” Afif
memulai.
Keduanya tampak canggung, dan tersenyum
kikuk.
“Emmh tidak juga…” Inez yang menjawab.
“Well, have fun ya…” Dan Afif pun beranjak
dari tempat itu. Inez yang benar-benar tidak
menangkap sebarang ekspresi
mencurigakan dari Afif pun bersikap biasa
saja. Kemudian ia fokus ke acara. Sedangkan
Seger berdiri dan berniat menyusul Afif.
“Nez, aku toilet sebentar!” Pamitnya pada
Inez dan Inez mengangguk.
Afif berjalan tergesa keluar ruangan. Ia
sungguh marah dan kecewa pada Seger.
‘Dasar laki-laki kurang ajar! Buaya air!
Hidung bengkak! Jidat lebar! Alis tebal!
Haiissh!’ Makinya dalam hati.
Ia berjalan tergesa sambil sesekali menoleh
ke belakang, dia tidak terlalu fokus melihat
ke depan. Hingga,
‘Brukk!’
Afif menabrak sesuatu yang lebih besar dari
pada dirinya, dan dirinya merasa kalau
kemeja bagian dadanya sedikit basah
berwarna kecokelatan.
‘Oopps!’ Afif lekas menoleh ke depan,
“Oh My God, I’m sorry.” Afif langsung
menjangkau tissue yang ada di atas meja di
dekatnya dan segera membersihkan baju
orang yang ditabraknya.
“Ah, its okay. Gak papa, biar aku bersihin
sendiri.” Kata laki-laki itu, dan Afif masih
berusaha membersihkan tumpahan es teh
di kemeja hitam orang dihadapannya.
Sampai ia terpaku pada name tagnya yang
dikalungkan oleh pria itu pada lehernya.
‘Y. Wahyu J.’ Dan Afif langsung mendongak
dan tersenyum kikuk.
“Emmh, Mas yang waktu itu ya? Sorry ya
Mas?” Ucap Afif sambil masih menggosok
baju di bagian dada Wahyu dengan lebih
pelan. Still remember him right?
“Ahh, tidak apa-apa kok Fif. Santai saja,”
Kata Wahyu yang juga ikut membersihkan
tumpahan minuman di baju kerjanya. Dan
memang tumpahan di baju Wahyu lebih
banyak daripada Afif.
Tiba-tiba ada yang menarik lengan Afif
sehingga membuatnya menoleh ke
belakang.
“Aku ingin bicara Fif.” Seger.
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan.” Ucap
Afif dingin sambil menepis tangan Seger.
“Aku ingin menjelas…”
“Aku tidak butuh penjelasanmu, memang
kau ingin menjelaskan apa hah? Tak perlu!”
Tandas Afif.
“Fif!” Seger memaksa.
“Aku bilang tidak! Kau tak lihat aku sedang
apa? Pergi lah!” Seger menoleh sebentar
pada laki-laki di belakang Afif, lalu pergi
dengan ekspresi kesal.
“Emmh, maaf sekali lagi ya Mas?” Afif
meminta maaf sekali lagi. Laki-laki itu
tersenyum sambil menggeleng.
“Call me Wahyu, jangan panggil Mas lagi!
Kesannya aku tua sekali.” Canda laki-laki
bernama lengkap Yanuar Wahyu Julianto itu.
Afif terkekeh.
“Iya, baiklah Wahyu.”
“That’s better.”
“Emmhh, sebagai permintaan maaf,
bagaimana kalau ku traktir minum kopi di
café depan?” Tawar Afif.
“Emmh, actually aku nggak minum kopi.”
Kata Wahyu.
“Well, aku juga sih. Hehe,” Afif malah tertawa
aneh.
“Lalu kenapa kau menawariku minum
kopi?”
“Emmh, tadi kalau misal kau mau, aku
berencana pesan yang lain. Teh atau susu
mungkin, hehe…” Laki-laki tersenyum,
tampan, pikir Afif. Bahkan lebih tampan dari
Seger.
“Tidak usah, kalau kau ingin ku maafkan,
cukup berikan aku pin atau WA atau Line
mu saja.”
“Baiklah, dengan senang hati. Ini pin, WA
dan Line ku,” Afif menyodorkan HP nya dan
Wahyu menginvite ke semuanya.
“Thanks Afif.” Ucap Wahyu.
“Ini berarti aku dimaafkan?” Afif bertanya.
“Tanpa kau memberiku pin, WA atau Line
mu pun pasti sudah ku maafkan.” Kata
Wahyu tertawa pendek.
“Ya sudah sini in HP nya kamu, aku delete
semua pin dan contact ku tadi.” Afif berniat
mengambil HP Wahyu, namun Wahyu
dengan cepat mengantongi HP nya.
“Heyy!” Sedangkan Afif tertawa.
“Aku nggak serius Yu,” Afif mulai akrab.
Keduanya tertawa, dan kemudian mereka
lanjut ngobrol sampai beberapa lamanya.
***
“Seger!”
Yang punya nama menoleh. Dia melihat
seorang gadis berdiri tidak jauh darinya.
“Hey Ca!” Caca mendekat ke Seger, lalu
menarik pria itu ke tempat yang agak sepi.
“So how then?”
“Emmh, sepertinya so far run well,
menurutku.” Caca mengernyit dengan
jawaban Seger.
“Afif sudah mulai terjebak, ia mulai
terpancing dan mulai panas.” Kali ini
tersenyum senang mendengar jawwaban
yang memuaskan dari Seger.
“Then?”
“Tinggal Inez, dia sepertinya sudah nyaman
denganku. Tinggal membuatnya aware
tentang Afif, dan kita akan berhasil.”
“Bagus, berarti tidak akan butuh waktu
yang lama untuk menghancurkan mereka.”
Seger mengangguk.
“Jika mereka berdua bertengkar dan
berpisah, tidak akan sulit untuk
menghaancurkan bisnis mereka berdua
juga Sastro yang lain.” Keduanya tersenyum
penuh kemenangan, seperti habis ikut
olimpiade dan memenangkan semua
cabang yang dipertandingkan.
Afif berjalan tergesa keluar ruangan. Ia
sungguh marah dan kecewa pada Seger.
‘Dasar laki-laki kurang ajar! Buaya air!
Hidung bengkak! Jidat lebar! Alis tebal!
Haiissh!’ Makinya dalam hati.
Ia berjalan tergesa sambil sesekali menoleh
ke belakang, dia tidak terlalu fokus melihat
ke depan. Hingga,
‘Brukk!’
Afif menabrak sesuatu yang lebih besar dari
pada dirinya, dan dirinya merasa kalau
kemeja bagian dadanya sedikit basah
berwarna kecokelatan.
‘Oopps!’ Afif lekas menoleh ke depan,
“Oh My God, I’m sorry.” Afif langsung
menjangkau tissue yang ada di atas meja di
dekatnya dan segera membersihkan baju
orang yang ditabraknya.
“Ah, its okay. Gak papa, biar aku bersihin
sendiri.” Kata laki-laki itu, dan Afif masih
berusaha membersihkan tumpahan es teh
di kemeja hitam orang dihadapannya.
Sampai ia terpaku pada name tagnya yang
dikalungkan oleh pria itu pada lehernya.
‘Y. Wahyu J.’ Dan Afif langsung mendongak
dan tersenyum kikuk.
“Emmh, Mas yang waktu itu ya? Sorry ya
Mas?” Ucap Afif sambil masih menggosok
baju di bagian dada Wahyu dengan lebih
pelan. Still remember him right?
“Ahh, tidak apa-apa kok Fif. Santai saja,”
Kata Wahyu yang juga ikut membersihkan
tumpahan minuman di baju kerjanya. Dan
memang tumpahan di baju Wahyu lebih
banyak daripada Afif.
Tiba-tiba ada yang menarik lengan Afif
sehingga membuatnya menoleh ke
belakang.
“Aku ingin bicara Fif.” Seger.
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan.” Ucap
Afif dingin sambil menepis tangan Seger.
“Aku ingin menjelas…”
“Aku tidak butuh penjelasanmu, memang
kau ingin menjelaskan apa hah? Tak perlu!”
Tandas Afif.
“Fif!” Seger memaksa.
“Aku bilang tidak! Kau tak lihat aku sedang
apa? Pergi lah!” Seger menoleh sebentar
pada laki-laki di belakang Afif, lalu pergi
dengan ekspresi kesal.
“Emmh, maaf sekali lagi ya Mas?” Afif
meminta maaf sekali lagi. Laki-laki itu
tersenyum sambil menggeleng.
“Call me Wahyu, jangan panggil Mas lagi!
Kesannya aku tua sekali.” Canda laki-laki
bernama lengkap Yanuar Wahyu Julianto itu.
Afif terkekeh.
“Iya, baiklah Wahyu.”
“That’s better.”
“Emmhh, sebagai permintaan maaf,
bagaimana kalau ku traktir minum kopi di
café depan?” Tawar Afif.
“Emmh, actually aku nggak minum kopi.”
Kata Wahyu.
“Well, aku juga sih. Hehe,” Afif malah tertawa
aneh.
“Lalu kenapa kau menawariku minum
kopi?”
“Emmh, tadi kalau misal kau mau, aku
berencana pesan yang lain. Teh atau susu
mungkin, hehe…” Laki-laki tersenyum,
tampan, pikir Afif. Bahkan lebih tampan dari
Seger.
“Tidak usah, kalau kau ingin ku maafkan,
cukup berikan aku pin atau WA atau Line
mu saja.”
“Baiklah, dengan senang hati. Ini pin, WA
dan Line ku,” Afif menyodorkan HP nya dan
Wahyu menginvite ke semuanya.
“Thanks Afif.” Ucap Wahyu.
“Ini berarti aku dimaafkan?” Afif bertanya.
“Tanpa kau memberiku pin, WA atau Line
mu pun pasti sudah ku maafkan.” Kata
Wahyu tertawa pendek.
“Ya sudah sini in HP nya kamu, aku delete
semua pin dan contact ku tadi.” Afif berniat
mengambil HP Wahyu, namun Wahyu
dengan cepat mengantongi HP nya.
“Heyy!” Sedangkan Afif tertawa.
“Aku nggak serius Yu,” Afif mulai akrab.
Keduanya tertawa, dan kemudian mereka
lanjut ngobrol sampai beberapa lamanya.
***
“Seger!”
Yang punya nama menoleh. Dia melihat
seorang gadis berdiri tidak jauh darinya.
“Hey Ca!” Caca mendekat ke Seger, lalu
menarik pria itu ke tempat yang agak sepi.
“So how then?”
“Emmh, sepertinya so far run well,
menurutku.” Caca mengernyit dengan
jawaban Seger.
“Afif sudah mulai terjebak, ia mulai
terpancing dan mulai panas.” Kali ini
tersenyum senang mendengar jawwaban
yang memuaskan dari Seger.
“Then?”
“Tinggal Inez, dia sepertinya sudah nyaman
denganku. Tinggal membuatnya aware
tentang Afif, dan kita akan berhasil.”
“Bagus, berarti tidak akan butuh waktu
yang lama untuk menghancurkan mereka.”
Seger mengangguk.
“Jika mereka berdua bertengkar dan
berpisah, tidak akan sulit untuk
menghaancurkan bisnis mereka berdua
juga Sastro yang lain.” Keduanya tersenyum
penuh kemenangan, seperti habis ikut
olimpiade dan memenangkan semua
cabang yang dipertandingkan.
Di ruang kerjanya, Afif tampak menikmati
waktu senggangnya dengan menonton
tayangan di tv. Ia tampak berdecak
beberapa kali menyaksikan tontonan di
salah satu channel. Ia tampak jengah.
“Apa-apaan sih ini? Kasus kematian bocah,
udah hampir satu bulan belum juga tuntas.”
Komentarnya pada berita yang ditontonnya.
‘Tok-tok-tok!’ Afif menoleh dan mendapati
karib sekaligus sekretarisnya, Ferry,
memasuki ruangannya. Ia tampak
tersenyum.
“Sedang apa? Terlihat serius sekali?” Tanya
Ferry.
“Ini, lagi ngelihat kasus pembunuhan anak
kecil di Bali itu loh.” Jawab Afif.
“Masa’, hampir satu bulan belum juga jelas.
Orang yang nonton ngerasa di php tau’,”
Sungut Afif.
Ferry terkekeh, lalu Afif mengganti channel
nya. Dan ia terlihat semakin jengah
setelahnya,
“Ini apalagi, astaga!”
Afif tampak semakin ndongkol, ia melihat
berita dimana anggota DPR meminta dana
aspirasi pada pemerintah.
“Lihat lah mereka! Betapa mereka tampak
sangat ambisius terhadap dana aspirasi itu.
Buat apa sih? Mereka membuang-buang
waktu saja membahas hal itu,”
Ferry tertawa, lalu menanggapi Afif.
“Tidak tahu, yang jelas mereka punya
maksud dan tujuan kenapa mereka
meminta dana itu. Jangan berburuk sangka
dulu!” Afif melengos.
“Malah ada yang terbaru,” Ungkap Ferry.
“Apa?”
“Pemerintah berniat memberikan dana
pembinaan atau apalah itu istilahnya pada
parpol, akan diniatkan 10 kali lipat dari
sebelumnya. Itu wacananya,”
“Yaa, selama bisa dimanfaatkan dengan baik
dan transparan, juga selama berdampak
positif untuk rakyat, why not?” Afif
menanggapi. Ferry tersenyum.
“Apa yang kau yang bawa itu?” Tanya Afif
pada Ferry. Ferry lalu menyerahkan
dokumen yang dibawanya pada Afif yang
duduk manis di belakang meja kerjanya.
“Itu proposal sponsorship yang diajukan
The Socialist padamu.” Jawab Ferry, Afif
mengernyit.
“Sponsorship? Mau ada acara apa mereka,
mendadak sekali?” Lalu Afif membuka dan
membaca proposal sponsorship itu
sebentar lalu kemudian beralih pada Ferry.
“Apa ada lagi?” Tanyanya pada Ferry, laki-
laki itu menggeleng.
“Tidak ada. Aku keluar dulu kalau begitu.”
Ferry pergi keluar dan Afif melanjutkan
membaca proposal itu. Ia tampak serius dan
teliti membaca proposal itu. Yahh walaupun
ia sudah biasa memberi bantuan berbentuk
dana dengan bentuk nominal yang variatif,
tapi ia tidak mau dengan mudah
memberikannya.
Ia selalu meneliti dengan benar, setiap kata-
kata begitu juga dengan rancangan
anggaran dananya. Apakah cukup realistis
atau tidak jika dilihat dan dipadukan
dengan jenis acaranya. Karena tak sedikit
pula ia menemukan beberapa proposal yang
diajukan padanya, anggaran dananya
sangat tidak realistis dan pembengkakan
yang dibuat terlalu over.
Kali ini proposal yang diajukan kepadanya
berasal dari salah satu komunitasnya yakni
The Socialist. Isinya berisi tentang sebuah
acara yang direncanakan akan diadakan di
Bali, acara outbond yang katanya untuk
mempererat ‘hubungan’ tiap member The
Socialist setelah adanya beberapa
pengusaha baru yang bergabung dengan
The Socialist.
Afif mengambil HP nya kemudian
menghubungi seseorang, setelah cukup
lama baru telpon itu diangkat.
“Hallo Mas Imam…!”
“(……)”
“Eh ini, aku dapat proposal untuk acara
outbond atau apalah ini dari The Socialist.
Mas Imam tau?” Tanya Afif yang ternyata
menelpon kakaknya.
“(……)”
Afif mengangguk-angguk mendengar
penjelasan kakaknya.
“Begitu? Mereka minta sedikit dana
sekaligus mereka ijin, mau pakek villaku
yang di Bali.”
“(……)”
“Baiklah, dan sepertinya kita akan terlibat
dalam acara ini?”
“(……)”
“Alright, ya sudah kalau begitu. Aku tutup
dulu, bye!” Afif menutup telpon nya setelah
mendapat jawaban dari kakaknya. Ia
menghela napas sejenak.
Kemudian Afif beranjak dari tempat
duduknya keluar dan pergi menemui Ferry
di ruangannya. Sesampainya disana, tanpa
mengetuk pintu Afif langsung masuk ke
ruangan Ferry. Ternyata Ferry tengah
menerima telpon. Ia menunggu sejenak
sampai Ferry selesai menelpon.
“Ada apa Fif?”
“Ini proseslah! Segera transfer dana nya
pada mereka dan siapkan villa ku yang
cukup luas! Jangan lupa minta laporannya
jika acaranya selesai!” Pinta Afif pada Ferry,
“Yossh!” Ferry mengangkat jempolnya, Afif
tersenyum.
Afif keluar dari ruangan Ferry dan berniat
kembali ke ruangannya. Ditengah
langkahnya, HP nya bergetar. Ada pesan
BBM.
‘PING!’
kayaknya ceritanya udah jadi ya
sekali update banyak banget
tinggal copy paste
jadi gak khawatir bakal gantung ceritanya
semangat ya !!!!!
kayaknya ceritanya udah jadi ya
sekali update banyak banget
tinggal copy paste
jadi gak khawatir bakal gantung ceritanya
semangat ya !!!!!
‘PING!’
‘HAII…!’ pesan dari seseorang yang bernama
Y. Wahyu J. Afif tersenyum kemudian
membalas pesan itu.
Afif Sastrowardojo: Yes?
Y. Wahyu J. : Sedang apa? Sibuk kah?
Afif Sastrowardojo: No, sedang menganggur
ria di kantor. Hihi…
Y. Wahyu J. : Benarkah? Kalau begitu bisa
kah kita bertemu dan makan siang
bersama? Teman-temanku meninggalkanku.
( huhu
Afif Sastrowardojo: Haha, pukpuk! Kasian
sekali! Emmh, bagaimana ya?
Y. Wahyu J. : Ayolah! Biar aku yang traktir,
Afif tersenyum sejenak sebelum mebalas
pesan dari teman barunya itu.
Afif Sastrowardojo: pleasurely. So, dimana
kita harus bertemu Wahyu?
Y. Wahyu J. : Biar aku yang menjemputmu.
Aku akan sampai 15 menit lagi! Wait me!
Afif terkekeh sebentar, kemudian masuk ke
ruangannya untuk bersiap-siap. Saat ia
duduk di kursinya untuk sambil menunggu
kedatangan Wahyu, tiba-tiba ia teringat
sesuatu.
“Fif, aku jatuh cinta padamu. Aku sudah
menyadari hal ini semenjak pertama kita
bertemu, saat kita berjabat tangan saat itu.
Maukah kau jadi kekasihku? Bisakah aku
jadi pemilikmu? Bolehkah aku memiliki
hatimu Fif?”
Itu adalah yang diucapkan Seger padanya
beberapa hari yang lalu. Afif sendiri belum
memberi jawaban, ia meminta waktu untuk
berpikir dulu pada Seger, karena sejujurnya
ia merasa ragu. Sedikit rasa curiganya
mengahantui dan ia tidak yakin dengan
ketulusan serta kejujuran Seger.
Kebersamaan Seger dan Inez sedikit banyak
mempengaruhi perasaannya. Sehingga ia
tidak ingin terburu-buru. Seandainya Seger
tak sedekat itu dengan Inez, tentu Afif akan
bisa dengan mudahnya mengiyakan
tawaran Seger. Dan Afif pun terlalu ragu
untuk bertanya langsung pada Inez tentang
hubungannya dengan Seger.
Apa sebaiknya ia tolak saja tawaran Seger?
Tapi ia sejujurnya sudah jatuh cinta dan
nyaman dengan Seger, masa’ harus ia
bersaing dengan Inez? Logiknya, ia pasti
kalah dengan Inez. Apa dia menyerah saja,
dan membiarkan Inez jadian dengan Seger.
But wait! Bukankah Inez masih punya
kekasih? Ya Tuhan, dasar Inez! Nggak cukup
dengan satu jakunnya orang. Tapi Afif tidak
mau terlibat urusan pribadinya Inez,
walaupun ia sepupu sekaligus karibnya
Inez. Itu murni urusan Inez.
‘Ahh, aku pikir nanti sajalah!’ Batinnya.
***